Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH STUDI TAFSIR NUSANTARA

TAFSIR AL-BAYAN
KARYA TM.HASBI ASH SHIDDIQIEY
Dosen Mata Kuliah: Dr. Mursalim, S.Ag M.Ag

Kelompok IX:

Sandratul Wakmaliya Jannah (1842115054)


Nur annisa (1842115020)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SAMARINDA
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3

A. Latar Belakang .......................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4

A. Biografi Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy ........................................... 4


B. Karya-karya Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy..................................... 8
C. Profil kitab tafsir Al-bayan........................................................................ 8
D. Metode penyusunan dan contoh penafsiran kitab tafsir Al-bayan ........... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................... 12

Kesimpulan ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir al Bayan merupakan sebuah kitab Tafsir yang unggul.
Dikarang oleh tokoh Agung yang tidak asing lagi yaitu Prof. Dr. T.M
Hasbi Ash Shiddieqy. Hasil karya ini terdiri dari dua jilid dan merupakan
karya kedua beliau setelah Tafsir An-Nur. Prof. Dr. T.M Hasbi Ash
Shiddieqy menggunakan metode tersendiri dalam menyusun dan
mengolah tafsir al-Bayan Dan mempunyai perbedaan dengan Karya yang
pertamanya. Kitab ini juga mempunyai keistimewaan dan perbedaan yang
tersendiri dibanding dengan kitab kitab Tafsir lainnya.
Tafsir al Bayan adalah kitab Tafsir dan terjemahan Al-Quran dalam
bahasa Indonesia yang dihasilkan pengarang pada tahun 60-an cetakan
pertamanya ialah pada tahun 1971 yang diterbitkan PT. Almaarif ,
Bandung Dengan ukuran 15 X 22 cm. Kitab ini dinamakan Tafsir al-
Bayan yaitu dari ayat Al-quran, surah Ali imran ayat 138
ِّ َّ‫َٰ َهذَا َب َيا ٌن ِّللن‬
َ‫اس َوهُدًى َو َم ْو ِّع َظةٌ ِّل ْل ُمت َّ ِّقين‬
Artinya :al-qur’an adalah penerangan (penjelasan) bagi seluruh
umat manusia dan nasihat bagi mereka yang bertakwa”
Hasbi Ash Shidieqy menamai kitab tafsir Al-bayan ini bermaksud
untuk menjadikan suatu penjelasan bagi makna-makna Al-qur’an.
Singkatnya kitab tafsir ini banyak memberi sumbangan terhadap
pembelajaran ulum Al-qur’an di Nusantara. Dan masih digunakan hingga
saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Biografi Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy ?
2. Karya-karya Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy?
3. Profil kitab tafsir Al-bayan?
4. Metode penyusunan dan contoh penafsiran kitab tafsir Al-bayan?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy

Nama Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy sudah tidak asing lagi di Indonesia,


terutama dari kalangan ulama pembaharu dan dunia perguruan tinggi Islam. ia
dikenal sebagai seorang ulama mujaddid (pembaharu) pemikir Islam dan
seorang mujtahid di bidang hukum Islam atau pun fiqih. Seorang ulama dan
guru besar dalam bidang fikih, tafsir dan hadis, serta ilmu-ilmu keislaman
lainnya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Sunan kalijaga).
Muhammad Hasbi merupakan nama aslinya, beliau dilahirkan pada tanggal
10 Maret 1904 di Lhok Seumawe, Aceh Utara dari kalangan ulama dan
pejabat keagamaan didaerahnya.1

