AL-NUKAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“TAKHRIJ AL-HADIST”
Fakultas Ushuluddin
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, serta telah memberikan kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Mengenal Kitab Takhrij
Tuhfatul Asyraf Dan Al-Nukat”.
Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yakni Nabi Muhammad SAW., dengan mengucapkan Allahumma Sholli ‘ala
Sayyidina Muhammad wa’ala Ali Sayyidina Muhammad, semoga kita
mendapatkan syafa'atnya diakhirat kelak.
Kami mengucapkan Terima kasih kepada Ustadz Dr. H. Nixson Husin,
Lc., M. Ag selaku dosen Matakuliah Takhrij Hadits II, serta kepada berbagai
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk penulisan
makalah selanjutnya dari para pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan lebih bagi para pembaca dan juga bagi kami selaku
pemakalah.
Penulis Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................6
2.1 Biografi Penulis Kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf dan Kitab
al-Nukat................................................................................................................6
2.2 Metode Takhrij Kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf dan Kitab
al-Nukat..............................................................................................................16
2.3 Spesifikasi Kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf dan Kitab al-
Nukat 18
BAB III PENUTUP...........................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
3.2 Saran dan Kritik.......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
Takhrij al-hadîts mempunyai arti penting karena ada kalanya hadits yang
diterima atau ditemukan merupakan penggalan matan hadits, bukan matan yang
lengkap dan kadang kala tidak pakai sanad, bahkan tidak disebutkan siapa
perawinya. Demikian juga, meskipun suatu hadits sudah ditemukan dalam kitab
hadits yang memuatnya, namun seringkali kualitas kehujjahannya tidak
dijelaskan. Takhrij al-hadîts mempunyai arti penting karena ada kalanya hadits
yang diterima atau ditemukan merupakan penggalan matan hadits, bukan matan
yang lengkap dan kadang kala tidak pakai sanad, bahkan tidak disebutkan siapa
perawinya. Demikian juga, meskipun suatu hadits sudah ditemukan dalam kitab
hadits yang memuatnya, namun seringkali kualitas kehujjahannya tidak
dijelaskan. 1
Sadar akan pentingnya hadis dalam Islam, para ulama klasik bahkan sejak
zaman sebelum pengkodifikasian hadis secara massal, telah melakukan
penyeleksian hadis dengan intensif. Mereka berupaya merumuskan konsep yang
dapat dijadikan pedoman dalam menyeleksi hadis. Dengan rumusan itu yang
kemudian kita kenal sebagai Ulumul Hadis (ilmu-ilmu hadis). 2
Sekarang ini
hadits dipandang telah selesai dan telah lengkap dibukukan oleh ulama hadits, dan
teks hadits bisa ditemukan di dalam berbagai buku, baik kitab hadits maupun
lainnya.
Sering kali dijumpai hadits hanya berupa penggalan matan hadits, bukan
matan yang lengkap beserta sanadnya, bahkan tidak disebutkan siapa perawinya.
Demikian juga, meskipun suatu hadits sudah ditemukan dalam kitab hadits yang
memuatnya, namun seringkali kualitas kehujjahannya tidak dijelaskan. Karena
itulah, dengan kegiatan takhrij al-hadits, semua permasalahan di atas dapat diatasi.
1
Nining Khurrotul Aini, Metode Takhrîj al-Hadists Kajian Ilmu Hadits, Tamaddun
Volume 1 Nomor 2, Maret, 2017. Hlm, 138-139.
2
Andi Rahman, Pengenalan Atas Takhrij Hadis, Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 1
2016. Hlm. 151
Dengan adanya kegiatan takhrij hadist ini akan memudahkan para pencari dan
pelajar hadist tersebut.
Kitab Al-Nukat
Kitab ini disusun oleh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin
Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari
As-Qalan. Lahir, besar dan meninggal di mesir bermadzhab syafi’i, menjadi ketua
dari para Qadhi, seorang syaikhul islam,seorang hafidz, amirul mukminin dalam
bidang hadits, diberi gelar atau julukan syihabuddin dan nama kuniyah nyaatau
panggilannyya adalah abu al fadhl. Ibnu Hajar dilahirkan pada tanggal 22 sya’ban
pada tahun 733 H. Dipinggiran sungai Nil di Mesir. Tempat ia dilahirkan
sangatlah terkena. Tempat tersebut menjadi milik sang syekh, nauun setelah dia
meniggal, tempat tersebut akhirnya dijual. Tempat tersebut dekat dengan Dar an-
Nuhas deakt masjid al-Jadiyah.
Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang, berkulit
putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah berseri-seri, lebat jenggotnya
dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yayng
berpendengaran dan berpenglihatan sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya
kuat tubuhnya, kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat pandai,
cerdas pintar bersya’ir dan menjadi pemmpin di masanya.
a. Latar Belakang Penulisan Kitab
Kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf
Kitab Al-Nukat
Kitab ini adalah karya al-Hafizh Ibnu Hajar dan merupakan kelanjutan
kitab Tuhfatu al-Asyraaf karangan al-Mizzy.
Kitab ini telah banyak diambil manfaatnya oleh ulama-ulama besar, seperti
al-Hafizh ‘Alaa’ al-Din Mughlatooy (w. 762 H), al- 56 Studi Takhrij Hadis
Hafizh al-Iraaqy, al-Hafizh al-Waliyuddin Abu Zar’ah al-Iraaqy Ibn al-Hafizh
al-Iraaqy, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al-Sakhaawy dan alHafizh al-
Suyuuthy. Mereka para ulama, benar-benar memanfaatkan kitab tersebut dan
kitab itu sendiri telah memberikan kepada mereka manfaat yang besar. Mereka
berupaya memberikan perhatian yang besar terhadapnya dalam bentuk
koreksi-koreksi dan tambahan tambahan bersama penyusunnya, al-Mizzy,
untuk meneliti dan memperjelasnya.
Bahkan al-Hafizh al-Mizzy tidak lepas tangan begitu menyelesaikan
karyanya. Beliau selalu dan meneliti kembali dan menyusun satu juz sebagai
penyelidikannya terhadap kitab Nasa’i yang diriwayatkannya oleh Ibn al-
Ahmar. Dalam kitab tersebut beliau menghimpun hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh beliau yang tidak tercantum dalam al-Tuhfah. Bagian
ْ ق أَال
tambahan ini diberi nama ُط َراف َّ ( لَ ِحTambahan alAthraaf).
Al-Hafizh Mughlathoy menghimpun hadis-hadis yang diragukan
validitasnya dalam kitab al-Mizzy menjadi satu juz disertai koreksi-
koreksinya, dan Al-Hafizh al-‘Iraqy telah menulis di catatan pinggir
naskahnya beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kitab al-Mizzy serta
Al-Hafizh Waliyuddin Abu Zar’ah al-‘Iraqy memetik manfaat dari kitab
Mughlathoy dan catatan pinggir orang tuanya serta apa yang didapat darinya.
Dan al-Hafizh Ibnu Hajar menyimak apa yang telah diperkuat pendahulu-
pendahulunya hingga dapat mengambil manfaat darinya. Seperti kitab al-
Tuhfah yang telah dipergunakannya dengan baik ketika beliau menjelaskan
(mensyarahkan) Shahih al-Bukhari. Di dalamnya beliau temukan kesalahan-
kesalahan dan semuanya ditulis di catatan pinggir naskahnya. Hal ini
berlangsung sampai beliau berkesempatan menghimpun catatan-catatan
pinggirnya itu dengan tulisan-tulisan para pendahulunya. Akhirnya beliau
membuat suatu karya tulis yang bukan berarti beliau menolak apa yang
dilakukan oleh Mughlathoy, tapi justru membuat koreksian terhadap kitab al-
Tuhfah. Upaya beliau pada kitab ini berkisar pada beberapa hal :
1. Penambahan riwayat-riwayat yang tidak terdapat dalam kitab al-Mizzy,
terutama dari kitab al-Nasa’i melalui riwayat Ibnu alAhmar dan hadis-
hadis atau atsar-atsar yang Muallaq menurut Bukhari.
2. Koreksi terhadap keragu-raguan al-Mizzy seperti penisbatan hadis yang
salah atau hadis yang tidak dinisbatkan pada suatu kitab padahal hadis
tersebut sebenarnya ada. Metode Takhrij
3. Perbaikan-perbaikan lakukan mengingat pemberitahuan mengenai
lafadz hadis al-Mizzy yang terlampau jauh. Karena terkadang al-Mizzy
menyebutkan lafazh suatu riwayat yang menimbulkan suatu
pertentangan.
