Anda di halaman 1dari 53

PENDAHULUAN

1. Membuat kliping artikel dari tokoh islam K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad
Dahlan serta kontribusinya terhadap pendidikan saat ini :
a) K.H. Hasyim Asy’ari

Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari bagian belakangnya juga sering dieja Asy'arie (14 Februari
1871 – 21 Juli 1947 M / 24 Dzulqa'dah 1287 H - 7 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebuireng,
Jombang, Jawa Timur) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan merupakan p endiri
sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama, organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Beliau juga
memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru dan telah menghafal Kutubus Sittah (Hadits
6 Riwayat), dan memiliki gelar Syaikhul Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru.
Keluarga :
KH. Hasyim Asy'ari adalah putra ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy'ari,
pimpinan Pondok Pesantren yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Nyai Halimah.
Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah,
Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Berdasarkan silsilah garis keturunan ibu, KH Hasyim
Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke
raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V (Lembupeteng).

Pendidikan :
K.H. Hasjim Asy'ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga
pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di
berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban,
Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalanpanji di
Sidoarjo.
Pada tahun 1892, K.H. Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh
Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-
Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid
Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.
Di Makkah, awalnya K.H. Hasyim Asy'ari belajar di bawah bimgingan Syaikh Mafudz dari
Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di
Makkah. Syaikh Mafudz adalah ahli hadis dan hal ini sangat menarik minat belajar K.H. Hasjim
Asy'ari sehingga sekembalinya ke Indonesia pesantren ia sangat terkenal dalam pengajaran ilmu
hadis. Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz untuk mengajar Sahih Bukhari. Selain
belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
K.H. Hasjim Asy'ari juga mempelajari fiqih madzab Syafi'i di bawah asuhan Syaikh Ahmad
Katib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab),
dan aljabar. Pada masa belajar pada Syaikh Ahmad Katib inilah K.H. Hasjim Asy'ari mempelajari
Tafsir Al-manar karya monumental Muhammad Abduh. Pada prinsipnya ia mengagumi rasionalitas
pemikiran Abduh akan tetapi kurang setuju dengan ejekan Abduh terhadap ulama tradisionalis.
Gurunya yang lain adalah termasuk ulama terkenal dari Banten yang mukim di Makkah
yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani. Sementara guru yang bukan dari Nusantara antara lain Syaikh Shata
dan Syaikh Dagistani yang merupakan ulama terkenal pada masa itu.

Perjuangan :
Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, K.H. Hasjim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng,
yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20.
Pada tahun 1926, K.H Hasjim Asy'ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama
(NU), yang berarti kebangkitan ulama.

Mendirikan NU :
Terbentuknya NU sebagai wadah Ahlu Sunnah wal-Jama’ah bukan semata-mata karena KH
Hasyim Asy’ari dan ulama-ulama lainnya ingin berinovasi, tapi memang kondisi pada waktu itu telah
sampai pada kondisi dloruri, wajib mendirikan sebuah wadah. Kesimpulan bahwa membentuk sebuah
wadah Ahlu Sunnah di Indonesia menjadi satu keharusan, merupakan buah dari pengalaman ulama-
ulama Ahlu Sunnah, terutama pada rentang waktu 1200 H sampai 1350 H.
Saat itu, di Makkah terjadi peristiwa besar yang mengancam eksistensi Ahlu Sunnah wal-
Jama’ah, terkait penghapusan khalifah oleh Turki dan berkuasanya rezim kaum Wahabi yang tidak
membuka ruang bagi berkembangnya madzhab-madzhab di tanah suci. Menjelang berdirinya NU
beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Para ulama menyimpulkan sudah sangat
mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahlu Sunnah wal-Jama’ah.
Setelah melakukan istiharah para ulama-ulama Haramain mengirim pesan kepada KH Hasyim Asy’ari
untuk segera menemui dua ulama di Indonesia, dan jika dua orang tersebut menyetujui maka segera
diteruskan. Dua ulama tersebut adalah Habib Hasyim bin Umar bin Toha bin Yahya Pekalongan dan
Syaikhona Kholil Bangkalan. KH Hasyim Asy’ari dengan didampingi Kiai Yasin, Kiai Sanusi dan
KHR. Asnawi Kudus dengan diantar Kiai Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim.
Begitu KH Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, “Kiai Hasyim Asy’ari,
silahkan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlu Sunnah wal-Jama’ah, saya rela tapi
tolong saya jangan ditulis”. Selanjutnya ketika sowan ke tempatnya Kiai Kholil Bangkalan beliau
memperoleh wasiat untuk segera melaksanakan niatnya dan diridhoi seperti ridhonya Habib Hasyim.
Tapi Kiai Kholil juga berpesan “saya juga minta tolong, nama saya jangan ditulis”. KH Hasyim Asy’ari
tertegun karena kedua ulama tersebut tidak mau ditulis semua. Namun, akhirnya Kiai Kholil
membolehkan ditulis tetapi meminta sedikit saja.
Meskipun demikian, KH Hasyim Asy’ari dalam perjalanannya sangat berhati-hati dan kadang
muncul keraguan. Kemudian pada tahun 1924, Kiai Kholil segera memanggil muridnya As’ad Syamsul
Arifin Situbondo, santri senior berumur 27 tahun untuk menghadap.
“As’ad” kata Kiai Kholil, “Ya, Kiai” Jawab As’ad santri.
“As’ad, tongkat ini antarkan ke Tebuireng dan sampaikan langsung kepada Kiai Hasyim Asy’ari”
pesan Kiai Kholil sambil menyerahkan tongkat. “Tetapi ada syaratnya. Kamu harus hafal Al-Quran
ayat 17-23 surat Thoha” pesan Kiai Kholil lebih lanjut, “Bacakanlah kepada Kiai Hasyim ayat-ayat
itu”.
Setibanya di Tebuireng, As’ad menyampaikan “Kiai, saya diutus Kiai Kholil untuk
mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kiai”. Tongkat itu diterima dengan penuh perasaan
haru. Kiai Hasyim lalu bertanya kepada As’ad, “Apa tidak ada pesandari Kiai Kholil ?” As’ad lalu
membaca hafalanya itu.
KH. Hasyim menangkap isyarat bahwa gurunya memantapkan hatinya untuk segera
merestui jam’iyah yang telah dipersiapkanoleh Kiai Wahab Hasbullah dan ulama-ulama lainnya.
Langkah demi langkah dilakukan dengan sangat hati-hati karena tidak ingin terjebak dalam nafsu
kekuasaan belaka, namun belum juga terwujud. Setahun kemudian Kiai Kholil mengutus As’ad
sowan lagi ke Tebuireng untuk menyerahkan tasbih dengan diikuti bacaan salah satu Asmaul
Husna, yaitu Ya Jabbar Ya Qohha sebanyak tiga kali. Setahun kemudian, pada tanggal 31 Desember
1926 di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat
mendirikan organisasi Islam Jami’yyah Nahdlatul Ulama di Indonesia. Sebenarnya KH Hasyim
Asy’ari bersama beberapa kiai jawa datang ke Bangkalan untuk memohon restu Kiai Kholil akan
diresmikannya NU. Namun saat itu kesehatan Kiai Kholil sedang tidak baik dan tidak bisa menemui
meski sudah tahu akan kedatangan rombongan KH Hasyim Asy’ari. Kiai Kholil hanya menitip pesan
melalui Kiai Muhammad Thoha (menantunya, Pesantren Jangkibuan) jika telah memberi restu atas
peresmian NU.
Karya dan Penemuan :
Pemikiran K.H. Hasjim Asy'ari tentang Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah adalah "ulama dalam
bidang tafsir Al-Qur'an, sunnah Rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan Khulafaur
Rasyidin." beliau selanjutnya menyatakan bahwa sampai sekarang ulama tersebut termasuk "mereka
yang mengikuti mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali." Doktrin ini diterapkan dalam NU yang
menyatakan sebagai pengikut, penjaga dan penyebar faham Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah.
K.H. Hasjim Asy'ari banyak membuat tulisan dan catatan-catatan. Sekian banyak dari
pemikirannya, setidaknya ada empat kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan
pemikirannya; kitab-kitab tersebut antara lain:

1. Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-


Sunnah wal Bid'ah (Paradigma Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang
Mati, Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah).
2. Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan
pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW).
3. Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa
Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar
Selama Belajar).
4. Al-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang
Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan)[13]
5. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca
akan mendapat gambaran bagaimana pemikiran dasar dia tentang NU. Di dalamnya terdapat
ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian jam’iyah NU.
Boleh dikata, kitab ini menjadi “bacaan wajib” bagi para pegiat NU.
6. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah. Mengikuti manhaj para imam
empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal,
tentunya memiliki makna khusus sehingga akhirnya mengikuti jejak pendapat imam empat
tersebut dapat ditemukan jawabannya dalam kitab ini.
7. Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat
Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal.
8. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan
lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta memiliki sosok yang
kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lulus sebagai pememang. Kitab ini berisikan
40 hadits pilihan yang seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU.
9. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yushna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Kitab ini menyajikan
beberapa hal yang harus diperhatikan saat memperingati maulidur rasul.

Konstribusi terhadap pendidikan saat ini :

Salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang mendapat tempat di masyarakat adalah
pesantren. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng Jombang, desa yang dipandang hitam
untuk menyebarkan ilmu dan agama. Masyarakat Tebuireng pada saat itu mengalami perubahan
nilai akibat penanaman tebu dengan sistem sewa, yang pada akhirnya melahirkan kebiasaan
untuk berjudi, mabuk- mabukan, berzina, dan merampok. Keadaan inilah yang menarik Hasyim
Asy’ari mendirikan pesantren di tempat tsb.

Pesantren Tebuireng awal mulanya hanya terbuat dari sebuah tetarak (rumah) yang luasnya
hanya beberapa meter bujur sangkar. Rumah tsb kemudian dibagi menjadi dua, yakni untuk tempat
tinggal Hasyim Asy’ari dan tempat ibadah. Seiring dengan berkembangya waktu, teratak yang
awalnya hanya satu menjadi bertambah, hasil dari kerja bakti para santri yang pada waktu itu baru
berjumlah 28 santri. Pemandangan seperti ini kiranya masih berlaku sampai dengan sekarang,
banyak rumah pengasuh pondok pesantren yang bersebelahan dengan tempat ibadah dan
pemondokan para santri. Hal ini dimaksudkan agar pengasuh pondok pesantren dapat mengontrol
keadaan uang santri dengan mudah dan bisa kapanpun dilakukan.
Pada tahun 1916 M, kiai Maksum yang tidak lain adalah menantu pertama kiai Hasyim
mulai mempekenalkan sistem madrasah di pesantren Tebuireng dan pengajaran ilmu pengetahuan
umum pada 1919 M. Pda tahun itu pula, pesantren Tebuireng melakukan pembaharuan sistem,
yaitu dengan membuka madrasah salafi sebagai tangga untuk memasuki jenjang pendidikan
menengah. Pada tahun 1929 materi pembelajaran yang tidak hanya bekuat dengan ilmu agama saja,
akan tetapi ditambah dengan ilmu pengetahuan umum, yakni :
a)Membaca dan menulis huruf latin
b)Mempelajari bahasa Indonesia
c) Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
d)Mempelajari ilmu berhitung
Pesantren Tebuireng merupakan pesantren yang sukses dalam melaksanakan pendidikan
Islam. Kesuksesan tersebut dapat kita lihat dari kualitas santrinhya dan banyak santri lulusan
pesantren tsb yang menjadi tokoh nasional dan beberapa juga menjadi ulama terkenal seperti
K.H. Wahid Hasyim (mantan menteri agama), K.H. Abdurrahman Wahid (presiden RI ke-4),
K.H. Abdul Wahab Hsbullah, K.H. Bisri Syansuri, K.H. As ‘ad Syamsul Arifin, dan K.H. Achmad
Siddiq.

b) K.H. Ahmad Dahlan


Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (bahasa Arab: ‫ ;دﺣﻼن أﺣﻤﺪ‬1 Agustus
1868 – 23 Februari 1923) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri
Muhammadiyah. Dia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH
Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Dia merupakan anak keempat dari
tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dia
termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di
antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah
Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah
(Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan,
Demang Djurung Djuru Kapindo, kiai Ilyas, kiai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, K.H. Abu
Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini,
dia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

Pengalaman Organisasi :
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia
juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu
merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dia ingin mengajak umat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini
berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan
bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang
pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang
bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada
yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di
sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan
priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di
sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priayi. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun iaberteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914,
dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk
daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah
Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya
dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri
dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.
Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiya di Garut. Sedangkan di
Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari
cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, di antaranya
ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri,
Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada
1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di
Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-
ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan
tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini
ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-
ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap
Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja
dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang
saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Pahlawa Nasional :
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu
ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria.
Kontribusi terhadap pendidikan saat ini :

