Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam dua dimensi jiwa. Ia
memiliki karakter, potensi, orientasi, dan kecenderungan yang sama untuk
melakukan hal-hal positif dan negatif. Inilah salah satu ciri spesifik manusia
yang membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya sehingga manusia
dikatakan sebagai makhluk alternatif. Artinya, manusia bisa menjadi baik dan
tinggi derajatnya dihadapan Allah atau sebaliknya, ia pun bisa menjadi jahat
dan jatuh terperosok pada porsi yang rendah dan buruk seperti hewan, bahkan
lebih rendah dari hewan.
Dua dimensi jiwa manusia, yaitu positif dan negatif senantiasa saling
menyaingi, mempengaruhi, dan berperang. Islam sebagai agama yang haq
memberikan tuntunan kepada manusia agar ia menggunakan potensi
ikhtiarnya untuk memiliki dan menciptakan lingkungan yang positif sebagai
salah satu upaya pengarahan, pemeliharaan, tazkiyat atau penyucian jiwa, dan
tindakan preventif dari hal-hal yang bisa mengotori jiwa. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas tentang tazkiyatun-nafs, khususnya yaitu
riyadhatun nafs.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Riyadhatun Nafs?
2. Bagaimana Al-Qur’an menjelaskan tentang Riyadhatun Nafs?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Riyadhatun Nafs
2. Untuk mengetahui ayat Al-qur’an yang menyebutkan tentang Riyadhatun
Nafs

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riyadhatun Nafs

Riyadhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah mensucikan jiwa dengan


memerangi keinginan-keinginan jasad (badan). Proses yang dilakukan adalah
dengan jalan melakukan pembersihan atau mengosongkan jiwa dari segala
sesuatu selain Allah, kemudian menghiasi jiwanya zikir, ibadah, beramal saleh
dan beraklak mulia. Pekerjaan yang termasuk kedalam amalan riyadhah
adalah mengurangi makan, mengurangi tidur untuk salat malam, menghindari
ucapan yang tidak berguna, dan berkhalwat yaitu menjauhi pergaulan dengan
orang banyak diisi dengan ibadah, agar bisa terhindar dari perbuatan dosa.
Tujuan riyadhah bagi orang sufi adalah untuk mengontrol diri, baik
jiwanya maupun badannya, agar roh tetap suci. Karena itu, riyadhah haruslah
dilakukan secara sungguh-sungguh dan penuh dengan kerelaan. Riyadhah
yang dilakukan dengan kesungguhan dapat menjaga seseorang dari berbuat
kesalahan, baik terhadap manusia ataupun makhluk lainnya, terutama terhadap
Allah Swt.

B. Dalil Riyadhatun Nafs

Riyadhatun nafs (melatih jiwa atau mengasah jiwa). Dalam Al-Qur’an


surat Asy-Syams ayat 7-10, sebagai berikut :

‫َاب َم ْن‬ َ ‫) فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬7( ‫س َّواهَا‬


َ ‫) َوقَ ْد خ‬9( ‫) قَ ْد أ َ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا‬8( ‫ورهَا َوت َ ْق َواهَا‬ َ ‫َونَ ْف ٍس َو َما‬
)10( ‫ساهَا‬ َّ ‫َد‬

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya). Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

2
Berdasarkan ayat-ayat diatas dalam Surat Asy-Syams tersebut, sebaik
apapun seseorang, maka dalam dirinya ada potensi berbuat buruk. Dan seburuk
apapun sifat seseorang, maka dalam dirinya ada potensi (benih) untuk berbuat
baik. Misalnya apakah yang suka senyum (berbuat baik) hanya orang Islam
saja? Tidak. Apakah hanya orang Islam saja yang suka membantu orang
miskin? Tidak. Sebab kedermawanan bukan hanya pada diri orang Islam tetapi
ada juga pada diri orang Nasrani. Bedanya adalah bila yang dermawan adalah
orang yang tidak menjadikan Allah sebagai Tuhan, maka kedermawanannya
hanya selesai sampai dunia saja.
Dalam jiwa seseorang setiap saat terjadi pertarungan perebutan kekuasaan
antara kebaikan dan keburukan. Kalau dalam pertarungan itu kebaikan yang
menang, maka jiwa orang itu dikuasai oleh kebaikan, dan jiwanya menjadi
bersih dan akan memancarkan cahaya, sehingga hubungan jiwa orang tersebut
dengan Allah subhanahu wata’ala menjadi bagus. Sebaliknya bila dalam
pertarungan tersebut keburukan yang menang, maka jiwa orang itu dikuasai
oleh keburukan dan jiwa menjadi kotor, menjadi hitam. Dan lama-kelamaan
jiwa menjadi mati. Kalau jiwa sudah mati, maka kebenaran sebesar apapun
tidak bisa dilihat olehnya.
Cara menghindari potensi berbuat keburukan :

1. Membiasakan amal-amal kebaikan secara terus-menerus, rutin. Teruslah


berbuat baik. Maka jiwa akan dikuasi oleh kebaikan. Bisikan keburukan
memang sering muncul, tetapi itu akan kalah dengan kebiasaan amal-
kebaikan yang selalu dikerjakan.
2. Hendaknya kita selalu meningkatkan iman kita. Orang tidak akan berbuat
kejahatan apabila Iman selalu ada bersamanya. Rasulullah saw bersabda :
“Bila orang berbuat mencuri, maka saat itu imannya sedang keluar dari
dalam hatinya. Bila orang berzina, maka imannya sedang lepas dari
hatinya. Selama iman ada, maka iman itu menjadi benteng hatinya, yang
muncul adalah kebaikan dan hilanglah keburukan”.

3
3. Banyak Istighfar kepada Allah subhanahuwata’ala agar hati menjadi
bersih dan suci, kalau hati bersih dan jernih, akan bisa melihat kebaikan.
Sedangkan hati yang mati, yang terlihat hanya kejahatan (keburukan)
kebenaran dan kebaikan tidak terlihat.
4. Selalu bergaul dengan orang-orang shalih. Hati kita akan menjadi lembut.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Riyadhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah mensucikan jiwa dengan
memerangi keinginan-keinginan jasad (badan).
Dalam jiwa seseorang setiap saat terjadi pertarungan perebutan kekuasaan
antara kebaikan dan keburukan. Kalau dalam pertarungan itu kebaikan yang
menang, maka jiwa orang itu dikuasai oleh kebaikan, dan jiwanya menjadi
bersih dan akan memancarkan cahaya, sehingga hubungan jiwa orang tersebut
dengan Allah subhanahu wata’ala menjadi bagus. Sebaliknya bila dalam
pertarungan tersebut keburukan yang menang, maka jiwa orang itu dikuasai
oleh keburukan dan jiwa menjadi kotor, menjadi hitam. Dan lama-kelamaan
jiwa menjadi mati.

B. Saran
Kita harus mempunyai Iman yang kuat agar dapat menghindari perbuatan
yang buruk dan dapat menjaga kesucian hati. Penulis juga berharap pembaca
dapat membaca materi tentang Riyadhatun Nafs agar dapat lebih memahami.

5
DAFTAR PUSTAKA

Asmaran. 1994. Pengantar studi tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada


Jaelani. A.F. 2000. Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental. Jakarta: Amzah

Anda mungkin juga menyukai