Anda di halaman 1dari 12

Nama : Awan Farih

NIM : 191320015

Kelas : IAT 4-A

1. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Tafsir sufi atau tafsir isyari adalah
bid’ah. Sesuatu yang baru dan tidak ada dasarnya dalam agama islam. bagaimana
pendapat anda? Setuju atau tidak? Uraian jawaban harus disertai dalil (al-qur’an dan
hadist) atau referensi otoritatif!
Jawab:
Isyarah secara etimologi berarti penunjukan, memberi isyarat. Sedangkan
tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat Alquran al-Karim tidak seperti
zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang
berilmu dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat
Alquran dari beberapa sisi syarhis (yang masyru’). Adapun isyarah menurut istilah
adalah apa yang ditetapkan (sesuatu yang bisa ditetapkan/dipahami, diambil) dari
suatu perkataan hanya dari mengira-ngira tanpa harus meletakkannya dalam
konteksnya (sesuatu yang ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa dalam
konteksnya).
Menurut al-Jahizh bahwa ’isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling
bergandeng, isyarat banyak menolong lafal (dalam memahminya), dan tafsiran
(terjemahan) lafal yang bagus bila mengindahkan isyratnya, banyak isyarat yang
menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk dituliskan. Tafsir isyari ini dibagi kepada
dua cabang, yakni Yang pertama adalah ali-syari al-khafi, yang bisa diketahui oleh
orang yang bertakwa, sholeh dan orang yang berilmu ketika mebaca al-qur’an, maka
mereka ketika membaca suatu ayat akan menemukan beberapa arti. Yang kedua
adalah al-isyari al-jali (isyarat yang jelas), yang terkandung dalam ayat kauniyah
dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan dengan jelas berbagai pengetahuan yang baru.
Pada hal seperti inilah akan tampak kemu’jizatan Alquran pada masa kini, zaman ilmu
pengetahuan.
Kebolehan tafsir isyari. Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat
berikut:
‫ا فال يتدبرون القرأن أم على فلويهم أقفالها‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka
terkunci”(QS Muhammad; 24).
Allah mengisyaratkan bahwa bahwa orang-orang kafir tidak memahami
Alquran , maka Allah SWT. menyuruh mereka umtuk merenungi ayat-ayat (tanda-
tanda) Alquran Al-karim, agar mereka mengetahui arti dan tujuannya. Pada ayat diatas
Allah SWT. tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak
memahami ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT. tidak menyuruh mereka
untuk memahami zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan lagi,
memahami ayat Alquran jika hanya secara zahir. Tapi yang Allah SWT. mau utarakan
pada ayat diatas adalah; bahwa mereka tidak memahami maksud Allah SWT. dari
khitab yang ada dalam Alquran (mereka tidak memahami maksud Alquran ), maka
Allah SWT. menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Alquran hingga mereka
mengetahui maksud dan tujuan Alquran tersebut. Itulah yang disebut dengan isyarat
yang tidak diketahui dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut, karena keinkaran
dan kekufuran yang ada dalam hati mereka. Sesungguhnya seorang yang bersengaja
hanya ingin memahami Alquran secara zahir saja, akan sulit baginya untuk
mengetahui isyarat rabbaniyah (isyarat dari tuhan, isyarat ketuhanan) yang terkandung
dalam ayat Alquran Al-karim.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa tafsir isyari itu tidak boleh, karena
khawatir membuat kebohongan tentang Allah SWT. dalam menafsirkan wahyunya,
tanpa ilmu ataupun petunjuk dan bukti yang jelas. Sedangkan ulama yang berpendapat
bahwa tafsir ini boleh, menetapkan beberapa syarat yaitu:
a. Hendaknya tafsir isyari itu tidak bertentangan dengan makna zahir dari nazhm
Alquran Al-karim.
b. Tidak boleh dianggap bahwa hasil tafsir isyari itu adalah satu-satunya arti
tanpa mengabaikan zahirnya ayat tersebut, atau mengabaikan hasil penafsiran
metode lain.
c. Tidak bertentangan dengan syari’at atau dengan akal
d. Harus punya bukti atau dalil syar’i yang menguatkannya.