Gagasan K. H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan berawal dari ketidakpuasan dirinya ketika
melihat adanya dualisme sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan Islam yang berbasis di pesantren-
pesantren dan sistem pendidikan sekuler (Barat) yang berbasis di sekolah-sekolah yang dikelola oleh
pemerintah kolonial Belanda. K.H. Ahmad Dahlan memandang kedua jenis pendidikan tersebut dengan
kaca mata tersendiri. Ia tidak cenderung kepada salah satunya, tetapi melihat segi-segi posistif dari
keduanya. K.H. Ahmad Dahlan memberikan penilaian yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang
diajarkan di sekolah Belanda, tetapi tidak mengurangi nilai dan penghargaan yang utuh terhadap ilmu-
ilmu agama yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren.
Agaknya keinginan untuk mengompromikan segi-segi positif dari kedua jenis pendidikan di atas
itulah, di samping untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat, K.H. Ahmad Dahlan
mencetuskan ide-ide dan pemikirannya yang kemudian menjadi bagian dari sistem pendidikan
Muhammadiyah. Pemikiran tersebut bisa dilihat dari karya nyatanya di lembaga-lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang didirikannya. Model pendidikan Muhammadiyah ini kemudian diadopsi dan
dijadikan model sistem pendidikan nasional.
Sekolah pertama yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah pada tanggal 11 Desember 1911 di Kauman Yogyakarta. Sekolah pertama yang didirikan
K.H. Ahmad Dahlan ini dibuka di rumahnya dengan sistem Barat, memakai meja, kursi, dan papan
tulis. Materi pelajaran yang diberikan meliputi materi agama yang biasa diajarkan di pesantren dan
materi umum yang biasa diajarkan di sekolah Belanda. Munir Mulkhan menyebutkan bahwa “sekolah
tersebut dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum baru: antara lain diajarkan berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang pada awal abad 20,”
Arbiah Lubis mengelompokkan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan yang
dilakukannya pada dua hal pokok, yaitu memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan
Barat dan melakukan pembaharuan sistem pendidikan dengan mengompromikan antara sistem
pendidikan Islam dan Barat. Yang pertama dilakukan terutama dalam kapasitasnya sebagai guru di
sekolah pemerintah Belanda dan yang kedua dengan mendirikan sekolah sendiri yang kemudian
dinamakan sekolah Muhammadiyah.
Steenbrink juga melihat bahwa di antara pemikiran pokok Ahmad Dahlan dalam pendidikan
adalah: pertama, memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat. Perbandingan
pelajaran agama pada sekolah itu berkisar antara 10% – 15% dari seluruh kurikulumnya. Kedua,
penerapan sistem pendidikan Barat dalam lembaga pendidikan agama. Sistem pendidikan Barat
dimaksud di sini adalah cara yang diterapkan di lembaga pendidikan kolonial Belanda dalam beberapa
komponen pendidikan, sehingga melahirkan sistem pendidikan baru yang merupakan kompromi
antara sistem pendidikan kolonial dengan sistem pendidikan tradisional. sistem pendidikan baru inilah
tampaknya yang menjadi ciri khas sistem pendidikan Muhammadiyah (Karel A. Steenbrink, Pesantren
Madrasah Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 54-55).
Asrofie dalam studinya “Kyai Haji Ahmad Dahlan; Pemikiran dan Kepemimpinannya”
mencatat bahwa:
“Dalam kesibukannya memberikan pelajaran agama di sekolah pemerintah, ia mendirikan sekolah yang
bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya. Ini terjadi pada tahun 1911. Sekolah ini
menggunakan sistem Barat, memakai meja, kursi dan papan tulis. Diberikan pula pelajaran
pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada waktu itu anak-anak Kauman masih
merasa asing pada pelajaran dengan sistem sekolah. Dia mengadakan modernisasi dalam bidang
pendidikan Islam, dari sistem pondok yang hanya diajar secara perorangan menjadi secara kelas dan
ditambah dengan pelajaran pengetahuan umum” (Yusron Asrofi, Kyai Haji Ahmad Dahlan : Pemikiran
dan Kepemimpinannya, Yogyakarta, 1983, 51).
Ahmad Jainuri menyatakan bahwa berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah ini
mempunyai dua sasaran utama. Pertama, untuk memberantas buta huruf, ditujukan kepada masyarakat
luas, sejalan dengan usaha ini adalah dikembangkannya kursus untuk mengkaji Islam dan berbagai
materi yang saling berkaitan, termasuk kemampuan berorganisasi. Semua kegiatan ini menumbuhkan
semangat membaca dan akhirnya berimplikasi pada munculnya berbagai publikasi seperti koran,
majalah dan buku-buku yang menjamur pada tahun 1920 dan 1930- an. Kedua, mendirikan
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Untuk mewujudkannya Ahmad Dahlan mengambil langkah awal
dengan mendirikan sekolah (madrasah) yang terletak di rumahnya sendiri untuk memberikan
pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak tetangganya yang tidak mampu atau tidak punya akses pada
sekolah-sekolah pemerintah.
“Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk kemajuan materiil. Oleh karena itu pendidikan
yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup. Dengan
pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang
menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun-temurun tanpa mencoba melihat
relevansinya dengan perkembangan jaman.” (Abuddin Nata, Tokoh- Tokoh Pembaharu Pendidikan
Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, 102).
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang seperti itu merupakan respon pragmatis terhadap kondisi
ekonomi umat Islam Indonesia yang tidak menguntungkan, sebagi akibat dari ketidakmampuan umat
Islam membuka akses ke sektor-sektor pemerintah atau perusahaan-perusahaan swasta. Situasi yang
demikian itu menjadi perhatian Ahmad Dahlan, yang kemudian ia berusaha untuk memperbarui sistem
pendidikan umat Islam. Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi umat Islam yang rendah
pada sektor-sektor pemerintah itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi
Muslim untuk masuk. Oleh karena itu K.H. Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan
memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai dengan dengan perkembangan
jaman bagi kemajuan bangsa.
Dengan demikian, peran K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan adalah upaya
mengompromikan beberapa unsur positif dari sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan Barat.
Model pendidikan ini, dibuktikan dengan karyanya yang nyata, yaitu lahirnya lembaga- lembaga
pendidikan Muhammadiyah di seluruh Nusantara ini, yang kini jumlahnya mencapai puluhan ribu,
mulai PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, sampai dengan Pendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Majulah Pendidikan Muhammadiyah dan Jayalah Indonesia.

2.
Hal yang saya pikirkan mengenai 2 gambar tsb dan kiatannya dengan ayat atau
hadits yang terdapat pada pembelajaran PAIBP :
a) Gambar 1 dan 2
 Gambar 1
Gambar 1 merupakan gambar dari IAIN(Institut Agama Islam Negeri) Tulungagung,
IAIN ini adalah bentuk dari perguruan tinggi islam negeri yang ada di Indonesia.
Dimana dapat kita simpulkan bahwa gambar 1 merupakan tempat untuk menimba ilmu /
pendidikan.
 Gambar 2
Gambar 2 merupakan gambar dari pondok pesantren, dimana pondok pesantren sendiri
juga merupakan lembaga pendidikan islam tradisional yang para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai
dan mempunyai asrama untuk tempat menginap para santri.
 Jadi, menurut pendapat saya hubungan antara keduanya adalah perkembangan
pada sitem pendidikan berbasis islam dimana yang pada mulanya berupa lembaga
pendidikan islam tradisional (pondok pesantren) selanjutnya berkembang menjadi
lembaga pendidikan sekelas perguruan tinggi islam segeri (IAIN). Seiring dengan
berkembangnya zaman, berjalannya waktu, maka pemikiran- pemikiran (ide) manusia
akan semakin berkembang. Berkembangnya ide manusia tersebut dapat digunakan untuk
memperbaiki (lebih menyempurnakan) segala sesuatu yang ada sebelumnya, misalnya
sistem pendidikan tersebut.
 Ayat atau pun hadits dalam pembelajaran materi PAIBP yang berkaitan dengan kedua
gambar tersebut menurut saya :

b) Gambar 3 dan 4
 Gambar 3
Gambar 3 merupakan gambar sebuah pasar tradisional. Pasar tradisional ini merupakan
pasar yang sudah ada sejak dahulu. Pada saat proses jual belinya masih dapat kita
temui adanya tawar-menawar antara penjual dan pembeli pada pasar ini.

 Gambar 4
Gambar 4 merupakan gambar dari sebuah pasar modern yang tentunya memeiliki
beberapa perbedaan dengan pasar tradisional. Pada pasar modern ini tidak dapat kita
temui proses tawar-menawar seperti halnya pada pasar tradisional karena harganya
sudah ditetapkan secara pasti (harga pas). Selain itu, pada pasar ini pasti kondisinya
akan lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional (lebih bersih, lebih teratur, dsb).
 Jadi, menurut pendapat saya hubungan antara keduanya adalah perkembangan sistem
perekonomian yang ada. Dimana pada awalnya hanya terdapat sebuah pasar
tradisional, namun dengan seiring waktu muncullah pasar modern yang dari segi kondisi
dan kemudahan lebih baik dibandingkan pasar tradisional. Adanya hal ini
menunjukkan bahwa berkembangnya waktu atau zaman juga menyebabkan pemikiran
atau ide manusia semakin berkembang pula. Dengan perkembangan itu maka manusia
dapat memperbaiki kehidupan yang terjadi pada saat ini.
Ayat atau hadits dalam pembelajaran PAIBP yang sesuai dengan kedua gambar
tersebut :
KEGIATAN BELAJAR 1
a) Sejarah masuknya islam di Nusantara :
Menurut Thomas Walker Arnold, sulit untuk menentukan bilakah masa tepatnya Islam masuk ke
Indonesia. Hanya saja, sejak abad ke-2 Sebelum Masehi orang-orang Ceylon telah berdagang dan
masuk abad ke-7 Masehi, orang Ceylon mengalami kemajuan pesat dalam hal perdagangan dengan
orang Cina. Hinggalah, pada pertengahan abad ke-8 orang Arab telah sampai ke Kanton.
Waktu masuknya Islam di Nusantara sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan 8 Masehi. Namun,
perkembangan dakwah baru betul dimulai kala abad ke-11 dan 12. Artinya dakwah di Nusantara sudah
merentang selama beberapa abad di masa-masa awal. Indonesia sendiri di masa-masa itu, tidaklah
asing dari pandangan musafir Arab. Sulaiman at- Tajir misalnya, sampai ke kawasan Zabij yang
ada di timur India. Dilengkapi pula oleh catatan ahli geografi sejaman, Ibnu Khurdadzbih bahwa Zabij
dipimpin seorang Maharaja, yang juga disetujui oleh pendapat Yaqut al-Hamawi dan Al-Mas'udi.
Belakangan, pendapat soal negeri Maharaja ini disetujui sejarawan Arab modern, Husain Mu'nis,
bahwa ia merujuk pada daerah yang kini ada di kawasan Indonesia modern. Mengenai tempat asal
kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat.
Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkan teori masuknya Islam dalam tiga teori besar.
Pertama, teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para
pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di
Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam
perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Mereka berargumen
akan fakta bahwa banyaknya ungkapan dan kata-kata Persia dalam hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan
bahkan juga Jawa. Selain itu pula, temuan Marco Polo juga menyatakan sebagai dampak interaksi
orang-orang Perlak di Sumatra Utara, mereka telah mengenal Islam. Selama masa-masa ini, dinyatakan
oleh Van Leur dan Schrieke, bahwa penyebaran Islam lebih terbantu lewat faktor-faktor politik alih-
alih karena niaga. Pandangan lain dari AH Johns dan SQ Fatimi menyebutkan penyebaran Islam
bertumpu pada imam-imam Sufi yang cakap dalam soal kebatinan, dan bersedia menggunakan unsur-
unsur kebudayaan pra Islam dan mengisinya kembali dengan semangat yang lebih Islami.

Peta Indonesia berkisar tahun 1674-1745 oleh Katip Çelebi seorang geografer asal Turki

Utsmani.
Di Pulau Sulawesi, Islam menyebar melalui hubungan Kerajaan-Kerajaan setempat dengan para Ulama
dari Mekkah dan Madinah. Selain itu, pengaruh dari Ulama Minang di wilayah Selatan pulau Sulawesi
turut mengantarkan Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone untuk memeluk agama Islam. Sementara
itu, pengaruh dari Kesultanan Ternate turut berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau
Sulawesi bagian tengah dan Utara. Salah satu buktinya adalah eksistensi Kesultanan Gorontalo
sebagai salah satu Kerajaan Islam paling berpengaruh di Semenanjung Utara Sulawesi hingga ke
Sulawesi bagian Tengah dan Timur. Selain pengaruh Kesultanan Ternate, Ulama-Ulama besar yang
hijrah ke wilayah jazirah utara dan tengah Sulawesi pun turut mempercepat penyebaran agama Islam
di wilayah ini. Selain itu, Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17,
telah berhasil melakukan upaya penyebaran agama Islam hingga mencapai wilayah Semenanjung
Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Selain itu, fakta yang juga tak bisa diabaikan adalah bahwa adanya kitab Izh-harul Haqq fi Silsilah
Raja Ferlak yang ditulis Abu Ishaq al-Makrani al-Fasi yang berasal dari daerah Makran,
Balochistan menyebut bahwa Kerajaan Perlak didirikan pada 225 H/847 M diperintah berturut-turut
oleh delapan sultan.
Bukti lain memperlihatkan telah munculnya Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh Nisan
Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.

Umat Islam Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan salat di Masjid Istiqlal,
Jakarta. Indonesia memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia
Untuk menjelaskan bagaimana metode penyebaran Islam di Indonesia, Arnold mengutip catatan yang
dikutip dari C. Semper bahwa para pedagang Muslim menggunakan bahasa dan adat istiadat
orang tempatan. Setelah mengadakan pernikahan dengan orang setempat, pembebasan budak, maka ia
mengadakan perserikatan dan tak lupa tetap memelihara hubungan persahabatan dengan golongan
aristokrat yang juga telah mendukung kebebasannya. Para pedagang ini, tidaklah datang sebagai
penyerang, tidak pula memakai pedang, ataupun memakai kelas atas guna menekan kawula-kawula
rakyat. Namun dakwah dilakukan dengan kecerdasan, dan harta perdagangan yang mereka punya lebih
mereka utamakan untuk modal dakwah.
Selama masa-masa abad pertengahan ini, pedagang-pedagang Muslim turut memberi andil dalam
bertumbuhnya perdagangan dan kota-kota yang terlibat di sana. Bersamaan dengan kegiatan dagang
orang Tionghoa dari Dinasti Ming, Gresik, Malaka, dan Makassar berubah dari kampung kecil menjadi
kota-kota besar dengan penduduk 50 ribu jiwa. Begitupun untuk Aceh, Patani, dan Banten.
Masa kolonial
Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk
berdagang, tetapi pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke
Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya
kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi
atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan
tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang,
para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren)
menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi
panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang pada abad ke-13 menjadi kekuatan
perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan
Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah
Belanda.
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan
Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam
menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul
Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-
sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatra Thawalib (1915).
Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan
lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.

b) Data konkret (bukti sejarah) tentang masuknya islam di Nusantara beserta gambarnya
:

Sumber Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Sumber sejarah masuknya Islam di Indonesia dikelompokkan menjadi dua bukti, yaitu berdasarkan batu
nisan atau makan dan berdasarkan catatan-catatan sejarah dari para musafir. Berikut ini beberapa sumber
yang dimaksud.

Sumber Sejarah Masuknya Islam di Indonesia Berupa Batu Nisan atau Makam

Sumber sejarah berupa batu nisan atau disebut juga dengan makan yang dapat menunjukan
waktu dan proses sejarah masuknya Islam di Indonesia, meliputi :

1). Batu Nisan Fatimah Binti Maimun

Batu nisan atau makam ini ditemukan di daerah Leren, Gersik, Jawa Timur. Makam ini berangka tahun
475 H atau sekitar 1082 Masehi.

Batu Nisan Sultan Malik Al Shaleh

Batu nisan atau makam ini ditemukan berasal dari kerajaan Samudra Pasai. Di dalamnya memuat angka
tahun sekitar 696 H atau sekitar 1297 Masehi.

2). Batu Nisan Maulana Malik Ibraim


Makam atau batu nisan ini berhasil di temukan di daerah Gersik, Jawa Timur sama dengan batu nisan
pertama. Namun berangka tahun 822 H atau sekitar 1419 Masehi.

3). Sementara itu, dua batu nisan lain juga berhasil di temukan di daerah Munje Tujih, Aceh Utara.
Kedua batu nisan ini berangka tahun 781 H atau sekitar 1380 masehi dan 789 H atau sekitar 1389
masehi.

Sumber Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia berdasarkan Catatan Sejarah

Dibawah ini beberapa catatan sejarah yang berasal dari para musafir. Catat ini dapat dapat menunjukan
proses masuknya Islam di Indonesia. Adapun catatan-catatan sejarah yang dimaksud meliputi :

1). Catatan Dinasti Tang (Tiongkok)

Berdasarkan catatan sejarah yang berasal dari dinasti Tang, menyebutkan bahwa di daerah Baros,
tepatnya pantai barat Sumatera telah terdapat permukiman para pedagang Arab

2). Catatan Marco Polo

Dalam catatannya, ia menjelaskan bahwa agama islam telah berkembang di wilayah Sumatera Utara.
Selain di Sumatera, Islam juga telah berkembang pesat di Pulau Jawa. Ia juga menceritakan bahwa
terdapat masyarakat muslim di kerajaan Perlak pada akhir abad ke 13.

3). Catatan Ma Huan

Ma Huan merupakan seorang musafir yang berasal dari Tiongkok, ia memberitakan bahwa pada awal
abad ke 15 sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara Jawa (Pantura) telah memeluk
agama Islam. Artinya, pada masa ini Islam telah berkembang pesat di pulau Jawa.

