Anda di halaman 1dari 14

KONTRIBUSI AHMAD KHATIB SAMBAS DI SAMBAS

Makalah:

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Tasawuf Nusantara 2

Oleh:

Luluk Bachiyah (E97217033)

Ian Dwi Ashari (E97217032)

Achmad Iswahyudi Andirejo (E97217027)

Dosen Pengampu:

Dr. Sokhi Huda, M.Ag

PROGAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKLTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019

1|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Kontribusi Ahmad Khatib Sambas Di Sambas

“Pengalaman mistik dalam menuju Sang khaliq ditempuh dengan jalan berbeda-
beda, teks-teks suci al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sumber pencapaian esensi
yang tidak boleh luput dari makhluk”

A. Pendahuluan

Tasawuf adalah sebuah pengalaman batin atau mistik manusia.


Tasawuf merupakan metode berdimensi batin manusia, agar manusia tersebut
lebih dekat kepada Tuhannya dan orang yang melakukan hal ini biasanya disebut
dengan sufi. Semua manusia dalam beragam agama, filsafat dan pandangan
hidupnya, adalah makhluk yang memiliki potensi pengalaman mistik, batin atau
esoterik. Secara esensi keberagaman definisi tasawuf oleh para sufi, bersifat saling
melengkapi dan secara jelas tidak terdapat kontroversi antara satu dengan yang
lainnya.

Dalam ajaran agama Islam tasawuf menempati posisi yang sangat


signifikan. Karena dalam ilmu tasawuf, esensinya untuk mencapai ajaran agama
Islam harus bersumberkan pada teks-teks suci, al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh
sebab itu, manusia dituntut memiliki pemahaman yang utuh, komprehenshif dan
rasional dalam memahami teks-teks suci tersebut. Tidak hanya sekedar
pemahaman tekstual dan legal-formal saja, pemahaman terhadap teks-teks suci
tersebut dapat dicapai melalui mata hati yang jernih, tanpa tendensi, tanpa
kepentingan dan berbekal jiwa yang bersih pula. Banyak faham maupun teori
yang mengungkapkan munculnya ajaran tasawuf di dalam agama Islam. Ada yang
beranggapan, bahwa tasawuf muncul karena pengaruh dari budaya-budaya lokal
atau pengaruh dari agama non Islam.

Tasawuf masuk pertama kali di Indonesia adalah di daerah Aceh,


dengan beberapa tokoh pelopor Tasawauf diantaranya: Ar Raniri (w. 1658 M),
Abdur Rauf As Sinkili (1615 -1693 M), Muhammad Yusuf Al makkasary (1629-
1699 M) mereka semua belajar di Makkah. Dalam bertasawuf kita akan
menempuh jalan spiritual, yakni tarekat. Tarekat adalah jalan atau metode pada

2|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
aliran tasawuf atau sufisme dalam Islam, Dalam pengertian yang secara luas,
tarekat adalah sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Di Indonesia kata
tarekat digunakan sebagai sebutan nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak
ada hubungannya dengan paham tasawuf yang semula atau tarekat besar dan
kenamaan. Sejak kemunculannya pada abad ke-12, tarekat mengalami
perkembangan yang pesat. Tarekat-tarekat memegang peranan yang cukup besar
dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat, setelah mereka dilabrak secara
mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar (kota Baghdad
dimusnahkan tentara Tartar pada 1258/656 H). Pada umumnya, para anggota
tarekatlah yang berperan dalam penyebaran Islam. Tarekat-tarekatlah yang
menguasai kehidupan umat Islam selama zaman pertengahan sejarah Islam (abad
ke 13-18 M).
Ahmad Khatib Sambas adalah salah satu contoh ulama besar
Indonesia yang menetap di Makkah dan membawa pengaruh besar bagi Indonesia.
Ahmad Khatib Sambas tidak saja mengangkat citra bangsa Indonesia di mata
dunia dalam bidang ilmu ke Islaman, sampai ke Indonesia. Syaikh Ahmad Khatib
Sambas sendiri adalah seorang tokoh sekaligus ulama pendiri Tarekat, yaitu
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Yang di modifikasinya dengan
menggabungkan dua aliran Tarekat yang berbeda. Di dalam makalah ini, kami
ingin lebih memfokuskan pada sejarah (biogragrafi), kontribusi, dan silsilah dari
Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang pada kenyataannya kurang dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, kami ingin menggali lebih dalam mengenai
Syaikh Ahmad Khatib Sambas.
B. Biografi

Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Beliau dilahirkan tahun 1803 M (awal


abad ke-19 M) di Kampung Dagang, atau Kampung Asam, kota Sambas,
Kalimantan Barat. Pada saat itu Sambas masih merupakan sebuah kerajaan Islam,
dengan pusat pemerintahannya di kota Sambas. Sejak kanak-kanak beliau terkenal
sebagai santri yang cerdas, dan memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan
teman-teman sebayanya. Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan
ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang

3|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya Mekkah
pada tahun 1820 M. Beliau pergi ke tanah suci Makkah, untuk menunaikan ibadah
haji dan bermukim disana untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah menetap di
Makkah, beliau tidak pernah pulang kembali ke kampung halamannya hingga
akhir hayatnya (1875 M).1 Di Makkah beliau belajar banyak ilmu pengetahuan
agama, termasuk sufisme. Dan ia pun berhasil mendapatkan kedudukan
kehormatan di antara teman-teman sezamannya, hingga akhirnya ajarannya
berpengaruh kuat hingga sampai ke Indonesia.2

Guru pertama Syaikh Ahmad Khatib di Makkah adalah Syekh Daud bin
Abdullah al-Fatani (1721-1843M) yang menampung dan mengajari Syaikh
Ahmad Khatib Sambas. Syaikh Ahmad Khatib Sambas sendiri adalah seorang
tokoh sekaligus ulama pendiri Tarekat, yaitu Tarekat Qadirriyah wa
Naqsabandiyyah. Yang di modifikasinya dengan menggabungkan dua aliran
Tarekat yang berbeda. Dan karya utama dan satu-satunya adalah kitab Fath
al-‘Arifin, yang digunakan sampai sekarang. Di dalam kitab ini berisi tentang,
pelaksanaan dzikir dalam Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah.3

Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN) adalah sebuah tarekat yang


merupakan hasil unifikasi dua tarekat besar, yaitu Tarekat Qadiriyah dan
Naqsabandiyah. Penggabungan kedua tersebut kemudian dimodifikasi sedemikian
rupa, sehingga terbentuk sebuah tarekat yang mandiri dan berbeda dengan tarekat
induknya. Perbedaan itu terutama terdapat dalam bentuk-bentuk riyadah dan
ritualnya. Penggabungan dan modifikasi yang demikian ini memang yang terjadi
dalam tarekat Qadiriyah.4

Tarekat ini diditikan oleh sufi dan Syaikh besar masjid al-Haram di
Makkah al-Mukarramah, ia bernama Ahmad Khatib ibn Abd. Ghaffar al-Sambasi
al-Jawi. Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia, yang tinggal sampai

1
Wawan Nurkholim, Skripsi: Syaikh Ahmad Khatib Sambas Pendiri Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah (1803-1875)”. (Surabaya: UINSA, 2017).
2
Ibid.
3
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1992), 90.
4
Wawan Nurkholim, Skripsi: Syaikh Ahmad Khatib Sambas.,

4|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang mursyid
tarekat Qadiriyah, di samping juga ada yang menyebutkan beliau adalah juga
mursyid dalam tarekat Naqsyabandiyah. Akan tetapi, beliau hanya menyebutkan
silsilah tarekatnya dari sanad tarekat Qadiriyah. Sebagai seorang mursyid yang
sangat alim, Syekh Ahmad Khatib memiliki otoritas untuk membuat modifikasi
tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya.5

Karena dalam tarekat Qadiriyah ada kebebasan untuk itu bagi yang telah
mencapai derajat mursyid, tetapi yang jelas pada masanya telah terdapat pusat
penyebaran tarekat Naqsabandiyah baik di Makkah pun di Madinah. Sehingga,
sangat dimungkinkan ia mendapat bai’at tarekat Naqsyabandiyah dari
kemursyidan tarekat tersebut. Kemudian, ia menggabungkan inti ajaran kedua
tarekat tersebut Qadiriyah dan Naqsyabandiyah dan mengajarkan pada murid-
muridnya yang berasal dari Indonesia.

Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut dimungkinkan atas dasar


pertimbangan logis dan strategis bahwa kedua ajaran inti itu bersifat saling
melengkapi, terutama dalam hal jenis zikir dan metodenya. Tarekat Qadiriyah
menekankan ajarannya pada zikir jahr nafy al-isbat, sedangkan Tarekat
Naqsyabandiyah menekankan model zikir sirr Ism atau zikir lathif. Dengan
penggabungan itu, diharapkan para muridnya dapat mencapai derajat kesufian
yang lebih tinggi dengan cara yang lebih efektif dan efisien.67

Di Makkah beliau belajar kepada ulama-ulama al-Jawi, yang telah dahulu


menetap di sana maupun ulama-ulama asli Timur Tengah. Beliau mempelajari
ilmu-ilmu keIslaman, sehingga terkenal sebagai seorang yang alim. Beliau sangat
menguasai ilmu fikih, di samping juga ahli dalam ilmu tafsir dan hadits. Dan lebih
dari itu beliau juga terkenal sebagai ahli tasawuf (sufi), dan inilah yang menjadi
dunianya di kala beliau berusia senja.

5
Wawan Nurkholim, Skripsi: Syaikh Ahmad Khatib Sambas Pendiri Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah (1803-1875)”. (Surabaya: UINSA, 2017).
6
Ibid.
7
Suriadi, “Pendidikan Sufistik Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah: Kajian atas Pemikiran
Ahmad Khatib Sambas”, Khazanah, vol.15, no.02 (2017), 265.

5|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Di antara guru Ahmad Khatib Sambas yang paling terkenal, dan banyak
memberikan warna kepadanya adalah Syaikh Dawud al-Fathani al-Jawi (1721-
1843M) seorang ulama asal Patani. Ulama ini terkenal sebagai sufi yang menjaga
keseimbangan antara fikih dan tasawuf, mursyid tarekat Syathariyyah. Di samping
itu, Ahmad Khatib berguru pula kepada Syaikh Syamsuddin (1111 H/1699 M-
1195 H/ 1781 M) dan berbaiat tarekat Qadiriyah kepadanya. Dari semua murid-
murid Syaikh al-Din, Ahmad Khatib mencapai tingkat tertinggi dan kemudian
ditunjuk sebagai Syaikh Mursyid Kamil Mukammil (Pemimpin tertingi dalam
suatu tarekat). Untuk tarekat Naqsyabandiyah, Ahmad Khatib berguru dan
berbaiat kepada Syaikh Sulaiman Efendi (1888 M/1304 H) mursyid tarekat
tersebut yang berpusat di Jabal Abi Qubais. 8

Syaikh Ahmad Khatib Sambas berhasil menggabungkan dua tarekat yang


cukup berbeda penekanan dan tata caranya ini, yakni tarekat Qadiriyah (yang
didirikan oleh Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani (1077-1166 M) dan tarekat
Naqsyabandiyah (yang didirikan oleh Syaikh Muhammad ibn Muhammad
Bahauddin al-Uwaisi al-Bukhari an-Naqsyabandi (1318-1389 M). Dan
meramunya menjadi satu tarekat baru yang kemudian diberi nama tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (1843 M). Dengan demikian artinya beliaulah
yang menciptakan tarekat tersebut, yang mungkin di Kampung halamnya sendiri
beliau telah dilupakan orang.9

Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadhu’ dan ta’zim dari
Syaikh Ahmad Khatib yang sangat alim itu kepada pendiri kedua tarekat tersebut,
sehingga ia tidak menisbatkan nama tarekatnya kepada dirinya. Padahal, kalau
melihat modifikasi ajaran dan tata cara ritual tarekatnya itu, sebenarnya lebih tepat
kalau dinamakan dengan Tarekat Khatibiyah/Sambasiyah karena tarekat ini
merupakan hasil ijtihadnya. Di dalam buku Sri Mulyari tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah, tarekat Qadiriyah wa Nasyabandiyah termasuk di dalam tarekat
yang mu’tabarah.10
8
Wawan Nurkholim, Skripsi: Syaikh Ahmad Khatib Sambas Pendiri Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah (1803-1875)”. (Surabaya: UINSA, 2017).
9
Ibid.
10
Ibid.