Itulah syarat-syarat yang harus diikuti ketika seseorang ingin menggunakan


tafsir isyari. Apabila selurah syaratnya terpenuhi maka penafsirannya dapat diterima,
tapi apabila ada yang tidak terpenuhi maka penafsirannya tidak dapat diterima.
Kaum sufi sejak dahulu telah berusaha untuk menemukan sandaran kepada
nash-nash Alquran bagi ajaran mereka, dan berusaha mengambil ayat-ayat Alquran
sebagai tonggak yang akan menguatkan langkah dan jalan mereka. Kaum sufi melihat
bahwa ada ide-ide yang dalam, terperinci yang tersembunyi di balik dalalah lafziah
sebuah ayat. Mereka berpendapat bahwa makna hakiki dari penurunan Alquran ini
tidak akan ada habisnya hanya pada makna pada bentuk zahirnya saja, tetapi ada
makna yang zahir/jelas dan bathin/samar. Dan yang paling penting adalah hendaklah
disandingkan kedua arti itu.

Kaum sufi berpendapat bahwa ilmu isyarah adalah ilmu tentang rahasia-
rahasia dalam Alquran dengan jalan mengamalkannya, mereka menamakannya,
mazhab ahlu sufwah dalam menyimpulkan dengan benar apa yang dapat difahami dari
Alquran.Allah SWT. berfirman:

‫ا فال يتدبرون القرأن أم على فلويهم أقفالها‬

Dan nabi Muhammad SAW bersabda:


‫من عمل بما علم ورثه هللا نعالى علم ما لم يعلم‬
‘’Barang siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui, niscaya Allah SWT. akan
memberikannya ilmu tentang apa yang belum ia ketahui’’
Yaitu ilmu yang tidak ada pada ahli ilmu (ilmuwan lainnya). Sedangkan
iqpalul qulub (hati terkunci) adalah karat yang ada pada hati, karena banyaknya dosa,
mengikuti hawa nafsu, mencintai dunia, kelalain yang panjang, ketamakan yang
sangat, mencintai kesejahteraan, mencintai pujian dan sanjungan. Dan lain sebagainya
yang termasuk dari kesesatan dan kelalaian, pelanggaran dan pengkhianatan. Apabila
Allah SWT. telah melepaskan hal itu dari hati, yakni dengan bertaubat yang baik, dan
penyesalan atas perbuatan zalim yang ia lakukan, maka Allah SWT. akan
membukakan hati yang terkuci tersebut., dan memberikan bekal, faedah dari hal-hal
yang ghaib kepada orang tersebut. Maka dengan begitu seorang yang telah diberikan
hal tersebut akan bisa menta’birkannya (mengkalimatkan) dalam menerjemahkan al-
qur’an, yaitu dengan lidah yang bisa berbicara tentang keghoriban (keanehan) hikmah
dan keghoriban ilmu.
Apa yang dipahami dari Alquran hanyalah sebatas apa yang dibukakan Allah
bagi hati para wali-walinya. Kalamullah itu bukanlah makhluk, maka pemahaman
makhluk tidak akan pernah sampai kepada batas kalamullah tersebut, karena manusia
adalah makhluk, dan pemahamannya juga adalah makhluk yang ada awalnya. Kaum
sufi berpendapat bahwasanya kunci untuk pemahaman yang mendalam dan merinci
untuk memahami Alquran adalah mengamalkan Alquran itu sendiri.[12] Karena itu
Abu Said Al-Khurraz berkata;’awal pemahaman terhadap Alquran Al-karim adalah
mengamalkannya, karena didalamnya terkandung ilmu, pemahaman, dan pengambilan
kesimpulan, juga awal pemahan untuk Alquran adalah dengan menyimak dan
memperhatikan wahyu Allah SWT.