4). Catatan Tome Pires

Dalam catatan sejarah yang ditulis oleh Tome Pires (musafir dari Portugis) dalam bukunya berjudul
Suma Oriental, ia menjelaskan bahwa proses penyebaran agama Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan Maluku berlangsung pada abad ke 16.

5). Catatan Ibnu Battuatah

Dalam catatannya, ia menceritakan bahwa Sultan di Kesultanan Samudra Pasai sangat baik terhadap
rakyat dan para ulama. Saat berkunjung ke Samudra Pasai, Battuatah menjumpai para pedagang yang
berasal dari India, Cina dan dari Pulau Jawa. Ia menceritakan bahwa Samudra pasai merupakan
kesultanan yang sangat maju di bidang perdagangan.

6). Catatan Tome Pires

Dalam catatan sejarah yang ditulis oleh Tome Pires (musafir dari Portugis) dalam bukunya berjudul
Suma Oriental, ia menjelaskan bahwa proses penyebaran agama Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan Maluku berlangsung pada abad ke 16.
7). Catatan Tome Pires

Dalam catatan sejarah yang ditulis oleh Tome Pires (musafir dari Portugis) dalam bukunya
berjudul Suma Oriental, ia menjelaskan bahwa proses penyebaran agama Islam di Jawa,
Sumatera, Kalimantan dan Maluku berlangsung pada abad ke 16.

8). Catatan Ibnu Battuatah

Dalam catatannya, ia menceritakan bahwa Sultan di Kesultanan Samudra Pasai sangat baik
terhadap rakyat dan para ulama. Saat berkunjung ke Samudra Pasai, Battuatah menjumpai para
pedagang yang berasal dari India, Cina dan dari Pulau Jawa. Ia menceritakan bahwa Samudra
pasai merupakan kesultanan yang sangat maju di bidang perdagangan.

c) Strategi dakwah islam di Nusantara :

1. Perdagangan

Mengutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara karya Tjandrasasmita, pembawa agama Islam
pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang. Ini terjadi sekitar abad 7-16 M. Saat itu
kepulauan Nusantara merupakan kawasan perdagangan internasional yang ramai dikunjungi
pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia, dan Gujarat. Hubungan perdagangan ini
dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai media dakwah.

2. Perkawinan

Para pedagang muslim memiliki status sosial dan ekonomi yang relatif lebih baik daripada
penduduk pribumi. Ini menyebabkan banyak penduduk yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri
para pedagang muslim. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Alhasil, komunitas
Islam makin luas. Pada akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.
Mengutip dari jurnal Kajian Proses Islamisasi di Indonesia tulisan Latifa Dalimunthe, dakwah
melaui perkawinan lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak
bangsawan atau anak raja karena mempercepat proses Islamisasi.

3. Pendidikan

Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi di lingkungan keluarga, kemudian


berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.
Pesantren memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam. Para ahli agama mendidik
santri tentang Islam. Setelah selesai menuntut ilmu para santri diharapkan dapat pulang ke
kampung halaman untuk melanjutkan dakwah. Dengan cara ini agama Islam terus tersebar ke
seluruh penjuru Nusantara

4. Tasawuf

Dalam tasawuf, ajaran islam sangat mengedepankan toleransi dengan budaya setempat, hal ini
dapat diketahui dari banyak acara bangunan penanggalan bahasa dan kesenian budaya lokal yang
bercorak Islam. Ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, selalu berusaha menghayati kehidupan
masyarakat, dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Mereka mengajarkan teosofi yang
telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat lokal. Dengan cara ini agama
Islam lebih mudah dimengerti dan diterima.

5. Kesenian
Para penyebar agama Islam memanfaatkan kebudayaan yang telah ada sebagai media untuk
berdakwah. Strategi dakwah melalui kesenian ini di antaranya dilakukan oleh Sunan Bonang dan
Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk
untuk mengajarkan nilai-nilai Islam. Beliau merupakan tokoh pencipta layang Kalimasada dan
lakon wayang 'Petruk Jadi Raja

6.Politik

Strategi dakwah melalui jalur politik memiliki efek besar. Jika suatu pemerintahan dipimpin oleh
seorang raja yang telah menganut Islam, maka banyak rakyatnya yang secara sukarela memeluk
agama yang sama dengan pemimpin mereka. Jika dakwah telah berhasil masuk dalam ranah
politik, maka kebijakan-kebijakan kenegaraan dapat disinergikan dengan tujuan dakwah. Selain
itu, strategi politik juga ditempuh melalui penaklukkan kerajaan non Islam oleh kerajaan Islam.

d) Perkembangan islam di pulau-pulau besar di Nusantara :

1. Pulau Jawa

Perkembangan agama Islam di pulau Jawa sebenarnya tidak lepas dari peranan penting para Wali
Songo yakni Wali yang jumlahnya ada 9. Mereka menyebarkan agama Islam di pulau jawa
dengan tanpa menghapus atau bahkan menghilanglan kebudayaan lokal.

Wali Songo melakukan pendekatan secara berbeda-beda sesuai kebudayaan yang ada di
daerahnya. Namun di dalam penyebarannya, mereka tetap memasukkan nilai-nilai ajaran Islam
sesuai tuntunan Rasululloh. Lambat laun masyarakat Jawa semakin yakin dan semakin banyak
yang memeluk ajaran Islam.

Wali songo tersebar di pulau Jawa yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk
mengenal Wali Songo secara rinci, akan dijelaskan di bawah ini :
1. Sunan Ampel, nama aslinya Raden Rahmat, lahir di Aceh tahun 1401 M dan wafat tahun
1481 M. Pemakamannya ada di Ampel, kota Surabaya.
2. Sunan Bonang, Beliau putra Raden Rahmat Sunan Ampel, pada masanya Sunan Bonang
dikenal dengan sebutan Makdum Ibrahim, lahir tahun 1465 M dan wafat tahun 1525 M.
Pemakamannya ada di kabupaten Tuban.
3. Sunan Derajat, nama aslinya Raden Qosim sementara nama gelarnya adalah Syarifuddin
merupakan putra dari Sunan Ampel. Sunan Bonang lahir di Ampel tahun 1467 M dan
wafat pada pertengahan abad ke-16. Pemakamannya ada di kabupaten Gresik.
4. Sunan Gresik, nama aslinya Maulana Malik Ibrahim, lahir di Uzbekistan dan wafat di
Kabupaten Gresik tahun 1419 M.
5. Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan wafat pada
tahun 1506 M. Pemakamannya ada di Gresik.
6. Sunan Kalijaga, nama aslinya Raden Mas Said, lahir pada tahun 1450 dan wafat pada
sekitar abad ke-15 M. Pemakamannya ada di Demak.
7. Sunan Kudus, nama aslinya Ja’far Shadiq, lahir tahun 1400 M dan wafat tahun 1550 M.
Pemakamannya ada di Kudus.
8. Sunan Muria, nama asinya adalah Raden Umar said, merupakan putra dari Sunan Kalijaga.
Pemakamannya ada di desa Celo, kecamatan Dawe, Kudus.
9. Sunan Gunung Jati, nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah, lahir tahun 1448 M dan wafat
tahun 1568. Pemakamannya ada di Cirebon, Jawa Barat.

Disamping peranan Wali Songo, ada beberapa kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Jawa yang
juga memiliki peranan penting dalam perkembangan agama Islam. Seperti kerajaan Demak
(1500 M), Kesultanan Pajang (1568-1586 M), Kerajaan Mataram (1582 M), Kerajaan Cirebon
(abad ke-15 dan ke-16 M), Kerajaan Banten (1526-1813 M).

2. Pulau Sumatera

Islam masuk ke Sumatra pada abad ke-7 Masehi, yang pada waktu itu di Sumatra telah berdiri
kerajaan Budha di Sriwijaya (683-1030 M) yang menjadikan Islam masuk ke daerah itu sedikit
mengalami kesulitan, dan pada waktu itu kerajaan Sriwijaya mendapat serbuan dari India, maka
kesempatan itu digunakan untuk menyebarkan Islam bagi daerah-daerah.

Kerajaan kerajaan islam juga sangat berperan penting dalam masuknya islam di pulau Sumatra .
adapun kerajan islam di Sumatra sebagai berikut :

1) Kerajaan samudera pasai


Samudera pasai adalah kerajaan islam pertama di Indonesia . Kerajaan ini berdiri sekitar abad 13
masehi. Pusat kerajaannya terletak di pantai timur Sumatra yang kini telah berada di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Kerajaan ini merupakan kerajaan
islam yang berkembang dengan pesat dan mencakup semua lapisan mulai dari kaum bangsawan
dan para uleebalang ( bangsawan) . Kerajaan ini didirikan oleh merah silu atau yang biasa
disebut sultan malikus saleh sekitar tahun 1285 M . dia diangkat menjadi raja oleh syekh ismail
yaitu seorang mubalig Islam yang berkedudukan di mesir. Dalam pemerintahannya Sultan
malikus saleh dibantu oleh Seri Kaya (Ali khairuddin), Bawa kaya ( Sidi Ali hasanuddin) dan
Fakin Muhammad (mubalig yang berasal dari mesir )pada tahun 1297 Sultan Malikus saleh
wafat dan memberikan warisan yang berupa kepimimpinan kepada putranya malikud dahir.

Sultan Malikud dahir I (Muhammad) menjabat 29 tahun dan akhirnya wafat pada tahun 1326 M
dan memberikan warisan berupa kekuasaan kepada anaknya Sultan malikud dahir II

Sultan Malikud dahir II ( Ahmad bahaim syah ) Raja ini terkenal sangat alim dan rajin
berdakwah dalam pemerintahannya ia dibantu oleh ulama yang dijadikan hakim yang berasal
dari syiraz (iran). Pada masa ini kerajaan samudera pasai memiliki armada kapal dagang yang
tangguh. Akhirnya pada tahun 1348 ia wafat dan digantikan oleh putranya Zainal abidin

Zainal abidin dijadikan sebagai raja diusainya yang muda , sehingga dalam menjalankan
kebijakannya banyak dipengaruhi oleh para pembantunnya yang menyebabkan kurang sesuai
dengan kehendak rakyat . Akhirnya pada masa itu kerjaan ini mengalami kemunduran .

Karena mengalami kemunduran hal ini dimanfaatkan oleh kerajaan majapahit dan kerajaan siam
. 2 kerajaan tsb. Menyerang dan menyandera Zenal abidin dan akhirnya setelah 58 tahun
berkuasa Zaenal abiding pun wafat. Lama kelamaan karena tidak ada yang mampu lagi
mengangkat kerjaan pasai kerajaan ini menjadi kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan
kerajaan lain.

2) Kerajaan Malaka

Menurut sejarah kerajaan ini didirikan oleh seorang bangsawan yang masih keturunan Majapahit
yang bernama Paramisora. Setelah beliau masuk islam dan menjadikan agama Islam sebagai
agama kerajaan beliau menggunakan nama dengan gelar Sultan Muhammad syah. Dan mulai
saat itu Malaka menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara dan pusat penyebaran Islam. Dari
Malaka Islam berkembang di kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Brunai dan Filifina
Selatan (Mindanao).

3) Kerajaan Aceh
Kerajaan ini merupakan kerajaan yang menjadi pusat pengembangan islam di melayu. Kerajaan
aceh ini juga sering berperang dengan portugis karena ingin mencegah berkembangnya agama
kristiani di melayu. Kerjaan ini juga sebagai pendidikan islam yang akhirnya memunculkan
golongan golongan ulama dan ilmuwan seperti , Hamzah fansuri Nuruddin alraniri dll. Raja
pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah , kerajaan ini berhasil memperluas kekuasaan dan
menyatukan kerjaan kerajaan yang ada disekitarnya . setelah sultan ali mughayat syah wafat
pemerintahan dipimipin oleh Sultan salahudin keadaan aceh pada saat itu sangat lemah dan
cenderung memberikan peluang untuk bekerja sama dengan portugis , akhirnya salahudin
dijatuhkan Adapun masa kejayaan Kerajaan aceh yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607 – 1636 M). Hampir dua pertiga Pulau Sumatera menjadi wilayah Aceh.
Pada masa ini juga hidup seorang ulama besar yang bernama Nurudin Ar-Raniry, beliau
mengarang sebuah buku sastra yang bernilain tinggi dengan judul “Bustanus Salatina” (taman
raja-raja). Buku ini terdiri atas tujuh jilid berisikan sejarah Tanah Aceh dalam hubungannya
dengan sejarah Islam.

4) Kerajaan Perlak

Sultan Perlak adalah Sultan Alaidin Sayid Mauana Abdul Aziz Syah. Ia dilantik pada tanggal 1
Muharram tahun 225 H. Dan masih banyak kerajaan yang lain di Sumatera yang bercorak islam
dan menggambarkan begitu pesatnya perkembangan islam di sana.

3. Pulau Kalimantan

Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang
terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala
itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu. Jalur pertama yang membawa Islam masuk
ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan
Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar.
Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.

Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari
Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak
berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang
akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya
adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.

Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum
terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan
negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh
Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang
diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha.

Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan.
Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam
mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan
lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan
lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai
dasar dan agama resmi kerajaan.

Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu
terjadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya
Ulama-ulama Urang Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan
rujukan di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad
Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebar-luasan Islam di wilayah pedalaman
Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan
me-nyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan
penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.

Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan
Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim
di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke
Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite
di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada
sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi
gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan
Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.

Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk.
Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu.

Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan
kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari
sekadar pengucapan dua kalimah syahadat.

Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad
Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara
intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan
terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih
lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan
baru di Kalimantan Selatan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari makassar yang bernama
Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat islam berkembang di Kutai,
termasuk raja mahkota memeluk islam. Kemudian pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-
daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan
(Kalimantan Barat) telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat telah
memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana adalah orang Arab islam
yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk islam adalah Panembahan Giri
Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin (1677).

4. Pulau Sulawesi

Kronologi dan perkembangan Islam di Sulawesi masih membutuhkan pengkajian yang


mendalam agar sejarahnya lebih objektif. Kehadiran budaya Islam pertama kali di kerajaan
Gowa jauh sebelum diterimanya agama Islam sebagai agama resmi kerajaan. Agama Islam
dibawa oleh para pedagang muslim dari Arab, Parsia, India, Cina, dan Melayu ke Ibu Kota
kerajaan Gowa, Sumba Opu.

Agama Islam masuk ke Sulawesi sejak abad ke-16, sejak masa kekuasaan Sombayya Ri Gowa I
Mangngarrangi Daeng Mangrabia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin Awalul Islam raja Gowa
ke-14. tetapi baru mengalami perkembangan pesat pada abad ke-17 setelah raja-raja Gowa dan
Tallo menyatakan diri masuk Islam.

Islam dinyatakan resmi sebagai agama kerajaan Gowa pada tanggal 9 Jumadil Awal 1051 H / 20
September 1605 M. Raja Gowa yang pertama masuk Islam ialah Daeng Manrabia yang berganti
nama Sultan Alauddin Awwalul Islam, sedang Raja Tallo yang pertama masuk Islam bergelar
Sultan Abdullah. Di antara para mubaligh yang banyak berjasa dalam menyebarkan dan
mengembangkan agama Islam di Sulawesi, yaitu Katib Tunggal, Datuk Ri Bandang, Datuk
Patimang, Datuk Ri Tiro, dan Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Samalaka.

