Anda di halaman 1dari 10

REVISI MAKALAH

PERTEMUAN KE-4
Pendidikan Menurut KH. Hasyim Asy’ari
Dosen pengampu: Ust. Abdul Kirom, M.Pd

Disusun Oleh :

Ahmad Ilham Fatoni

Umam Arrosyidi

Patur Alparizi

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN

SUMENEP MADURA JAWA TIMUR

TAHUN 2019 / 2020


PENDAHULUAN

Pada setiap masa pasti ada orang-orang baru, ulama-ulama baru ataupun
pemikiran-pemikiran baru. Semakin berkembangnya zaman maka akan diiringi
oleh orang-orang pintar yang mampu menaklukannya. Berbicara kemajuan zaman
maka tidak bisa kita hindarkan tentang pendidikan yang ada pada masa itu (zaman
itu), pendidikan ini sangat lah penting bagi perkembangan zaman, karna kita
ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengupdate
kehidupan manusia.

Dalam sebuah pendidikan juga harus ada pembaruan-pembaruan di dalam


pendidikan itu sendiri. Maka untuk itu harus ada orang yang bisa melakukan
pekerjaan ini (pembaruan pendidikan). Pendidikan merupakan hal menuju
perubahan, negeri ini akan maju kalau pendidikan di dalamnya maju juga,
mengenai pendidikan yang ada di Indonesia ini banyak sekali pemikiran-
pemikiran para tokoh terhadapnya, baik itu para tokoh yang pemahaman kanan
atau kiri.

Sedemikian banyaknya pemikiran para ahli tentang pendidikan di sini


kami selaku pemakalah akan mencoba menjelaskan bagaimana pemikiran KH.
Hasyim Asy’ari mengenai pendidikan, karna sudah kita ketahui bersama bahwa
beliau termasuk orang yang berpengaruh terhadap kemerdekaan negri ini. Di sini
kami akan membahas mengenai biografi beliau dan pendapat beliau mengenai
pendidikan.
PEMBAHASAN

A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari


Nama lengkap KH. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari
ibn ‘Abd al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim yang mempunyai gelar Pangeran
Benowo ibn Abdur ar-Rohman. Beliau lahir di jombang yaitu di desa Gedang,
pada tanggal 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M.
Beliau wafat pada usia 79 tahun yaitu pada tanggal 7 Ramadhan 1366. Dalam
kehidupannya beliau cukup banyak mendapatkan pendidikan dari ayahnya
sendiri, Abd al Wahid terutama ilmu-ilmu tentang al-Quran dan beberapa
keilmuan-keilmuan lainnya. Dunia pendidikannya tidak hanya bersama
ayahandanya sendiri melaikan juga beliau pergi kebeberapa pondok pesantren
yang ada di Indonesia ini, lebih tepatnya di pulau jawa. Semisal: Demangan
Bangkalan, Langitan Tuban, Siwalan Buduran, Sidoarjo dan Shona. Ketika
beliau selesai belajar di Sidoarjo beliau merasa tertarik untuk terus
memperdalam ilmunya sehingga beliau kembali belajar kepada KH. Ya’kub
yang tidak lain kyai di pesantren tersebut. Setelah KH. Ya’kub mengajari KH.
Hasyim Asy’ari dan beliau melihat kebaikan-kabaikan serta ketulusan hati
KH. Hasyim Asy’ari maka beliau menjodohkannya dengan Khadijah yang
merupakan putri dari KH. Ya’kub sendiri.1
Setelah menikah, beliau bersama istri langsung melakukan ibadah haji
ke Makkah, sepulangnya dari sana mertua beliau yaitu KH.Ya’kub menyuruh
beliau untuk melanjutkan menuntut ilmunya ke tanah suci. Belajar di tanah
suci merupakan idaman semua santri pada masa itu terutama santri dari Jawa,
Madura, Sumatra. Ilmu-ilmu yang beliau pelajari di Makkah diantaranya
adalah Ulumul Hadist, Fiqh mazhab Syafi’i, tafsir, tasawuf, ilmu alat dan
tauhid.2 Beliau mengeyam pendidikan di Makkah kurang lebih selama 7
tahun. Dari kurun waktu yang cukup lama ini telah menempa kepribadian
beliau sendiri, terlebih khusus dalam ilmu keagamaan. Pada tahun 1900 M
beliau kembali ke tanah air (pulau Jawa), selang beberapa bulan beliau
langsung mengajar di salah satu pondok pesantren yang ada dijawa yaitu
pesantren Gedang. Pesantren ini tidak lain adalah didirikan oleh kakeknya
sendiri yaitu KH. Usman. Beliau kemudian mendapatkan izin dari kakeknya
untuk membawa 28 santri yang ada di pesantren tersebut untuk membuat
pesantren baru.3