‫إن قى ذالك لذكرى لمن كان له قلب أو ألقى السمع و هو شهيد‬


‘’Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benra terdapat peringatan bagi orang
yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikan.’’
Begitulah kaum sufi melangkah dalam jalan mereka yang khusus untuk
mereka. Mereka mengatakan kepada kita bahwa mereka berdiam memikirkan satu
dari banyak ayat dalam Alquran hingga bermalam-malam, mereka merenungkannya,
dan mengambil kesimpulannya, dan melihat kepada keajaiban yang menarik bagi
mereka, hingga hampi-hampir gila.
Kadang-kadang kaum sufi ini memang benar dalam memahami Alquran Al-
karim dengan isyarah yang mereka maksudkan, orang-orangpun bisa memerima
perkataan mereka, seperti perkataan Abu Bakar al-Kittani ketika ia ditanya tentang
ayat
(89 ‫ال من أتى هللا بقلب سليم (الشعراء‬
‘’Kecuali orang-orang yang menghadap Allah Swt. dengan hati yang bersih’’
Beliau mengatakan; yang dapat difahami dengan qalbun salim, ada tiga
sisi/macam: salah satunya adalah orang yang bertemu dengan Allah Swt. dan di
hatinya tidak ada sekutu Allah Swt. Yang kedua adalah orang yang bertemu dengan
Allah Swt. dan dihatinya tidak ada kerisauan terhadap Allah dan tidak menginginkan
kecuali Allah. Yang ketiga adalah orang yang bertemu dengan Allah SWT. dan tidak
ada bersamanya kecuali mengingatNya dan takut padaNya. Imam Ghazali-yang tidak
melarang penafsiran dengan tafsir sufi ini, jikalau tafsir tersebut tidak
mempermudah/memperluas batas-batas bolehnya bersandar kepada rumus dan isyarah
yang mereka fahami-menafsirkan ayat; ‫’‘ فاخلع نعليك‬Maka lepaskankanlah sandalmu’’
Tapi juga sebagian dari mereka kadang telah menyimpang dalam menakwilakan al-
qur’an, hingga orang lain teracuni.
Ada banyak tokoh yang membela dan menyerang bentuk penafsiran isyari
shufi ini. Tapi kesemuanya itu bermuara kepada bahwa apabila penafsiran tersebut
tidak melenceng dari zahirnya ayat, maka pada dasarnya tidaklah masalah. Perbedaan
tafsir isyari dengan isyari as-shufi adalah bahwa penekanan pada isyari adalah makna
yang muncul yang kemudian tidak bertentangan dengan makna zahir ayat, sedangkan
isyari as-shufi berprinsip bahwa makna utama dan hakiki dalam sebuah ayat adalah
makna isyarinya.