Dakwah Islamiyah di Sulawesi berkembang terus sampai ke daerah kerajaan Bugis, Wajo,
Sopeng, Sindenreng, dan lain-lain. Suku Bugis yang terkenal berani, jujur dan suka berterus
terang, semula sulit menerima agama Islam. Namun berkat kesungguhan dan keuletan para
mubaligh, secara berangsur-angsur mereka menjadi penganut Islam yang setia

5. Pulau Papua

Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang di
antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu mengenai tempat asal kedatangan Islam, para
pembawanya, dan waktu kedatangannya.

Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam
di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua
juga masih terjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja
di Raja Ampat-Sorong, Fak-Fak, Kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, di antara mereka saling
mengklaim bahwa Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi
lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.

Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya memperoleh
warna baru. Islam mengisi suatu aspek budaya mereka, karena sasaran pertama Islam hanya
tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid saja. Oleh karena itu, pada masa dahulu,
perkembangan Islam sangatlah lamban selain disebabkan pada saat itu tidak ada generasi penerus
untuk terus mengeksiskan Islam di pulau Papua, dan mereka pun tidak memiliki wadah yang bisa
menampungnya. Selain itu para raja di Maluku, Fak-fak, dan Kaimana masih membatasi
peredaran agama Islam karena jangkauan saat itu masih susah dicapai.

Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak berintegrasi
dengan Indonesia. Pada saat ini, mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau
individu-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari luar Papua yang telah
mendorong proses penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula
organisasi keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan
pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.

e) Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang ada sebelum adanya pemerintahan


Indonesia :

1. Kerajaan Perlak (840-1292)

Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang terletak
di Peureulak, Aceh Timur pada 840-1292 Masehi. Perlak merupakan wilayah yang dikenal
memproduksi kayu perlak yang merupakan bahan baku pembuatan kapal. Tak heran, Perlak
ramai dikunjungi pedagang Gujarat, Arab, dan Persia, sehingga komunitas Islam di wilayah ini
berkembang pesat. Proses asimilasi dari hasil kawin campur pedagang Muslim dengan wanita
pribumi banyak terjadi pada masa itu. Kerajaan Perlak berlangsung cukup lama. Raja pertama
Kerajaan Perlak bernama Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah. Kemudian raja terakhir
Muhammad Amir Syah mengawinkan putrinya dengan Malik Saleh. Malik Saleh inilah cikal
bakal yang mendirikan Kerajaan Samudra Pasai. Bukti sejarah yang memperkuat Kerajaan
Perlak yakni makam salah satu Raja Benoa--negara bagian Kesultanan Perlak--yang terletak di
pinggir Sungai Trenggulon. Diyakini, batu nisan pada makam tersebut dibuat pada abad ke-11 M
2.Kerajaan Ternate (1257)

Kerajaan Gapi atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara. Kerajaan
yang didirikan oleh Sultan Marhum pada 1257 ini juga merupakan salah satu kerajaan Islam
tertua di Indonesia. Kerajaan Ternate berkembang paling masif dibanding kerajaan di Maluku
lainnya lantaran sumber rempah-rempah yang begitu besar dan militer yang kuat. Saat itu,
banyak saudagar yang datang untuk melakukan perdagangan di Kerajaan Ternate, di samping
menyiarkan agama Islam. Setelah Sultan Mahrum wafat, diteruskan oleh Sultan Harun dan
kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya. Usai Sultan Baabulah meninggal
pada 1583, tampuk kekuasaan dialihkan pada putranya, Sahid Barkat.Sejarah peradaban
Kerajaan Ternate yakni Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan Ternate, Makam Sultan
Baabullah, dan Benteng Tolukko.

3. Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521)

Kerajaan Samudra Pasai merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia yang didirikan
oleh Meurah Silu atau lebih dikenal sebagai Sultan Malik al-Saleh pada 1267. Kerajaan yang
terletak di Aceh Utara Kabupaten Lhokseumawe ini diketahui merupakan gabungan dari
Kerajaan Pase dan Peurlak yang ada sebelumnya. Cukup banyak bukti arkeologis yang
menunjukkan keberadaan Kerajaan Samudera Pasai. Antara lain makam raja-raja Pasai di
kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat pusat kerajaan Samudera, sekitar 17
km sebelah timur Lhokseumawe. Pada masa kejayaan, Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan dengan komoditas utamanya lada. Banyak saudagar dari berbagai penjuru
negeriyang datang berniaga, sebut saja dari India, Siam, Arab, Persia, hingga Tiongkok. Jejak
peninggalan lain yakni ditemukannya dirham atau mata uang emas murni. Pada masa
pemerintahan Sultan Malik At-Tahir, Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan dirham sebagai
alat tukar secara resmi.Kerajaan ini runtuh pada 1521 akibat perebutan kekuasaan, perang
saudara, dan diserang Portugis.

4. Kerajaan Gowa (1300-1945)

Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang berkembang pesat di Sulawesi Selatan karena letaknya
yang berada di tengah jalur pelayaran yang strategis. Di wilayah ini mayoritas dihuni oleh
masyarakat suku Makassar. Kerajaan Gowa kemudian mencapai puncak kejayaannya bersama
Tallo menghegemoni perdagangan dan militer di timur Nusantara. Usai Gowa mengadopsi Islam
sebagai agama resmi pada awal 1600-an, kerajaan kembar ini kemudian mendirikan Kerajaan
Islam Makassar dengan raja pertamanya Sultan Alauddin. Kerajaan Islam Makassar ini gemar
menyebarkan dakwah Islam. Masa puncak kejayaan Kerajaan Islam Makassar ini ialah pada saat
pemerintahan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin adalah cucu dari Sultan Alauddin.Tinggal
di wilayah maritim membuat sebagian besar masyarakat Gowa bermata pencaharian sebagai
nelayan dan pedagang. Masyarakat Gowa juga dikenal sebagai pembuat kapal Pinisi dan Lombo,
yang hingga kini terkenal hingga mancanegara. Beberapa peninggalan Kerajaan Gowa masih ada
yang utuh hingga saat ini dan menjelma menjadi tempat wisata yang dilindungi, seperti Masjid
Tua Katangka, Istana Tamalate, Museum Balla Lompoa, Benteng Ford Rotterdam, dan Benteng
Somba Opu.

5. Kesultanan Malaka (1405-1511)

Kesultanan Malaka atau Melaka merupakan kerajaan Islam Melayu yang terletak di tanah
Malaka. Kerajaan ini pertama kali didirikan oleh Parameswara pada 1405. Kesultanan Malaka
terkenal sebagai penguasa jalur pelayaran dan perdagangan di selat Malaka sekitar abad 15.
Mulanya, masyarakat Malaka belum memeluk Islam. Namun seiring perkembangan Islam
menjadi bagian dari Kerajaan Malaka yang ditandai oleh gelar sultan yang disandang oleh
penguasa Malaka pada 1455.Sultan Mahmud Syah adalah raja kedelapan sekaligus yang terakhir
dari Kesultanan Malaka. Pemerintahannya berakhir akibat serangan Portugis pada 1511.Mahmud
Syah sempat memindahkan ibu kotanya ke Bintan, namun kembali diluluhlantakkan Portugis.
Peristiwa inilah yang menjadi awal mula invasi militer Eropa ke Nusantara.Peninggalan
Kerajaan Malaka yang masih berdiri sampai sekarang antara lain Masjid Raya Baiturrahman
Aceh, dan Masjid Agung Deli.
6. Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677)

Kerajaan Cirebon adalah salah satu kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia. Kerajaan
Cirebon atau Kasultanan Cirebon adalah Kasultanan Islam yang cukup besar di Jawa Barat pada
abad 15-16 Masehi. Lokasinya yang berada di pantai utara Pulau Jawa menjadikan Kerajaan
Cirebon sebagai jalur perdagangan dan pelayaran yang penting.Dari sinilah Cirebon tumbuh
menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.Kasultanan Cirebon pertama kali didirikan
pada 1430 oleh Pangeran Walangsungsang yang dinobatkan sebagai Sultan Cirebon I. Kemudian
pada 1479 Sultan Cirebon I menyerahkan jabatan dan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati
yang tidak lain ada keponakannya sendiri dan menjabat sebagai Sultan Cirebon II. Sultan atau
penguasa Kerajaan Cirebon selanjutnya adalah Sultan Abdul Karim yang merupakan penguasa
Kasultanan Cirebon terakhir sebelum terbagi menjadi dua yaitu kesultanan Kasepuhan dan
kesultanan Kanoman. Peninggalan Kerajaan Cirebon yang paling terkenal yakni Keraton
Kasepuhan Cirebon, Keraton Keprabon, Patung Harimau Putih, Bangunan Mande, dan Kereta
Kasepuhan Singa Barong, dan Mangkok Kayu Berukir

7. Kerajaan Demak (1478-1554)

Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir Pulau Jawa.
Kerajaan yang berdiri pada 1478 ini dipimpin oleh Raden Patah. Kerajaan Demak merupakan
pelopor penyebaran agama Islam di Nusantara lantaran dukungan para Wali Songo.Kemunculan
Kerajaan Demak terjadi pada masa kemunduran Kerajaan Majapahit. Beberapa wilayah
kekuasaan Majapahit memisahkan diri.Kerajaan ini tercatat memiliki 5 raja tersohor yang pernah
berkuasa, seperti Raden Fatah, Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawata, dan Arya
Penangsang. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Demak ini tak tersaingi.Kemunduran Kerajaan
Demak dipicu oleh perang saudara antara Pangeran Surowiyoto dan Trenggono yang berujung
saling bunuh untuk merebut takhta.Kemudian pada 1554, Kerajaan Demak runtuh akibat
pemberontakan Jaka Tingkir yang berhasil mengalihkan pusat kekuasaan ke daerah Pajang dan
mendirikan Kerajaan Pajang.

8. Kerajaan Islam Banten (1526-1813)


Kerajaan Banten pernah berjaya di tanah Pasundan, Banten pada 1526. Sultan pertama Kerajaan
Banten adalah Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan Gunung
Jati.Pemimpin yang paling terkenal di Kesultanan Banten adalah Sultan Agung Tirtayasa. Di
bawah kekuasaannya, ia banyak memimpin perlawanan terhadap Belanda lantaran VOC
menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Islam
menjadi pilar bagi Kesultanan Banten dan menempatkan ulama sebagai peranan penting dalam
kehidupan masyarakat.Inilah yang membuat tarekat dan tasawuf berkembang di Banten. Tradisi
lain yang dipengaruhi perkembangan Islam juga dapat terlihat pada seni bela diri
debus.Runtuhnya Kesultanan Banten salah satunya diakibatkan oleh perang saudara. Anak dari
Sultan Ageng Tirtayasa, yakni Sultan Haji, berusaha merebut kekuasaan dari tangan sang ayah.

9. Kerajaan Pajang (1568-1586)

Kerajaan Pajang berdiri sebagai kelanjutan Kerajaan Demak usai mengalami keruntuhan.
Kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah ini didirikan oleh Sultan Hadiwijaya atau dikenal
sebagai Jaka Tingkir yang berasal lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir merupakan menantu
Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang. Usai merebut kekusaan Demak dari Aria
Penangsang, seluruh kekuasaan dan benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Jaka Tingkir
mendapat gelar Sultan Hadiwijaya dan sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Pajang. Islam
yang semula berpusat di pesisir utara Jawa (Demak) dipindahkan ke pedalaman membawa
pengaruh yang besar dalam penyebarannya. Semasa pemerintahannya, politik dan agama Islam
mengalami perkembangan. Kemudian Jaka Tingkir melakukan ekspansi ke timur hingga Madiun
tepatnya di tepi aliran sungai Bengaawan Solo. Pada tahun 1554 Jaka Tingkir mampu menduduki
Blora dan Kediri pada 1577. Bekas peninggalan Kerajaan Panjang yang masih ada antara lain
Masjid dan Pasar Laweyan, Makam Sultan Hadiwijaya, dan kompleks makam pejabat Panjang.
10. Kerajaan Mataram Islam (1588-1680)

Kerajaan Mataram Islam berpusat di Kotagede Yogyakarta pada 1588. Kerajaan ini dipimpin oleh
dinasti yang mengaku sebagai keturunan Majapahit, yakni keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng
Pemanahan. Awal mula Kerajaan Mataram Islam adalah dari Kadipaten yang berada di bawah Kesultanan
Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok. Kemudian diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah
atas jasa yang diberikannya. Raja pertama adalah Raden Mas Sutawijaya atau Penembahan Senapati yang
tak lain adalah putra Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan Islam Mataram mengalami masa kejayaan pada
masa pemeritahan Mas Rangsang atau Sultan Agung. Ia berhasil melakukan ekspansi dan menguasai
hampir seluruh wilayah di tanah Jawa. Ia juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bersama
Kesultanan Banten dan Cirebon. Kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan usai konflik politik
dan mengakibatkan pembagian wilayah kekuasaan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan
Surakarta yang tertuang dalam Perjanjian Giyanti. Peninggalan kerajaan yang hingga kini masih dapat
dijumpai adalah Masjid Agung Gedhe Kauman, Masjid Kotagede, Masjid Pathok Negara Sulthoni
Plosokuning, Masjid Agung Surakarta, dan Masjid Al Fatih Kepatihan Solo, batas administrasi wilayah,
dan aksara Jawa Hanacaraka.Itulah 10 kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia yang juga banyak
memiliki benda dan situs yang ditinggalkan. Peninggalan bersejarah harus terus dilindungi serta
dilestarikan sebagai salah satu wujud identitas bangsa.

KEGIATAN BELAJAR 2

a. Mencari informasi lengkap tentang kerajaan-kerajaan tersebut.

b. Bukti-bukti yang menyatakan adanya kerajaan-kerajaannya.

BTP halaman 196-197

1) Kesultanan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam (bahasa Aceh: Keurajeuën Acèh Darussalam; Jawoë: ‫ﻛﺎورﺟﺎون_ اﭼﯿﮫ‬
‫ )داراﻟﺴﻼم‬merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan
Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam dengan sultan
pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H
atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme
bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat
pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Awal mula
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini
berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah
kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai
sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama
Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan
Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1571
Masa Kejayaan

Kesultanan Aceh pada masa kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda
Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan oleh
orangkaya atau hulubalang. Hikayat Aceh menuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya
Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam
membagi-bagikan harta kerajaan pada pengikutnya.
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan
Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh
menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah
kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas
Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang
sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.[4]
Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda)
didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul
Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim
II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi
kekuasaan Aceh.
Masa Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya
kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan
penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta
kesultanan.
Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng
Bata (kanan). Sekitar
Kemunduran tahunAceh
Kesultanan 1870-an
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara
pewaris tahta kesultanan.

Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng
Bata (kanan). Sekitar tahun 1870-an

Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan
Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824), seorang keturunan Sultan yang
terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi
Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay
Huan, seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Prancis, Inggris dan
Spanyol) dikembalikan. Tak habis sampai disitu, perang saudara kembali terjadi dalam perebutan
kekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah
(1857-1870).
Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh.
Dia berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor upeti ke sultan, hal yang sebelumnya tak
mampu dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan wilayah timur, sultan mengirimkan
armada pada tahun 1854 dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan kekuatan 200 perahu.
Ekspedisi ini untuk meyakinkan kekuasaan Aceh terhadap Deli, Langkat dan Serdang. Namun
naas, tahun 1865 Aceh angkat kaki dari daerah itu dengan ditaklukkannya benteng Pulau Kampai.
Sultan juga berusaha membentuk persekutuan dengan pihak luar sebagai usaha untuk membendung
agresi Belanda. Dikirimkannya utusan kembali ke Istanbul sebagai pemertegas status Aceh sebagai
vassal Turki Utsmaniyah serta mengirimkan sejumlah dana bantuan untuk Perang Krimea. Sebagai
balasan, Sultan Abdul Majid I mengirimkan beberapa alat tempur untuk Aceh. Tak hanya dengan
Turki, sultan juga berusaha membentuk aliansi dengan Prancis dengan mengirim surat kepada
Raja Prancis Louis Philippe I dan Presiden Republik Prancis ke II (1849). Namun permohonan ini tidak
ditanggapi dengan serius.
Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk
kekuasaan. Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpin oleh Teuku Paya Bakong dan
Habib Abdurrahman Az-zahier untuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali ke ibu kota,
Habib bersaing dengan seorang India Teuku Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk
menancapkan pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat cenderung mendukung Habib
namun sultan justru melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol dengan Belanda ketika
berunding di Riau.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatra, dimana disebutkan
dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan
Belanda di bagian manapun di Sumatra. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh
dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri
Belanda maupun Batavia. Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan ditugaskan untuk mencari
bantuan ke sekutu lama Turki. Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki saat itu baru
saja berperang dengan Rusia di Krimea. Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Prancis hingga
Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang untuk meraih simpati Inggris juga
tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan diri menyerang ibu kota. Maret
1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi Belanda Aceh.
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret
1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, tetapi tidak berhasil merebut wilayah yang
besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, tetapi lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893,
pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Pada Januari tahun 1903 Sultan Muhammad Daud Syah akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda
setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Panglima
Polem Muhammad Daud, Tuanku Raja Keumala, dan Tuanku Mahmud menyusul pada tahun yang
sama pada bulan September. Perjuangan di lanjutkan oleh ulama keturunan Tgk. Chik di Tiro dan
berakhir ketika Tgk. Mahyidin di Tiro atau lebih dikenal Teungku Mayed tewas 1910 di Gunung
Halimun.
Restorasi
Dengan dibuangnya Sultan Muhammad Daudsyah ke Ambon (kemudian ke Batavia) pada tahun 1907
maka menandakan berakhirnya Kesultanan Aceh, yang telah dibina berabad-abad lamanya. Di akhir
tahun 1930-an, berkembang gagasan untuk menghidupkan monarki dengan memulangkan Tuanku
Muhammad Daudsyah ke Kutaraja. Belanda tidak menentang secara terbuka gagasan restorasi monarki
namun menolak Tuanku Muhammad Daudsyah untuk duduk di singgasana kembali. Sikap Belanda
yang demikian membuat pendukung gagasan tersebut mengusulkan Tuanku Mahmud (mantan anggota
volksraad dan pegawai pribumi aceh tertinggi di administrasi Belanda di Aceh) sebagai calon Sultan.

Pemerintah

Sultan Aceh atau Sultanah Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh. Sultan awalnya
berkedudukan di Gampông Pande, Bandar Aceh Darussalam kemudian pindah ke Dalam Darud Dunia
di daerah sekitar pendopo Gubernur Aceh sekarang. Dari awal hingga tahun 1873 ibu kota berada tetap
di Bandar Aceh Darussalam, yang selanjutnya akibat Perang dengan Belanda pindah ke Keumala,
sebuah daerah di pedalaman Pidie.
Lambang kekuasaan tertinggi yang dipegang Sultan dilambangkan dengan dua cara yaitu keris dan cap.
Tanpa keris tidak ada pegawai yang dapat mengaku bertugas melaksanakan perintah Sultan. Tanpa cap
tidak ada peraturan yang mempunyai kekuatan hukum.
Perangkat Pemerintahan
Perangkat pemerintahan Sultan kadang mengalami perbedaan tiap masanya. Berikut adalah badan
pemerintahan masa Sultanah di Aceh:
 Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Sultan sendiri, yang aggotanya terdiri dari
Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. Lembaga ini bertugas membuat rencana dan penelitian.

 Balai Majlis Mahkamah Rakyat, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Kadli Malikul Adil, yang
beranggotakan tujuh puluh tiga orang; kira-kira semacam Dewan Perwakilan Rakyat sekarang.
 Balai Gading, yaitu Lembaga yang dipimpin Wazir Mu'adhdham Orang Kaya Laksamana Seri
Perdana Menteri; kira-kira Dewan Menteri atau Kabinet kalau sekarang, termasuk sembilan
anggota Majlis Mahkamah Rakyat yang diangkat.
 Balai Furdhah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal ekonomi, yang dipimpin oleh seorang
wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka; kira-kira Departemen Perdagangan.
 Balai Laksamana, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang, yang dipimpin oleh
seorang wazir yang bergelar Laksamana Amirul Harb; kira-kira Departemen Pertahanan.
 Balai Majlis Mahkamah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal kehakiman/pengadilan, yang
dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan; kira-kira Departemen
Kehakiman.
 Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan perbendaharaan negara,
yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang Kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir
Dirham; kira-kira Departemen Keuangan.
Selain itu terdapat berbagai pejabat tinggi Kesultanan di antaranya

 Syahbandar, mengurus masalah perdagangan di pelabuhan


 Teuku Kadhi Malikul Adil, semacam hakim tinggi.
 Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus segala Hulubalang; kira- kira
Menteri Dalam Negeri.
 Wazir Seri Maharaja Gurah, yaitu pejabat yang mengurus urusan hasil-hasil dan pengembangan
hutan; kira-kira Menteri Kehutanan.
 Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus urusan sekretariat negara termasuk
penulis resmi surat kesultanan, dengan gelar lengkapnya Wazir Rama Setia Kerukoen Katibul
Muluk; kira-kira Sekretaris Negara.
Ulèëbalang & Pembagian Wilayah

Keramik dari Fujian pada masa Dinasti Ming, Cina yang dihadiahkan untuk Kesultanan Aceh

pada abad ke-17


M
Artikel utama: Ulèëbalang
Pada waktu Kerajaan Aceh sudah ada beberapa kerajaan seperti Peureulak, Pasée, Pidie, Teunom,
Daya, dan lain-lain yang sudah berdiri. Disamping kerajaan ini terdapat daerah bebas lain yang
diperintah oleh raja-raja kecil. Pada masa Sultan Iskandar Muda semua daerah tersebut diintegrasikan
dengan Kesultanan Aceh dan diberi nama Nanggroe, disamakan dengan tiga daerah inti Kesultanan
yang disebut Aceh Besar. Setiap daerah dipimpin oleh Ulèëbalang. Pada masa Sultanah Zakiatuddin
Inayat Syah (1088 - 1098 H = 1678 - 1688 M) dengan Kadi Malikul Adil (Mufti Agung) Tgk. Syaikh
Abdurrauf As-Sinkily dilakukan reformasi pembagian wilayah. Kerajaan Aceh dibagi tiga federasi dan
daerah otonom.
Dalam setiap Sagoe terdapat Gampong. Setiap gampong memiliki sebuah Meunasah. Kemudian
gampong itu membentuk Mukim yang terdapat satu Masjid untuk melakukan shalat jumat sesuai
mazhab Syafi'ie. Kecuali dari 3 wilayah Sagoe ini, semua daerah memiliki hak otonom yang luas.

Perekonomian
Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:

1. Minyak tanah dari Deli,


2. Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,
3. Kapur dari Singkil,
4. Kapur Barus dan menyan dari Barus.
5. Emas di pantai barat,
6. Sutera di Banda Aceh.
Selain itu di ibu kota juga banyak terdapat pandai emas, tembaga, dan suasa yang mengolah barang
mentah menjadi barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung beras bagi kesultanan.Namun di
antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalah lada.
Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai
1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke Penang, senilai $1 juta diangkut
oleh pedagang Amerika dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India,
Prancis, dan Arab. Pusat lada terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom, dan Meulaboh.
Kebudayaan
Tidak terlalu banyak peninggalan bangunan zaman Kesultanan yang tersisa di Aceh. Istana Dalam
Darud Donya telah terbakar pada masa perang Aceh - Belanda. Kini, bagian inti dari Istana Dalam
Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh telah berubah menjadi Pendapa
Gubernur Aceh dan "asrama keraton" TNI AD. Perlu dicatat bahwa pada masa Kesultanan
bangunan batu dilarang karena ditakutkan akan menjadi benteng melawan Sultan. Selain itu,
Masjid Raya Baiturrahman saat ini bukanlah arsitektur yang sebenarnya dikarenakan yang asli
telah terbakar pada masa Perang Aceh - Belanda. Peninggalan arsitektur pada masa kesultanan
yang masih bisa dilihat sampai saat ini antara lain Benteng Indra Patra, Masjid Tua Indrapuri,
Komplek Kandang XII (Komplek Pemakaman Keluarga Kesultanan Aceh), Pinto Khop, Leusong
dan Gunongan dipusat Kota Banda Aceh. Taman Ghairah yang disebut Ar Raniry dalam Bustanus
Salatin sudah tidak berjejak lagi.[4]
Kesusateraan
Sebagaimana daerah lain di Sumatra, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam bentuk
hikayat. Hikayat yang terkenal di antaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang berceritakan
tokoh heroik Malem Dagang berlatar penyerbuan Malaka oleh angkatan laut Aceh. Ada lagi yang
lain yaitu Hikayat Malem Diwa, Hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman,
Hikayat Pocut Muhammad, Hikayat Prang Gompeuni, Hikayat Habib Hadat, Kisah Abdullah Hadat
dan Hikayat Prang Sabi.
Salah satu karya kesusateraan yang paling terkenal adalah Bustanus Salatin (Taman Para Sultan)
karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry disamping Tajus Salatin (1603), Sulalatus Salatin (1612), dan
Hikayat Aceh (1606-1636). Selain Ar-Raniry terdapat pula penyair Aceh yang agung yaitu Hamzah
Fansuri dengan karyanya antara lain Asrar al-Arifin (Rahasia Orang yang Bijaksana), Syarab al-
Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berahi), Zinat al- Muwahhidin (Perhiasan Sekalian Orang
yang Mengesakan), Syair Si Burung Pingai, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir, Syair
Dagang dan Syair Perahu.
Karya Agama
Para ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang keagamaan yang dipakai luas di Asia
Tenggara. Syaikh Abdurrauf menerbitkan terjemahan dari Tafsir Alqur'an Anwaarut Tanzil wa
Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al Baidlawy ke dalam
bahasa jawi.
Kemudian ada Syaikh Daud Rumy menerbitkan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi
yang menjadi kitab pengantar di dayah sampai sekarang. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry setidaknya
menulis 27 kitab dalam bahasa melayu dan arab. Yang paling terkenal adalah Sirath al-
Mustaqim, kitab fiqih pertama terlengkap dalam bahasa melayu.[11]
Militer
Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa teknisi dan pembuat senjata ke
Aceh. Selanjutnya Aceh kemudian menyerap kemampuan ini dan mampu memproduksi meriam
sendiri dari kuningan.

2) Kerajaan Demak

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan Demak
menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa di bawah kepemimpinan raja pertamanya.
Kerajaan Demak berdiri pada awal abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit.

Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah. Raden Patah adalah putra Raja Majapahit dan istrinya
yang berasal dari China dan menjadi mualaf, seperti dikutip dari buku Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di
Indonesia oleh Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM.

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-
15 di Demak. Demak sebelumnya menjadi kadipaten yang tunduk pada Majapahit (yang saat itu sudah
mengalami kemunduran) untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri pada perempat akhir abad ke-
15. Menurut cerita tradisional Jawa, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit yang
terakhir dan seorang putri raja dari negeri Tiongkok. Setelah runtuhnya Majapahit, Wali Songo
menempatkan Raden Patah sebuah pemerintahan dan memberinya gelar Panembahan Jimbun.
Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran ketika Trenggana
terbunuh dalam perang melawan Panarukan pada tahun 1546. Sunan Prawoto kemudian naik takhta
menggantikannya, tetapi dibunuh pada tahun 1547 oleh suruhan Arya Panangsang, Adipati Jipang
yang ingin menjadi raja Demak. Perang perebutan takhta segera terjadi dan berakhir dengan
dibunuhnya Arya Penangsang oleh Joko Tingkir, Adipati Pajang saat itu, sebagai hukuman. Joko
Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang, dimana ia mendirikan kerajaan baru di
tempatnya yang bernama Kesultanan Pajang.

Pembentukan
Asal usul Demak tidak diketahui dengan pasti meskipun tampaknya didirikan oleh kemungkinan besar
seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po. Kemungkinan besar putranya adalah orang yang oleh
Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki Jim Bun "Raden Patah", dan meninggal sekitar tahun
1518 lalu digantikan oleh Pate Rodim, mungkin dimaksudkan "Badruddin atau "Kamaruddin) yang
dikenal sebagai Pati Unus yang bertakhta sampai tahun 1521, orang Jepara yang menjadi menantu
Raden Fatah. Adik Rodim, yang bernama Trenggana bertakhta dari tahun 1521 sampai 1546.
Sementara pada masa Trenggana sekitar tahun 1527 ekspansi militer Kesultanan Demak berhasil
menundukkan Majapahit.
Berdasarkan Babad Tanah Jawi, pendiri Kesultanan Demak adalah Raden Fatah atau Praba atau Raden
Bagus Kasan atau Hasan, memiliki gelar Jin Bun (gelar Tiongkok), sering disebut juga Senapati Jinbun
atau Panembahan Jinbun bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al-Fatah yang dilahirkan pada tahun
1455 dan wafat tahun 1518, memerintah Kesultanan Demak pada 1475 - 1518.

Ekspedisi
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah
menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak
merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan
armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.

Kemunduran
Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara Pangeran
Surowiyoto]] atau Pangeran Sekar dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran
Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana). Peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat
Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal dengan
sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546
Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana,
sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh
Rungkud pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto. Pangeran Arya
Penangsang adalah Adipati Jipang pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari
Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri,
penguasa Jepara atau Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di
bawah Demak memusuhi Pangeran Arya Penangsang, salah satunya adalah menantu Sultan Trenggono
Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.

Ekonomi
Tomé Pires pada abad ke-16 mencatat bahwa komoditas utama yang menjadi ekspor Demak adalah
beras, rempah-rempah, dan buah-buahan. Tujuan ekspor komoditas tersebut adalah Melaka dan
Maluku yang diangkut dengan jung dan penjajap. Pires juga mencatat bahwa Demak telah menjadi
tempat penimbunan padi yang berasal dari daerah-daerah pertanian di sekitarnya. Peranannya dalam
menjadi pusat kegiatan ekonomi pertanian semakin penting setelah keruntuhan Juwana pada 1513.

Sistem perekonomian Demak juga didukung dengan penggunaan mata uang baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Sebuah Berita Tiongkok dari awal abad ke-15 menyebutkan bahwa mata uang
tembaga dari Tiongkok umum digunakan sebagai mata uang di Jawa. Pires juga mencatat
demikian, dan selain itu mencatat bahwa mata uang Portugis juga dikenal dan disukai oleh orang
Jawa. Terdapat juga mata uang lokal Jawa, yang disebut Pires sebagai tumdaya atau tael.

