Anda di halaman 1dari 16

TM.

HASBY ASH-SHIDDIEQY : SUMBANGSIH PEMIKIRAN ULUMUL


QUR’AN DARI UJUNG BARAT INDONESIA

Ikfina Dina Kamila1, Baidowi Nur2, Alfiatul Qomariah3

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

ABSTRAK

Pengkajian terhadap pengembangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Indonesia


memiliki perkembangan yang sangat pesat dari generasi ke generasi. Banyak kitab
Ilmu Al-Quran dan Tafsir karya ulama Nusantara yang telah hadir hingga sampai
sekarang ini. Dalam sejarah pengembangan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir tercatat nama
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, sosok yang sangat fenomenal dikarenakan banyaknya
karya-karya beliau termasuk Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Karya beliau yaitu Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Ulumul
Quran) merupakan karya menarik untuk diulas terkait dengan isi mengenai Ilmu
Al-Quran dan Tafsir. Dalam penulisan ini dapat diketahui bahwa sosok Hasbi Ash-
Shiddieqy merupakan ulama dan cendikiawan yang sangat berkontribusi besar
dalam pengembangan Studi Ilmu Al-Qur’an dan tafsir di Indonesia. Dan buah
karyanya tersebut terus dijadikan rujukan penelitian dan pengembangan studi ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir di Indonesia sampai sekarang.
Kata Kunci: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Pengembangan, Indonesia

PENDAHULUAN

Penafsiran terhadap al-Qur’an ini telah dilakukan sejak zaman Nabi


Muhammad SAW yang mana beliau merupakan yang bertindak sebagai al-muffasir
al-Awwal (penafsir pertama dan yang paling utama). Yang kemudian kegiatan
penafsiran al-Qur’an ini dilanjutkan oleh para sabahat, tabi’in, tabi’in-tabi’in dan
pada generasi-generasi islam selanjutnya sampai masa kini. Menelisik mengenai
perkembangan penafsiran ini telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini bisa
kita buktikan baik dari masa ulama al-Mutaqaddimin ulama al-Mutaakhirin dan

1
NIM: 211104010009
2
NIM: 211104010038
3
NIM: 211104010017

1
juga sampai ulama al-Asr (modern) saat ini. Kemudian, dari beberapa karya para
mufassir memiliki corak, sumber dan metode masing-masing.4

Membahas mengenai metode-metode yang ada dalam penafsiran Al-Qur’an


ini, sejarah lahirnya pun beriringan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dalam islam, sehingga bermunculan model penafsiran Al-Qur’an yang didasari oleh
berbagai ilmu pengetahuan. Dalam hal ini metode yang biasa digunakan
diantaranya; metode tahlili, metode ijmali, metode maudhui’, dan metode
muqarran. Dan dari ilmu pengetahuan tersebut juga melahirkan beberapa corak
dalam menafsirkan Al-Qur’an yang digunakan oleh para mufassir. Diantarnya;
corak fiqh, corak tafsir bil ilmi, corak al-adab al-ijtima’I, dan lain-lain.5

Dari beberapa tokoh mufassir yang ada di Indonesia, dalam paper ini kami
akan membahas mengenai Prof. Dr. Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy yang mana
beliau merupakan salah satu tokoh yang memiliki pemikiran serta berwawasan
keislaman dan keindonesiaan yang terkenal di pertengahan abad ke-20. Disamping
beliau berwawasan yang luas tersebut, beliau juga merupakan tokoh pembaharu dan
dunia perguruan tinggi islam. Dan juga dalam dunia modernis beliau terkenal
sebagai seorang ulama mujaddid pemikiran islam dan juga mujtahid dibidang
hukum islam ataupun ilmu fiqh.6

PEMBAHASAN

Biografi TM. Hasby Ash-Shiddieqi

Hasbi bernama lengkap Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy lahir di


Lhokseumawe, Aceh Utara pada 10 Maret 1904. Gelar Tengku disematkan pada
Namanya sebagai gelar keagamaan yang diberikan kepada tokoh ulama atau
pemuka agama dalam mesyarakat Aceh. Gelar itu biasanya bisa didapat jika sang

4
Agung Perdana Kusuma, “Kajian Ulum Al-Qur’an Dalam Pandangan Mufassir
Nusantara Tgk. Hasbie Asshidiqie,” Journal of Qur’an and Hadith Studies 6, no. 2 (2019): 69–90.
5
Muhammad Faisal, “Kontribusi T.M Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Pengembangan Ilmu
Al-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia,” Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Hadist 4, no. 1 (2020):
24–53.
6
Fikri Hamdani, “Hasbi Ash Shiddieqy Dan Metode Penafsirannya,” Rausyan Fikr:
Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat 12, no. 1 (2018): 17–34.

