PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak
lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh
bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal
menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat.
Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak
menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat.
Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan,
itulah qolbu.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha
(QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa
(benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah
menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen.
Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem
dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi
yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan manajemen hati ?
b. Bagaimana Mengenal Potensi Diri ?
c. Apa Penyakit Qalbu dan Terapinya ?
d. Apa Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu ?
C. Tujuan
a. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan manajemen hati ?
b. Mengetahui Bagaimana Mengenal Potensi Diri ?
c. Mengetahui Apa Penyakit Qalbu dan Terapinya ?
d. Mengetahui Apa Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu ?
BAB II
PEMBAHASAN
a. Struktur Hati
Pertama, qalb merupakan tempat bersemayamnya penyakit hati seperti rasa dendam,
dengki, iri, dan termasuk nafsu syahwat juga bersarang di qalb.
Kedua, fuad ialah hati nurani yang dimana seseorang dapat membedakan antara yang
benar dan yang salah.
2
Ketiga, lubb yaitu tempat bersemayamnya cahaya ketuhanan, kepercayaan, dan
keyakinan bersumber dari bagaian hati yang satu ini.
Terkadang kita sendiri bingung kenapa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan hati
kita, mungkin banyak sekali orang di luar sana yang merasakan hal yang sama. Hal ini di
sebabkan karena hati bagian pertama yaitu qalb masih tertutup oleh penyakit hati dan
nafsu syahwat. Seperti contoh seorang pemuda yang bersedekah dengan ikhlas untuk
menolong seorang wanita yang menjanda dan mempunyai anak gadis setelah ditinggal
suaminya yang meninggal, tetapi karena sering melihat anak gadis tersebut dan wajah
gadis tersebut juga cantik niatnya kemudian berubah yang awalnya ikhlas menolong
sekarang menjadi menolong sambil mengoda gadis tersebut. Hal ini bisa terjadi
dikarenakan apa yang bersumber dari lubb tempat bersumbernya cahaya ketuhanan tidak
bisa menembus sampai ke qalb, karena qalb tersebut masih tetrtutup oleh nafsu syahwat.
3
bersembunyi, yang membisikan kejahatan kedalam dada manusia, dari golongan
jin dan manusia.”.
Hal ini juga yang dilakukan oleh kiai-kiai dulu, beliau tidak pernah makan atau
minum sampai kenyang karena hal ini bisa menyebabkan malas beribadah bahkan ketika
beliau mengarang kitab beliau melakukannya dalam keadaan berpuasa. Oleh karena itu,
Nabi SAW bersabda, “ makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang”.4
c. Obat hati
Sebagaimana yang sering kita dengar melaui radio sebelum adzan atau pujian-pujian
yang sering di baca setelah adzan yaitu tentang “pujian tombo ati”.
a) Membaca al-quran beserta memahami maknanya.
b) Menjalankan shalat qiyamul lail/shalat malam.
c) Berteman dengan orang-orang baik.
d) Puasa.
e) Berdzikir kepada Allah.
B. Mengenal Potensi Diri
5
Pertama, orang yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsunya dan tidak dapat
melawannya sama sekali. Ini merupakan keadaan manusia pada umumnya. Dengan
begitu, ia sungguh telah mempertuhankan hawa nafsunya seperti dimaksud ayat ini,
”Maka, pernahkah kamu melihat orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya” (QS.Al-Jatsiyah: 23).
Kedua, orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa nafsu. Pada
suatu kali ia menangtu demi a kali yang lain ia kalah. Kalau maut merenggutnya dalam
pertarungan ini, maka ia tergolong mati syahid. Dikatakan demikian, karena ia sedang
dalam perjuangan melawan hawa nafsu sesuai perintah Nabi Muhammad saw,
”berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan
musuh-musuhmu.”
Ketiga, orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa
nafsunya. Inilah orang yang mendapat rahmat Allah, sehingga terjaga dan terpelihara
dari dosa-dosa dan maksiat. Menurut Imam Ghazali, ini merupakan tingkatan para nabi
dan wali-wali Allah. Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, menurut Ghazali, manusia
dituntut ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu
(ghurur). Banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan
bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan
untuk memuaskan egonya. Inilah bentuk keterjebakkan setan.6
Dalam situasi demikian, Ghazali menganjurkan agar kita berpihak dan memilih
sesuatu yang menyusahkan daripada yang menyenangkan. Alasannya, kebaikan pada
umumnya menuntut kerja keras dan pengorbanan, sehingga terkesan menyusahkan.
Allah berfirman, “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya” (QS 91:7-10).
Ini juga disabdakan Rasulullah saw, “cobaan akan dibentangkan kepada
manusia laksana tikar, satu demi satu. Ketika hati dipengaruhinya, satu titik hitam
tercatatlah dalam hati. Ketika hati mengingkarinya, satu titik putih tercatatlah dalam hati
sehingga hati menjadi satu dari dua jenis: yang putih seperti batu putih yang lulus dari
6
cobaan, atau yang gelap hitam karena tidak mengenal ma’ruf (kebaikan) atau
mengingkari kemungkaran” (HR.Muslim).
Potensi yang ketiga adalah qalbu (hati). Fungsi qalbu biasanya lebih
dittikberatkan untuk mengawal aktivitas ruhaniah dan meraih kebahagiaan hidup. Dalam
khazanah ilmu tasawuf, qalbu bagi tiga bagian. Pertama, qolbun salim (hati yang sehat).
Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa
menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa membawa hati yang sehat tidak akan
selamat. Allah berfirman, “adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat,
kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Asy-Syu’ara : 88-
89).7
Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat,
keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari
setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari
beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berhukum kepada selain
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Ubudiyahnya murni kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala . Iradahnya, mahabbahnya, inabahnya, ikhbatnya, khasyyahnya, roja’nya, dan
amalnya, semuanya karenaNya. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan
diri, semuanya karena Allah.