3) Kesultanan Bone
Kesultanan / Kerajaan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan
kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.
Sejarah Awal
Terbentuknya kerajaan Bone pada awal abad XIV dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang
MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang
menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone
kedua. We Pattanra Wanua, Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka
yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga.Di masanya, kerajaan Bone semakin
luas berkat keberaniannya.

Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang berkedudukan di Cenrana,
muara sungai WalennaE. Terjadi perang antara Arumpone kelima La Tenrisukki dengan Datu Luwu
Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi.
Dinamika politik militer diera itu kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan yaitu Kajao
Laliddong pada Arumpone ketujuh La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan membangun koalisi
dengan tetangganya yaitu Wajo dan Soppeng. Koalisi itu dikenal dengan Perjanjian TellumpoccoE.
Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun Islam diterima
secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo Arumpone keduabelas. Pada masa ini
pula Arumpone mengangkat Arung Pitu atau Ade' Pitue untuk membantu dalam menjalankan
pemerintahan. Sebelumnya yaitu La Tenriruwa telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone
yang disebut Ade' Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan wafat disana. Ketika Islam diterima secara
resmi, maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu
Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.
Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan
paling dominan dijazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung
Palakka Sultan Saadudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La
Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. La Patau Matanna Tikka kemudian menjadi leluhur utama
aristokrat di Sulawesi Selatan.
Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh
Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666 sampai tahun 1814 ketika
Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816
setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte. Setelah perang beberapa kali mulai
tahun 1824, Bone akhir berada di bawah kontrol Belanda pada tahun 1905 yang dikenal dengan
peristiwa Rumpa'na Bone.

Keagamaan
Raja Bone ke-13, La Maddaremmeng (1631-1644) sangat meyakini ajaran Islam dan berusaha
mematuhi semua syariat Islam secara murni. Ia berguru tentang Islam dari Qadi Bone bernama Faqih
Amrullah. Rakyat Kesultanan Bone diwajibkan melaksanakan ajaran Islam secara patuh. Selama masa
kekuasannya, ajaran Islam menyebar dan ditaati oleh penduduk dalam waktu relatif singkat. Salah satu
ketetapan pada masa pemerintahannya adalah larangan perbudakan dan kemerdekaan bagi hamba
sahaya. Tiap budak yang telah merdeka harus diberi upah yang sama seperti pekerja lainnya.

Hubungan luar negeri


Kesultanan Buton
Kesultanan Bone dan Kesultanan Buton telah menjalin hubungan kekerabatan sebelum masa
pemerintahan Raja Bone ke-15. Hubungan kekerabatan ini dikukhkan melalui filosofi pameo yang
menganggap Kerajaan Bone sebagai negeri orang Buton dan Kesultanan Buton sebagai negeri orang
Bone. Para calon raja Bone juga dikirim ke Kesultanan Buton sebagai perwakilan sebelum menjabat
sebagai raja.
Kesultanan Gowa
Kesultanan Bone dan Kesultanan Gowa selalu bertentangan dan saling bermusuhan satu sama lain.
Kedua kesultanan ini memiliki pengaruh kekuasaan yang besar di wilayah Indonesia Timur. Hubungan
keduanya menjadi semakin buruk setelah Hindia Belanda ingin menguasai wilayah Kesultanan Gowa.
Konflik antara kedua kesultanan ini dimulai sejak abad ke-17. Ini ditandai dengan adanya suku Bugis
dan suku Makassar di Bantaeng yang menjadi garis perbatasan. Kesultanan Bone menjadikan Bantaeng
sebagai pintu masuk ke pusat Kesultanan Gowa di Makassar melalui laut.

Keruntuhan
Perlawanan Rakyat Bone terhadap Belanda pada tahun 1905 dikenal dengan nama RUMPA’NA
BONE. Raja Bone ke-31 Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama putranya Abdul Hamid Baso Pagilingi
yang populer dengan nama Petta Ponggawae menunjukkan kepahlawanannya dalam perang Bone
melawan Belanda tahun 1905. Pendaratan tentara Belanda secara besar-besaran beserta peralatan
perang yang sangat lengkap di pantai Timur Kerajaan Bone (ujung Pallette- BajoE-Ujung Pattiro),
disambut dengan pernyataan perang oleh Raja bone tersebut. Tindakan penuh keberanian ini dilakukan
setelah mendapat dukungan penuh dari anggota Hadat Tujuh serta Seluruh pimpinan Laskar Kerajaan
Bone.

4) Kesultanan Kutai Kartanegara


Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura adalah
kerajaan Melayu yang bermula dari kerajaan Hindu pada tahun 1300 di Kutai Lama dan berubah
menjadi kerajaan Islam pada 1575 serta berakhir pada 1960. Ibu kota kerajaan ini pada awalnya berada
di Jaitan Layar sebelum berpindah ke Tepian Batu, kemudian ke Pemarangan- Jembayan hingga
Tepian Pandan. Kerajaan Kutai Kertanegara juga menganeksasi Kerajaan Kutai Martapura pada tahun
1635 sehingga wilayah Kerajaan Kutai Kertanegara bertambah luas dan nama kerajaan pun bertambah
menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara ing Martapura.

Pendirian
Kerajaan Kutai Kertanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang bernama Jaitan Layar atau
Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama
yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kute dalam
Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah taklukan di negara bagian Pulau
Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.

Lambang Kesultanan Kutai Kertanegara dalam versi lain.


Era Kemerdekaan dan Penghapusan Kesultanan

Mahkota emas Sultan Kutai, bagian dari regalia Kesultanan Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur, Indonesia. Diserahkan kepada Museum Nasional Indonesia, Jakarta, pada 1967.

Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dua tahun kemudian, Kesultanan Kutai Kertanegara dengan
status Daerah Swapraja masuk ke dalam Federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah Kesultanan
lainnya seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir dengan membentuk Dewan
Kesultanan. Kemudian pada 27 Desember 1949 masuk dalam Republik Indonesia Serikat.

Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan
daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU Darurat No.3 Th.1953.
Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang "Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat
II di Kalimantan", wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni:

1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibu kota Tenggarong


2. Kotapraja Balikpapan dengan ibu kota Balikpapan
3. Kotapraja Samarinda dengan ibu kota Samarinda

Penghidupan Kembali Kesultanan Kutai Kertanegara


Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais berniat untuk menghidupkan
kembali Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan
dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan
sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya
tradisi Kesultanan Kutai Kertanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur
dalam upaya menarik minat wisatawan
nusantara maupun mancanegara.
Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putera Mahkota Kutai H. Aji
Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI Abdurrahman Wahid di Bina
Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud di atas. Presiden Wahid menyetujui dan merestui
dikembalikannya Kesultanan Kutai Kertanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota
H. Aji Pangeran Praboe.
Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kertanegara, H. Aji Pangeran
Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar
Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P. Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara
baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.

Wilayah kekuasaan kesultanan Kutai


Pada masa kejayaannya hingga tahun 1960, Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Wilayah kekuasaannya hampir meliputi semua wilayah
otonom yang ada di provinsi Kalimantan Timur saat ini kecuali Kabupaten Paser dan
Kabupaten Berau. Wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura diantaranya:

1. Kabupaten Kutai Kartanegara


2. Kabupaten Kutai Barat
3. Kabupaten Mahakam Ulu
4. Kabupaten Kutai Timur
5. Kota Balikpapan
6. Kota Bontang
7. Kota Samarinda
8. Kabupaten Penajam Paser Utara
9. Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser
10.Selat Makassar meliputi wilayah laut kota balikpapan, kota bontang, kabupaten kutai timur
Dengan demikian, luas dari wilayah Kesultanan Kutai Kertanegara hingga tahun 1960 adalah seluas
115.426,03 km2.

5) Kerajaan Waigeo
Sejarah berdirinya Kerajaan Waigeo tidak lepas dari kisah sejarah Kepulauan Raja Ampat.

Menurut cerita rakyat yang beredar, dahulu kala ada seorang wanita yang menemukan tujuh buah telur
yang kemudian dia simpan. Di antara tujuh telur tersebut, empat telur menetas menjadi anak laki-laki
dan satu telur menetas menjadi anak perempuan, sedangkan dua lainnya berubah menjadi hantu dan
batu. Kelima anak tersebut memakai pakaian halus yang konon menjadi ciri khas keturunan raja.
Masing-masing dari mereka diberi nama War, Betani, Mohamad, Dohar, dan Pintolee (perempuan).

Setelah dewasa, keempat pangeran tersebut berpisah dan mendirikan kerajaan masing-masing. War
menjadi Raja di Waigeo, Betani menjadi Raja di Salawati, Dohar menjadi Raja di Misool, dan
mohamad menjadi Raja di Waigama. Sedangkan sang Putri, Pintolee diketahui sedang hamil dan
diletakkan dalam kulit Bia (kerang besar) oleh keempat kakaknya dan dihanyutkan hingga terdampar di
pulau Numfor.

Kesultanan Tidore kemudian mengangkat 4 Raja lokal untuk memimpin di wilayah Waigeo, Misool,
Salawati dan Waigama yang merupakan 4 pulau terbesar di antara gugusan kepulauan tersebut, dari
situlah kemudian nama Raja Ampat disematkan. Kepulauan Raja Ampat karena kepulauan tersebut
memiliki empat orang Raja.

Lokasi, Letak geografis, Peta wilayah

Kerajaan Waigeo terletak di pulau Waigeo atau yang juga sering disebut dengan pulau Amberi atau
Waigiu, Provinsi Papua Barat dengan pusat kekuasaan di Wewayai. Pulau tersebut merupakan salah
satu pulau terbesar dari kepulauan Raja Ampat dan diapit oleh Pulau Halmahera dan Pulau Papua,
luasnya mencapai 3155 km dengan titik tertinggi 1000 mdpl. Letak koordinat pulau ini adalah o°12ˈLU
130°50ˈBT / 0,2°LS 130,833°BT dengan jarak sekitar 65 km dari barat laut pulau Papua.

Kehidupan di Kerajaan Waigeo

1. Kehidupan Politik

Penguasa Kerajaan Waigeo yang paling sering disebut dalam sejarah adalah Gandzun yang berkuasa
pada tahun 1900 – 1918. Sangat sedikit sumber yang membahas tentang politik di kerajaan ini karena
Kerajaan Waigeo masuk dalam wilayah kekuasaan Bacan dari Kesultanan Maluku, maka sistem
pemerintahan yang berlaku adalah tunduk kepada Bacan.

2. Kehidupan Ekonomi

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Kerajaan Waigeo adalah berdagang karena tanah
Papua memiliki kekayaan alam berupa tambang dan rempah yang sejak dulu menjadi incaran para
pedagang.
Sementara di wilayah Ternate dan Tidore, masyarakatnya memiliki sumber mineral dan bahan pangan
yang melimpah sehingga terjalin lah hubungan perdagangan dan politik antara Kerajaan Kepulauan
Raja Ampat dan Kerajaan Ternate Tidore. Sedangkan sistem ekonomi di daerah pesisir Waigeo
didominasi oleh nelayan dan kegiatan bahari lainnya.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Sejak zaman nenek moyang, masyarakat Papua telah terkenal sebagi masyarakat yang memiliki jiwa
sosial tinggi, hingga masyarakat kerajaan Waigeo selalu menjunjung tinggi rasa sosial dengan saling
membantu tanpa membedakan suku, agama, dan ras. Karena kerajaan tersebut termasuk kerajaan Islam
di Papua, maka masyarakatnya juga hidup dengan syariat dan hukum yang berlaku dalam agama islam.

Masuknya Islam di Kerajaan Waigeo

Menurut beberapa literatur sejarah, agama islam sudah mulai masuk ke tanah Papua sejak abad ke
delapan di mana Kerajaan Hindu Majapahit mengalami keruntuhan dan empat tokoh islam mulai
menyebarkan agama islam ke seluruh wilayah Indonesia. Keempat tokoh tersebut adalah Syekh
Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin, dan Syekh Umar.
Riwayat perkembangan islam di Kerajaan Waigeo sendiri tidak lepas dari kondisi peradaban islam
yang berkembang di Kerajaan Maluku karena pada abad ke 15 terjadi perebutan kekuasaan atas
wilayah Kepulauan Raja Ampat oleh dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore.
Setelah berhasil dikuasai oleh Sultan Bacan yang merupakan Kesultanan islam dari Maluku pada masa
pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, namun Thomas Arnold dalam bukunya menyebutkan bahwa
raja Bacan yang pertama kali masuk Islam dan menyebarkannya adalah Zainal Abidin yang
memerintah pada tahun 1521.
Perlahan agama islam mulai menyebar di Kerajaan Waigeo dan menjadi agama resmi di kerajaan
tersebut sehingga Kerajaan Waigeo hingga kini dikenal sebagai salah satu Kerajaan Islam yang
memiliki pengaruh terhadap perkembangan Islam di tanah Papua.

Pengaruh Islam

Pengaruh agama Islam terhadap masyarakat Papua terutama Kerajaan Waigeo dapat dilihat dari
penerapan ajaran Islam yang digunakan sebagai hukum yang berlaku di wilayah Kerajaan.
Perkembangan Islam di wilayah Papua membuat kehidupan sosial masyarakat memiliki warna baru
yang mengisi aspek cultural mereka.

Runtuhnya

Penyebab runtuhnya Kerajaan waigeo dipengaruhi oleh beberapa peristiwa dan konflik. Yang pertama
adalah masuknya Belanda ke wilayah Papua pada abad ke 17, pada saat itu Belanda ingin menguasai
Papua karena kekayaan alamnya yang melimpah sehingga terjadi perlawanan sengit terutama di Papua
barat.
Menurut catatan sejarah, konflik tersebut baru berakhir setelah terjadinya peristiwa Trikora. Untuk
mengusir Belanda, Indonesia mendapatkan bantuan dengan mengerahkan sepuluh kapal tempur dan
kapal perang tercanggih milik Uni Soviet.
Sebab yang kedua adalah adanya konflik agama, walaupun nenek moyang agama Islam telah terlebih
dulu masuk ke Papua, namun dengan adanya pembunuhan dimana-mana, umat islam terpaksa
mengikuti ajaran Nasrani. Paham misionaris dari katolik dan protestan juga telah masuk ke wilayah ini.
Perlahan, tokoh-tokoh Islam mulai kembali menyebarkan ajaran Islam di tanah Papua terutama di
wilayah pesisir pantai. Selain itu, sering terjadi pertentangan antara ajaran agama Islam dengan adat
yang berlaku di masyarakat setempat.