2
Ayah memiliki gelar seperti itu juga. Ayah Hasbi Bernama al-Hajj Tengku
Muhammad Husein ibn Muhammad Su‘ud, seorang ulama terkenal yang memiliki
sebuah dayah (pesantren). Ibunya bernama Tengku Amrah, puteri Tengku Abdul
Aziz pemangku jabatan Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Kesultanan Aceh
waktu itu. Dia juga merupakan keponakan Abdul Jalil yang bergelar Tengku Chik
di Awe Geutah di mana menurut masyarakat Aceh Utara dianggap sebagai wali,
kuburannya hingga saat ini masih banyak diziarahi. 7

Dalam silsilahnya, Hasbi merupakan keturunan Abu Bakar Shiddiq (573-


634 M) khalifah pertama, generasi ke-37. Oleh karena itu, sebagai keturunan Abu
Bakar Shiddiq, beliau kemudian melekatkan gelar ash-Shiddieqy di belakang
namanya. Nama Ash-Shiddieqy dia lekatkan sejak tahun 1925 atas saran salah
seorang gurunya yang bernama Syaikh Muhammad bin Salim al-Kalali, seorang
pembaharu Islam dari Sudan yang bermukim di Lhokseumawe, Aceh.

Silsilah keturunan Hasbi hingga sampai ke Abu Bakar Shiddiq adalah


Muhammad Hasbi bin Muhammad Husain bin Muhammad Su’ud bin Muhammad
Taufiq ibnu Fathimi ibnu Ahmad ibnu Dhiyauddin ibnu Muhammad Ma’shum
(Faqir Muhammad) ibnu Ahmad Alfar ibnu Mu’aiyidin ibnu Khawajaki ibnu
Darwis ibnu Muhammad Zahid ibnu Marwajuddin ibnu Ya’qub ibnu ‘Alauddin
ibnu Bahauddin ibnu Amir Kilal ibnu Syammas ibnu Abdul Aziz ibnu Yazid ibnu
Ja’far ibnu Qasim ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar Ash-Shiddiq.8

Masa kelahiran dan pertumbuhan Hasbi bersamaan dengan tumbuhnya


gerakan pembaharuan pemikiran di Jawa yang meniupkan semangat ke-Indonesia-
an dan anti-kolonial. Sementara di Aceh peperangan dengan Belanda kian
berkecamuk. Ketika Hasbi berusia 6 tahun, ibunya, Tengku Amrah, meningggal
dunia. Kemudian, beliau diasuh oleh bibinya yang bernama Tengku Syamsiah.
Sejak meninggal Tengku Syamsiah tahun 1912, Hasbi memilih tinggal di rumah
kakaknya, Tengku Maneh, bahkan sering tidur di meunasah (langgar/surau) sampai

7
Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas Dan Gagasannya (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997).
8
Aan Sufian, “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bidang Fikih,” Media
Syari’ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial 14, no. 2 (2012): 185.

3
kemudian dia pergi meudagang (nyantri) dari dayah ke dayah. Dayah bisa disebut
juga dengan Pesantren atau Lembaga Pendidikan Agama Islam.

Hasbi menikah pada usia sembilan belas tahun dengan Siti Khadidjah,
seorang gadis yang masih ada hubungan kekerabatan dengannya. Perkawinan
dengan gadis pilihan orang tuanya ini tidak berlansung lama. Siti Khadidjah wafat
ketika melahirkan anaknya yang pertama. Hasbi kemudian menikah dengan Tengku
Nyak Asiyah binti Tengku Haji Hanum, saudara sepupunya. Dengan istrinya inilah
Hasbi mengayuh bahtera hidupnya sampai akhir hayat. Dari perkawinannya ini
Hasbi memiliki empat anak, dua laki-laki dan dua perempuan.