Ayahnya bernama Teungku Haji Muhammad Husein bin Muhammad


Su’ud seorang qadli (hakim kepala) Lhok Seumawe yang menggantikan
mertuanya dengan gelar Teungku qadli Chik (Sri) Maharaja Mangkubumi.
Ayahnya merupakan keturunan Abu Bakar Ash-Siddiq yang ke-37. Adapun
ibunya bernama Teungku Amrah binti Teungku Qadli Sri Maharaja
Mangkubumi Abdul Azis. Ia keturunan ulama dan bangsawan dilingkungan
kesultanan Aceh Darussalam.2 Hasbi sebagai anak yang lahir dilingkungan
taat beragama dan cenderung fanatik.Ia mendapat pendidikan Islam sejak usia
kanak-kanak dari ayahnya. Pada saat beliau umur 6 tahun ibunya meninggal
dunia sehingga beliau diasuh oleh bibinya Teuku Syamsiah, dua tahun
kemudian bibinya pun meninggal pula. Karena ayahnya menikah lagi
sehingga beliau lebih senang ikut kepada kakak tertuanya yang bernama
Aisyah (Teungku Maneh), dan tetap mengaji kepada ayahnya hingga khatam
30 juz serta disambung dengan mempelajari ilmu qira’ah dan tajwid.

1
Hasbi Ash-Shiddy, dalam sekilas tentang penulis, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, (semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2000)
2
Lilik Ummi Kulsumdan Mafri Amir, Hasbi Ash-Shiddieqy, M. Bibit Suprapto, Ibid

4
Kemudian selama 20 tahun beliau mengunjungi (nyantri) di berbagai
pesantren dari kota ke kota lain. Kemampuan bahasa Arabnya diperoleh dari
Syekh Muhammad ibn Salim Al-kalali, seorang ulama berkebangsaan Arab.
Beliau mesantren dikawasan Aceh hingga dewasa kurang lebih selama 8
tahun. Pertama kali mengaji kepada teungku Abdullah Chik di Peyeung,
khususnya mempelajari ilmu alat (nahwu dan sharaf). Kemudian pindah ke
pesantren Teungku Chik di Bluk Bayu. Setahun berikutnya mengaji kepada
Teungku Chik di Blang Kabu, Gendong dan selanjutnya nyantri di pesantren
Teungku Chik Blang Manyak Samakurok. Rata-rata beliau nyantri didaerah
Pasei masing-masing hanya satu tahun. Pada tahun 1916 beliau nyantri
ketempat yang lebih jauh yakni di pesantren Teungku Idris Chik di Tanjungan
Barat, Samlanga, khusus untuk mempelajari ilmu fiqih selama dua tahun.
Kemudian pindah ke Aceh Besar (Aceh Rayeuk) dan belajar di pesantren
Teungku Hasan Krueng Kale (Teungku Chik di Krueng Kale) seorang ulama
terkemuka Aceh pada saat itu.

Hasbi Ash-Shiddieqy mendapat ijazah dari Teungku Hasan sebagai tanda


tamat belajar pada tahun 1920, dan pulang ke Lhok Seumawe untuk
mengamalkan ilmu ilmunya. Beliau memiliki jiwa yang cenderung berfikir
bebas dan kritis dalam menanggapi suatu masalah. Karena ketidakpuasannya
dalam mempelajari kitab-kitab fiqih Syafi’iyah, beliaupun banyak belajar
otodidak dengan membaca berbagai literatur keislaman, kitab-kitab kuning
berbahasa Arab, buku-buku berbahasa melayu yang bertuliskan huruf Arab
melayu maupun huruf latin, serta belajar bahasa Belanda.

Beliau mendirikan madrasah di kampung halamannya dan menikah


dengan Siti Khadijah. Seorang wanita yang masih punya hubungan keluarga
dengannya, pada saat usianya belum genap 20 tahun. Istrinya meninggal
dunia pada saat melahirkan dan anaknya diberi nama Nur Jauharah, namun
tidak lama kemudian anaknyapun meninggal dunia menyusul ibunya. Oleh
karena itu Hasbi Ash-Shiddieqy menikah untuk yang kedua kalinya dengan
Teungku Nyak Asiyah binti Teungku Haji Hanum yang masih sepupunya.