Peninggalan dan Sumber Sejarah

Kerajaan Waigeo menjadi kerajaan islam yang berdiri di tanah Papua, khususnya Kepulauan Raja
Ampat. Setelah keruntuhannya, eksistensi Kerajaan tersebut bisa kita lihat dari peninggalan-
peninggalan yang didominasi oleh bangunan-bangunan Islam seperti masjid. Diantara bukti
peninggalan tersebut adalah masjid Tunasgain di fak Timur, masjid Tubirseram di kabupaten Fakfak,
dan masjid Patimburak di kampung Patimburak.
KEGIATAN BELAJAR 3

a) Data atau bukti otentik tentang strategi dakwah islam di Nusantara

 Politik

Para pendakwah muslim di Jawa atau Nusantara juga memakai jalur politik untuk menyebarkan
ajaran Islam. Sebagai contoh adalah kiprah para Wali Songo yang turut memprakarsai
berdirinya Kesultanan Demak. Pemimpin pertama sekaligus pendiri Kesultanan Demak adalah
Raden Patah yang merupakan pangeran dari Majapahit, kerajaan bercorak Hindu-Buddha
terbesar di Nusantara. Berkat peran Wali Songo, Raden Patah kemudian memeluk Islam dan
merintis didirikannya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Kesultanan
Demak inilah yang pada akhirnya memungkasi riwayat Kerajaan Majapahit. Jika seorang raja
sudah masuk Islam, maka rakyat kerajaan akan berbondong-bondong mengikutinya. Dengan
begitu, dapat dikatakan bahwa Islam juga disebarkan melalui jalur politik.

 Perkawinan

Strategi Dakwah penyebaran islam di Indonesia yang pertama dan paling efektif adalah melalui
perkawinan.Indonesia yang pada saat itu masih lebih dikenal dengan sebutan nusantara
mempunyai wilayah strategis diantara 2 benua dan Samudera sehingga menjadikannya sebagai
jalur perdagangan internasional.Kedatangan para pedagang dari berbagai belahan dunia dan
dimana sebagian dari mereka merupakan pedagang beragama muslim memang mempunyai
status ekonomi yang lebih baik dari masyarakat asli Indonesia pada saat itu.Keinginan merubah
nasib lebih baik menyebabkan banyak Pribumi khususnya pada para wanita untuk menikah
dengan pedagang - pedagang Muslim yang Kaya raya.Namun adanya ketentuan dalam Islam
bahwa perkawinan harus dilaksanakan oleh sesama Muslim maka banyak dari para Istri yang di
islamkan sebelum menikah.Proses Masuk islam yang mudah dan Simple tanpa perlu adanya
upacara adat dan kegiatan lainnya membuat banyak wanita yang tak keberatan beralih agama
menjadi seorang Muslimah.Dengan adanya perkawinan tersebut maka lahirlah keluarga -
keluarga muslim baru yang merupakan keturunan mereka. Bahkan banyak pula para isteri yang
tertarik dan terpikat setelah menjadi seorang Muslim untuk mengajak saudara - saudaranya
untuk memeluk agama Islam.Terlebih banyak diantara keluarga - keluarga Muslim tersebut
yang memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya.Hari - hari berlalu
maka islam pun makin menyebar secara masif di Indonesia sehingga timbul daerah - daerah
dan pusat kekuasaan Islam di Indonesia.Dan perlu digaris bawahi bahwa perkawinan ini tak
hanya terjadi antara saudagar muslim dengan wanita atau rakyat jelata.Sebagian dari wanita itu
bahkan merupakan anak raja atau bangsawan pada masanya. sehingga mempercepat proses
masuknya dan penyebaran islam di Indonesia.Contoh perkawinan antara saudagar / Ulama
Muslim dengan para anak bangsawan adalah seperti perkawinan antara Sunan Gunung Jati
dengan Puteri Kawunganten, Sunan ampel dengan Nyai Manila dan banyak contoh lainnya.
 Perdagangan

Kembali pada alasan dimana wilayah Indonesia yang menjadi jalur perdagangan Dunia, maka
Strategi Dakwah di Indonesia melalui perdagangan menjadi salah satu kegiatan efektif dalam
Islamisasi.Adanya kesibukan dan padatnya jalur lalu lintas perdagangan baik dari eropa,
Amerika, Persia, Australia dan tentunya tak ketinggalan Arab serta India.Kesibukan ini juga
dijadikan strategi dalam penyebaran islam oleh para pedagang tersebut, dimana pada saat itu
aktivitas ini juga diikuti oleh para raja dan bangsawan pada zamannya.Berdasarkan beberapa
sumber dan fakta sejarah yang mencatat adanya pemukiman para pedagang muslim di
sepanjang pesisir pulau jawa.Adanya pemukiman itu juga membuat berdirinya masjid-masjid
sebagai tempat ibadah dan mendatangkan para pedagang pedagang muslim yang baru.Proses
islamisasi makin bertambah cepat dengan adanya kegiatan yang saling menguntungkan antara
pedagang muslim dan penguasa disepanjang pesisir. Hubungan perdagangan yang saling
menguntungkan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau media serta
strategi dakwah. Hal ini tentunya juga tak lepas dari adanya keyakinan bahwa setiap umat
muslim memiliki kewajiban untuk ikut berdakwah menyebarkan agama islam tanpa adanya
paksaan.Kegiatan ini ( perdagangan ) membuat agama Islam semakin menyebar dengan cepat
di Indonesia khususnya Pulau Jawa.

 Pendidikan

Sejarah Masuk dan penyebaran Islam di Indonesia juga tak bisa lepas dari Strategi Dakwah
melalui pendidikan. Masih Minimnya pendidikan penduduk Pribumi saat itu membuat banyak
para ulama untuk memberikan pendidikan dengan mendirikan pesantren dan lembaga
pendidikan lainnya.Pada lembaga pendidikan inilah para ulama memberikan penedekatan dan
pelajaran ilmu islam pada murid dan santri santrinya hingga dapat menyerap dengan baik.\
Dimana setelah lulus dan dianggap mampu maka para santri akan kembali ke kampung asal
untuk mendakwahkan agama islam dan membuat lembaga pendidikan yang sama.Dengan cara
ini Pondok Pesantren berkembang sangat cepat dan menjadi pusat pusat penyebaran agama
islam di daerah - daerah.Dengan adanya lembaga pendidikan pondok pesantren yang tidak
memandang status sosial dan ekonomi membuat banyak masyarakat pribumi yang tertarik dan
memeluk agama islam.Salah satu contoh penyebaran agama islam dengan strategi pendidikan
adalah dibangunnya pesantren ampel denta, pesantren giri yang dibangun oleh sunan giri dan
pesantren lain yang didirikan para ulama.Dengan Strategi dakwah Islam seperti ini, penyebaran
agama islam semakin menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru Nusantara.
 Tasawuf

Tasawuf merupakan strategi yang digunakan oleh para sufi dan guru - guru pengembara dimana
mereka turut menghayati budaya dan kemiskinan yang ada saat itu. Salah satu sifat khas
Strategi dakwah tasawuf adalah dengan mengakomodir budaya dan kearifan lokal di masing
masing wilayah penyebaran Islam.Hal ini menyebabkan ajaran tasawuf sangat disukai dan
menarik para penduduk pribumi untuk memeluk agama Islam.Selain itu Para Sufi, Waliyullah
yang menyebarkan Islam melalui Strategi dakwah Tasawuf biasanya memiliki Karomah dan
keahlian Khusus seperti Menyembuhkan Penyakit, Menurunkan Hujan Dan lain – lain.Strategi
Dakwah di Indonesia Melalui Tasawuf. Strategi Dakwah yang sangat ampuh lainnya dalam
menyebarkan Islam di Indonesia adalah melalui Kesenian.Strategi ini banyak digunakan oleh
Walisongo yaitu ulama atau Waliyullah yang menyebarkan Islam di tanah Jawa.Ada Sunan
Kalijogo dengan karomahnya yang menyebarkan islam menggunakan Strategi dakwah melalui
kesenian Wayang dan ada juga Sunan Bonang yang menggunakan Gamelan hingg terkenal
dengan nama Gamelan Bonang.Dimana setiap dalam pertujukan kesenian tersebut disisipkan
ajaran - ajaran islami seperti Tauhid, Aqidah dan Akhlak.Dan dalam pertujukan kesenian
tersebut para walisongo juga tidak meminta upah dalam bentuk materi.Selain Wayang dan
Gamelan masih ada media lain sebagai bagian daristrategi dakwah yaitu Sini bangunan, Seni
Pahat, Seni Tari dan seni sastra.Sejarah ini juga membuktikan bahwa proses penyebaran dan
dakwah Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai bukan dengan cara kekerasan atau
perang.
 Kesenian

Strategi Dakwah yang sangat ampuh lainnya dalam menyebarkan Islam di Indonesia adalah
melalui Kesenian.Strategi ini banyak digunakan oleh Walisongo yaitu ulama atau Waliyullah
yang menyebarkan Islam di tanah Jawa.Ada Sunan Kalijogo dengan karomahnya yang
menyebarkan islam menggunakan Strategi dakwah melalui kesenian Wayang dan ada juga
Sunan Bonang yang menggunakan Gamelan hingg terkenal dengan nama Gamelan
Bonang.Dimana setiap dalam pertujukan kesenian tersebut disisipkan ajaran - ajaran islami
seperti Tauhid, Aqidah dan Akhlak.Dan dalam pertujukan kesenian tersebut para walisongo
juga tidak meminta upah dalam bentuk materi.Selain Wayang dan Gamelan masih ada media
lain sebagai bagian daristrategi dakwah yaitu Sini bangunan, Seni Pahat, Seni Tari dan seni
sastra. Sejarah ini juga membuktikan bahwa proses penyebaran dan dakwah Islam di Indonesia
dilakukan dengan cara damai bukan dengan cara kekerasan atau perang

b) Dua gerakan dalam pembaharuan islam di Nusantara

Gerakan pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh berkembangnya Islam di


Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang statis, semua pasti
mengalami perubahan dan perkembangan.

Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan
pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.

1. Gerakan Pendidikan dan Sosial


Kaum pembaharu memandang, betapa pentingnya pendidikan dalam membina dan membangun
generasi muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum modern
untuk mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan surau. Melalui
pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan
lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai
berikut :
a. Sekolah Thawalib
b. Jamiat Khair
c. Al-Irsyad
d. Persyarikatan Ulama
e. Nahdatul Ulama (NU)
f. Muhammadiyah

2. Gerakan Politik

Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam mengusir
penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan. Pada
awal abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasasi modern yang bersifat
nasional, baik ormas (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial politik).
Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban
dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan
golongan Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang
melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad.Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum
zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai
Islam Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari
Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905. SI
kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam Masyumi pada awal
berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang diharapkan dapat memperjuangkan
kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.

c) Bukti – bukti fisik peran ormas – ormas dalam bidang pendidikan lengkap dengan
foto – fotonya

1. Jam’iatul Khair,

Berdiri pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau Jawa.
Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab meski juga banyak penduduk lokal yang ikut
bergabung dalam organisasi ini. Usaha dari organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah dan
penerbitan surat kabar.

Oleh karena perhatiannya lebih ditujukan pada pendidikan, kemudian organisasi ini mendirikan;

a. Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar

b. Pengiriman anak-anak ke Turki untuk melanjutkan studinya.

Jami’atul Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan lsam modern di Indonesia. Meski kemudian
kiprahnya menjadi agak tersendat pada masa selanjutnya karna banyak anggotanya yang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan politik.

2. Muhammadiyah,

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam besar yang sudah ada sejak sebelum indonesia
merdeka. Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan
bertepatan tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi gerakan
Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.
Organisasi ini pun cukup giat dalam membantu mencerdaskan bangsa, sejak dahulu. Dapat kita lihat
disetiap sudut kota maupun desa, lembaga Pendidikan Muhammadiyah -mulai dari TK, SD, SMP,
SMA sampai Perguruan Tinggi Muhammadiyah- selalu dapat kita temui. Sungguh suatu karya besar
sumbangsih dalam mencerdaskan bangsa yang tidak bisa dilupakan begitu saja.

3. Persatuan Islam,

Organisasi ini didirikan pada 12 September 1923 di Bandung, oleh H Zamzam dan H Muhammad
Yunus. Keduanya merupakan ulama yang berasal dari Sumatra. Organisasi ini didirikan sebagai
respons atas kondisi umat Islam yang terbelakang akibat penjajahan.

Aktivitas utama Persis adalah dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui
peran ini, Persis ingin berperan aktif dalam memberikan kontribusi untuk meluruskan pemahaman
umat Islam yang keliru terhadap agamanya. Ada dua agenda besar yang ingin dicapai Persis,
yakni memurnikan akidah umat ( Ishlah al-’Aqidah ), dan meluruskan ibadah umat ( Ishlah
al-’Ibadah ).
4. Nahdatul Ulama,

Organisasi ini didirikan pada tanggal 31Januari 1926 oleh kalangan ulama penganut madzhab yang
seringkali menyebut dirinya sebagai golongan ahlussunnah wal jamaah yang dipelopori oleh KH.
Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah membangkitkan
semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan karena saat itu
Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam seperti Pesantren.

Sejak didirikan oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari dan beberapa kiai kharismatik di Surabaya
pada tahun 1926, NU mendapat banyak simpati dari berbagai kalangan karena kemampuannya
mempertahankan dan menyeimbangkan antara kekuatan tradisionalisme dan budaya modern
(almukhafadhatu alal qadimis sholeh wal akhdu bil jadidil ashlah). Disisi lain, tradisionalisme NU
mampu mengarahkan umatnya untuk bersikap toleran, menghormati agama lain, serta menghindar dari
sikap fundamentalisme dan radikalisasi.

5. LDII

Lembaga Dakwah Islam Indonesia, juga mengatakan bahwa ia turut berperan dalam bidang Pendidikan
islam dan kemajuan bangsa indonesia. Dalam pengajarannya, LDII menggunakan metode pengajian
tradisional. Organisasi ini mengklaim bahwa guru-guru pengajar dalam pengajiannya banyak berasal
dari beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo,
Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll. Mereka bersama-sama
mempelajari ataupun bermusyawarah beberapa waktu terlebih dahulu sebelum menyampaikan
pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada para jama’ah pengajian rutin atau kepada para santriwan dan
santriwati di pondok-pondok LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan
penjelasan tentang pemahaman Alquran dan Hadis. Kemudian guru mengajar murid secara langsung
(manquul) baik bacaan, makna (diterjemahkan secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan
Alquran memakai ketentuan tajwid.

