Anda di halaman 1dari 8

STUDI KITAB TAFSIR LATHA’IF AL-ISYARAT IMAM AL-QUSYAIRI

Siti Fatimatuz Zahrok1, Rizqiyatul Lubabah2, Wasilatul Habibah3, Muhammad


Fadlul Wafi4
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
sifazazahrok@gmail.com, rizqiyatullubabah644@gmail.com,
wasilatulhabibah2@gmail.com, Fadlulw5532@gmail.com
Abstrak
Tafsir merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang sangat penting untuk di pelajari umat
islam ketika ingin mengetahui makna kandungan dari ayat-ayat al-Qur’an. Dalam
artikel ini penulis akan memaparkan bagaimana riwayat hidup Imam al-Qusyairi,
sekilas tentang kitab tafsir Lathaif al-Isyarat mengenai latar belakang penulisan kitab
dan corak penafsirannya serta contoh penafsiran dari kitab tersebut. Jenis penelitian
yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan memfokuskan
penelitian pada kitab tafsir Lathaif al-Isyarat. Imam al-Qusyairi diasumsikan sebagai
seorang mufassir sufi yang moderat dengan metode tafsir yang berupaya memadukan
dua hal yang pokok dalam agama, yaitu syariat dan hakikat. Dengan tujuan memberi
pemahaman bahwa tidak terjadi kontradiktif antara hakikat dan syariat.
Keywords : Tafsir, Contoh Penafsiran, Mufassir
Pendahuluan
Sebagai umat Islam kita mengimani bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah.
Alquran sendiri dinyatakan sebagai pedoman inti dalam agama Islam Sebab di
dalamnya terkandung syariat-syariat kehidupan. Namun untuk memahami makna-
makna yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan suatu ilmu penafsiran. Setelah
wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Tafsir al-Qur’an terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat coraknya pun semakin beragam.

Salah satu corak penafsiran yang digunakan oleh para ahli tafsir, dalam
menafsirkan al-Qur’an diantaranya adalah corak penafsiran Isyari. Corak isyari ini
menafsirkan Al-Qur’an dengan sebuah pemaknaan yang berasal dari makna isyarat
samar yang diketahui oleh para penempuh jalan spiritual, yaitu para sufi. Biasanya hal
ini terdapat dalam kitab-kitab tafsir sufistik.
Salah satu kitab tafsir yang bercorak sufistik, adalah kitab Latha’if al-Isyarat karya
Imam Al-Qusyairi. Tafsir sufi merupakan tafsir yang dianggap berbeda dengan corak
penafsiran lainnya, tafsir sufi berupaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara
yang berbeda, yaitu berupaya mengungkap makna esoteris di balik teks al-Qur’an
berdasarkan isyarat-isyarat yang diterima oleh setiap pribadi mufasirnya sebagai
sebuah hasil mujahadah nafsiyyah-nya dalam mendekatkan dirinya kepada Allah
SWT.

Biografi Imam Qusyairi

Imam Qusyairi memiliki nama lengkap al-Imam Abu al-Qasim Abdul Karîm
bin Hawâzin bin Abdul Mâlik bin Thalhah bin Muhammad al-Istiwâi al-Qusyairî al-
Naisâbûrî al-Syâfi. Beliau dilahirkan di Istawa pada tahun 376/986M di bulan Rabiul
awal. 1 Al Qusyairi memiliki beberapa nama gelar seperti al-Naisaburi, al-Qusyairi, dan
al-Syafi’i. Gelar-gelar tersebut ditujukam kepada al Qusyairi sebagai bentuk kemuliaan
dan kedudukannya yang besar terhadap keilmuan tasawuf serta keilmuan lainnya
dalam dunia Islam. 2

Al Qusyairi merupakan seorang keturunan Arab yang datang ke Khurasan dan


tinggal di pinggiran kota. Ia termasuk seorang sufi dan zahid di kota khurasan serta
abdi untuk umat manusia.3 Selain itu, Al Qusyairi juga merupakan sosok yang ahli
dalam berbagai bidang tafsir, hadits, ushul, adab, syair dan sering mengarang karya
tasawuf. Sejak usia remaja, Al Qusyairi belajar kepada Syekh Abu Ali Al Daqaq untuk
menempuh jalan kesufian.

