Anda di halaman 1dari 8

TAFSIR QUR’AN AL-MAJID AN-NUUR

A. Biografi Penulis Kitab


1. Riwayat Hidup
Muhammad Hasbi atau lebih dikenal dengan Teungku Muhammad
Hasbi ash-Shiddieqy, lahir tanggal 10 Maret 1904 di daerah Lhokseumawe,
Aceh utara. Beliau merupakan anak dari pasangan Teuku Kadi Sri Maharja
Mangkubumi Husein bin Muhammad Su’ud (bagian rumpun dari Teungku
Chik di Simeuluk Samalanga) dan Teuku Amrah binti Teuku Sri Maharaja
Mangkubumi Abdul Aziz (anak dari kadi kesultanan Aceh).
Ash-Shiddieqy merupakan penerus Faqir Muhammad atau
Muhammad al-Ma’sum, seorang Raja di Mangiri Malabar, India. Nama ash-
Shiddieqy yang menempel di Hasbi dinisbahkan pada Khalifah Abu Bakar
ash-Shiddiq. Berdasarkan beberapa riwayat beliau merupakan keturunan ke-
36 dari Abu Bakar.1
Masa kelahiran dan pertumbuhan Hasbi bersamaan dengan
tumbuhnya gerakan pembaharuan pemikiran di Jawa yang membarakan
semangat juang kebangsaan Indonesia dan anti-kolonial. Sementara di Aceh,
peperangan dengan Belanda kian berkecamuk. Ibundanya meninggsl dunia
etika Hasbi berusia 6 tahun. Kemudian, ia diasuh oleh bibinya yang bernama
Teungku Syamsiah.
Hasbi menikah pada usia 19 tahun. Pernikahan pertamanya dengan
Sitti Khadijah, seorang gadis yang masih ada hubungan kekerabatan
dengannya. Pernikahan ini tidak berlangsung lama karena istrinya wafat
ketika melahirkan anak pertamanya dan anaknya pun kemudian meninggal
menyusul ibunya. Adapun pernikahan keduanya dengan Tengku Nyak
Asiyah binti Tengku Haji Hanum.4 Dengan Nyak Asiyah inilah Hasbi
melalui hari-harinya hingga akhir hayatnya. Ia memiliki empat orang anak,
dua perempuan dan dua laki-laki.2
1
Nourouzzaman Shiddieqy, Fiqhi Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 1-3.
2
Aan Supian, Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Kajian Ilmu Hadis Mutawatir,
(Jurnal Vol. 4, No.2, Juli-Desember 2014), hlm. 273.
Beliau wafat pada tanggal 9 Desember 1975 di Jakarta dalam usia 71
tahun. Undangan Pemerintah pada Desember 1975 untuk Hasbi dan isteri
dapat menunaikan ibadah haji tak sempat dipenuhi, karena beberapa hari
menjelang keberangkatan ia berpulang ke rahmatullah di rumah sakit Islam
Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat
Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah). Pada upacara pelepasan
jenazah, turut memberikan sambutan Buya Hamka (almarhum) dan pada saat
pemakaman, dilepas oleh Mr. Moh. Rum (almarhum).3
2. Perjalanan Pendidikan Penulis Kitab
Di masa kecilnya, Hasbi mulai belajar agama Islam di dayah
(pesantren) milik ayahnya. Beliau sempat diinta oleh pemerintah
Lhokseumawe untuk masuk ke sekolah Gubernemen, namun ayahnya
menolak karena khawatir anaknya akan dipengaruhi pikiran Nasrani.
Ayahnya menganjurkan anaknya menjadi seorang ulama. Oleh karena itu, ia
harus dikirim ke dayah. Pertimbangannya bukan saja untuk meneruskan
tradisi leluhur tetapi juga kedudukan dan penghargaan terhadap ulama
memang tinggi di mata masyarakat Aceh.4
Hasbi belajar tentang ilmu tajwid, qiraah, dasar-dasar tafsir dan fikih
di Pesantren Ayahnya. Setelah dirasa cukup, Hasbi melanjutkan
pendidikannya dari satu pesantren ke pesantren lainya. Hasbi tidak hanya
belajar kitab saja, melainkan juga membaca buku-buku yang bertuliskan
aksara Lattin atau bahasa Belanda. Beliau memiliki pendapat bahwa kitab-
kitab yang diajarkan kepadanya hanyalah sebuah kitab belajar saja, tidak
lebih. Ini merupakan tanda bahwa Hasbi memiliki sikap gigih, tekad kuat,
semangat tinggi dan haus akan ilmu pengetahuan.
Keilmuan Hasbi berlanjut ketika ia menjumpai tokoh bangsa Arab,
yakni Muhammad bin Salim al-Kalali. Sejak pertemuan pertamanya, Hasbi
memperoleh pendidikan dan belajar berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu
mantik, shorof, tafsir, nahwu, fikih, ilmu kalam dan hadis. Tahun 1926,