6|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di tahun 1970 an empat
pusat TQN di Jawa, yaitu : Rejoso, Jombang di bawah pimpinan Kiai
Tamim(1888 M-1958 M), Mranggen dipimpin oleh Kiai Muslih (1908 M-1981
M), Suryalaya, Tasikmalaya di bawah pimpinan K.H. Shohibulwafa Tajul 'Arifin
(Abah Anom) (1 Januari 1915-05 September 2015), dan Pagentongan, Bogor
dipimpin oleh Kiai Thohir Falak (1842 M-1972 M). Silsilah Rejoso didapat dari
jalur Kiai Ahmad Hasbullah (31 Maret 1888-29 Desember 1971), Suryalaya dari
jalur Kiai Thalhah (1825-1935 M) (Cirebon), dan yang lainnya dari jalur Syaikh
Abdul Karim Bantani (1830 M/1250 H-1875 M) dan khalifah-khalifahnya.11

C. Kontribusi

Islamisasi di Sambas merupakan proses yang sangat penting yang


terjadi di Sambas dalam sejarah Indonesia. Proses penyebaran Islam di Sambas ini
terjadi sejak awal abad ke-15 M. Ini dibuktikan dengan teori China yang mana
pada waktu itu Dinasti Ming yang merupakan negara adidaya maritim mengutus
Cheng Ho (1371-1433 M) untuk menjalin hubungan perdagangan Internasional
dan geopolitik regional di Asia. Arus Cina pun terjadi sebagai tanda awal dari
Islamisasi di Sambas. Banyak dari anak buah Cheng Ho (1371-1433 M) adalah
seorang pedagang muslim yang kemudian mendirikan komunitas muslim Hanafi
di Sambas pada tahun 1407 H.

Sambas merupakan wilayah yang aktif dalam perdagangan.


Kemungkinan besar terjadilah pertemuan dagang muslim antara Arab, India, dan
Cina. Pada Abad 15 yang bertepatan dengan jatuhnya kerajaan Majapahit di
Kalimantan oleh kekuatan Islam, menjadikan pedagang muslim lebih mudah
masuk ke Indonesia. Menjelang akhir abad ke-I6 telah ditemukan arkeologi
berupa bangunan masjid di Sambas, yang menjadi bukti bahwa Islam telah benar-
benar diterima oleh masyarakat Sambas. Kemudian, di pesisir pantai, Islam juga
berkembang cukup baik, dan mulai memasuki pusat-pusat pemerintahan.

11
Wawan Nurkholim, Skripsi: Syaikh Ahmad Khatib Sambas Pendiri Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah (1803-1875)”. (Surabaya: UINSA, 2017).