Sebagai catatan ketika membaca suatu hadis dalam al-Tuhfah, sebaiknya
tidak hanya membaca apa yang dikatakan oleh al-Mizzy saja, tetapi juga
memperhatikan apa yang ditulis oleh Ibnu Hajar pada catatan kaki. Dengan
begitu ada dua keuntungan yang di dapat melalui kajian tersebut. Kedua
kitab tersebut telah dicetak oleh al Dar al-Qayyimah, Bombay, India. Dan
telah ditahqiq oleh Syeik Abdu Al-Shomad Syafof al-Din.
Kitab Al-Nukat
Adapun beberapa penjelasan pendapat para ulama tentang penulis kitab
yaitu Ibnu Hajar adalah sebagai berikut :
1. Al-Iraqi
Berkata, “ia adalah seorang syekh, alim, sempurna, mulia, ahli
hadits, banyak memberikan manfaat, agung, hafidz, bertakwa, dapat
dipercaya atau tsiqah, pandai dalam nasikh dan mansukh, dapat
membedakann antara rawi-rawi yang tsiqah dan yang dhaif, banyak
menemui ahli hadits dan banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek.
2. Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi
Mengatakan, “Dia adalah salah satu dari orang yang menurut
penglihatanku orang yang akan berbahagia, dia adalah seorang syekh,
seorang imam, al-Allamah, seorang ahli hadits, seorang yang taat, seorang
pentahqiq, pionir bagi para guru, mufti kaum muslimin dan lebih terkenal
dengan Ibnu Hajar Nuruddin asy-Syafi’i. Aku memberinya nama at-Taufiq
dan sang penjaga tahqiq. Dia menguasai ilmu-ilmu syari’at, pemecah
permasalahan, seorang yang perhiasannya adalah ketakwaan, sangat qanaah,
tinggi cita-citanya apalagi keinginannya menguasai ilmu hadits.
3. Taqqiyuddin Muhammad bin Fahat
Mengatakan, “Ibnu Hajar mempunyai seribu karangan yang indah,
berfaedah, mulia, laris, yang memancarkan berbagai keutamaan, yang dapat
memberikan petunjuk yang faedahdan yang bagus qasidahnya. Karangan
yang enak didengar teliing, yang dapat diucapkan dengan benar oleh setiap
lisan, yang dapat diraba, dan yang dituju oleh setiap orang dari segala
penjuru dunia”. Diantaranya ialah an-Nukat azh-Zhiraf ‘Ala al-Athraf. Kitab
7
Syamsuddin al-Husaini, Al-Zael Ala Zael al-Abr, hlm. 229-230
ini dicetak dengan catatan pinggirnya yaitu Tuhfah al-Asyraf karya al-
Mizzi.
Bila kita melakukan takhrij suatu hadis melalui kitab ini hal yang harus
diketahui ialah :
1. Mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis nya,
2. Apabila sahabat tersebut termasuk yang banyak meriwayatkan hadis
seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Aisyah, maka kita pun dituntut
untuk mengetahui tabi’n yang meriwayatkan darinya (Ketidaktahuan
nama tabi’i periwayat tersebut akan tidak mengefesienkan waktu).
3. Kemudian mencari nama sahabat bila telah mengetahui namanya
sebagai periwayat hadis di atas.
4. Apabila telah diketahui nama sahabat yang bersangkutan, selanjutnya
menelusuri hadis-hadis hingga sampai pada hadis yang dimaksud.
5. Nama sahabat tersebut tentunya dicari menurut nama tabi’innya
berdasarkan urutan huruf. Hadis dengan mudah dicari dibawah
namanya.
َ َحدdan disamping kata
6. Bila telah menemukan, disitu kita dapati kata ِيث
tersebut terdapat kode yang mengeluarkan hadis ini. waktu di sini kita
dapati hadisnya yang sempurna atau potongannya saja. Kemudian
penyusun kitab menyebutkan ulama yang mengeluarkannya dan dalam
kitab apa beliau mengeluarkan hadis tersebut. Pentahqiq kitab
mencantumkan pula nomor hadis. Di samping itu, penyusun kitab
menyebutkan jalannya sanad.