Syekh Abu Ali Al Daqaq merupakan seorang guru yang sangat berpengaruh
terhadap Al Qusyairi. Beliau merupakan seorang guru yang memiliki ketakwaan tinggi

1
Luthfi Maulana, “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Latha’if Al-Isyarat Imam Al-Qusyairi,” Hermeneutik: Jurnal
Ilmu Al Qur’an Dan Tafsir 12, no. 1 (2018), 6.
2
Irwan Muhibuddin, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik (Studi Komparatif Antara Tafsir Al Qusyairi Dan Tafsir
Al Jailani) (Jakarta: UAI Press, 2018), 24.
3
Ibid., 24
karena setiap perkataannya selalu mengajak kembali kepada Allah swt. Al Daqaq juga
merupakan seorang sufi yang sangat terkenal pada zamannya. Selain seorang sufi
beliau juga merupakan seorang yang handal dalam bidang fiqih, ushul, dan sastra Arab.
Sosok gurunya itulah yang mempengaruhi kepribadian al Qusyairi untuk mengikuti
jejak sang guru. Al Daqaq juga menikahkan Al Qusyairi dengan putrinya yang bernama
Fatimah dan menghasilkan enam orang putra dan seorang putri. 4

Pada abad ke-11 M / 5 H Al Qusyairi berhasil menjadi seorang sufi yang tekenal
dalam mendalami ilmu tasawuf tentunya hal itu berkat kontribusi yang diberikan oleh
gurunya yakni Syekh Abu Ali Al Daqaq.5 Adapun karya-karya beliau adalah Lathaif
al-Isyarat (Karya Tafsir beliau), Balaghah al-Maqashid fi al-Tasawuf, Istifadhah al-
Muradat, At-Tahbir fi Tadzkir, Hayat al-Arwah dan al-Dalil ila Thariq al-Shalah, Al-
Risalah al-Qusyairiyah fi „Ilmi al-Tasawuf, Al-ushul fi al-Ushul, Uyun al-Ajwibah fi
Ushul al-Asilah, Al-Luma’ fi al-I’tiqad.

Sejak saat itu Al Qusyairi menjadi tokoh penting dalam kajian tasawuf. Hal
tersebut juga diakui oleh Abu Wafa al-Ghanimi al-Taftazani yang menempatkan Al
Qusyairi menjadi seorang seorang yang penting pada abad ke-5 H. Hal ini disnisbatkan
atas pencapaian dua buah karya fenomenalnya dalam bidang tasawuf yakni Lataif al
Isharaf dan al Risalah al Qushairiyyah. 6 Selama perjalanannya untuk mencari sebuah
ilmu, Al Qusyairi banyak bertemu dengan tokoh-tokoh terkenal yang ia temui dan
menjadikannya sebagai guru seperti:

1. Abu Ali al-Hasan bin Ali al-Naisaburi


2. Abu Abdurrahman Muhammad bin Husain bin Muhammad al-Azdi al Sulami
al-Naisaburi
3. Abu Bakr Muhammad bin Husain bin Furak al-Ansari al-Asbahani

4
Maulana, “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Latha’if Al-Isyarat Imam Al-Qusyairi.”, 82
5
Eni Zulaiha Anindita Ahadah, Yovik Iryana, “Manhaj Tafsir Lathaif Al-Isyarah Karya Imam Al
Qusyairi,” Bayani: Jurnal Studi Islam 2, no. 1 (2022), 83.
6
Maulana, “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Latha’if Al-Isyarat Imam Al-Qusyairi.”, 8.
4. Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Mahran al Asfarayaini
5. Abu al-Abbas bin Syuraih
6. Abu Manshur Abdul Qahir bin Muhammad al-Baghdadi al-Tamimi al-
Asfarayaini

Tepat pada umur 87 tahun Al Qusyairi menghembuskan nafas terakhirnya di Naisabur


pada hari Ahad 16 Rabiul Akhir 465 H/ 1073M. Jenazah beliau dimakamkan di sisi
samping makam gurunya yakni Shaikh abu Ali al Daqqaq. 7

Latar Belakang Penulisan


Berdasarkan penjelasan al-Qusyairî dalam mukaddimahnya, maka alasan
dibalik penyusunan karya tafsir ini ialah dalam upaya untuk menggabungkan antara
bidang syari’at dan bidang hakikat serta mengarah kepada tujuan untuk menyatakan
bahwa diantara keduanya bukanlah ilmu yang saling bertentangan serta jika ditemukan
ada pendapat atau perkataan yang bertentangan antara keduanya, maka dapat
dipastikan bahwa yang demikian itu bukan bagian dari syari’at maupun hakikat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan didalam kitab al-Risâlah al-Qusyairîyah bahwa
seluruh syari’at yang tidak dikuatkan oleh hakikat, pasti tertolak. Sebaliknya, seluruh
hakikat yang tidak disertai dengan syari’at, tidak menghasilkan apapun. Oleh karena
itulah syari’at dan hakikat merupakan suatu struktur yang tidak terpisahkan.