Kedua, adalah qolbun mayyit (hati yang mati). Hati yang mati adalah hati yang
tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepadaNya dengan menjalankan
perintahNya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridlaiNya. Hati model ini
selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan
dimurkai-Nya. Ia tidak peduli dengan keridlaan atau kemurkaan-Nya. Baginya, yang
penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. Ia menghamba kepada selain-Nya.
Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridlaan Allah. Hawa
nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan
kelalaian adalah kendaraan baginya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk menggapai
target-target duniawi.
Yang ketiga, adalah qolbun married (hati yang sakit). Hati yang sakit adalah
hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat.
Kadang-kadang ia cenderung kepada ‘kehidupan’, dan kadang-kadang pula cenderung
7
kepada ‘penyakit’. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada
Allah, yang merupakan sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan
ketamakan terhadap syahwat, hasad, kibr, dan sifat ujub, yang merupakan sumber
bencana dan kehancurannya. Model muslim seperti ini ada di antara dua penyeru;
penyeru kepada Allah dan Rasulullah saw serta hari akhir, dan juga cenderung kuat pada
kehidupan duniawi. Mana seruan yang disambutnya, tentu yang disambutnya adalah
yang paling dekat, paling akrab atau tidak memberatkannya.
Demikianlah, hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu’, tawadlu’,
lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang
ketiga adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-
kadang dekat kepada kebinasaan.8
C. Penyakit Qalbu dan Terapinya
Ada beberapa penyakit qalbu yang kadang terus hinggapi dan gugurkan amaliyah
ibadah seorang Muslim. Menurut Imam al-Ghazali, bahwa penyakit qalbu bermuara
pada hasad (iri), riya’ dan ‘ujub atau takabbur. Ketiga penyakit ini merupakan induk dari
semua penyakit qalbu lainnya.
Penyakit hasad atau dengki adalah sikap tidak suka melihat orang lain mendapat
nikmat dan mengharapkan nikmat itu lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong
merupakan penyakit qalbu, yang pelakunya kadang menganggap remeh orang lain.
Rasulullah bersabda, “kibr itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”
(HR.Muslim). Ada pun penyakit riya ini berkaitan dengan keinginan untuk
menanpakkan diri sekaligus ingin dianggap yang paling wah-hebat atau lainnya di
hadapan orang lain.
Jika kita cermati ketiga jenis penyakit kronis ini, bahkan penyakit-penyakit qalbu
lainnya serta kerusakan yang ditimbulkannya sejatinya berpangkal dari ‘virus’ cinta
dunia (hubb al-dunya) yang berlebihan.
Akibat terlalu cinta dunia, rasa iri terhadap nikmat yang dimiliki orang lain akan
mulai menyelinap dalam qalbu-nya. Lalu muncul sifat sombong, karena telah merasa
memiliki segalanya, kemudian bersemi keinginan untuk memamerkan apa yang telah
8
diperolehnya. Dari sini kemudian tumbuh sikap menghalalkan segala cara asal tujuan
dapat tercapai. Yang penting hasil. Tak peduli bagaimana proses yang dilaluinya.
Adapun terapi atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, untuk
menangani berbagai penyakit qalbu di atas adalah:
a. Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah di mana pun berada.
Bila seluruh hidupnya sudah diarahkan pada Allah, maka qalbunya akan selalu
mengajak dan mendorong pemiliknya untuk menemukan ketenangan dan
ketentraman bersama Allah. Sehingga tatkala itulah ruh benar-benar merasakan
kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain daripada yang lain, bukan
kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari tujuan penciptaan manusia.
b. Tidak bosan berdzikir. Di antara sebagian tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah
bosan untuk berdzikir mengingat Allah. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi
kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang
menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah atau saling
mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.
c. Menyesal jika luput dari berdzikir. Qalbu yang sehat di antara tandanya adalah, jika
luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih
dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya.
d. Rindu beribadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi
kepada Allah, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan
minuman.9
e. Khusyu` dalam shalat. Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat,
maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat
memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati
ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat merupakan
kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
f. Selalu introspeksi dan meperbaiki diri. Qalbu yang sehat senantiasa menaruh
perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap
amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam
beramal, mengharap nasihat, mutaba’ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan
melihat Allah) dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan
9
dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah serta
kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.
10
b. Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau pengenalan diri. Sebab seseorang dapat
membersihkan hati melalui perbaikan diri secara kontinu jika telah menyadari
keadaan dirinya.
c. Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri dengan bekal ilmu (tentang
pengendalian diri) yang dimilikinya.
d. Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas. Dengan kata lain, evaluasi diri
dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama sehingga proses pembersihan Qalbu
semakin efektif.
e. Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu bagaimana diri mau belajar dari diri
orang lain.
Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan adanya kejujuran sebagai modal
dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi dan disiplin dalam
menjalankan kerja sehari-hari. Manajemen Qalbu tidak hanya membentuk manusia yang
ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan
dengan amal nyata dan karya nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan
kualitas keprofesionalan.11
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang bersifat kelompok, dilaksanakan
dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam beberapa kelompok lain. Materi yang
diberikan bertendensi kepada pembentukan akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran,
keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits pendukung juga disiapkan dalam materi
tersebut. Ada tiga materi pokok yang terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan
hati, mengenal potensi manusia dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al- Haritsi Jaribah. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Khalifa. Jakarta. 2010.
Antonio Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani. Jakarta.
2015.
Asmani Jamal Ma’ruf. Agar Hati Tidak Keras. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
2014.