3
Azyumardi Azra dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid II (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2001),
hlm. 95.
Sulaiman al-Kumayi, Inilah Islam: Telaah Terhadap Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam
4

Bidang Tafsir, Feminisme, Teologi, neo-Sufisme, dan Gagasan Menuju Fiqhi Indonesia (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2006), hlm. 14.
Hasbi melanjutkan pencarian ilmunya ke Surabaya, tepatnya di Madrasah al-
Irsyad. Madrasah ini dibangun Syekh Ahmad Soorkati, tokoh pemikir
modern yang asal daerahnya dari Sudan.5
Pada tahun 1927, ia menerima tawaran Syekh Muhammad ibn Salim
al-Kalaliy untuk merantau ke Surabaya yang bertujuan agar as-Siddiqiy
dapat mendalami gagasan pembaruan di madrasah Perguruan al-Irsyad
sebuah organisasi keagamaan yang didirikan Syekh Ahmad Soorkati (1874-
1943), seorang ulama dari Sudan yang terkenal memiliki pemikiran modern
waktu itu. Di madrasah tersebut beliau mengambil pelajaran takhassus
(spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa.
Beberapa tahun kemudian as-Siddiqiy diajak menjadi pengajar di
Jadan Montasik tepatnya pada tahun 1937. Lalu, pada 1941 beliau juga
mendidik siswa di Ma’had Imanul Mukhlis, Lampaku. Tidak berhenti
sampai situ, Hasbi membangun sekolah Darul Irfan serta menjadi kepala
agama atau anggota kabinet dari K.H Wahid Hasyim dan menjadi dosen di
PTAIN Yogyakarta. Hasbi ash-Shiddieqy memiliki hubungan yang sangat
erat dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), beliau berperan dalam
peningkatan arus intelektual dan berjasa mengadakan hubungan
kelembagaan berupa pertukaran gelar Doktor antara IAIN dengan perguruan
tinggi al-Azhar di Kairo.6
Selain aktif di bidang pendidikan, Hasbi juga banyak mengikuti
organisasi kemasyarakatan dan partai politik, seperti Muhammadiyah, Jong
Islamiten Bond, Islam Mendjadi Satoe, dan Nadil Islahil Islami. Beliau
pernah menjabat sebagai ketua pimpinan Muhammadiyah di wilayah Aceh.
Di awal kemerdekaan NKRI, Hasbi ditahan gerakan perubahan sosial
yang disokong oleh Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) tanpa alasan
jelas. Namun, penahanan ini tidak berlangsung lama karena ada desakan dari
pihak Muhammadiyah, dan akhirnya Hasbi dibebaskan atas perintah
Muhammad Hatta selaku Wakil Presiden.