Penafsiran Al-Qur’an dengan gaya seperti ini memang lain daripada yang lain,
yaitu penafsiran yang luar biasa dari kebiasaan. Di mana setiap tafsir Al-Qur’an selalu
berpegang pada perangkat atau ilmu-ilmu tentang tafsir, seperti ilmu bahasa Arab,
Nahwu dan ilmu perangkat tafsir lainnya. Tafsir ini hanya berdasarkan pengaruh dari
perasaan seorang sufi dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Pemahaman yang
didapat setelah melakukan mujahadah dengan berpegang teguh pada karunia Allah
swt.8

7
Ibid
8
Anindita Ahadah, Yovik Iryana, “Manhaj Tafsir Lathaif Al-Isyarah Karya Imam Al Qusyairi.”, 86
Corak Penafsiran

Tafsir Lathaif al-Isyaraf ini tergolong dalam corak tafsir sufi, dimana tafsir ini
merupakan produk penafsiran berdasarkan suatu keadaan jiwa seorang sufi (penafsir)
serta pemikiran penafsir yang berada dalam situasi/maqam sufi tertentu. Setelah
mendapat bentuk yang jelas dari ayat al-Quran yang dianggap sebagai simbol
(tanda/ishari) baru kemudian dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar dalam
bentuk karya tafsir. 9 Tafsir ini merujuk pada metode tahlili. Ia memulai penafsirannya
dari surat Al-Fatihah, tafsir ini menjelaskan dari ayat ke ayat secara rinci, menjelaskan
makna yang berkaitan, menyebutkan asbab an-nuzul dan beberapa ayat diartikan
dengan artinya yang spesifik. Tafsir bercorak sufi ini dihasilkan dengan penafsiran
dengan pendekatan bil ishari . selain itu penafsiran yang dilakukan al-Qusyairi nampak
sangat menjaga dan menjauhkan diri dari penafsiran penafsiran batil yang jauh diluar
jangkauan manusia. Inilah beberapa hal dan sebab kitab tafsir Lathaif al-Isyarat karya
Imam Qusyairi ini dikategorikan dalam tafsir sufi isyari akhlaqi. 10

Dalam pendahuluan tafsirnya ia menyebutkan bahwa kitab tafsir ini


menggunakan dua metode: pertama dengan menukil pendapat dari para ulama salih,
waliyullah yang dipandang orang suci, dengan mendengarkan langsung dari para
masyayikhnya, lalu kedua dengan pandangan Al-Qusyairi terhadap ayat tersebut
ditinjau dengan penguasaannya dalam berbagai ilmu tasawuf. Kitab ini menerangkan
isyarat ayat sesuai pemahaman ahli makrifat, baik dari perkataannya ataupun
kaidahnya. Al-Qusyairi menulis karya ini dengan ringkas dan jelas dengan tujuan
sampai pada Allah SWT.

Langkah langkah penafsiran Imam Qusyairi dalam kitab Lathaiful Isyarat:

1. Imam al-Qusyairi selalu menafsirkan basmalah perkata dan huruf.

9
Luthfi Maulana, “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Lathaiful Isyarat Al Qushairi,” Al Qur’an Dan Tafsir 12
(2018), 14
10
Ibid, hal 10
2. Imam al-Qusyairi mengunakan Ma’rifah Al-Bathiniyah saat ia menafsirkan
ayat. Hal tersebut dapat ditemukan saat ia menafsirkan firman Allah Imam al-
Qusyairi menukil makna zhahir kemudian menukil makna bathin dari ayat
tersebut.
3. Imam al-Qusyairi juga menukil pendapat gurunya yang dianggap mampu
membantu dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.
4. Imam al-Qusyairi tidak menyantumkan pembahasan terkait masalah fiqhiyah,
baik itu ahkam al-fiqhiah, qawaid al-ubudiyah maupun sanad-sanad.
5. Imam al-Qusyairi juga menyelipkan tafsir bercorak Al-Adabiy pada penafsiran
ayat-ayat AlQur’an Al-Karim.
6. Imam al-Qusyairi dalam menafsirkan huruf al-Muqatha’ah tetap menegaskan
bahwa penafsiran ayat tersebut tidak dapat diketahui kecuali yang Maha Tahu
yaitu Allah Subhanah Wa Ta’ala.
7. Imam al-Qusyairi juga menyantumkan syi’ir ketika menafsirkan ayatayat Al-
Qur’an untuk membantu penafsiran dari segi bahasa.