5
Pernikahan kedua ini ia dikaruniai empat orang anak yakni Zuharah, Anisatul
Fuad, Nourouzzaman dan Zakiyatul Fuad.

Meskipun sudah menikah dan mempunyai seorang anak, namun semangat


beliau tidak pernah pudar dalam mencari ilmu. Beliau belajar ilmu alat secara
khusus dan pembaharuan pemikiran Islam kepada Syeikh Muhammad bin
Salim Al-kalali yang merupakan tokoh pembaharu di Aceh pada saat itu.
Tambahan nama Ash-Shiddieqy merupakan nama atas saran dari gurunya, hal
ini untuk menunjukkan bahwa beliau merupakan keturunan dari Abu Bakar
Ash-Shiddiq, sehingga pada tahun 1925 namanya berubah menjadi
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Muhammad Al-kalali menginginkan agar
menjadi ulama pembaharu yang mumpuni.

Pada tahun 1926 Hasbi Ash-Shiddieqy pergi ke Surabaya dan


melanjutkan pendidikan di Madrasah Al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan
yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, ulama berasal dari
Sudanyangmemiliki pemikiran modern pada waktu itu. Disini beliau
mengambil pelajaran khusus dalam bidang pendidikan dan bahasa selama 2
tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Sukarti inilah yang ikut berperan dalam dalam
membentuk pemikirannya yang modern, sehingga setelah kembali ke Aceh
beliau langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.

Setelah pulang dari Surabaya beliau benar-benar berkiprah dalam


perjuangan, khususnya dibidang pendidikan Islam dan penyebaran ide-ide
pembaharuan, serta beliaupun terjun dalam dunia politik. Namun nasibnya
terpuruk, sehingga beliau harus pindah ke Kutaraja (Banda Aceh). Di kota
inilah beliau bernafas lega namun tidak lepas dari tekanan dan tantangan.
Beliau pernah mengajar diberbagai sekolah seperti: mengajar di HIS dan
MULO Muhammadiyah serta menjadi pengurus Yong Islamieten Bond
Daerah Aceh (YIBDA), mengajar di Jodam Muntasik pada tahun 1937,
mengajar di Ma’had Imanul Mukhlis (Ma’had Iskandar Muda/ MIM) pada
tahun 1941, dan mendirikan PERGUISA (Persatuan Guru-guru Islam Seluruh

6
Aceh), serta mendirikan perguruan Darul Irfan. Setelah itu yakni pada zaman
Jepang hingga kemerdekaan beliau kembali ketanah kelahirannya Lhok
Seumawe dan meramaikan kembali Dayah (pesantren) Mon Gondong yang
telah ditinggal wafat oleh ayahnya pada tahun 1943. Kemudian dengan
statusnya sebagai tawanan akibat revolusi sosial pasca kemerdekaan, beliau
menjadi guru di SMI (Sekolah Menengah Islam) Lhok Seumawe. Tekanan
demi tekanan di Aceh selalu dirasakannya, karena beliau termasuk
pembaharu yang cukup keras dalam kegiatannya. Pada zaman demokrasi
liberal, beliau terlibat secara aktif mewakili partai Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di konstituante.Bersaan
dengan itu, Kementrian Agama Republik Indonesia mendirikan PTAIN
(Perguruan Tinggi Agama Islam di Yogyakarta) pada tahun 1951. Menteri
Agama KH. Wahid Hasyim menarik Hasbi Ash-Shiddieqy untuk dijadikan
dosen. Selain itu Hasbi AshShiddieqy juga mengajar dibeberapa tempat di
Yogyakarta yaitu, di SGHAN (Sekolah Guru dan Hakim Agama Negeri),
PHIN (Pensdidikan Hakim Islam Negeri), Sekolah Menengah Islam Tinggi,
Mualimin Muhammadiyah. Jabatan struktural yang pernah diembannya
adalah sebagai Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
pada tahun 1960-1972, merangkap Dekan sementara Fakultas Syari’ah IAIN
ar-Raniri Banda Aceh pada tahun 1960-1962, merangkap pula sebagai
pembantu Rektor III IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1963-1966. Selain
bertugas di IAIN, beliau juga pernah menjadi anggota konstituante wakil dari
Masyumi, dan berkecimpung pula dalam lembaga pendidikan swasta
diantaranya: sebagai guru besar UII (Universitas Islam Indonesia) pada tahun
1964, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA)
Semarang pada tahun 1967-1975, Rektor Universitas Cokro Aminoto
Surakarta, guru besar UNISBA (Universitas Islam Bandung), UMI
(Universitas Muslim Indonesia) di Makasar.8 Pada tahun 1960 lah beliau
dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis di IAIN Sunan
Kalijaga, sementara gelar profesor dalam bidang ilmu hadis beliau peroleh
pada tahun 1962 berdasarkan surat keputusan Menteri Agama No. B.IV.I/37-