1 Syamsul A’dlom, “Kiprah Kh. Hasyim Asy’ari Dalam Mengembangkan Pendidikan Agama
Islam,” Jurnal Pusaka (2014), 15–16.

2 Ibid., 16.

3 Ibid., 17.
Pada tanggal 26 Rabiul Awwal 1320 H bertepatan 6 Februari 1906 M,
beliau mendirikan pondok pesantren Tebuireng diJombang. Selain menjadi
pimpinan pesantren beliau juga memimpin kegiatan-kegaiatan sosial lainnya
yang ada pada masyarakat setempat. Selain itu juga beliau ikut serta dalam
organisai-organisasi sosial lainnya seperti Nahdhatul Ulama’. Organisasi ini
berdiri pada tanggal 31 Januari 19264 Alasan berdirinya organisasi ini tidak
lain dan tidak bukan untuk mempersatukan para ulama dan melawan para
penjajah yang ada diIndonesia pada waktu itu.5 Inisiatif berdirinya organisasi
ini adalah dari KH. Wahab Hasbullah dan atas persetujuan dari KH. Hasyim
Asy’ari yang melakukan istikharah kepada Allah serta atas persetujuan dari
KH. Kholil Bangkalan selaku ulama’ terkenal di madura sekaligus guru dari
KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah.6
Semasa kecil beliau sering digendong oleh kakeknya. Masa kecil beliau
sama seperti masa kecil anak lain pada umunya. Kiai Usman selaku kakek dari
ibu beliau sering kali menggendong Hasyim Asy’ari kecil keliling pesantren,
hanya sekedar untuk melihat santri belajar. Kedekatan beliau dengan kakeknya
tidak hanya beliau masih kecil saja melaikan sampai dewasa kedekatan
mereka berdua pun masih terlihat, seperti pada saat KH. Hasyim Asy’ari pergi
keluar rumah untuk mencari ilmu di pesantren lain kakeknya lah yang menjadi
tempat pertimbangan pertama kali.7 Sama seperti orang-orang yang pandai
lainnya, beliau juga pintar dan cerdas dalam membagi waktunya selama 24
jam dalam sehari semalam. Pembagian waktu beliau terbagi menjadi tida yaitu
pagi hari, siang, sore hingga malam. Pada waktu di pagi hari kegiatan beliau
adalah dimulai dengan beliau menjadi imam pada sholat shubuh di pondok
pesantren Tebuireng dan dilanjutkan dengan membaca wirid serta mengajar
kitab kepada santri-santrinya. Setelah selesai mengajar kitab kepada santri
beliau langsung mengunjungi para pekerja-pekerja yang ada dipondok dan
memberikan tugas kepada mereka sesuai dengan profesi masing-masing.
Setelah selesai memberikan tugas kepada para pekerja beliau langsung
melakukan sholat Dhuha dan dilanjuti dengan mengajar kitab kepada santri

4 Ehwanudin, “Tokoh Proklamator Nahdlatul Ulama (Studi Historis Berdirinya Jam’iyyah


Nahdlatul Ulama),” Fikri, vol.1 (2016), 468.

5 Amin Farih, “Nahdlatul Ulama (NU) Dan Kontribusinya Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan
Dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” Walisongo: Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, vol.24 (2016), 252.