Contoh Penafsiran

Contoh penafsiran imam Al Qushairi dapat kita lihat ketika menafsirkan Al Baqoroh
ayat 3

Dalam menafsirkan imam al Qushairi mengatakan mendirikan sholat ialah


mendirikan dan mengerjakan seluruh rukun dan sunahnya, serta merasakan kehadiran
Dzat yang disembah (Allah SWT), sehingga seseorang tersebut dapat menjaga semua
perintah yang diberikan oleh-Nya. Hingga pada akhirnya itulah yang dinamakan
dengan mahwun (dalam istilah sufi, mahwun adalah suatu waktu dimana seseorang
meninggalkan perbuatan dosa dan menggantikannya dengan perbuatan yang terpuji).
Mendirikan sholat yaitu menghadapkan diri ke arah kiblat dan menenggelamkan
hatinya ke dalam hakikat hubungan antara manusia dengan Tuhannya.11

Diantara contoh penafsiran al-Qusyayri dengan metode bayani isyari mujaz


ketika menafsirkan Q.S Al-Baqarah (1): 13:

‫سفَ َه ۤا ُء َو ٰل ِك ْن َّل‬
ُّ ‫سفَ َه ۤا ُء ۗ ا َ َل ٓٓ اِنَّ ُه ْم هُ ُم ال‬
ُّ ‫اس قَالُ ْٓوا اَنُؤْ ِمنُ َك َما ٓ ٰا َمنَ ال‬
ُ َّ‫َواِذَا قِ ْي َل لَ ُه ْم ٰا ِمنُ ْوا َك َما ٓ ٰا َمنَ الن‬
َ‫يَ ْعلَ ُم ْون‬

Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-


orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami
sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah,
Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.

Isyarat dari ayat ini beliau katakan, bahwa orang-orang munafik apabila mereka
diajak oleh orang mukmin untuk beriman kepada Allah, mereka katakan bahwa orang
mukmin termasuk orang-orang dungu. Begitupula apabila orang kaya ketika dingatkan
untuk meninggalkan dunia, maka mereka mengganggap orang yang mengajak kepada
kebaikan itu pemalas dan tidak mampu bekerja. Mereka menganggap orang miskin itu
tidak memiliki sesuatu, tidak ada harta, jabatan, kesenangan dan kenikmatan. Padahal
pada hakikatnya menurut Al-Qusyairi sesungguhnya mereka itu (orang kaya) adalah
orang yang miskin dan orang yang selalu dapat cobaan. Mereka terjerumus kedalam
kehinaan, karena takut hina, mereka membangun istana, padahal mereka akan tinggal
di dalam kubur, mereka menghiasi kehidupan dengan kemewahan, padahal mereka
akan tinggal di liang lahad, mereka terbuai dalam kelalaian, padahal mereka akan
mengalami penyesalan kelak, dalam waktu dekat mereka akan tahu, akan tetapi tidak
berguna pengetahuan mereka saat itu, dan pada saat it tidak ada yang dapat menlong
mereka

11
Luthfi Maulana, “Studi Tafsir Sufi : Tafsir Lathaiful Isyarat al Qushairi”, Al Quran dan Tafsir 12 (2018)
hal 10
Kesimpulan

Dari pemaparan yang telah penulis jelaskan di atas, maka dapa di ambil sebuah
kesimpulan bahwa Imam al-Qusyairi merupakan seorang mufasir yang memiliki latar
belakang sufi. Selain itu, Al Qusyairi juga merupakan sosok yang ahli dalam berbagai
bidang tafsir, hadits, ushul, adab, syair dan sering mengarang karya tasawuf. Imam al-
Qusyairi menyusun kitab tafsirnya dengan pendekatan tasawuf. Dalam penafsirannya
ia memperhatikan keterkaitan antara makna isyarah dan makna lahir ayat serta
memperhatikan riwayat untuk mendukung penafsirannya.

Referensi

Anindita Ahadah, Yovik Iryana, Eni Zulaiha. “Manhaj Tafsir Lathaif Al-Isyarah
Karya Imam Al Qusyairi.” Bayani: Jurnal Studi Islam 2, no. 1 (2022).

Maulana, Luthfi. “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Latha’if Al-Isyarat Imam Al-Qusyairi.”
Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an Dan Tafsir 12, no. 1 (2018).

———. “Studi Tafsir Sufi: Tafsir Lathaiful Isyarat Al Qushairi.” Al Qur’an Dan
Tafsir 12 (2018).

Muhibuddin, Irwan. Tafsir Ayat-Ayat Sufistik (Studi Komparatif Antara Tafsir Al


Qusyairi Dan Tafsir Al Jailani). Jakarta: UAI Press, 2018.

Anda mungkin juga menyukai