Sikap dan Perilaku

Sikap Hasbi membebaskan diri dari kungkungan tradisi telah diperlihatkannya


sebelum dia merantau (meudagang). Larangan ayahnya tidak boleh bergaul bebas degan
teman-teman sebayanya, justru ia tidur bersama-sama mereka di meunasah (langgar).
Sikapnya yang kritis dan suka protes diperlihatkannya dengan cara mengencingi air kolam
(kulah besar) yang sudah kotor, padahal kolam tersebut dipakai oleh para santri untuk
mandi dan berwudhu. Dengan dikencingi secara terbuka, dengan terpaksa kolam tersebut
dikuras dan dibersihkan. Sikap-sikap inilah yang nanti membuat Hasbi menolak bertaklid
bahkan berbeda paham dengan orang yang sealiran dengannya.9

Hasbi sangat kritis terhadap siapapun yang percaya pada pendapatnya. Dia
tidak marah ketika pendapatnya dilanggar, sekalipun oleh sang anak sendiri. Tapi,
dengan anaknya, dia terlibat dalam diskusi yang terus-menerus. Tidak
mengherankan, dia membahas topik yang sedang dia tulis dengan seorang anaknya
yang menjadi asisten menulisnya dan pengoreksi tulisan-tulisannya. Jika pendapat
anaknya dirasa benar, dia mengakuinya. Namun jika salah, dia membetulkan dan
menasehatinya agar belajar lebih banyak dengan membaca buku sebagaimana yang
diperbuatnya.

Ada tiga hal yang Hasbi sangat jengkel jika dilakukan oleh anggota
keluarganya. Pertama, bermalas-malas dan tidak menggunakan waktu senggang

9
Sufian, “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bidang Fikih.”

4
untuk membaca. Istrinya juga diharuskan membaca. Pagi sebelum subuh, ia harus
membangunkan keluarganya, tidak boleh ada yang malas-malasan dan harus tepat
waktu dalam beribadah. Tidur siang tidak boleh lebih dari satu jam. Kedua,
pekerjaan tidak boleh ditunda. Semua pekerjaan harus diselesaikan secepatnya.
Pernah anaknya harus mengetik naskahnya dari subuh sampai tengah malam dalam
beberapa hari. Ia menghendaki agar anaknya mencontohnya dalam bekerja keras.
Ketiga, buku-bukunya baik yang ada di rak maupun di atas meja, yang terbuka atau
yang tertutup, tidak boleh ada yang berpindah tempat. Pulang kerja, yang pertama
dilakukan ialah melihat buku, bukan membuka sepatu, jas dan dasi, pakaian, apalagi
melihat makanan. Jika ada buku yang berubah letak, apalagi jika ia sedang
membutuhkannya, ia bisa marah.

Menurut penuturan murid-murid Hasbi, dalam proses belajar mengajar yang


dilakukannya cukup menarik. Dengan menggunakan sistem dialog. Selain itu,
Hasbi memiliki kemampuan menjelaskan buah pikirannya dengan baik. Uraiannya
mudah ditangkap dan dimengerti. Hanya ada satu hal yang membuat mahasiswanya
mengeluh, yakni Hasbi sering memakai istilah-istilah dalam bahasa Arab yang sulit
dipahami, jika tidak medalami kitab-kitab yang menjadi sumber rujukannya.

Hasbi juga termasuk orang yang sangat peduli terhadap murid-muridnya.


Gambaran tentang hal ini, dikemukakan oleh Tengku Hasan Thalhas, salah seorang
muridnya. Menurut pengakuan Thalhas, ketika mau mengajar di rumahnya, Hasbi
sering bertanya terlebih dahulu kepada murid-muridnya, apakah para
mahasiswanya sudah makan atau belum. Pertanyaan ini sengaja disampaikan,
karena dia sangat mengerti kondisi perekonomian para mahasiswa ketika itu. Kalau
para mahasiswanya menjawab belum, dia langsung mengajak makan di rumahnya
terlebih dahulu baru setelah itu dia mulai mengajar.10

Uraian di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku Hasbi tergolong


orang yang sangat disiplin, pekerja keras, demokratis dan menghormati pendapat
orang lain, dan kritis. Selain itu, Hasbi tergolong orang sangat kuat minat

10
Sufian, “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bidang Fikih.”

5
membacanya, dan yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan mengajarnya yang
sangat menarik dan sangat peduli dengan perkembangan kreatifitas murid-
muridnya.