6 Ehwanudin, “Tokoh Proklamator Nahdlatul Ulama (Studi Historis Berdirinya Jam’iyyah


Nahdlatul Ulama),” 455.

7 Muhammad Sanusi, Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim
Asy’ari Teladan-Teladan Kemuliaan Hidup (Yogyakarta: DIVA Press, 2013), 175.
senior yang ada dipondok. Beliau juga rajin berpuasa setiap harinya.
Sedangkan aktifitas beliau pada siang hari dimulai jam 10 samapai 12
biasanya beliau gunakan untuk istirahat dengan membaca kitab-kitab, dan
tekadang juga melayani tamu yang ada. Sebelum beliau melakukan sholat
Zhuhur biasanya beliau menyempatkan diri untuk tidur supaya pada saat
malam beliau bisa terbangun dan melakukan sholat Tahajud, setelah sholat
Zhuhur berjamaah dimasjid biasanya beliau melanjutkan untuk mengajar para
santri hingga mendekati sholat Ashar, kurang lebih 30 menit sebelum azan
Ashar berkumandang beliau pergi ke kamar mandi untuk mandi. Seperti biasa
beliau menjadi imam pada sholat Ashar dan dilanjutkan mengajar kitab
kemabali. Adapun aktifitas beliau pada sore hingga malam hari adalah setelah
melakukan sholat Magrib menjelang Isya beliau biasanya meluangkan
waktunya untuk menjamu para tamu yang datang dari berbagai daerah. Beliau
mengajar kitab setelah sholat Isya hingga jam 11 malam. Makan malam beliau
dilakukan setelah beliau mengajar kitab. Beliau istirahat mulai pukul 1
kemudian terbangun kembali 2 jam sebelum azan Shubuh berkumandang,
untuk melakukan sholat Tahajud. Seperti itu lah secara garis besar pembagian
waktu beliau dalam waktu sehari semalam.8
Sudah menjadi keharusan bagi para para ulama untuk menorehkan
karyanya dalam catatan-catatan atau dibuat menjadi kitab. Termasuk juga KH.
Hasyim Asy’ari ini beliau mempunyai sekitar 15 kitab karya beliau dalam
bahasa arab. Diantar 15 kitab yang beliau tulis di bawah ini beberapa kitab
yang masih dipelajari di beberapa pondok pesantren. Kitab-kitab karya beliau
sebagai berikut:
1. Adabul ‘Alim Wal Muta’allim
Dalam kitab ini beliau menjelaskan kepada pembaca cara
untuk mudah mendapatkan ilmu yaitu dengan mencintai ilmu dan
menghormati pemberi ilmu (guru), dalam kitab ini juga beliau
menjelaskan bahwa untuk mudah menyerap ilmu kita harus dalam
keadaan suci.
2. Risalah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah
Kitab ini menjelaskan kepada warga NU untuk lebih paham
mengenai apa itu ahlus sunnah wal jama’ah yang sering disebut
ASWAJA.
3. At-Tibyan Fin Nahyi an-Muqothoatil Arham wal Aqarib
wal Ikhwan
Dalam kitab ini menjelaskan tentang larangan untuk
memutuskan tali silaturahmi antar sesama dan terkumpulnya
pikiran yang berhubungan dengan NU.
4. An-Nurul Mubin Fi Mahabbati Sayyidil Mursalin