7
92 dan dikukuhkan dengan keputusan presiden RI No. 71/M-1 tanggal 22 Mei
1963. sedangkan gelar Doktor Honoris Causa (DR.C) diterimanya dari
UNISBA pada tanggal 22 maret 1975 dan dari IAIN Sunan Kalijaga pada
tanggal 29 oktober 1975. Beliau wafat pada hari selasa 9 Desember 1975
pukul 17.45 WIB pada usianya yang ke 71, yang pada saat itu beliau sedang
berada dikarantina persiapan pemberangkatan ibadah haji bersama istrinya.
Beliau dikebumikan dipemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat,
Tanggerang.

B. Karya-karya Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy


Beliau telah menghasilkan karya dibidang tafsir, hadis, fiqih dan panduan ibadah
umum. Jumlah karya beliau mencapai 72 buku dan 50 artikel salah satu
diantaranya adalah :
1. Al-islam
2. Kriteria antara sunnah dan Bid’ah
3. Mutiara hadis
4. Sejarah dan pentingnya pengetahuan tentang hadis
5. Fiqhul Mawarith
6. Tafsir Al-qur’an an-nur
7. Pedoman sholat
8. Pedoman puasa
C. Profil kitab tafsir Al-bayan
Tafsir Al Bayan ditulis oleh T. M. Hasbi pada tahun 1966,
sebelumnya pada tahun 1960 beliau telah menyelesaikan tafsir An Nur yag
juga terkenal. Tafsir al-Bayan terdiri atas dua jilid dan setiap jilidnya berisi
15 juz. Jilid I memuat tafsiran ayat-ayat al-Qur’an mulai juz I sampai juz
15 (dari Surah al-Fatihah sampai Surah al-Kahfi ayat 74), sedangkan jilid
II memuat tafsiran ayat-ayat al-Qur’an mulai 16 sampai juz 30 (Surah al-
Kahfi ayat 75 sampai akhir surah al-Nas). Dengan demikian, karya tafsir

8
ini memuat terjemah dan tafsir ayat-ayat alQur’an secara keseluruhan,
yakni 114 surah.3
Latar belakang penulisan tafsir al-bayan disebabkan oleh dua
faktor: Pertama, (faktor Internal) yang dimaksud di sini adalah motivasi
dari penulisnya sendiri untuk mengembangkan karya tafsirnya yang telah
ia tulis sebelumnya. Dalam hal ini, TM. Hasbi menyadari bahwa karya
tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Nur masih perlu dikembangkan dan
disempurnakan, khususnya dari aspek metodologi tafsir. Dalam aspek ini,
Tafsir al- Nur yang mendahului Tafsir al-Bayan hanya merupakan karya
tafsir yang secara metodologis menginterpretasikan ayat-ayat al- Qur’an
secara singkat. Atau dengan kata lain, sebagian lafaz atau ayat di dalam
Tafsir al-Nur tersebut tidak terinterpretasi secara tuntas.
Kedua, Faktor Eksternal, yang dimaksud disini adalah motivasi
yang bersumber ari tafsir-tafsir Al Quran di luar An Nur. Dalam hal ini, T.
M. Hasbi menyatakan bahwa terjemahan-terjemahan atau tafsir di masa itu
masih perlu di sempurnakan.
D. Metode penyusunan dan contoh penafsiran kitab tafsir Al-bayan