Pendidikan dan Karir Akademik

Ketika masih kecil, Hasbi mulai belajar agama Islam di dayah milik
ayahnya. Ia mempelajari qiraah, tajwid, dasar-dasar fikih dan tafsir. Kemudian pada
usia delapan tahun beliau mulai melakukan perjalanan mencari ilmu. Pertama-
pertama Hasbi belajar di dayah Tenku Chik pimpinan Tengku Abdullah di Piyeung,
Aceh. Di sini ia memfokuskan pada ilmu nahwu dan sharaf. Setahun kemudian
Hasbi pindah ke dayah Tengku Chik di Bluk Bayu, Aceh. Di sini ia belajar hanya
setahun, kemudian ia nyantri di dayah Tengku Chik Bang Kabu, Geudong,
kemudian dayah Blang Manyak di Samakurok, dan akhirnya Hasbi melanjutkan
pelajarannya di dayah Tanjung Barat di Samalanga sampai tahun 1925.

Ketika Hasbi nyantri di dayah Tanjung Barat secara sembunyi-sembunyi ia


belajar huruf Latin dari anak gurunya yang juga merupakan kawannya di dayah
tersebut, dan Hasbi dapat menguasainya dalam waktu singkat. Selain itu Hasbi juga
mempelajari Bahasa Belanda dari seorang Belanda yang belajar bahasa Arab dari
Hasbi, sehingga Hasbi mampu mengakses segala bentuk informasi dari media
massa yang pada masa itu dikuasai oleh pemerintahan Hindia-Belanda. Setelah
Hasbi mendapatkan ijazah dari gurunya di dayah Tanjung Barat, pada tahun 1924
ia mendirikan dayah sendiri di Buloh Beureugang atas bantuan Hulubalang
setempat. Dayah yang didirikan oleh Hasbi tersebut berjarak 8 Km dari kota
kelahirannya. Dari dayah inilah Hasbi menemukan momentum karir intelektualnya
sampai pada saatnya nanti mencapai puncak karirnya. 11

Pada tahun 1926, Hasbi menerima saran dan tawaran Syekh Muhammad ibn
Salim al-Kalali untuk merantau ke Surabaya yang bertujuan agar Hasbi dapat
mendalami gagasan-gagasan pembaruan di Perguruan Al-Irsyad, sebuah organisasi

11
Faisal, “Kontribusi T.M Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Pengembangan Ilmu Al-Qur’an
Dan Tafsir Di Indonesia.”

6
keagamaan yang didirikan Syekh Ahmad Surkati (w.1943). Di perguruan tersebut,
Hasbi menempuh pendidikan dengan mengambil pelajaran takhassus (spesialisasi)
dalam bidang pendidikan dan bahasa Arab. Pendidikan di al-Irsyad dia lalui selama
satu setengah tahun dengan perolehan kemahiran berbahasa Arab dan kemantapan
di barisan kaum pembaharu untuk mengibarkan panji-panji Islam dengan semangat
ke-Indonesia-an.

Pada tahun 1928 Hasbi kembali ke Aceh, kemudian bersama dengan al-
Kalali sahabat yang sekaligus gurunya mendirikan madrasah yang diberi nama
madrasah Al-Irsyad di Lhokseumawe. Secara administratif madrasah ini tidak
memiliki hubungan dengan madrasah Al-Irsyad Surabaya, tempat Hasbi pernah
menimba ilmu. Namun secara idealis madrasah ini mengikuti kurikulum dan proses
belajar mengajar yang dikembangkan perguruan Al-Irsyad yang ada di Surabaya.
Dalam perkembangannya, madrasah yang didirikan Hasbi bersama dengan Al-
Kalali ini kehabisan murid, karena tuduhan bahwa madrasah yang didirikannya
tersebut adalah madrasah sesat dan belajar di dalamnya adalah menyesatkan.
Tuduhan lainnya, sistem belajar mengajar di madrasah tersebut menerapkan metode
ala kolonial, dengan menggunakan bangku dan meja, yang sangat tabu Ketika itu.
Demikian propaganda yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak menyenangi
sikap dan tindakan Hasbi.