7|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Setelah berjalan dari ke waktu, warna keislaman di Kalimantan Barat,
khususnya Sambas, lebih di kenal sebagai Islam dalam warna tarekat di bawah
pengaruh toko besar yakni Ahmad Khatib Sambas. Dalam buku Indentitas Orang
Melayu di Hulu Sungai Sambas, Menurut Munawar, Islam di Sambas sudah ada
sejak tahun 1687, saat raden Sulaiman berkuasa. Penduduk disana 81% telah
memeluk Islam namun masih menjujung adat dan tradisi. Keadaan itu tentu sangat
mempengaruhi kehidupan sosial di Sambas. Karena kental akan budaya baik adat,
tradisi, ataupun spiritual. Maka, sulit dibedakan antara orang Melayu dengan
orang Dayak. Menurut Bakran Suni, Islam masuk ke Sambas melalui banyak
jalur, dengan waktu yang tidak sama. Erwin mengatakan Islam telah memberi
warna kehidupan sosial Sambas. Bahkan, Islam menjadi identitas Sambas dengan
memperkenalkan istilah Serambi Mekkah . Adapun beberapa tokoh yang berperan
penting salah satunya yaitu Syaikh Khatib Sambas.12
Syaikh Sambas seorang pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
yang pengaruhnya banyak disebut-sebut meliputi Islam di wilayah ASEAN. 13
Syaikh Khatib Sambas merupakan salah satu Ulama besar Indonesia yang
menetap di Mekkah dan membawa pengaruh besar bagi Indonesia. Beliau secara
tidak sengaja mengangkat citra Indonesia di dunia melalui keilmuannya, dan tidak
sedikit pula murid-muridnya yang juga memberikan pengaruh dan kontribusi
besar kepada Indonesia. Syaikh Sambas memang tidak secara langsung
memberikan peranan dan kontribusi dalam dunia Islam khususnya di Indonesia,
namun banyak sekali gagasan dan pembaharuan yang dilakukan oleh beliau
hingga berkembang pesat di Indonesia. Banyak dari murid beliau yang kemudian
menjadi tokoh sentral dan penting di Indonesia hingga menyebar ke daerah-daerah
di Indonesia.14

Syaikh Ahmad Khatib Sambas muncul sebagai tokoh pendiri tarekat


qadiriyah dan Naqsabandiyah (TQN). Tarekat Qadiriyah digagas oleh syaikh

12
Yusriadi, Identitas Orang Melayu di Hulu Sungai Sambas (Pontianak: Pontianak Press, 2019),
17.
13
Muhammad Murtadlo, “Masjid Kraton Sambas dalam Konstelasi Pembaharuan Islam di
Kalimantan Barat”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol.12, no. 01 (2014), 215.
14
Wawan Nurkholim, “Syaikh Ahmad Khatib Sambas”, Skripsi (Surabaya: 2017), 5.

8|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shaleh Zangi Dost al-Jailani
(1077-1166 M) yang mengacu pada tradisi mazhab Iraqi yang dibangun Imam al-
Junaid (220-298 H). Sementara tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh syaikh
Muhammad Ibn Muhammad Baha’uddin al-Uwaisyi al-Bukhari al-Naqsyabandi
(1318-1389 M) yang didasarkan pada pada tradisi al-Khurasani yang dipelopori
oleh al-Bustami (804-875 M). Kedua jenis tarekat inilah yang dengan berlian
dikembangkan oleh syaikh Sambas dalam satu kesatuan yang bulat seperti dikenal
di kalangan umat muslim sekarang ini. Di dalam kitab Fathul Arifin,
menunjukkan integritas keilmuan beliau di lingkungan masyarakat Islam di
belahan dunia, terutama di negara-negara yang bermazhab Syafi’i dan bertasawuf
seperti konsepnya al-Bustami (804-875 M)dan al-Junaid (220-298 H).15

Pada pertengahan abad ke-19, Ahmad Khatib Sambas mulai


mengajarkan TQN. Tarekat ini diamalkan secara utuh, dan menjadi model tarekat
baru di Indonesia. Tarekat ini diajarkan oleh beliau pertama kali kepada muridnya
yang bernama Muhammad Ismail bin Abdurrahim al-Bali (128 H/740 M – 193
H/809 M) (dari Bali) dalam kitab Fath al-Arifin yang menjelaskan baiat, zikir,
muraqabah, dan istilah TQN yang tebalnya hanya 11 halaman. Setelah beliau
meninggal, pimpinan tarekat dipegang oleh Abdul Karim (1250-1417 H) Banten
yang bermukim di mekkah, beliau juga memberikan ijazah kepada Thalhah (1825-
1935 M) di Cirebon dan Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura di
Mekkah. Karena inilah TQN mulai menyebar dan berkembang di Indonesia. Pada
tahun 1970, terdapat empat tempat yang menjadi pusat TQN, antara lain: Rejoso
Jombang diasuh oleh kyai Mustain Romli (31 Agustus 1931–21 Januari 1985),
Mranggen Demak Jawa Tengah diasuh oleh KH.Muslih (1908-1981 M),
Suryalaya Tasikmalaya diasuh Abah Anom (1915– 2011 M), Pegentongan Bogor
diasuh Kyai Thohir Falak (1842 – 1972 M).16 Semasa hidupnya, beliau
mengangkat banyak khalifah (wakil), namun posisi pewaris utamanya setelah
beliau wafat adalah syaikh Abd al-Karim al-Bantani (1250-1417 H), ia adalah

15
Saiq Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial (Bandung: Mizan, 2006), 426.
16
Sahal Mahfudh, Tasawuf Sosial (Jakarta: Quanta, 2019), 32.