Untuk mengetahui metode penafsiran dan penulisan yang digunakan di Tafsir


Al Bayan, maka terleih dahulu harus mengetahui sistematika penafsirannya. T.
M. Hasbi menyatakan beberapa langkah yang digunakan dalam penulisan
tafsirnya ialah :

A. Sebelum menafsirkan ayat, Hasbi menjelasan seputar ulum Al Quran, latar


belakang jazirah arab yang merupakan turunnya Al Quran dan ilmu
lainnya yang berhubungan dengn Al Quran
B. Sebelum mulai menafsirkan ayat atau surat, pada awal juz Hasbi
menjelaskan pembagian juz, bahwa setiap juz memiliki 2 hizb dan setiap
hizb terbagi menjadi 4 rubu’.

3
Surahman Amin, “Telaah atas Karya Tafsir di Indonesia: Studi atas Tafsir al-Bayan Karya Tm.
Hasbi al-Siddiqi”, Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman : Afkaruna. 2013. Hal 41

9
C. Sebelum menafsirkan surah baru, Hasbi menjelaskan urutan dan namasurat
berdasarkan mushaf Al Quran, dimana diturunkan dan berapa jumlahayat.
D. Muqaddimah, menyebutkan nama surah dan menyertakan isi
kandungannya secara ringkas
E. Menjelaskan munasabah surah dengan surah sebelumnya dan munasabah
ayat dengan ayat lainnya.
F. Menuliskan ayat dan menerjemahkan tiap ayat.
G. Membagi surah ke dalam beragai tema sesuai dengan topik pembahasan
ayat yang bersangkutan
H. Memberikan catatan kaki ke ayat yang perlu penjelasan lebih
I. Di dalam catatan kaki terkadang Hasbi memberikan penjelasan atas istilah
yang di catatan kaki4

Metode yang dipakai dalam tafsir Al Bayan adalah metode tahlili, biaa dikenal
juga dengan istilah metode analitis yakni para penafsir menjelaskan ayat-ayat Al
Quran, ia menerangkan makna ayat yang tercakup didalamnya dan menguraikan
secara runtut ayat demi ayat, surah demi surah sesuai urutannya didalam mushaf,
mulai dari surah Al Fatihah sampai surh An Nas. Ayat yang ditafsirkan oleh T. M.
Hasbi dijelaskan pula aspek munasabahnya, arti kosa kata ayatnya, asbab nuzul
pendapat Nabi Muhammad SAW atau sahabat, tabiín atau penafsir lain.

Tafsir Al Bayan juga memiliki corak tersendiri dalam penulisannya, yakni


menggunakan corak fiqhi dan Al Raýu. T. M. Hasbi mengatakan tentang tafirnya
ini “mengistimewakan perhatian kepada hukum-hukum yang dikandung oleh
ayat”. Beliau menafsirkan ayat yang berkenaan dengan fiqhi, maka yang
ditonjolkan dalam tafsirnya adalah masalah hukum yang terkandung dalam ayat
tersebut. Selain itu, beliau adalah sang mufassir yang sangat ahli di bidang hukum
Islam. Karangan beliau tentang fiqhi mendominasi karya-karya beliau (36 judul).
Ini membuktikan bahwa T.M Hasbi sangat menguasai ilmu ini dan sangat wajar

4
Sobari bin Sutarip, “Pembaruan Fiqih Indonesia (Telaah Tafsir Al Bayan Karya T. M. Hasbi As
Shiddiq”, Jurnal Kajian Interdisipliner Islam Indonesia Vol 10, 2020, hal 72

10
ketika dituangkan pemikiran fiqhinya dalam penafiran Al Quran. 5 Dikatakan juga
bahwa Tafsir Al Bayan ini juga terbangun dalam bentuk pemikiran (Al Raýu).
6
Beliau menggunakan nalarnya dalam menginterprestasikan ayat-ayat Al Quran.
Hal ini bisa dilihat dari penafsirannya yang berhubungan dengan ayat ahkam