Kegagalan Hasbi dalam mengembangkan madrasah tidak menyurutkan


semangatnya untuk mendirikan madrasah baru. Untuk kesuksesan pendirian
madrasah dan agar terhindar dari segala hasutan dan fitnah, Hasbi memilih untuk
pindah ke Krueng Mane tepatnya ke arah Barat Lhokseumawe. Di tempat ini Hasbi
mendapatkan bantuan dari Teuku Ubit yang merupakan Hulubalang Krueng Mane
untuk mendirikan madrasah yang diberi nama dengan Al-Huda. Kurikulum dan
sistem belajar di madrasah ini, ia terapkan seperti madrasah Al-Irsyad yang pernah
dididikannya bersama al-Kalali di Lhokseumawe. Kendati pada akhirnya madrasah
ini pun harus ditutup, disebabkan terkena larangan pemerintah Hindia-Belanda.
Hasbi kemudian kembali ke Lhokseumawe dan beralih sejenak dari ativitas
pendidikan ke aktivitas politik. Pada masa Hasbi terjun ke dunia politik, ia menulis

7
sebuah buku yang diberi judul Penoetoep Moeloet. Akibat dari tulisannya tersebut
yang kritis terhadap pemerintah Hindia-Belanda, Hasbi harus meninggalkan
Lhokseumawe dan pindah ke Kutaraja (sekarang: Banda Aceh).

Pada tahun 1933 Hasbi tiba di Kutaraja. Di sini dia memulai karirnya lagi
sebagai seorang pendidik. Hasbi mengajar pada kursus-kursus yang
diselenggarakan oleh JIB (Jong Islamietien Bond) Aceh dan menjadi pengajar pada
sekolah HIS dan MULO Muhammadiyah. Sejak kepindahannya ke Kutaraja, di
samping berprofesi sebagai guru, ia juga mendaftarkan diri menjadi anggota
Muhammadiyah. Pada tahun 1938, Hasbi menduduki jabatan Ketua Cabang
Muhammadiyah Kutaraja dan pada tahun 1943-1946 ia menduduki jabatan Konsul
(Ketua Majelis Wilayah) Muhammadiyah Provinsi Aceh.

Keberadaan Hasbi memimpin Muhammadiyah Aceh, dianggap sebagai


saingan oleh orang-orang yang bergabung dalam PUSA (Persatuan Ulama Seluruh
Aceh), yang didirikan pada tahun 1939. Tanpa alasan yang jelas, pada bulan Maret
1946 Hasbi disekap oleh Gerakan Revolusi Sosial yang dimotori oleh PUSA.
Akibat penyekapan yang misterius ini Hasbi harus mendekam di dalam penjara di
Kamp Burnitelong Aceh selama kurang lebih satu tahun, kemudian pada
pertengahan tahun 1947 Hasbi di dibebaskan dan diizinkan pulang ke
Lhokseumawe akibat desakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui A.R. Sutan
Mansur, namun masih berstatus tahanan kota. Pada Februari 1948 barulah status
tahanan kota Hasbi dicabut dan dinyatakan bebas atas permintaan Pemerintah Pusat
melalui Wapres Moehammad Hatta ketika itu.

Selama di Aceh, selain menjadi pengajar di kursus-kursus dan sekolah


Muhammadiyah darinya juga memimpin SMI (Sekolah Menengah Islam) dan
bersama teman sejawatnya, Hasbi mendirikan Cabang Persis (Persatuan Islam).
Selain itu, Hasbi aktif juga berdakwah lewat Masyumi di mana Hasbi menjadi
Ketua Cabang Masyumi Aceh Utara. Pada tanggal 20-25 Desember 1949 diadakan
Kongres Muslimin Indonesia (KMI) di Yogyakarta Hasbi hadir mewakili
Muhammadiyah. Pada kongres tersebut Hasbi menyampaikan makalah dengan
judul Pedoman Perdjuangan Islam Mengenai Soal Kenegaraan. Dari sinilah oleh

8
Abu Bakar Aceh, Hasbi diperkenalkan dengan Wahid Hasyim, yang menjabat
Menteri Agama pada masa itu.

Dalam rentang waktu setahun setelah perkenalan tersebut, Menteri Agama


memanggil Hasbi untuk menjadi dosen pada PTAIN yang akan didirikan, sehingga
pada Januari tahun 1951 Hasbi berangkat ke Yogyakarta dan menetap di sana
memfokuskan dirinya dalam bidang pendidikan. Pada tahun 1960 ia diangkat
menjadi Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatannya ini
di pegangnya hingga tahun 1972. Pada tahun 1962 Hasbi juga ditunjuk sebagai
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, Darussalam. Selain itu, ia pernah pula
memegang jabatan sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas Sultan Agung di
Semarang dan Rektor Universitas alIrsyad di Surakarta tahun 1963-1968, Hasbi
juga mengajar di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.12