5
Khairunnas Jamal, dkk, Studi Islam dalam Pemikiran Hasbi ash-Shiddeqy, Fakhr alDin al-
Razi, Toshihiko Izutsu, dan M. Quraish Shihab, (Yogyakarta: Kalimedia, 2021), hlm. 12-14.
6
Ibid, 15-16
Didunia perpolitikan, Hasbi sering bergerak di Majelis Syura
Muslimin Indonesia (Masyumi). Kemudian 1955, beliau masuk konstituante
sebagai wakil dari Masyumi dalam pemilihan umum. Lalu, tanggal 29
Desember 1957 - 8 Januari 1985, Hasbi datang ke The International Islamic
Colloquium yang diadakan University of the Punjab di Lahore.7
3. Karya-karya Penulis Kitab
Hasbi Ash-Shiddieqy adalah seorang alim yang sangat produktif dan
banyak menulis. Karya tulisnya mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman.
Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqih, hadis, tafsir, tauhid.
Diantaranya ialah: Tafsir an-Nur, Tafsir al-Bayaan, yang merupakan
penyempurnaan dari tafsir an-Nur, Pengantar Hukum Islam, Peradilan dan
Hukum Acara Islam, ejarah Pengantar Ilmu Hadis, Kuliah Ibadah, Pedoman
Haji, Fiqh Mawaris, Pengantar Fiqh Muamalah, Koleksi Hadits Hukum,
sebanyak 11 jilid, baru terbit 6 jilid (1971) dan banyak lagi.8
B. Keistimewaan dan Kekurangan Kitab
1. Keistimewaan
Setelah memperhatikan penjelasan diatas, tentang metode, corak
dan karakteristik penulisan kitab tafsir An-Nur, maka penulis akan
memberikan ulasan tentang kelebihan dan kekurangan Tafsir An-
Nur.Adapunbeberapa kelebihan dalam Tafsir An-Nur, antara lain:
Tafsirnya berbahasaIndonesia, penjelasan atau tafsiran ayat-ayat yang
berkaitan tentang fikih panjang dan lebar, bagi orang awam atau
mualaf yang masih belum bisa membaca Al-Qur’an berbahasa Arab, di
dalam kitab tafsir ini tersedia Al-Qur’an bahasa latin, jadi memudahkan
untuk membacanya, cocok untuk dijadikan pedoman, tafsirnya singkat dan
mudah di pahami, urutan ayat sesuai mushaf jadi mudah untuk di pelajari,
dan di akhir penafsiran surat terdapat kesimpulan yang memudahkan
pembaca untuk mengetahui intisari pembahasan ayat.
2. Kekurangan