Menurutnya, hukum fiqh yang dianuti oleh masyarakat Islam Indonesia


banyak yang tidak sesuai dengan keperibadian bangsa Indonesia. Mereka terlalu
berkecenderungan mengikut mazhab imam-imam tersebut. Sebagai alternatif
terhadap sikap tersebut, beliau mencadangkan gagasan perumusan kembali fiqh
Islam yang berkeperibadian Indonesia. Menurutnya, umat Islam harus mencipta
hukum fiqh yang sesuai dengan latar belakang masyarakat Indonesia. Namun
begitu begitu, tidak beerti ijtihad ulama’ terdahulu harus dibuang sama sekali,
tetapi harus diteliti dan dipelajari secara bebas, kritis dan terlepas dari sikap
fanatik. Dengan demikian, pendapat ulama’ dari mazhab manapun, asalkan sesuai
dan relevan dengan situasi masyarakat Indonesia dapat diterima dan diterapkan.

Contoh penafsiran

Tema tentang Malaikat di bebani ibadah


Maka Hasbi mengabil pendapat Istimbath hukum tentang malaikat dibebani
ibadah yaitu pada penafsiran surat Al A’rof ayat 206,

ْ َ‫س ِّب ُحونَهُ َولَهُ ي‬


)206( َ‫س ُجدُون‬ ْ َ‫إِّنَّ الَّ ِّذينَ ِّع ْن َد َر ِّبكَ ََل ي‬
َ ُ‫ست َ ْك ِّب ُرونَ ع َْن ِّعبَا َدتِّ ِّه َوي‬

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa


enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-
Nya-lah mereka bersujud.(Q.S. Al A’rof : 206)

Hasbi menjelaskan : ayat ini memberi peringatan bahwa malaikat juga dibebani
ibadah.

5
Ibid hal 45
6
Sulaiman Ibrahim, “Khazanah Tafsir Nusantara : Telaah atas Tafsir Al Bayan Karya TM. Hasbi Ash
Shiddieqy”, Jurnal Pemikiran Konstruksi Bidang Filsafat dan Dakwah, Vol 8. 2018.Hal 112

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tafsir al Bayan merupakan sebuah kitab Tafsir yang unggul. Dikarang


oleh tokoh Agung yang tidak asing lagi yaitu Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy.
Hasil karya ini terdiri dari dua jilid dan merupakan karya kedua beliau setelah
Tafsir An-Nur. Prof. Dr. T.M Hasbi Ash Shiddieqy menggunakan metode
tersendiri dalam menyusun dan mengolah tafsir al-Bayan Dan mempunyai
perbedaan dengan Karya yang pertamanya. Kitab ini juga mempunyai
keistimewaan dan perbedaan yang tersendiri dibanding dengan kitab kitab Tafsir
lainnya.
Latar belakang penulisan tafsir al-bayan disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, (faktor Internal) yang dimaksud di sini adalah motivasi dari penulisnya
sendiri untuk mengembangkan karya tafsirnya yang telah ia tulis sebelumnya.
Dalam hal ini, TM. Hasbi menyadari bahwa karya tafsirnya yang berjudul Tafsir
al-Nur masih perlu dikembangkan dan disempurnakan, khususnya dari aspek
metodologi tafsir.
Kedua,( Faktor Eksternal) yang dimaksud disini adalah motivasi yang
bersumber ari tafsir-tafsir Al Quran di luar An Nur. Dalam hal ini, T. M. Hasbi
menyatakan bahwa terjemahan-terjemahan atau tafsir di masa itu masih perlu di
sempurnakan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Shiddiqi, Nourouzzaman, Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Perspektif
Sejarah Pemikiran Islam di Indonesia, disertasi Doktoral (IAIN Sunan
Kalijaga, 1987).
Dahlan, Abdul Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam 1:
Pemikiran Teologi Gakarta: Penerbit Beunebi Cipta, 1987).
Nasution, Harun, Teologi Islam (Jakarta: UI-Press, cet. 5, 1985).

13

Anda mungkin juga menyukai