Dalam karir akademiknya, menjelang wafatnya, karena kedalaman


pengetahuan keislamannya dan pengakuan ketokohannya sebagai ulama, serta jasa-
jasanya terhadap perkembangan Perguruan Tinggi Islam dan perkembangan ilmu
pengetahuan keislaman di Indonesia dia memperoleh dua gelar doktor (Honoris
Causa). Gelar pertama diterimanya dari Universistas Islam Bandung pada 22 Maret
1975 dan gelar kedua diperolehnya dari IAIN Sunan Kalijaga pada 29 Oktober
1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang
Ilmu Hadis pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pada tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa hari memasuki karantina


dalam rangka menunaikan ibadah haji, Hasbi berpulang ke rahmatullah, dan
jasadnya dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada upacara pelepasan jenazah almarhum, turut memberi sambutan Buya Hamka,
dan pada saat pemakaman jenazah Hasbi dilepas oleh Mr. Moehammad Roem
sebagai sahabatnya dan Drs. H. Kafrawi Ridwan, MA atas nama Menteri Agama.

Dalam perjalanan pemikirannya. Ia berkeyakinan bahwa pentingnya


melihat kondisi masyarakat Indonesia pada saat itu. Gagasannya bermula dari

12
Sufian, “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bidang Fikih.”

9
bidang fiqh, yaitu ketika ia mengatakan untuk perlunya adanya fiqh yang
berkepribadian Indonesia yang akan lebih cocok dengan kebutuhan Nusa dan
bangsa Indonesia. Menurutnya, perlu adanya perbaikan dari sisi dai, materi yang
disampaikan, dan metode penyampaian yang digunakan. Berangkat dari hal itu, ia
juga menghimbau ulama ulama Indonesia untuk menyusun Kitab-Kitab baik fiqh,
Tafsir, Ushul Tafsir, Hadis, dll dalam bahasa Indonesia. Hal ini dirancangkan agar
masyarakat mudah dalam memahaminya.

Himbauan yang diberikan oleh Hasbi mencangkup beberapa hal. Dalam


bidang tafsir, perlu adanya karya tafsir dari ulama Indonesia yang menggunakan
bahasa Indonesia. Hasbi menegaskan bahwa tafsir yang baik adalah tafsir yang
mudah dipahami, ringkas, tetapi menjelaskan apa yang dimaksud pada ayat
tersebut. Dalam bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadis, Hasbi menegaskan
bahwa perlu adanya dasar keilmuwan sebelum melangkah jauh kedepan.

Namun ketika melihat fenomena yang muncul pada saat itu, yaitu banyak
pengkaji ilmu Qur’an dan ilmu hadis yang sangat sulit untuk memahami kitab kitab
berbahasa Arab, sedangkan kebutuhan keilmuwan tersebut sangat penting dalam
perjalanan yang harus terus berkembang. Juga dalam masyarakat yang majemuk
itu, tidak semua orang memiliki thinking value atau nilai berpikir yang sama, dan
juga brain response atau respon otak dalam menerima ilmu yang banyak dengan
kondisi Indonesia yang banyak berjuang, dinilai perlu adanya answer to problems,
untuk menjawab kebutuhan masyarakat tersebut. Maka ia merancangkan untuk
melahirkan karya berbahasa Indonesia untuk memudahkan masyarakat Indonesia
yang tidak atau kurang pemahamannya terhadap bahasa Arab untuk bisa
mengambil dan mengamalkan pesan yang terkandung didalam Al Qur’an.

Semasa hidupnya, Muhammad Hasbi telah menulis 72 judul buku, 142 Jilid,
dan 50 artikel dibidang Al-Qur’an, Hadits, Fiqh , Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan
buku mengenai Ulumul Qur’an yang beliau Tulis adalah :

10
1. Buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir13
No Tag Isi
1 Judul Sejarah & Pengantyar
Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsr
2 Halaman xvi +254
3 Penulis T.M Hasbi Ash
Shiddieqy
4 Editor H..Z Fuad Hasbi Ash
Shiddiey
5 Penerbit PT Pustaka Rizki Pura
6 Tahun Terbit 2009
7 ISBN 978-979-9430-60-1
8 Kota Penerbit Semarang
Dengan isi didalamnya mencangkup sebagai berikut

No Bagian Isi
1 Ta’rif Al kitab, Al-Quran dan al wahyu
2 Pertama Bab pertama: Sejarah Nuzul al-quran
Bab Kedua: Soal -soal yang bersangkutan
dengan nuzul al quran.
Bab ketiga : Usaha-usaha Rasulullah Saw dan
para sahabat menyampaikan al quran.
Bab keempat : Rupa rupa qiraat al quran
3 Kedua: Sejarah Bab pertama: al quran di masa abu bakar dan
mengumpulkan Umar
shuhuf-shuhuf Al Bab kedua: al quran dimasa Utsman
Qur’an Bab ketiga: sekiat tulisan al quran

13
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al
Quran Dan Tafsir, ed. Fuad Hasbi ash Shiddieqy, 3rd ed. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2009).