2. Muhammad Husayn Al-Dhahabi dalam kitabnya, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun


membagi tafsir sufi Menjadi dua kategori apakah anda setuju dengan pembagian itu?
Jelaskan dua pembagian tersebut, penjelasan di sertai contoh mufassir dan contoh
penafsirannya!
Jawab: Tafsir sufi dikelompokkan menjadi dua, yaitu tafsir sufi nadzari dan tafsir sufi
isyari.
a. Tafsir Sufi Nadhari
Mendasarkan ajarannya pada pemikiran dan analisis-analisis falsafi ,
memandang ayat al-Qur’an dari sudut pandang tasawuf yang sesuai dengan
filosofi, yaitu menafsirkan al-Qur’an melalui pemikiran analisis rasional. Aliran
ini memandang al-Qur’an sebagai sebuah buku petunjuk untuk umat manusia
bukan sebagai legitimator suatu aliran pemikiran. Oleh karena itu penafsiran
produk mereka ini tidak jarang menyimpang dari standar penafsiran yang sering
digunakan oleh ulama tafsir pada umumnya, mereka terkadang memberikan
penafsiran dan bertolak belakang dengan kandungan ayat serta kaedah bahasa
yang benar. Tafsir sufi nadhari pada umumnya menyimpangkan makna al-Qur’an
dari maksud dan tujuan yang dikehendaki sebenarnya.
Tafsir jenis ini berpegang pada instrumen akal dan intuisi dalam menakwilkan
al-Qur’an. Tradisi ini banyak dilakukan oleh kaum syi’ah dan sufi pada
umumnya, yang cenderung menakwilkan ayat dengan pengalaman mistik dan
pengetahuan untuk mendapatkan makna original ayat alQur’an. Tolak ukurnya
ta’wilnya mendasarkan pada akal dan intuisi, sembari menegasikan bahasa. Bagi
sufi, pada umumnya takwil ada mengungkapkan makna yang tersembunyi dari
teks. Karena itu intuisi bisa menjadi andalan dalam memahami dan mengalihkan
makna teks tersebut.
Produk tafsir sufi nadzari yang paling terkenal adalah tafsir Ibnu ‘Arabi serta
kedua kitabnya yang lain, yaitu ‫ الفتحات االكيةا ا‬dan ‫ الفصاص‬, beliau merupakan salah
satu pelopor dari aliran tafsir ini, dimana pemikirannya banyak dipengaruhi oleh
pemikiran filsafat serta aliran wahdat al - wujud yang berkeyakinan bahwa
sesungguhnya tidak ada wujud dalam dunia ini kecuali Allah. Pemikiran Ibnu
‘Arabi banyak dipengaruhi oleh para sufi dan filosof sebelumnya, hal ini dapat
kita cermati, bahwa dalam tradisi Islam, Ibnu ‘Arabi sepenuhnya mengikuti para
sufi sebelumnya, khususnya Hallaj, yang berbagai pendapatnya banyak di
mewarnai karya-karyanya. Ia juga mengikuti Hakim al-Turmudzi, Bayazid al-
Busthami, serta al-Ghazali. Kita juga melihat doktrindoktrin milik kaum stoik,
Philo, Neoplatonis dan Madzhab kono lainnya yang ditafsirkan secara metafisik
dan diintegrasikan ke dalam panorama teosofi Ibnu ‘Arabi yang luas.24 Sufi
Nadzari memiliki pola sendiri dalam memahami al-Qur’an. Terkadang ayat-ayat
yang difahami meneyntuh letukan batin di satu sisi, namun di sisi lain memiliki
analisi rasional. Semisal Ibnu ‘Arabi dalam menafsirkan ayat al-Qur’an Surat al-
Fatihah:
Ini adalah tahap melahirkan rasa syukur. Artinya hanya kepada-Mu sendiri
kami menyatakan tunduk beribadah (menghambakan diri) tiada sekutu bagi-Mu.
Hanya dari-Mu kami harapkan pertolongan bukan dari yang lain. Dengan
memahami ayat ini dia meyakini bahwa secara tegas tidak ada sekutu bagi-Nya.
Huruf ‫ ى‬pada ‫ إةات‬yang melambangkan hamba secara utuh terkurung di antara
dua alif “tauhid” sehingga ia tidak dapat mengklaim melihat yang lain; dan
akhirnya ia diliputi oleh rasa kesatuan (tauhid). Sedangkan adalah kata ganti dari
Allah, huruf dan dua alif itu merupakan satu kesatuan yang menunjuk kepada
satu zat. Kemudian lafal ‫ نعباا‬adalah menjelaskan bentuk perbuatan yang dilakukan
oleh ‫( ي‬hamba) dengan menggunakan kata ganti nun (‫)نحن‬, sementara lafal ‫عب‬
adalah penjelasan bagi perbuatan Allah. Sehingga segala sesuatu yang wujud
dalam alam ini tiada lain dari adalah bayangan dari wujud Allah semata.
Sedangkan makna ‫ إةاات انعااتعةن‬adalah dilihat dari sisi selain Allah adalah untuk
makhluk-Nya yang berasal dari kekuasaan-Nya. Dan pada makhluk-Nya itulah
terletak rahasia khalifah. Maka sesungguhnya pada lafadz ‫ إةت انعتعةن‬para malaikat
sujud, kecuali mereka yang angkuh.
b. Tafsir Sufi Isyari
Pengetahuan kaum sufi Isyari seringkali didapatkan dengan proses yang dilalui
dengan riyadhah. Pada hakikatnya pengetahuan dilihat dari proses kemunculannya
dalam diri manusia terdiri dari dua macam: Pengetahuan Hudhuri, Yaitu realitas
eksistensial yang hadir dalam diri subyek atau diketahui secara kehadiran tanpa
perantara apapun. Adapun pengetahuan Hushuli, Yaitu gambaran tentang sesuatu
yang ditangkap oleh jiwa dengan salah satu dari panca indera eksoterik.27 Maka,
penafsiran Al-Qur’an yang diberikan seringkali berangkat dari isyarat atau
petunjuk yang diterima dari pantulan cahaya Tuhan yang bersemayam di dalam
hati. Petunjuk yang hanya bisa memantulkan cahaya jika sebuah hati terlebih
dahulu melewati fase tadzkiyatunnafs (penyucian jiwa). Tafsir sufistik dalam
aliran ini meyakini Al-Qur’an mempunyai dua sisi untuk ditafsiri, yaitu makna
material - eksoteris dan esoteris - spiritual . Maka, ayat-ayat suci al-qur’an
memungkinkan untuk ditafsirkan dalam berbagai bentuk dan metode sesuai
dengan latar belakang keahlian mufassir.
Karakter nash al-Qur’an memberi penekanan pada asas “konsep
perlambangan”, atau dengan ungkapan yang Islami “dibangun atas konsep dzahir
dan bathin. Konsep ini tidak begitu saja lahir tanpa ada landasan yang bisa
dipertanggung jawabkan, melainkan berpijak pada ayat-ayat alQur’an semisal:

ِ َ ُ ‫َب ة و َِرهَ ظ ُهۥ َ َم ِع م ن ُ يك َ َل ع َ َغ سب َأَ و ِ رض َ ي ٱأل ِ ا ف َ َم و ِت ََو َّم ي ٱلس ِ ا ف َّ م م‬


‫كل‬ َ ‫اطَنة‬
‫َرَّخَ س ََّ ٱل َّل َّنَ أ ْ و ا َ َر م ت َأَل‬
“..... dan Ia menyemprnakan untuk munikmat-Nya lahir dan batin” (QS.
Luqman, 31:20)
Sufi Isyari juga menyandarkan argumentasinya pada hadis Nabi saw berbunyi:
“ Al - Qur’an ini mempunyai makna lahir dan makna batin”. Sebenarnya konsep
tentang makna lahir dan makna batin atas ayat-ayat al-Qur’an mengundang
polemik diantara pemikir-pemikir Islam, namun secara garis besar jumhur ulama
tidak mengingkari adanya interpretasi teks yang menyimpang dari redaksi
zhahirnya walaupun hal itu secara prinsipil di ingkari oleh aliran Zhahiriah dan
juga kalangan yang sejalan dengan mereka seperti sebagian Ahlu Sunnah dan
Mu’tazilah seperti Ibnu Jauzi dan lain sebagainya.