8 Ibid., 213–216.
Kitab ini berisi tentang sifat-sifat rosulullah dan tentang rasa
cinta kepada baginda rosulullah.
5. Ziyadatut Ta’liqat
Berisi tentang permasalahan yang terjadi antara KH.Hasyim
Asy’ari dan KH. Abdullah bin Yasin Pasuruan pada masa itu.
6. At-tanbihatul Wajibat Li Man Yasna’ alMaulid bin
Munkarati
Berisi tentang pendapat beliau mengenai maulid Nabi
Muhammad SAW.
7. Dhau’ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah
Pemikiran beliau mengenai lembaga pernikahan yang ada
pada saat itu.9
B. Pendidikan Menurut KH. Hasyim Asy’ari
Terlebih dulu menurut beliau keutamaan dari ilmu dah ahlinya semua
itu ada dalam individu orang yang mengamalkannya (ulama yang
mengmalkan) yang bertaqwa dan bagus amalnya adalah orang-orang yang
mempunyai niat mencari ilmu itu semata-mata untuk mencari ridho Allah dan
tidak sedikit pun terbesit dihatinya mencari ilmu karna duniawi. 10 Pemikiran
beliau mengenai pendidikan termaktum dalam kitab yang dikarangnya yaitu
kitab Adan al-Alim wal Muta’allim. Permulaan kitab ini beliau langsung
mengambil penjelasan dari al-Quran dan Hadist, setelah itu beliau jelaskan
dengan singkat dan sangat jelas. Seperti tujuan dari mencari ilmu itu adalah
memaplikasikannya (mengamalkannya). Dalam kitab ini juga beliau
menjelaskan untuk mencari ilmu itu bukan sekedar ilmunya saja melaikan
harus menghormati dari mana ilmu itu berasal (guru)11.
Bagi beliau orang yang berhasil dalam pencariannya terhadap ilmu
adalah orang yang menghormati ilmu dan guru dan sebaliknya bagi orang
yang tidak berhasil dalam pencarian ilmunya adalah orang yang tidak
menghormati ilmu dan tidak menghormati gurunya. Ada dua aspek harus
dilihat dalam mencari ilmu yaitu:
1. Yang pertama bagi si pencari ilmu itu sendiri yaitu murid.
Dalam mencari ilmu murid haruslah mempunyai niat yang suci
tidak boleh ada sedikitpun niat dalam hatinya mencari ilmu karna
dunia melaikan harus mempunyai niat mencari ilmu semata-mata
untuk mendapatkan ridho Allah.

9 Ibid., 223–225.

10 Hasyim Asy’ari, Menggapai Sukses Dalam Belajar Dan Mengajar, Terj. M. Tholut Mughni
(Jombang: Multazam Press, 2011), 25.

11 Amin Nurbaedi, “Pendidikan Karakter Menurut Kh. Hasyim Asy’ari ( Perspektif Filosofis ),”
FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, vol.04 (2018), 217.
2. Yang kedua ini adalah bagi pemberi ilmu itu sendiri yaitu
guru. Di sini guru harus lah membenarkan niat si pencari ilmu tidak
boleh ada dari si pencari ilmu yang mempunyai niat tidak bagus.
Jadi sebelum melakukan pembelajaran guru harus meluruskan niat
para muridnya bukan hanya semata-mata mementingkan materi apa
yang akan diajarkan.12
Beliau juga pemahaman beliau, beliau di memberikan pengertian secara
langsung mengenai belajar. Dalam hal ini beliau lebih fokus bahwa belajar itu
sendiri hanyalah jalan untuk mencari ridho ilahi yang membawa si pencari
ilmu ini kebahagiaan akhirat dan dunia. Maka dari itu niat dalam mencari ilmu
harus lah lurus bukan sekedar merubah yang bodah jadi pintar.13
C. Langkah-langkah KH. Hasyim Asy’ari dalam Mengembangkan
Pendidikan Agama Islam
Pada masa beliau sedang mempin pondok pesatrennya di Indonesia ini
masih dikuasai penuh oleh penjajah, namun hal itu tidak lah menyusahkan
KH. Hasyim Asy’ari dalam meberikan ilmunya kepada para santrinya. Hal ini
di karnakan percaya diri yang dimiliki oleh beliau. Konsep beliau dalam
mengajar yaitu membaca. Di sini ada makna dari membaca yang pertama
yaitu meneliti dan mebaca kaliamat-kalimat pengertian secara menyeluruh
(universal) sedangkan yang kedua adalah memperepat bacaan. Langkah-
langkah beliau dalam mengembangkan pendidikan agama islam yaitu dengan
cara percaya diri atau yakin.
Dibawah ini benang merah dari pemikiran beliau mengenai etika siswa
atau guru dalam pendidikan yaitu:
1. Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik
a. Etika yang harus dimiliki peserta didik
1) Membersikan hati
2) Meluruskan niat
3) Menggunakan kesmpatan dengan baik
4) Selalu bersyukur
5) Managemen waktu yang baik
6) Tidak berlebihan dalam makan dan minum
7) Makan dan minum yang halal
8) Menghindari perbuatan dosa
9) Kurangi waktu tidur
10) Menjauhi hal-hal yang tidak berman faat
b. Etika yang harus dimiliki peserta didik terhadap guru
1) Meminta petunjuk kepada allah
2) Menemui guru secara langsung