11
4 ketiga: ilmu-ilmu Bab pertama: ilmu-ilmu dirayah dan riwayah al-
al-qur’an yang qur’an
perlu dipelajari Bab kedua: problem naskh al-Qur’an
oleh para
mufassirin dan
sejarahnya
5 Keempat: sifat- Bab pertama: sifat-sifat Al-Qur’an
sifat Al-Qur’an, Bab kedua: beberapa comntoh ushlub Al-Qur’an
rutbah-nya dan Bab ketiga: Al-Qur’an dasar asasi yang terpokok
maksud- bagi Islam
maksudnya
Kelima: Ta’rif Bab pertama: ta’rif tafsir dan takwil
tafsir, ta’wil, Bab kedua: ilmu-ilmu yang diperlukan oleh
kaidah-kaidah, seorang penafsir
istilah-istilah dan Bab ketiga: beberapa istilah tafsir
ilmu-ilmu yang Bab keempat: tafsir dari abad kea bad, sejarah
diperlukan untuk perkembangan tafsir
mentafsirkan al-
Qur’an
Keenam: Riwayat- Bab pertama: Riwayat hidup sahabat ulama Al-
riwayat hidup Qur’an
ulama-ulama Al- Bab kedua: Riwayat hidup ulama Al-Qur’an
Qur’an sesudah sahabat
Bab ketiga: sejarah ahli-ahli tafsir dan qira’at

Motivasi penyusunan buku ini nampaknya sebagai pelengkap bahan bacaan


untuk mahasiswa khususnya dalam bidang studi ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dimana
kebanyakan buku-buku referensi mengenai Ilmu keIslaman khususnya dalam
bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir kebanyakan ditulis dalam Bahasa Arab dan
belum tentu semua mahasiswa paham. Sehingga perlu menyususn satu buku

12
referensi dalam Bahasa Indonesia sehingga dapat membantu mahasiswa agar
memahaminya dengan mudah.

Buku Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir ini bisa dikatakan sebagai
sebuah buku yang disusun oleh Hasbi Ash-Shiddiqey untuk menjadi referensi atau
bahan bacaan. Didalamnya Hasbi mencoba menghadirkan seluk beluk keilmuan Al-
Qur’an dan menyusunnya secara sistematis. Ini bisa dilihat dari modul
penyusunannya di awali dengan Pengantar. Dalam Pengantar tersebut membahas
mengenai Ta’rif Kitab, Al-Qur’an dan Wahyu. Hingga akhir pembahasan terakhir
yaitu Riwayat-riwayat hidup ulama-ulama Al-Qur’an.14

2. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Ulumul Quran)15

No Tag Isi
1 Judul Buku Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
2 Penulis T.M Hasbi Ash Shiddieqy
3 Penerbit PT Pustaka Rizki Putra
4 Tahun Terbit 2009
5 ISBN 978-979-9430-58-8
6 Halaman xvi+300
7 Kota Penerbit Semarang

Dengan isi Buku sebagai berikut:

No Bagian ke- Judul


1 Pertama Sejarah dan Perkembangan Ilmu Al-Quran
2 Kedua Sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an
3 Ketiga Surat yang diturunkan di Makkah dan Madinah

14
Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al Quran Dan Tafsir.
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an ('Ulum Al-
15

Quran), ed. HZ. Fuad Hasbi ash Shiddieqy, 3rd ed. (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009).