3. Sebutkan dan jelaskan tafsir isyari dari surat al-qur’an dalam makalah masing-masing,
minimal merujuk 5 tafsir sufi!
Jawab: Tafsir Isyari Surat Al-Lahab
a. Tafsir Ibnu Arabi
‫ب َّوت ۗ ََّب‬
ٍ ‫ تَبَّتْ يَدَآ اَبِ ْي لَ َه‬- (Binasalah kedua tangan Abū Lahab. Dan sesungguhnya
dia akan binasa-ayat 1). "binasalah kedua tangan yang menjadi penyebab amal-
amal buruk Abū Lahab, yang karenanya ia berhak mendapatkan neraka Jahannam
yang selalu memuntahkan api kebinasaan; dan binasa pulalah dzat diri Abū Lahab
yang busuk, karena dzatnya pun patut binasa, disebabkan oleh kesiapannya.
Maksud dari ( •‫) اس••تعداد‬, pantaslah neraka menimpa dzat dirinya dan sifatnya
sekaligus. Itulah neraka di atas neraka (‫ ) نارا على النار‬Karena itu, dalam ayat ini
Allah menyebut Abū Lahab dengan julukannya yang menunjukkan pada
keniscayaannya untuk ditimpa api nereka (Lahab artinya api yang menyala-nyala)
َ ‫( َمآ اَ ْغ ٰنى َع ْنهُ َمالُ ٗه َو َما َك‬Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa
‫س ۗ َب‬
yang ia usahakan – ayat 2). Jelasnya, tidaklah bermanfaat baginya ( ‫) اب••و لهب‬
“modal hartanya” berupa kesiapan-fitrah, dan tidak pula bermanfaat baginya apa
yang dia usahakan karena tidak ketidaksesuaian kepercayaannya dengan fitrah itu.
Keduanya itulah yang saling menambah penyiksaan Abū Lahab dan tidak sedikit
pun salah satunya yang bermanfaat.
ٍ ‫ص ٰلى نَا ًرا َذاتَ لَ َه‬
‫ب‬ ْ َ‫سي‬
َ (Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak – ayat
3). Dia akan masuk api yang besar karena keterhijabannya oleh syirik. (‫) ذات لهب‬
Api yang besar, menyala-nyala, dan terus berkobar karena kebusukan amal dan
bentuk-bentuk sifat Abū Lahab. Maka masuklah ia ke dalam neraka itu karena
i‘tiqadnya yang rusak dan amalnya yang buruk. Dan masuk pula istrinya (wam-
ِ ۚ َ‫ةَ ا ْل َحط‬5َ‫ه َۗح َّمال‬5ٗ 5ُ‫َّوا ْم َراَت‬
ra’atuhu – ayat 4) yang menemaninya di dalam neraka itu. ‫ب‬
(pembawa kayu bakar – ayat 4). Yakni, istrinya itu memikul beban-beban dosa
dan bentuk-bentuk amalnya yang buruk, yang tak lain adalah kayu bakar api
neraka. ‫س ٍد‬
َ ‫( فِ ْي ِج ْي ِدهَا َح ْب ٌل ِّمنْ َّم‬yang di lehernya ada tali dari sabut – ayat 5). Tali kuat
yang dibuat dari serabut. Tegasnya tali yang terjalin kuat dari rantai api karena
kecintaannya terdahap sifat-sifat yang rendah dan keji, sehingga bentuk-bentuk
sifat dan dosanya itu diikat erat-erat oleh tali rantai nereka itu, diikat erat sampai
lehernya sebagai siksaan baginya sesuai dengan tingkat kesalahannya. Wallāhu
a’lam.
b. Arais Albayan
َّ‫ب َّوت َۗب‬ ْ ‫( ۗ تَب‬Binasalah kedua tangan Abū Lahab. Dan sesungguhnya
ٍ َ‫َّت يَدَآ اَبِ ْي لَه‬
dia akan binasa – ayat 1). Allah mengecam keras, mengutuk orang orang yang
memutus tali kenabian sebab ulah tanganya , serta tidak mengimani risalah dan
kemulyaannya Dengan kerugian di akhirat kelak. Maksudnya, allah memutus
tangan nya sehingga tidak bisa bersalaman dengan kekasih allah yaitu nabi
muhammaad saw dan kembali mengikuti tali kenabian. Kerugian tersebut
merupakan bagian dari penelantaran allah kepadanya. Ketika seseorang terhijabi
dengan hidayah maka tidak memberikan manfaat segala perbuatan dan amal2nya.

َ ۗ ‫( َمآ اَ ْغ ٰنى َع ْنهُ َمالُهٗ َو َما َك َس‬Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa
‫ب‬
yang ia usahakan – ayat 2). Abu bakar bin thohir berkata : orang-orang yang
merendahkan kedudukanmu ( nabi) tidak seperti yang telah allah berikan maka
akan dicampakkan kerugian dan kesesetan yang nyata. Ibnu atto berkata
mengenai ayat "Mā aghnā ‘anhu māluhu wa mā kasab" Allah memberitahu bahwa
seseorang tidak bisa sampai kepada allah kecuali dengan sebab allah dan
pertolongannya. Maka tidak berfaedah kepada abu lahab harta benda nya begitu
pula sandang panganya. Sekiranya dia menghalangi hal hal baik yang telah
disebutkan tadi.