12 Ibid., 217–218.

13 Rachmutia, “Pemikiran Pendidikan K.H Hasyim Asy’ari Dalam Sejarah” (Institut Agama Islam
Negeri(Iain) Manado, 2017), 9.
3) Mencontohkan kebaikan-kebaikan guru
4) Memuliahkan guru
5) Menghormati hal-hal yang menjadi hak guru
6) Bersabar
7) Berkunjung ke tempat guru
8) Posisi duduk yang baik ketika berhadapan dengan guru
9) Berbicara lemah lembut dan dengan sopan
10) Menghapal dan mengamalkan nasihat guru
11) Jangan menyelah guru sedang memberikan
penjelasan
12) Mendahuli yang kanan
c. Etika yang harus dimiliki peserta didik terhadap pelajaran
1) Mendahulukan ilmu agama
2) Mendahulukan ilmu yang mendukung ilmu agama
3) Hati-hati dalam belajar
4) Mengulang hapalan
5) Menyimak ilmu-ilmu yang di dapat
6) Mempunyai cita-cita tinggi
7) Berteman dengan orang yang lebih pintar
8) Mengucapkan salam jika tiba ditempat ilmu (sekolah)
9) Bertanya jika belum paham

2. Tugas dan tanggung jawab guru


a. Etika terhadap diri sendiri
1) Mendekatkan diri kepada allah
2) Bersikap tenang
3) Wara’
4) Tawadhu’
5) Khusu’
6) Bersandar kepada allah
7) Tidak menyalagunakan ilmu
8) Tidak memanjakan siswa
9) Pola hidup zhuhud
10) Menghindari maksiat
11) Mengamalkan sunnah nabi
b. Etika terhadap diri sendiri siswa
1) Berniat mengajar yang baik
2) Ikhlas dalam mengajar
3) Mencintai peserta didik
4) Mempermudah peserta didik
5) Membangkitkan semangat belajar siswa
6) Meberikan latihan-latihan yang membantu
7) Bersikap adil
8) Membantu menyelesaikan masalah siswa14
14 A’dlom, “Kiprah Kh. Hasyim Asy’ari Dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam,” 21–
23.
DAFTAR PUSTAKA

A’dlom, Syamsul. “Kiprah Kh. Hasyim Asy’ari Dalam Mengembangkan


Pendidikan Agama Islam.” Jurnal Pusaka (2014): 14–27.

Asy’ari, Hasyim. Menggapai Sukses Dalam Belajar Dan Mengajar, Terj. M.


Tholut Mughni. Jombang: Multazam Press, 2011.

Ehwanudin. “Tokoh Proklamator Nahdlatul Ulama (Studi Historis Berdirinya


Jam’iyyah Nahdlatul Ulama).” Fikri, vol.1 (2016): 447–468.

Farih, Amin. “Nahdlatul Ulama (NU) Dan Kontribusinya Dalam


Memperjuangkan Kemerdekaan Dan Mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, vol.24 (2016): 251–284.

Nurbaedi, Amin. “Pendidikan Karakter Menurut Kh. Hasyim Asy’ari ( Perspektif


Filosofis ).” FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, vol.04 (2018):
207–226.

Rachmutia. “Pemikiran Pendidikan K.H Hasyim Asy’ari Dalam Sejarah.” Institut


Agama Islam Negeri(Iain) Manado, 2017.

Sanusi, Muhammad. Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan Dan


KH. Hasyim Asy’ari Teladan-Teladan Kemuliaan Hidup. Yogyakarta:
DIVA Press, 2013.

Anda mungkin juga menyukai