9|T a s a w u f N u s a n t a r a 2
kyai agung yang memberi semangat jihad dalam perlawanan terhadap Belanda
pada masa penjajahan sekitar tahun 1888 di Banten.17

D. Silsilah

Pada abad ke-19 hampir semua syaikh dari berbagai tarekat memiliki
representasinya di Haramayn Mekkah dan Madinah. Haramayn menjadi semacam
religious market , dimana para jamaah haji dari Melayu-Nusantara secara
beramai-ramai ingin mendapatkan bai’at dari syaikh tarekat di Mekkah atau
Madinah, dan sebaliknya para syaikh juga berusaha untuk mendapatkan banyak
pengikut. Jamaah haji yang berasal dari Sumatera termasuk penyumbang terbesar
yang tertarik dengan dunia tasawuf (tarekat). Di tengah perkembangan tarekat
yang besar-besaran inilah syaikh Sambas datang untuk menuntuk ilmu di
Haramayn. Beliau yang lahir di Sambas Kalimantan, menuntuk ilmu ke Haramayn
pada usia 20-an. Beliau pernah belajar kepada syaikh al-Palimbani (1116 H/1704
M-1203 H/1789 M), hingga beliau wafat dan kemudian berguru kepada Da’ud al-
Fathani. Selama karirnya di Makkah, Khatib Sambas dikenal sebagai guru yang
menggabungkan dua teknik zikir tarekat sekaligus, yaitu Tarekat Qadiriyah dan
Tarekat Naqsyabandiyah. Tekniknya tersebut ternyata banyak mendapat pengikut
dari jamaah haji Nusantara, yang kemudian berkembang seolah-olah menjadi
tarekat tersendiri, dikenal dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
(TQN).18

Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah semakin dikenal luas melalui


risalah Fath al-‘Arifin (FA) yang ditulis oleh murid-muridnya. FA hanyalah
sebuah risalah pendek, yang menjelaskan tata cara bai’at, teknik zikir, dan silsilah
Khatib Sambas. Popularitas Khatib Sambas terletak pada upayanya
menggabungkan dua tehnik zikir dan meditasi spiritual dari dua buah tarekat
besar, yaitu Tarekat Qadiriyah, yang mengamalkan dzikir jahr (suara keras) untuk
menegaskan nafi (la ilah) dan itsbat (ill Allah); dan Tarekat Naq-syabandiyah

17
Tri Wibowo, Akulah Debu di Jalan al-Musthofa Jejak-Jejak Awliya Allah (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), 122.
18
Ali Muzakir, “Petunjuk Baru Silsilah Ahmad Khatib Sambas: Tiga Teks Tulisan Melayu”,
Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 13, no. 02, (2015), 516.

10 | T a s a w u f N u s a n t a r a 2
yang mengamalkan zikir sirr (di dalam hati) untuk menegaskan itsbat semata-
mata (kalimat: Allah) atau nafi dan ithbat sekaligus (la ilah ill Allah). Dengan
mengatakan sebagai gabungan dari dua amalan tarekat membuat Khatib Sambas
dikenal sebagai pendiri TQN. Namun, Khatib Sambas bukanlah penulis FA.
Kemungkinan ia mendiktekan dan murid-murid menuliskannya. Dua orang
muridnya yang paling terkenal sebagai penulis FA ialah Muhammad al-Bali dan
Ma‘ruf Palembang.19