اِذا خطب احدكم المراة فا ِ ِن ا: اَنَّ َرسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال
ستطا ع ان ينظر الى ما يدعوه الى نكا حها فليفعل
Kita mencari hadis-hadis Jabir. Kita dapati jilid kedua tertulis s
- artinya jilid kedua ini mencakup hadis-hadis sahabat yang nama-nama
mereka di antara dan Sementara nama Jabir terletak di sekitar
pengelompokkan ini, tentunya nama Jabir kita cari pada jilid ini. Disini kita temui
hadis. Lalu kita telusuri seluruh hadis-hadisnya hingga sampai pada hadis yang
kita maksud. Jabir adalah termasuk yang banyak riwayatnya. Penyusun kitab
mengurutkan nama-nama muridnya berdasarkan huruf mu’jam. Karena penulis
sendiri telah mengetahui bahwa tabi’i yang meriwayatkan Jabir adalah Waqid al-
Anshari, maka penulis langsung mencari nama Waqid, hadisnya berbunyi :
Maksudnya adalah bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al-
Nikah bab ke-19 dengan sanad seperti ini. Langkah selanjutnya ialah mencari
hadis ini dalam Sunan Abu Daud pada kitab al-Nikah bab ke-19. Kemudian kita
jelaskan bahwa Abu Daud mengeluarkannya pada kitab al-Nikah di bab Fi al-
Rajuli Yanzhura ila al-Mar’ati Wa Huwa Yuridu Tazawujaha juz 2 halaman 385.
Abu Daud berkata: Yang dikenal adalah Waqid bin ‘Amr bin Said bin Muadz.
Dengan melakukan cara di atas berarti kita telah melakukan takhrij dengan
sempurna dari kitab al-Tuhfah.
Untuk lebih sempurna lagi, kita takhrijkan kembali dari kitab-kitab lainnya.
Yang ditekankan dalam Takhrij ialah menentukan kitab referennya, bab, juz, dan
halaman serta nomor hadis. Penulis mendapati hadis di atas selain dari kitab al-
Tuhfah dengan upaya takhrij pada Imam Ahmad melalui dua jalan. Maka “Hadis
di atas dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya pada juz ketiga halaman
334 dan 360”. Demikian pula pada ‘Abdu al-Razzaq, al-Baihaqi dalam al-Kubra
dan pada al-Hakim. Al-Hakim menshahihkannya menurut perawi-perawi Muslim
(Syarthu Muslim dan al-Murad dan dinisbatkannya kepada al-Syafi’i dan Bazzar).
Cara di atas dilakukan bila hadis tersebut diriwayatkan oleh shahabat.
Adapun jika hadis tersebut Mursal dalam artian dihubungkan oleh Tabi’i atau
generasi setelahnya atau hadis tersebut Maqthu’, yakni termasuk perkataan Tabi’i
atau generasi setelahnya, hadis-hadis seperti ini dicari pada bagian al-Maraasiil
(Hadis-hadis Mursal) yang terletak di akhir kitab.
Penyusun telah menyusun perawi-perawi hadis Mursal (Tabi’in dan
generasi setelahnya yang menghubungkan hadis) dan perawi Hadis-hadis Maqtu’
(perkataan tabi’in dan generasi setelahnya) menurut aturan huruf Mu’jam. Yang
pertama diketahui adalah nama yang menghubungkan hadis tersebut, lalu mencari
namanya pada urutan huruf-huruf Mu’jam hingga di dapat. Di antara hadis-hadis
tersebut kita cari hadis yang kita maksud. Kemudian kita mentahrijnya melalui
kitab-kitab referen yang ditunjuk oleh keterangan takhrij hadis tersebut. Manfaat
II.3 Spesifikasi Kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf dan Kitab al-
Nukat
Kitab al-Nukat
Kitab al-Nukat
III.1 Kesimpulan
Kitab Al Nukat disusun oleh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-
Qabilah. Kitab Al Nukat merupakan kelanjutan kitab Tuhfatu al-Asyraaf
karangan al-Mizzy. Para ulama berupaya memberikan perhatian yang besar
terhadapnya dalam bentuk koreksi-koreksi dan tambahan tambahan bersama
penyusunnya, al-Mizzy, untuk meneliti dan memperjelasnya.
Syamyuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usman bin Qaymaz
AdzDzahaby, Mu’jam al-Syuyukh al-Kabῑr Li- Dzahaby, Cet I, Juz II,
hlm.389