6. MTA

Yayasan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga keagamaan Islam yang mempunyai
tujuan mengajak umat Islam untuk mempelajari Al Qur’an dan Hadits serta mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sumber ajaran Islam dalam MTA adalah Al Qur’an dan Hadits, keduanya
merupakan sumber hukum Islam yang utama.
Kegiatan dakwah yang dilakukan adalah dalam bidang keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan dan
ekonomi. MTA merupakan ormas Islam yang mempunyai peranan besar di bidang dakwah, sosial,
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dakwah dilakukan dengan penyiaran agama Islam di masyarakat
dalam bentuk kegiatan pengajian, berkerjasama dengan pemerintah, MUI, dan ormas Islam lain serta
berperan di bidang sosial kemasyarakatan. Kegiatan tersebut dilakukan agar dakwah MTA dapat
diterima oleh semua lapisan masyarakat.
MTA merupakan ormas Islam yang mempunyai peranan besar di bidang dakwah, sosial, pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi. Dakwah dilakukan dengan penyiaran agama Islam di masyarakat dalam
bentuk kegiatan pengajian, berkerjasama dengan pemerintah, MUI, dan ormas Islam lain serta berperan
di bidang sosial kemasyarakatan. Kegiatan tersebut dilakukan agar dakwah MTA dapat diterima oleh
semua lapisan masyarakat
Berikut gambar pembuktiannya :

d) Cara kita untuk mengembangkan sikap dan perilaku sebagai implementasi dari
sejarah perkembangan islam di Nusantara

 Selalu berusaha meneladani sikap / perilaku yang dicontohkan oleh para ulama (tokoh
penyebar islam )

 Selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan berintrospeksi diri

 Beribadah dengan giat

 Menaati segala perintah Allah dan menjauhi larangannya

 Selalu menyebarkan kebaikan dengan sesama manusia

 Bersikap tenggang rasa atau peduli terhadap sesama

 Mengadakn pengajian sebagai sarana untuk dakwah

 Saling membantu dengan sesama yang membutuhkan

 Memotivasi orang – orang untuk berbuat baik dan benar salah satunya dengan memilih agama
islam sebagai agamanya (namun tidak secara langsung menyuruh orang tsb untuk beragama
islam)

 Pantang menyerah dan gigih dalam mengusahakan sesuatu


ANALISIS PERISTIWA

Nilai – nilai yang dapat diambil dari sunan kalijaga :

 Sunan Kalijaga adalah sosok yang sangat bijaksana


 Sunan Kalijaga adalah sosok yang lembut hatinya, alih-alih berdakwah dengan cara yang keras
ia lebih memilih berdakwah lewat seni
 Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang pandai dan cerdas sebab ia mau belajar dan
berguru pada orang yang tepat, tentu dua hal ini wajib kita teladani
 Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang istiqomah dan tekun, utamanya dalam
berdakwah
 Sunan kalijaga sosok yang toleran, tidak memaksakan apa-apa yang ia ajarkan. Semua ia
sampaikan dengan santun dan halus.

PENUTUP

EVALUASI (BTP HALAMAN 209-211)

I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d, atau e yang dianggap sebagai
jawaban yang paling tepat!

1. Menurut teori Mekah, Islam sudah masuk ke Indoesia pada abad ke-7, bukan abad 13, pernyatan di
bawah ini merupakan buktinya, kecuali . . . .
a. adanya makam Syekh Mukaidin di Baros tertanda tahun 674
b. berita Marco Polo yang pernah singgah di Sumatra tahun 1292
c. peranan bangsa Arab dalam menyebarkan Islam sambil berdagang
d. berita Tiongkok tentang Raja Ta Cheh mengirim utusan ke Kalingga
e. ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran tertanda tahun 1082

2. Kegiatan di bawah ini yang tidak termasuk strategi penyebaran dakwah Islam
di Indonesia adalah . . . .
a. pernikahan
b. ajaran tasawuf
c. akulturasi budaya
d. peperangan
e. perdagangan

3. Munculnya beberapa kerajaan Islam di Indonesia, menunjukkan bahwa Islam begitu mudah diterima
oleh masyarakat melalui pendekatan akulturasi budaya. Berikut ini yang bukan
termasuk akulturasi budaya adalah . . . .
a. ajaran Islam sangat lentur dan fleksibel memasuki tradisi lokal
b. ajaran Islam mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat
c. ajaran Islam mewajibkan adanya integrasi ilmu sosial
d. pengaruh ajaran Islam sejalan dengan fitrah manusia
e. adat dapat dijadikan sebagai landasan agama
4. Syarif Hidayatullah adalah salah seorang wali yang berdakwah dan berkedudukan di . . . .
a. Gresik, Jawa Timur
b. Cirebon, Jawa Barat
c. Ngampel, Jawa Timur
d. Demak, Jawa Tengah
e. Kudus, Jawa Tengah

5. Gerakan pembaharu Islam yang berfokus kepada pemberantasan syirik dan bid’ah adalah . . . .
a. Thawalib
b. Jam’iyat Khair
c. Al-Irsyad
d. Persatuan Ulama
e. Muhammadiyah

II. Isilah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang singkat danbenar
1. Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya syiar
Islam merupakan salah satu wujud berterima kasih kepada pahlawan yang rela berjuang demi
menyebarkan syariat islam di indonesia

2. Memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi terkini dan
valid mengenai sejarah Islam diperlukan sumber terpercaya, bisa lewat dalil naqli dan dalil aqli

3. Sikap dan perilaku para dai pada masa permulaan masuknya Islam di Indonesia perlu dicontoh oleh
para dai masa kini karena dalam berdakwah tidak menggunakan kekerasan, tapi penuh kelembutan dan
toleransi tinggi

4. Sebagai seorang muslim maka semua aktivitas dalam hidup (pernikahan,perdagangan, kesenian,
dan lain-lain) harus dijadikan sebagai sarana dakwah, karena islam mengatur segala aspek
kehidupan

5. Menjadi dai yang mukhlis (ikhlas), tanpa mengukur jerih payah dalam berdakwah dengan
penghasilan dalam kehidupan yang serba materi merupakan sesuatu yang terpuji karena Kelak Allah
Lah yang membayar itu semua

III. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan benar!

1. Mengapa terjadi perbedaan pendapat tentang sejarah awal masuknya agama Islam ke
Nusantara (Indonesia)?

Jawab : karena terdapat perbedaan teori mengenai masuknya islam ke Nusantara ( indonesia) yaitu
teori Gujarat, teori makkah. Dan teori persia. Masing masing teori memiliki argumen ilmiah

2. Apa yang kalian ketahui tentang perkampungan “Baros” di pesisir Sumatera dalam
konteks sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia?

Jawab : kampung Baros adalah kampung islam di daerah pesisir barat pulau sumatera yang juga
disebut fansur. Kampung Baros jugadikenal sebagai daerah awal masuknya agama islam di nusantara
sekitar abad ke 7 M.
3. Secara global kita menyatakan bahwa agama Islam tersebar di Nusantara secara damai.
Bagaimana kalian menjelaskan makna “damai” tersebut dalam kasus penaklukan bersenjata,
pertempuran antar kerajaan Islam atau bahkan perang saudara karena berebut kekuasaan,
seperti yang terjadi di kerajaan Demak? Uraikan jawaban kalian dengan menganalisis latar
belakang kasus-kasus tersebut!

Jawab : Pada saat kasus penaklukan bersenjata, pertempuran antar kerajaan islamatau bahan perang
saudara pada saat itu belum mengenal damai karena berebut wilayah dan kekuasaan. Namun muncul
aliran tasawufdalam islam. Dalam aliran ini lah yang paling didifusikan lewat
pengalaman personal dalam mendekati Tuhan. Aliran inilah yang paling cepat mendorong
perdamainan penduduk indonesia ke dalam islam nusantara.

4. Agama Islam disebarkan melalui berbagai jalur/metode. Jalur apa yang menurut kalian
paling cocok untuk digunakan dalam strategi dakwah dalam konteks abad digital seperti
saat ini? Jelaskan alasan kalian!

Jawab : Jalur yang cocok adalah jalur yang menggunakan teknologi sesuai perkembangan jaman untuk
berdakwah, contohnya TV dan medsos. Karena pada era sekaang ini sangat banyak orang yang
mengakses atau menggunkan medsos dan menonton TV sehingga peluang dakwah kita untuk dapat
diketahui oleh orang lain akan semakin besar. Tapi bukan berarti jalur pad zaman Rasullulah SAW
dipunahkan

5. Nilai keteladanan apa saja yang dapat kamu ambil dari para muballigh pada masa awal
datangnya Islam di nusantara?

Jawab :

a) Mengutamakan perdamaian dan menghindarkan diri dari peperangan

b) Tidak menghilangkan budaya yang sudah berkembang, namun cukup menghapus ajaran yang
menyimpang dan mengganti ajaran sesuai syara’

c) Tetap menghormati apabila ditolak ajarannya di suatu daerah


d) Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar

ALASAN REFLEKSI :

1. Saya setuju dengan pernyataan tsb bahwa bangsa Indonesia bisa menghirup kemerdekaan
melalui pengorbanan harta, tenaga, dan nyawa hanya berkat rahmat Allah SWT. Artinya
kemerdekaan dapat diperoleh ketika kita sudah berusaha dengan cara mengorbankan harta,
tenaga, dan nyawa selanjutnya tinggal urusan Allah SWT untuk merestui usaha kita dan
membantu untuk memerdekakan kita. Jadi, kita tidak bisa sepenuhnya hanya menyerahkannya
kepada Allah, namun kita jugua tetap harus mengusahakan kemerdekaan itu dengan
kemampuan kita terlebih dahulu.
2. Saya sangat setuju dengan pernyataan tsb bahwa bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang
cerdas dan bertakwa, agar tidak terjadi lagi pengulangan sejarah, yakni dijajah. Hal itu
dikarenakan dengan cerdasnya seluruh bangsa Indonesia (masyarakatnya) akan menjadikan
bangsa kita tersadar bahwa penjajahan merupakan suatu hal yang melanggar HAM dan tidak
diterima keberadannya. Seperti yang kita ingat pada masa penjajahan, munculnya politik etis
dimana salah satu bidangnya adalah sistem pendidikan memunculkan adanya
golongan/kaumcendekiawan. Dengan adanya kaum cendekiawan tsb maka Indonesia akhirnya
mampu untuk mengkritisi (speak up) dan mampu untuk menghilangkan penjajahan. Adanya
kecerdasan dalam suatu bangsa juga akan menjadikan kepribadian bangsa tsb cerdas (baik)
sehingga tidak mungkin bangsa tsb mudah untuk dipecah belah.
3. Saya sangat setuju dengan pernyataan tsb bahwa bentuk penjajahan yang melanda bangsa
Indonesia saat ini tidak lagi berbentuk fisik tap berbentuk ekonomi dan teknologi. Hal tsb
dikarenakan, pada era modern sekarang ini, negara kita Indonesia masih tertinggal dalam
bidang teknologinya dibanding dengan negara- negara maju/besar lainnya. Perbedaan
kemajuan teknologi ini disebabkan oleh masih rendahnya SDM atau tingkat pendidikan di
Indonesia sehinnga masih sulit untuk dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya
seperti, China, Korea, Jepang, Jerman, dll. Sedangkan pada bidang ekonomi, masih tingginya
tingkat kriminalitas di Indonesia menandakan bahwa perekonomian negara kita masih belum
terlalu bagus. Contohnya, masih banyaknya pengangguran, dll.
4. Saya kurang setuju dengan pendapat tsb bahwa penjajahan tidak akan mengajak umat islam
untuk keluar dari ajaran islam, tapi mereka akan mengajak umat islam untuk menjauh dari
ajaran islam karena ada juga suatu penjajahan yang menjadikan suatu kaum yang mayoritas
islam menjadi mengenyam agama lain yang dibawa oleh si kaum penjajah, baik itu mereka
mulai masuk agam si penjajah (kepercayaan pertama mereka) ataupun mereka berganti
kepercayaan (awalnya islam berubah menjadi kepercayaan si penjajah/murtad). Misalnya saja
dengan adanya penjajahan Belanda di Indonesia, dimana para penjajah tsb mengenyam agama
kristen dan warga Indonesia pada saat itu mayoritas islam, namun dengan kedatangan Belanda,
masyarakat Indonesia bagian Timur jadi banyak yang mengenyam agama kristen.
5. Saya setuju dengan pernyataan tsb bahwa Indonesia merupakan negara muslim terbesar di
dunia, tapi perilaku pemeluknya belum mencerminkan sepenuhnya muslim yang ideal Hal tsb
dikarenakan masih banyak umat muslim di Indonesia yang hanya islam KTP. Contohnya,
masih banyak umat islam yang melakukan tindakan kriminal (mencuri, membunuh, merambok,
dll), berzina, mabuk- mabukan, durhaka terhadap ortu, dan bahkan tidak menjalankan
kewajibannya utamanya sholat 5 waktu.
6. Saya kurang setuju dengan pendapat tsb bahwa dikarenakan faktor keturunanlah bangsa
Indonesia menganut ajaran islam sehingga mereka tidak memiliki semangat ke-islaman. Hal
tsb kurang saya setujui karena masuknya agama islam ke Indonesia sendiri melalui berbagai
jalur (pendidikan, perkawinan, perdagangan, kesenian, politik, dan tasawuf) sehingga hal itu
membantah pernyataan bahwa agama islam ada di Indonesia karena faktor keturunan. Selain
itu, agama yang awalnya berkembang di Indonesia adalah Hindu-Budha, karena saat itu
banyak berkembangnya kerajaan-kerajaan besar yang menganut kepercayaan Hindu-Budha.
Sedangkan semangat ke-islaman di Indonesia sebenarnya tidak terlalu buruk karena mungkin hanya
beberapa orang/kelompok/golongan yang tidak memiliki semangat tsb dan tidak berarti semua
masyarakat Indonesia sama dengan mereka.
7. Saya setuju dengan pernyataan tsb bahwa banyaknya organisasi ke-islaman di Indonesia
menunjukkan umat islam di Indonesia egois. Berkembangnya berbagai organisasi ke-islaman
menjadikan masyarakat Indonesia bingungharis tergabung dan mengikuti organisasi yang
mana. Tidak berhenti pada hal itu, setelah tergabung dengan organisasi satu maka merka tidak
akan mau tahu dan peduli terhadap organisasi lainnya. Hal ini menunjukkan suatu keegoisan
dimana antar organisasi tidak mau saling peduli tetapi saling berlomba-lomba untuk mendapat
pengakuan bahwa dirinya paling benar.
8. Saya kurang setuju dengan pendapat tsb bahwa dari beberapa kali pemilu yang diadakan di
Indonesia, partai-partau tidak pernah menjadi pemenangi menandakan bahwa umat islam
sendiri tdiak mencintai ajaran islam. Hal tsb dikarenakan belum tentun paslon dari parpol islam
tsb benar-benar sudah bersikap dan berperilaku sesuai dengan jaran islam(ajaran agamanya),
karena pada saat ini banyak kita temui orang yang mengaku islam tapi kelaukannya tidak
seperti ajaran islam.
9. Saya setuju dengan pendapat tsb bahwa wali songo merupakan contoh konkret
keberhasilan dakwah di Pulau Jawa. Hal tsb dapat terbukti denngan berkembang pesatnya
ajaran islam tsb di Pulau Jawa, bahkan mayoritas penduduk Pulau Jawa beragama islam.
Dakwah yang dilakukan oleh walisongo merupakan contoh dakwah dengan berbagai
strategi salah satunya dengan kesenian seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, Sunan
Giri, dan Sunan Muria. Adanya dakwah melalui kesenian ini menjadikan masyarakat di
Pulau Jawa mudah untuk menerima ajaran baru tsb karena dipadukan dengan ajaran lama
mereka melalui kebudyaan merekan sendiri.
10. Saya kurang setuju dengan pendapat tsb bahwa perkembangan islam di pesisir dan
pedalaman di Indonesia berbeda dikarenakan kurang gigihnya para Da’i dalam
berdakwah. Hal tsb karena walau memang benar bahwa mungkin daerah pesisir dan
pedalaman memiliki akses yang sulit untuk ditempuh oleh para Da’i dalam mendakwahkan
agama islam di sana. Namun, adanya kepercayaan mereka terhadap adat
istiadat/kepercayaan leuhur lebih berat daripada alasan akses jalan tsb. Jadi, permasalahan
utama dalam perkembangan islam di pesisir dan pedalaman sebenarnya adalah
kepercayaan dari masyarakat daerah itu senidiri yang masih sangat kuat dan susah untuk
dipengaruhi/diubah.

Anda mungkin juga menyukai