7
Fikri Hamdani, Hasbi ash-Shiddieqy dan Metode Penafsirannya, Rausyan Fikr, (Jurnal, Vol.
12, No.1, Juni, 2016), hal. 21-22
8
Nourouzzaman Shiddieqy, Fiqhi Indonesia: Penggagas dan Gagasannya (; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 265.
Tafsirnya tidak kata per-kata, tidak diuraikan nahwu dan sharaf
nya, penafsirannya terlalu singkat jika di jadikan rujukan pengkajian
Islam secara mendalam, cenderung ketika menafsirkan ayat-yat tentang
fikih penafsirannya panjang dan lebar, sedangkan ayat-ayat yang tidak
berkaitan dengan fikih cenderung penafsirannya sedikit, namun hal ini
dapat dimaklumi karena jika dilihat dari latar belakang Hasbi ialah
seorang ahli fikih.
C. Metodologi Penulisan Kitab
1. Sistematika Penulisan Kitab
Hasbi memulai penafsirannya dengan mengemukakan penjelasan
umum tentang surah yang dibahas, alasan penamaan surah tersebut , jumlah
ayat, tujuan atau hikmah surah, serta kesesuaian atau ketrkaitan surah dengan
ayat sebelumnya.
Menerjemahkan makna ayat ke dalam bahasa Indonesia dengan
bahasa yang mudah dipahami bahkan langsung menunjuk pada inti
pembahasannya, serta menerangkan asbabun nuzaulnya.9
2. Metode Penulisan Kitab
Ketika membahas tentang sistematika penyusunan kitab tafsir, perlu
diketahui bahwa dalam penyusunan kitab tafsir, setidaknya ada tiga bentuk
penafsiran yang dikenal di kalangan para ahli tafsir, yaitu pertama, tartib
mushafi yaitu penafsiran dengan urutan ayat dan surah, pada sistematika ini
penafsiran yang diuraikan oleh mufasir adalah berdasarkan urutan surah dan
ayat dalam mushaf yang dimulai dari awal surah al-Fatihah sampai akhir
surah an-Nas. Kedua, tartib nuzuli yaitu penafsiran dengan urutan kronologi
turunnya ayat, pada istematika ini mufassir menafsirkan al-Quran
berdasarkan sejarah, sebab atau kronologi turunnya ayat-ayat Alquran.
Ketiga, tartib maudhu’i yaitu penafsiran dengan urutan yang sesuai dengan
tema, pada sistematika ini mufasir menafsirkan al-Quran berdasarkan tema
atau topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang sesuai
dengan topik tersebut.10
9
Iffatul Bayyinah, Madzhab Tafsir Nusantara: Analisis Tafsir Al Quran Al Majid Al Nur Karya
M. hasbi Ash-Shiddieqy, (Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan fenomena Agama, Vol.
21, No. 2, 2020), hlm. 269
10
Ibid, hlm. 268
3. Corak Penulisan Kitab
Tsfsir ini dapat dikatakan memiliki corak umum, Artinya tidak
mengacu pada corak atau aliran tertentu. Tidak ada corak yang dominan
yang menjadi ciri khusus pada tafsir ini. Semua menggunakan pemahaman
ayat secara netral tanpa membawa warna khusus seperti akidah, fikih,
tasawuf atau lainnya. Komentar-komentar Hasbi juga bersifat netral dan
tidak memihak, sebab membahas dengan memfokuskan pada bidang tertentu
menurutnya akan membahwa para pembaca keluar dari bidang tafsir. Pada
kata pengantar kitab Tafsir an-Nur Hasbi menyatakan: “Dengan
meninggalkan uraian yang tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat,
supaya tidak selalu para pembaca dibawa ke luar dari bidang tafsir, baik ke
bidang sejarah atau bidang ilmiah yang lain.”11
Dari ungkapan di atas, Hasbi Ash Shiddieqy tidak bermaksud
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan uraian ilmiah yang panjang lebar
yang dikhawatirkan keluar dari tujuan ayat-ayat tertentu. Dengan demikian
Tafsir an-Nur tidak mempunyai corak atau orientasi tertentu, namun bisa
dikatakan komplit, artinya meliputi segala bidang.
4. Wajah/Laun Penlisan Kitab
5. Sumber Penulisan Kitab
Karya tafsir ini menggunakan tafsir bi al-riwayah atau bi al-ma’tsur.
Dikatakan demikian, karena di dalamnya dijumpai penafsiran ayat dengan
ayat, ayat dengan hadis dan ayat dengan penafsiran sahabat dan tabi‘in.12
Teknik penafsiran yang duganakan oleh Hasbi dalam bentuk Tafsir al-
Qur’an dengan al-Qur’an biasanya dengan pembahasan yang sederhanaatau
ijmali, Setalah menafsirkan ayat tersebut secara ijmali, Hasbi kemudian
mengaitkan penafsirannya terhadap ayat ini dengan membandingkannya
dengan ayat yang memiliki hubungannya. Dan bila al-Qur’an dengan hadis
maka selanjutnya beliau mengajukan dua pendapat tentang hukum yang
bersangkutan, begitupula seterusnya cara beliau mengkaitkan penafsiran

11
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid I
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. xiii.
12
Abd. Muin Salim, Metodologi Tafsir; Sebuah Rekonstruksi Epistemologis, Pidato Pengukuhan
Guru Besar (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1999), hlm. 26.
dalam penulisannya, agar memberikan pemahaman mendalam sehingga
pembaca memiliki wawasan yang luas.
D. Contoh Penafsiran
1. Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 23
۟ g۟ ُ‫ب ِّم َّما نَ َّز ْلنَا َعلَ ٰى َع ْب ِدنَا فَْأت‬
ِ ‫وا بِسُو َر ٍة ِّمن ِّم ْثلِ ِهۦ َوٱ ْدعُوا ُشهَدَٓا َء ُكم ِّمن د‬
‫ُون‬ ٍ ‫َوِإن ُكنتُ ْم فِى َر ْي‬
َ‫ص ِدقِين‬َ ٰ ‫ٱهَّلل ِ ِإن ُكنتُ ْم‬