c. Tafsir aljilani
Pembuka Surah al-Lahab. Orang yang ditunjukkan kekayaan Dzat Ilahi dan
ditampakkan kepadanya bahwa dunia – dengan segala isinya – tidak lain hanyalah
fatamorgana palsu dan bayang-bayang dusta yang tidak akan langgeng bagi
penikmatnya dan tidak akan abadi bagi pemukimnya; pasti mengetahui bahwa
tertipu oleh dunia, reruntuhannya, kenikmatannya yang fana’, dan kebatilan yang
palsu; pasti akan mengakibatkan seseorang melalaikan Allah s.w.t. dan kelezatan
akhirat yang disiapkan di sisi-Nya bagi orang-orang yang mendapatkan
pertolongan-Nya; sebagaimana yang diberitakan Allah s.w.t. dalam surah ini
tentang sebagian orang yang melampaui batas dan terhalang dari-Nya serta
berpaling dari tuntutan ketuhanan-Nya akibat ia mengalami ketertipuan yang
begitu besar oleh harta, pangkat, kekayaan, dan kekuasaan di tengah-tengah
manusia. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: ( ِ‫)بِ ْس••• ِم هللا‬
[Dengan menyebut nama Allah] yang Maha Kaya dengan Dzat-Nya dibandingkan
dengan semua makhluk dan ciptaan-Nya, (‫[ )الرَّحْ م ِن‬Yang Maha Pemurah] kepada
mereka dengan menambahkan wujud, (‫[ )ال • َّر ِحي ِْم‬lagi Maha Penyayang] kepada
mereka dengan mengantarkan mereka ke martabat kasyf (penyingkapan) dan
syuhud (penyaksian) pada hari yang dijanjikan, seandainya mereka benar-benar
ikhlas dalam ketaatan dan dalam menghadap Sang Pencipta Yang Maha Pengasih
Ayat 1.

‫َّت يَدَا أَبِ ْي لَهَب‬


ْ ‫تَب‬

maksudnya; sia-sia dan merugilah kedua ]Binasalah kedua tangan Abu Lahab [
tangan Abu Lahab, dan ini adalah kalimat kiasan. Semua ini menimpa Abu Lahab
tidak lain karena besarnya arogansi dan kesombongannya. Ia akan mengalami
kehancuran dalam api neraka yang mengerikan, seperti halnya ia mengalami
kegagalan abadi dan kerugian total pada saat ia menimpakan berbagai macam
keburukan pada Rasulullah s.a.w. dan melawan beliau dengan cara-cara yang
tidak layak dengan status beliau, dengan mengandalkan harta, pangkat, kekayaan,
dan kekuasaan yang dimilikinya. Kesombongan Abu Lahab ini terekam saat
turunnya ayat

َ‫ك اأْل َ ْق َربِ ْين‬


َ َ‫َو أَ ْن ِذرْ َع ِشي َْرت‬

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (asy-Syu‘ara’


[26]: 214).

Pada saat itu, Nabi s.a.w. naik ke bukit Shafa, lalu berseru: “Wahai Bani
Fihr, wahai Bani ‘Adiy”, dan juga kepada kelompok suku Quraisy lainnya sampai
mereka semua berkumpul. Kemudian beliau mengajukan pertanyaan: “Apa
pendapat kalian seandainya aku beritahu kalau ada seekor kuda yang berada di
lembah itu, akan berjalan menuju kalian. Apakah kalian mempercayaiku?” Mereka
menjawab: “Ya, tidak ada yang dapat kami lakukan selain hanya mempercayaimu.”
Beliau berkata lagi: “Saya peringatkan kalian kalau di kedua tanganku ini ada
siksaan yang amat pedih.” Dengan nada merendahkan, Abu Lahab berkata: “Sialan
kamu Muhammad, apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami di sini?”
Maka turunlah ayat: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia
akan binasa.” (al-Lahab [111]: 1) karena tindakannya yang mendekat Nabi s.a.w.
dan berniat meremehkan serta mencemoohnya. (721) ( َّ‫[ ) َو تَب‬Dan sesungguhnya ia
akan binasa] dan mati dengan cara yang telah disampaikan Allah s.w.t. tentang
kebinasaannya, di mana:

