Di susun oleh :
Shifa Farida (21.02.01.0007)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Tasawuf Dalam
Pandangan Ulama ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Muhsin Hasibuan pada mata kuliah Akhlak Tasawuf Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Tasawuf dalam pandangan ulama bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Muhsin Hasibuan selaku Dosen Akhlak
Tasawuf yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1
BAB II............................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN............................................................................................................ 2
BAB III........................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan............................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
PEMBAHASAN
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatera, baik yang ditulis
dari bahasa Arab dan bahasa Melayu, berorientasi sufisme. Hal ini menunjukkan
bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang sangat dominan dalam masyarakat
pada masa itu. Di Sumatera bagian utara terdapat empat sufi terkemuka, antara lain:
1. Hamzah Fansuri (17 Masehi) yang terkenal dengan tulisan Asrar Al-‘Arifin
dan Syarab Al-‘Asyikin, serta beberapa kelompok puisi sufi.
2. Syamsudin Pasai penulis buku Jauhar Al-Haqoriq dan Mirat Al-Qulub. Dia
adalah murid dan pengikut Hamzah Fansuri yang mengembangkan doktrin
Wahdat l-Wujud Ibn Arabi.
Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan Pasai menjadi titik sentral
penyebaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara Pulau
Jawa. Islam tersebar di ranah Minangkabau atas upaya Syaikh Burhanuddin Ulakan
(1693M), murid Abdur Rauf Singkel, yang terkenal dengan Syaikh Tarekat
Syattariyyah.
Ulama-ulama besar yang muncul kemudian di daerah ini, pada umumnya berasal
dari didikan Syaikh Ulakan, seperti Tuanku Nan Ranceh, Tuanku Imam Bonjol,
Tuanku Pasaman, Tuanku Lintau dan lain-lain.
Penyebaran Islam ke Pulau Jawa, juga berasal dari kerajaan Pasai, terutama
atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoro yang ketiganya
adalah abituren Pasai. Melalui keuletan itulah berdiri kerajaan Islam Demak yang
kemudian menguasai Banten dan Batavia melalui Syarif Hidayatullah.
Sufi yang jelas-jelas berpengaruh luar biasa dalam kehidupan intelektual al-
Fansuri adalah Muhyidin ibnu ’Arabi. Akan tetapi, karya-karya al-Fansuri juga
menunjukkan bahwa dia akrab dengan ide-ide para sufi semisal al-Jilli (wafat 832 H/
1428 M), Aththar (wafat 618 H/ 1221 M), Rumi (wafat 672H/1273M).
Seorang tokoh sufi yang agung yang tiada taranya, berasal dari Sulawesi ialah
Syeikh Yusuf Makasari. Beliau dilahirkan pada 8 Syawal 1036 H atau bersamaan
dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum beberapa lama setelah kedatangan tiga
orang penyebar Islam ke Sulawesi (yaitu Datuk Ri Banding dan kawan-kawannya
dari Minangkabau). Untuk diri sebesar ini selain ia dinamakan dengan Muhammad
yusuf diberi gelar juga dengan ”Tuanku Salamaka”, ”Abdul Mahasin”,
”Hidayatullah”.
Naluri atau fitrah pribadinya sejak kecil telah menampakkan diri cinta akan
pengetahuan keislaman, dalam tempo relatif singkat al-Qur’an 30 juz telah tamat
dipelajarinya. Setelah lancar benar tentang al-Qur’an dan mungkin beliau termasuk
seorang penghafal maka dilanjutkannya pula dengan pengetahuan-pengetahuan lain
yang ada hubungannya dengan itu. Dimulainya dengan ilmu nahwu, ilmu sharaf
kemudian meningkat hingga keilmu bayan, mani’, badi’, balaghah dan manthiq.
Beriringan dengan ilmu-ilmu yang disebut ”ilmu alat” itu beliau belajar pula
ilmu fiqih, ilmu ushuludin, dan ilmu tasawuf. Ilmu yang terakhir ini nampaknya
seumpama tanaman yang ditanam ditanah yang subur. Kiranya lebih serasi pada
pribadinya. Namun walaupun demikian adanya tiadalah dapat dibantah bahwa Syeikh
Yusuf juga mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya, seumpama ilmu hadist dan sekte-
sektenya, juga ilmu tafsir dalam berbagai bentuk dan coraknya, termasuk ”ilmu
asbaabun nuzul ”, ”ilmu tafsir”. Karangan-karangan Syeikh Yusuf Tajul Khalwati
yang berbahasa arab mungkin merupakan salinan tulisan tangan telah diserahkan oleh
Haji Muhammad Nur (salah seorang keturunan khatib di Bone dan mungkin adalah
keturunan Syeikh Yusuf sendiri).
Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan bahasa arab disebut ’Abd ar-
Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy, selanjutnya akan disebut
Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai
barat laut Aceh. Hingga saat ini tiak ada data pasti mengenai tanggal dan tahun
kelahirannya. Akan tetapi menurut hipotesis Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar
tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan dugaannya setelah menghitung mundur dari saat
kembalinya Abdurrahman dari tanah Arab ke Aceh pada 1661M.
Abdul Rauf telah menghasilkan berbagai karangan yang mencakup bidang fiqih,
hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Beberapa karangan
yang dihubungkan dengan Abdurrauf dibidang tasawuf antara lain: Tanbih al-Masyi
al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy (pedoman bagi orang yang menempuh tarekat
al-Qusyasyiyy, bahasa arab) ’Umdah al-Muhtajin Ila Suluk Maslak al-Mufarridin
(pijakan bagi orang-orang yang menempuh jalan tasawuf, bahasa melayu).
4. Nuruddin Ar-Raniri
Lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin
‘Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Ulama yang
lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten
Serang, Propinsi Banten. Bernasab kepada keturunan Maulana Hasanuddin Putra
Sunan Gunung Jati, Cirebon. Keturunan ke-12 dari Sultan Banten. Nasab beliau
melalui jalur ini sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Di usia beliau yang
belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang.
Dalam bidang tasawuf ia memiliki konsep yang identik dengan tasawuf ortodok.
Pandangan tasawufnya meski tidak tergantung pada gurunya Syekh Khatib Sambas,
seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin sebuah organisasi tarekat, bahkan
tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia memiliki pandangan bahwa keterkaitan
antara praktek tarekat, syariat dan hakikat sangat erat. Untuk memahami lebih mudah
dari keterkaitan ini Nawawi mengibaratkan syariat dengan sebuah kapal, tarekat
dengan lautnya dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh
dengan kapal berlayar di laut.
6. Hamka
Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (lahir di
Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia pada 17 Februari 1908-24
Juli 1981) adalah seorang penulis dan ulama terkenal Indonesia. Ayahnya ialah Syekh
Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan
pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau. Beliau melibatkan diri dengan
pertubuhan Muhammadiyah dan menyertai cawangannya dan dilantik menjadi
anggota pimpinan pusat Muhammadiyah. Beliau melancarkan penentangan terhadap
khurafat, bida’ah, thorikoh kebatinan yang menular di Indonesia.
Oleh karena itu, beliau mengambil inisiatif untuk mendirikan pusat latihan
dakwah Muhammadiyah. Sebagai realisasi dari upayanya memurnikan kembali
ajaran tasawuf, Hamka menulis beberapa karya yang berkenaan dengan tasawuf.
Berikut ini dikemukakan beberapa pokok pikirannya, sebagaimana yang terdapat
dalam bukunya, Tasawuf Moderen.
7. Wali Songo
• Tasawuf Sunni
• Tasawuf Falsafi
Ia termasuk seorang Shufi, putra dari seorang Ulama Tasawuf yang terkemuka
di zamannya, bernama Syekh Abdul Jaiil bin Abdil Wahhab bin Syekh Ahmad Al-
Mahdan Al- Yaman. Dari beberapa ungkapannya, ia sering mengatakan; seorang
Shufi tidak boleh belajar dan berdzikir saja, tetapi ia harus tampil membela agama
Islam dengan perjuangan pisik. Karena itu, ia gugur di medan peperangan ketika ia
turut memimpin pasukan Muslim melawan Siam (Muanthai) yang hendak
melenyapkan agama Islam.
Mengenai kitab karangannya yang memuat ajaran Tasawuf antara lain :
Shiraatul Muriid Fi-Bayaan Kalimatir Tauhid, Hidaayatus Saalikiin, Siyaarus
Saalikin (empat jilid), Urwatul Wutsqaa, Nashiihatul Muslim Wa-Tadzkratul
Mu’minin Fi-Sabilillah, Ratiib Syekh abdish Shamaad Al-Falimbaaniy.
Beliau merupakan penduduk asli Minangkabau, lahir pada tahun 1056 H/1646
M dan meninggal pada bulanSyafar 1111 H/1693 M. Murid dari Syekh Abdul Ra‟uf
Singkel yang berpaham Syafi‟I, Beliau mendirikan madrasah dan mengajar di
ulakan,diantara murid-murid yang pernah belajar dengan beliau adalah; Tuanku
Mansingan Nan Tuo, Tuanku Imam Bonjol.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan Pasai menjadi titik sentral
penyebaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara Pulau
Jawa. Perkembangan tasawuf di Indonesia berkaitan erat dengan proses islamisasi di
kawasan Nusantara. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran Islam
di Nusantara merupakan jasa para sufi. Adapun tokoh-tokoh sufi yang sangat
berpengaruh di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, al-Raniri, Abd. Rauf Sinkel, Abd
Shamad al-Palembani, Sheh Yusuf al-Makassari, Nawawi al-Bantani, dan Hamka.