Artinya: “Dan jika kamu selalu dalam keraguan dari apa yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami, maka datangkanlah satu surat yang sepertinya: dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.
Tafsirnya:
Wa in kuntum fi raibin mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa’tu bi suratin min
mitslihi: Dan jika kamu selalu dalam keraguan dari apa yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami, maka datangkanlah satu surat yang sepertinya. Yakni: jika
kamu ragu-ragu kepada Alquran ini dan kamu mendakwanya sebagai kalam
manusia, maka buatlah yang sepertinya, karena kamu tentu sanggup mengerjakan
apa yang disanggupi oleh manusia lainnya.
Wad’u syuhada akum min dunillahi: dan panggillah penlong-penolongmu selain
Allah. Yakni: Panggillah semua mereka yang hadir dalam perhimpunanmu,
pemimpin-pemimpinmu yang kamu perlukan dikala kamu ditimpa kesusahan dan
bencana atau panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan tuhan dan kamu
katakan bahwa dia menjadi saksi untukmu di hari kiamat. In kuntum shadiqin:
jika kamu memang orang-orang yang benar. Yakni : jika kamu benar dalam
pendakwaan bahwa Alquran itu bukan dari Allah, hanya Muhammad yang
membuatnya dan sekarang Alquran itu terletak dihadapanmu, cobalah buat sebuah
surat untuk kamu buktikan bahwa Alquran itu adalah buatan manusia. Kemudian,
Hasbi juga berusaha melakukan munasabah ayat yang terkait dengan ayat yang
ditafsirkan tersebut seperti dalam QS. Hud ayat 13, QS Al-Isra’ ayat 88, dan QS Al-
Qashash. Setelah menyebutkan munasabah ayat tersebut, kemudian barulah Hasbi
memberikan kesimpulan tentang maksud ayat ini. Kesimpulan tersebut yakni
sebagai berikut: Dalam ayat ini Tuhan memerintahkan kepada manusia untuk
bertauhid. Selain itu, Tuhan juga menyebut nikat-nikmat yang telah dianugerahkan-
Nya. Nikmat-nikmat tersebut antara lain yaitu alam dan bumi yang diciptakan oleh
Tuhan sebagai tempat tinggal manusia dan juga berbagai manfaat yang dapat
diambil dari penciptaan alam tersebut. Kemudian nikmat yang lain yaitu
diturunkannya air hujan yang menumbuhkan segala macam tanaman, serta
diciptakannya kilauan bintang yang menghiasi langit agar dapat menjadi pentunjuk
dalam perjalanan manusia disaat malam hari. Nikmat-nikmat yang demikian
disebutkan oleh Allah kepada hamba-hambanya supaya mereka mau beribadah dan
bersyukur kepada-Nya.13

DAFTAR PUSTAKA

Shiddieqy, Nourouzzaman.1997. Fiqhi Indonesia: Penggagas dan Gagasannya,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supian, Aan. 2014. Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Kajian Ilmu
Hadis Mutawatir, Jurnal Vol. 4, No.2, Juli-Desember.
Azra, Azyumardi dkk. 2001. Ensiklopedi Islam, Jilid II, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeve.
Al-Kumayi, Sulaiman. 2006. Inilah Islam: Telaah Terhadap Pemikiran Hasbi Ash-
Shiddieqy dalam Bidang Tafsir, Feminisme, Teologi, neo-Sufisme, dan Gagasan
Menuju Fiqhi Indonesia , Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Jamal, Khairunnas, dkk. 2021. Studi Islam dalam Pemikiran Hasbi ash-Shiddeqy,
Fakhr alDin al-Razi, Toshihiko Izutsu, dan M. Quraish Shihab, Yogyakarta:
Kalimedia.
Bayyinah, Iffatul.2020. Madzhab Tafsir Nusantara: Analisis Tafsir Al Quran Al Majid
Al Nur Karya M. hasbi Ash-Shiddieqy, Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin,
Pemikiran, dan fenomena Agama, Vol.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Salim, Abd. Muin. 1999. Metodologi Tafsir; Sebuah Rekonstruksi Epistemologis,
Pidato Pengukuhan Guru Besar , Ujung Pandang: IAIN Alauddin

13
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,
Jilid I (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 49

Anda mungkin juga menyukai