Ayat 2.
َ ۗ ‫َمآ اَ ْغ ٰنى َع ْنهُ َمالُهٗ َو َما َك َس‬
‫ب‬

[Tidaklah berfaedah] dan bermanfaat,ُ [baginya, harta bendanya] yang menjadi


tempatnya bersandar, dan harta itu juga tidak dapat menolongnya dari kemarahan
َ • ‫[ ) َو َم••ا َك َس‬apa yang ia usahakan] dan ia
Allah s.w.t. Demikian pula dengan ( ‫ب‬
kumpulkan dari kekayaan, anak, dan pengikut; semua itu juga tidak dapat memberi
manfaat maupun menolongnya.

Dikatakan bahwa Abu Lahab meninggal di ‘Adasah, beberapa hari setelah


Perang Badar. Jasadnya dibiarkan begitu saja selama tiga hari sampai membusuk.
Akhirnya orang-orang pun menyewa beberapa orang kulit hitam untuk
menguburkannya. Kematiannya ini tergolong sebagai berita gaib dan benar-benar
terbukti, seperti yang telah diberitakan. Ini adalah tempat kembalinya di dunia.

Ayat 3.

ٍ ۙ َ‫َسيَصْ ٰلى نَارًا َذاتَ لَه‬


‫ب‬

Adapun tempat kembalinya di akhirat adalah [kelak ia akan masuk] dan


dijerumuskan [ke dalam api]. Api macam apa? Api ٍ[yang bergejolak] dan
menyala hebat akibat dari kekerasan dan kengerian yang sangat besar yang
ditimbulkannya.

Ayat 4.

(ُ‫[ ) َوا ْم َرأَتُه‬Dan (begitu pula) istrinya] yang suka mengadu domba antar manusia,
dan menyalakan api fitnah dan permusuhan di antara mereka. ia menjadi ( َ‫َح َّمالَة‬
‫ب‬
ِ ‫ط‬ ْ [pembawa kayu bakar] yang menjadi bahan bakar api neraka Jahannam.
َ ‫)ال َح‬
Ia mengumpulkan kayu bakar dari pohon berduri dan pohon zaqqum (sejenis
pohon untuk makanan penghuni neraka) untuk bahan bakar neraka Jahannam.
Jika lafal (َ‫ ) َح َّمالَة‬dibaca rafa‘, yakni menjadi (ُ‫)ح َّمالَة‬,
َ maka sifat adu dombanya
diilustrasikan atau disamakan dengan tindkan menyalakan api fitnah, dan api itu
akan terus mengiringinya

Ayat 5.

‫فِ ْي ِج ْي ِدهَا َح ْب ٌل ِّم ْن َّم َس ٍد‬


(‫[ )فِ ْي ِج ْي ِدهَا َح ْب ٌل‬Yang di lehernya ada tali] berantai yang dibuat (‫[ ) ِّم ْن َّم َس ٍد‬dari sabut], yakni tali
dipintal dari besi, lalu dengan tali itu ia memikul kayu bakar. Padahal ia, dengan suaminya,
berasal dari kalangan terhormat suku Quraisy.

Penutup Surah al-Lahab.

Wahai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran, semoga Allah s.w.t. menjagamu
dari kebinasaan, kerugian, dan kerusakan di dunia dan di akhirat; kamu harus dapat
merenungkan berbagai kisah, hukum, ibrah, dan perumpamaan yang digambarkan al-Qur’an.
Lalu mengambil bagianmu yang menguntungkan, sejauh yang dimudahkan Allah s.w.t.
bagimu dan dititipkan-Nya dalam usaha dan kekuatanmu.

Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam al-Qur’an diturunkan sebagai
petunjuk dan penyempurna. Maka dari isyarat-isyarat yang terkandung dalam surah ini, kamu
bisa mengambil pelajaran tentang tatacara pergaulan yang baik dan etika bersahabat. Kamu
juga harus menganggap remeh perhiasan dunia dan kenikmatan semu yang dihasilkan
darinya, yang berasal dari pemikiran menyimpang yang tanpa dasar dan sandaran pasti.

Anda mungkin juga menyukai