Tampaknya, dari segi ajaran syaikh Sambas disebutkan berasal dari


Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, Berikut adalah silsilah dari Qadiriyah menurut
Ma’ruf Palembang dan Muhammad al-Bali, susunan silsilah gurunya antara lain
sebagai berikut: Nabi Muhammad (570-632 M), ‘Ali ibn Abi Thalib (601-661 M),
Husayn bin ‘Ali (626-680 M), ‘Ali b. Husayn Zayn al-‘Abidin (659-712 M),
Muhammad ibn ‘Ali al-Baqir (677-731 M), Ja‘far ibn Muhammad al-Shadiq (702-
763 M), Musa ibn Ja‘far al-Kazim (745-779 M), Abu al-Hasan ‘Ali bin Musa al-
Ridha (w. 202/818), Ma‘ruf al-Karkhi (750-815 M), Sari al-Saqati (772-865 M),
Abu al-Qasim al-Junayd al-Baghdadi (220-298 H), Abu Bakr al-Shibli (861-945
M), ‘Abd al-Wahid al-Tamimi (1701-1793 M), Abu al-Fajr al-Turtusi, Abu Hasan
‘Ali al-Hakkari, Abu Sa‘id Makhzumi (636-715 M), ‘Abd al-Qadir al-Jailani
(1078-1166 M), ‘Abd al-‘Aziz (w. 602/1205), Muhammad al-Hattak, Syarif al-
Din (1471-1485 M), Nur al-Din (w. 1658), Waliy al-Din (w. 826 H), Hisyam al-
Din, Yahya (w. 872 H), Abu Bakr (w. 992 H), ‘Abd al-Rahim (w. 943/1537),
‘Utsman, ‘Abd al-Fath, Muhammad Murad (w. 1791 M), Syams al-Din (1699-
1781 M), dan sampailah pada Ahmad Khathib Sambas (1803-1875 M). Nama-
nama yang disebutkan dalam silsilah tersebut, sebagiannya, sangat singkat ditulis,
sehingga sulit untuk melacak asal geografis (kuniyah) maupun cabang tarekatnya.
Mulai dari nama Syams al-Din (1111 H/1699 M- 1195 H/ 1781 M), Muhammad
Murad, dan seterusnya sampai kepada Muhammad al-Hattak adalah guru-guru
Tarekat Qadiriyah yang sulit sekali ditelusuri. Mulai dari ‘Abd al-‘Aziz, yang

19
Ali Muzakir, “Petunjuk Baru Silsilah Ahmad Khatib Sambas: Tiga Teks Tulisan Melayu”,
Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 13, no. 02, (2015), 516.

11 | T a s a w u f N u s a n t a r a 2
menerima dari ‘Abd al-Qadir al-Jilani, yang menerima dari ‘Abu Sa‘id Makhzumi
dan seterusnya barulah guru-guru Qadiriyah yang lazim dikenal.20