13
4 Keempat Fawatih As-Suwar
5 Kelima Ilmu Qiraat
6 Keenam Ilmu Nasikh Mansukh
7 Ketujuh Ilmu Rasm Al-Quran
8 Kedelapan Ilmu Muhkam Mutasyabihah
9 Kesembilan Ilmu Amtsal Qur’an
10 Kesepuluh Ilmu Aqsam Al-Quran
11 Kesebelas Ilmu Qashash Al-Quran
12 Keduabelas Ilmu Jadal Al-Qur’an
13 Ketigabelas Ilmu Tafsir
14 Keempatbelas Kaidah kaidah yang diperlukan para Mufassir
15 Kelimabelas I’jaz Al-Quran

Salah satu karya beliau lainnya yang membahas mengenai studi Ilmu Al-
Qur’an adalah Ilmu Al-Qur’an dan media pokok dalam menafsirkan Al-Quran atau
dikenal dengan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

Buku ini merupakan buku mengenai studi Al-Qur’an dan Tafsir yang kedua
setelah buku sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Buku kedua ini
berisi mengenai studi ilmu Al-Qur’an yang lebih komplek dan mendalam mengenai
studi ilmu-ilmu Al-Qur’an. bisa dibandingkan dengan buku ilmu Al-Qur’an dan
tafsir sebelumnya. Buku ini bisa dikatakan sebagai penyempurnaan pembahasan
dari buku yang telah diterbitkan sebelumnya. uku ini terdiri dari 15 Bahagian.
Setiap bahagiannya terdiri dari dari beberapoa judul seperti yang telah kami
cantumkan diatas.16

PENUTUP

Hasbi bernama lengkap Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy lahir di


Lhokseumawe, Aceh Utara pada 10 Maret 1904. Beliau merupakan keturunan Abu

16
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Ilmu Ilmu Al-Qur’an, ed. HZ.
Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ke-3. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009).

14
Bakar Shiddiq (573-634 M) khalifah pertama, pada generasi ke-37. Masa kelahiran
dan pertumbuhan beliau bersamaan dengan tumbuhnya gerakan pembaharuan
pemikiran di Jawa yang meniupkan semangat ke-Indonesiaan dan anti-kolonial
pada saat itu.

Kemudian, dalam hal sikap dan perilaku beliau menurut penuturan murid-
muridnya dalam proses belajar mengajar yang dilakukannya cukup menarik, yakni
dengan menggunakan sistem dialog. Selain itu juga, beliau memiliki kemampuan
menjelaskan buah pikirannya dengan baik dan juga mampu menguraikannya
dengan mudah dan bisa ditangkap juga bisa dimengerti. Hanya ada satu hal yang
membuat mahasiswanya mengeluh, yakni Hasbi sering memakai istilah-istilah
dalam bahasa Arab yang sulit dipahami, jika tidak medalami kitab-kitab yang
menjadi sumber rujukannya.

Ketika masih kecil, Hasbi mulai belajar agama Islam di dayah milik
ayahnya. Ia mempelajari qiraah, tajwid, dasar-dasar fikih dan tafsir. Dalam
perjalanan pemikirannya. Ia berkeyakinan bahwa pentingnya melihat kondisi
masyarakat Indonesia pada saat itu. Gagasannya bermula dari bidang fiqh, yaitu
ketika ia mengatakan untuk perlunya adanya fiqh yang berkepribadian Indonesia
yang akan lebih cocok dengan kebutuhan Nusa dan bangsa Indonesia. Menurutnya,
perlu adanya perbaikan dari sisi dai, materi yang disampaikan, dan metode
penyampaian yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Faisal, Muhammad. “Kontribusi T.M Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Pengembangan


Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia.” Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur’an
dan Hadist 4, no. 1 (2020): 24–53.

Hamdani, Fikri. “Hasbi Ash Shiddieqy Dan Metode Penafsirannya.” Rausyan


Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat 12, no. 1 (2018): 17–34.

Kusuma, Agung Perdana. “Kajian Ulum Al-Qur’an Dalam Pandangan Mufassir

15
Nusantara Tgk. Hasbie Asshidiqie.” Journal of Qur’an and Hadith Studies 6,
no. 2 (2019): 69–90.

Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an ('Ulum
Al-Quran). Edited by HZ. Fuad Hasbi ash Shiddieqy. 3rd ed. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009.

———. Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Edited by HZ. Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy. Ke-3.
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009.

Shiddieqy, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash. Sejarah & Pengantar Ilmu
Al Quran Dan Tafsir. Edited by Fuad Hasbi ash Shiddieqy. 3rd ed.
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009.

Shiddiqi, Nourouzzaman. Fiqh Indonesia: Penggagas Dan Gagasannya.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Sufian, Aan. “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bidang Fikih.”


Media Syari’ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial 14, no. 2
(2012): 185.

16

Anda mungkin juga menyukai