Bukan hanya itu syaikh Khatib Sambas menerima bai‘at ke dalam


Naqsyabandiyah melalui Syams al-Din (1111 H/1699 M- 1195 H/ 1781 M). Nama
Syams al-Din juga disebut oleh Muhammad al-Bali, tetapi hanya sebagai guru
Qadiriyah. Ternyata, Syams al-Din adalah juga guru Khatib Sambas untuk
Naqsyabandiyah. Silsilah Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut: Muhammad
Saw (570-632 M), Abu Bakr al-Shiddiq (573-634 M), Salman al-Farisi (568-655
M), Qasim bin Muhammad ibn Abu Bakr al-Shiddiq (w.724 M), Ja‘far al-Shadiq
(702-763 M), Abu Yazid al-Bisthami (804-874 M), ‘Ali al-Kharqani (963-1034
M), Abu ‘Ali al-Fadhl al-Farmadzi (1058-1084 M), Abu Ya‘qub Yusuf al-
Hamadani (w. 535/1140), ‘Abd al-Khaliq al-Ghujdawani (w. 617/1220), ‘Arif al-
Riwghari (w. 1062-1259 M), Mahmud al-Anjir al-Faghnawi (626-717 H)), ‘Ali
al-Nasaji al-Ramitani (1194-1306 M), Muhammad Baba al-Sammasi (1195-1257
M), Amir al-Kulali al-Bukhari (w. 772/1371), Muhammad Baha’ al-Din al-
Naqsyabandi (1318-1389 M), Muhammad ‘Ala’ al-Din al-‘Athari (718-802 H),
Ya‘qub al-Jarkhi (762/1360-851/1447), Nashr al-Din ‘Abd Allah Ahrar (1404-
1490 H), Muhammad al-Zayd (w. 936/1524), Darwisy Muhammad (1444-1562
M), Khawajik al-Samarqandi al-Amkanaki (w. 1008/1599), Muhammad al-Baqi
bi Allah Berang (w. 1564-1603 M), Imam Rabbani Ahmad Faruqi Sirhindi (1564-
1624 M), Muhammad Ma‘shum (1598-1688 M), Sayf al-Din al-Ahmadi (1639-
1685), Muhammad Nur al-Bada‘uni (w. 1134/1722), Syams al-Din Habib Allah
Jan Janani (1701-1781 M), Ghulam ‘Ali ‘Abd Allah al-Dihlawi (1743-1824 M),
Abu Sa‘id al-Ahmadi (w. 1250/1835), Syaikh Musa, Syams al-Din (1699-1781
M), dan sampailah kepada beliau syaikh Ahmad Khathib Sambas (1803-1875
M).21
E. Penutup

20
Ali Muzakir, “Petunjuk Baru Silsilah Ahmad Khatib Sambas: Tiga Teks Tulisan Melayu”,
Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 13, no. 02, (2015), 518.
21
Ibid., 523.

12 | T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang sufi yang cerdas, yang
dengan kecerdasan beliau ia berinovatif untuk menyatukan dua aliran tarekat
besar yakni Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. TQN menjadi tarekat khas yang lahir
di Indonesia, berkat inovasi beliau, yang kemudian sangat berpengaruh besar di
daerah-daerah di Indonesia. Ia belajar dari tokoh-tokoh besar dan kemudian
melahirkan tokoh-tokoh besar berkat ilmu yang dimilikinya, sehingga banyak
sekali pengikut yang akhirnya menjadi Ulama besar dan menjadi Mursyid.
Ahmad Khatib Sambas adalah salah ulama besar Indonesia yang
menetap di Mekkah dan membawa pengaruh besar bagi Indonesia. Bahkan
meliputi wilayah ASEAN. Beliau juga tokoh penting yang berperan dalam
perlawanan terhadap penjajah melalui wakil beliau syaikh al-Bantani dan para
pengikutya. Maka, dapat disimpulkan tarekat disini dapat berperan penting dalam
politik negeri dengan semangat jihad mereka mengusir Belanda. yang mana
kokohnya jalinan murid terhadap guru, mampu menggerakkan semangat jihad.
Daftar Pustaka

Aqil Siroj, Saiq, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Bandung: Mizan, 2006.

Mahfudh, Sahal, Tasawuf Sosial, Jakarta: Quanta, 2019.

Murtadlo, Muhammad, “Masjid Kraton Sambas dalam Konstelasi Pembaharuan


Islam di Kalimantan Barat”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol.12, no. 01
(2014).

Muzakir, Ali, “Petunjuk Baru Silsilah Ahmad Khatib Sambas: Tiga Teks Tulisan
Melayu”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 13, no. 02, (2015).

Nasution, Harun, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: IAIN Syarif


Hidayatullah Jakarta, 1992.

Nurkholim, Wawan, “Syaikh Ahmad Khatib Sambas”, Skripsi (Surabaya: 2017).

Suriadi, “Pendidikan Sufistik Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah: Kajian


atas Pemikiran Ahmad Khatib Sambas”, Khazanah, vol.15, no.02
(2017).

Wibowo, Tri, Akulah Debu di Jalan al-Musthofa Jejak-Jejak Awliya Allah,


Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

13 | T a s a w u f N u s a n t a r a 2
Yusriadi, Identitas Orang Melayu di Hulu Sungai Sambas, Pontianak: Pontianak
Press, 2019.

14 | T a s a w u f N u s a n t a r a 2

Anda mungkin juga menyukai