Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“TASAWUF DI INDONESIA “

Di susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah “Ilmu Tasawuf”

DOSEN PENGAMPU :

Bapak Prof. Dr. Asmal May, M.A

Disusun oleh:

Muhammad Rizky Pratama ( 119101)

Rofiqotul Mahfuzoh ( 1191022769)

Usma Deli (119101)

Yogi Finanda (119101)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TP 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah
ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang
ada, agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu media baca untuk menambah pengetahuan tentang
hadats.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami telah
melakukannya dengan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Karena kritik dan saran ini sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki makalah kami dimasa mendatang.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman sekalian
yang telah berperan dalam membimbing dan membantu penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir penyelesaian. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Pekanbaru,28 april 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Tasawuf Masuk di Indonesia................................................... 6


B. Corak Tasawuf di Indonesia.................................................... 7
C. Tasawuf Akhlaki......................................................................
D. Tasawuf Amali.........................................................................
E. Tasawuf falsafi.........................................................................
F. Tasawuf Taraki........................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…........................................................................... 12
B. Saran......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
BAB I
PENDAHLUAN
A. Latar Belakang

Kajian Tasawuf Nusantara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di
Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai
kehidupan keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih terlihat
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslim
Indonesia, terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga melalui
gerakan tarekat muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat.1
Tasawuf adalah bagian dari syari’at Islamiah yakni wujud dari ihsan. Salah satu dari
kerangka ajaran Islam (Iman, Islam, dan Ihsan). Oleh karena itu perilaku tasawuf harus tetap
berada dalam kerangka syari’at Islam. Tasawuf merupakan perwujudan dari ihsan yang
berarti beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya. Apabila tidak mampu, maka harus
disadari bahwa Dia melihat diri kita adalah penghayatan seseorang terhadap agamanya.
Dengan demikian tasawuf sebagaimana mestinya pada umumnya, bertujuan membangun
dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan untuk merealisasikan
diri secara menyeluruh sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan
kekal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tasawuf masuk ke Indonesia ?
2. Apa saja Corak tasawuf Indonesia ?
3. Apa itu tasawuf Akhlaki?
4. Apa itu tasawuf amali ?
5. Apa itu tasawuf falsafi?
6. Apa itu tasawuf taraki?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasawuf Masuk di Indonesia
Membahas perkembangan tasawuf di Indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses
islamisasi di kawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara
merupakan jasa para sufi.2
Kemunculan Tasawuf tersebut ada yang beranggapan, bahwa tasawuf muncul dan
berkembang disebabkan adanya beberapa alasan adalah hal yang tidak dapat
diingkari. Dalam perspektif sejarah, tasawuf muncul dan berkembang sebagai akibat
dari kondisi sosio kultur dan politik pada masa rezim pemerintahan kaum ‘Umawi di
Damaskus.3
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis
dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme. Di kawasan
Sumatra bagian utara, ada empat sufi terkemuka, antara lain:
1. Hamzah Fansuri (+ abad 17 M ) yang terkenal dengan karya tulisnya Asrar
Al-‘Arifin dan  Syarab Al-‘Asyikin, serta beberapa kumpulan syair sufistik.

1  Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta: Kencana, cet. I, 2006) hlm.1
2 Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 60.
3 Syamsun Ni’am, Tasawuf Studies/Pengantar Belajar Tasawuf, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 114.
2. Syamsudin Pasai penulis kitab JAuhar Al-Haqoriq dan Mirat Al-Qulub. Dia
adalah murid dan pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan
dokritn Wahdat Al-Wujud  Ibnu Arabi.
3.   Abd Rauf Singkel (w. 1639 M) merupakan penganut Tarekat Syattariyah,
karyanya berjudul Mira’at Ath-Thullab.
4. Nuruddin Ar-Raniri (w. 1644 M) penulis Bustan As-Salatin.4
Keberadaan tasawuf di Nusantara tidak bisa lepas dari pengkajian proses
islamisasi di kawasan ini. Sebab, tidaklah berlebihan kalau di katakan, bahwa tersebar
luasnya islam di Indonesia sebagian besar adalah karena jasa para sufi. Akan tetapi,
belakangan ini sufisme yang melandasi etos kerja mereka itu, kelihatannya hampir
terlupakan, kecuali di kalangan tertentu saja.  Tasawuf menjadi unsur yang cukup
dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lain dapat pula di tunjuk
bagaimana peranan ulama dalam struktur kekuasaaan kerajaan-kerajaan islam di Aceh
sampai pada masa Wali Sanga di Jawa.
Perkembangan Islam di Jawa untuk selanjutnya, umumnya digerakkan oleh ulama
yang diketahui dan dikenal dengan panggilan Wali Sanga atau Wali
Sembilan. Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh kerabat elite keraton,
kelihatannya secara pelan terjadi proses akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama
dan tradisi lokal, yang berakibat bergesernya nilai keislaman sufisme karena telah
tergantikan oleh model spiritualis non religious. Maka kehidupan di Indonesia secara
berangsur bergeser  dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu. Sehingga
warna kejawen lebih tampil ke depan ketimbang sufismenya sendiri.5
Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh kerabat elite keraton, secara
perlahan-lahan terjadi proses akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi
lokal. Karena faktor-faktor internal dan eksternal tersebut, kehidupan sufisme di
Indonesia secara berangsur-angsur bergeser dari garis lurus yang diletakkan para sufi
terdahulu sehingga warna kejawen lebih tampil ke depan daripada sufismenya.6

Dalam perkembangan islam selanjutnya, sistem pendidikan masyarakat


peninggalan Hindu dan Budha diteruskan oleh para penyiar Islam. Proses tranformasi
ilmu keislaman dilakukan secara “sorongan”  yang kemudian meningkat dengan
cara “bandongan” dan ”wetonan”. Dari embrio model ini kemudian bermunculan
model pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren dan tarekat sebagai lembaga
tasawuf. Semakin kuatnya pengaruh Mazhab Syafi’i, maka sufisme yang dipelajari di
pesantren adalah tasawuf Sunni yang bersumber dari tasawuf Al-Ghazali. Terutama
bagi yang ingin mendalami tasawuf dapat memilih diantara dua kemungkinan, yakni
apakah tasawuf dilihat sebagai suatu aspek ilmu yang mandiri ataukah sebagai suatu
tarekat yang melembaga. Apabila pilihan jatuh pada yang pertama, maka mulailah
dari tasawuf akhlak dan meningkat ke tasawuf amali dan tasawuf falsafi.7

B. Corak Tasawuf di Indonesia

Pada hakekatnya, para kaum sufi telah membuat sebuah sistem yang tersusun
secara  teratur yang berisi pokok-pokok konsep dan merupakan inti dari ajaran

4 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf,  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 338.


5 Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm.61.
6 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf,  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 339
7 Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 63.
tasawuf.8 Diantaranya Takhalli, Tahalli, Tajalli, Munajat, Muroqobah, Muhasabah,
Syari’at, Thariqat, dan Ma’rifat yang merupakan tujuan akhir dari tasawuf yakni
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.

C. Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf Akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang
hamba dalam rangka melakukan  taqorrub kepada tuhannya, dengan cara
mengadakan Riyyadah9 pembersihan diri dari moral yang tidak baik, karena tuhan
tidak menerima siapapun dari hamba-Nya kecuali yang berhati salim (terselamatkan
dari penyakit hati).10 Isi dari ajaran Tasawuf Akhlaqi adalah, Takhalli, Tahalli, Tajalli,
Munajat, Murroqobah, memperbanyak dzikir dan wirid, mengingat mati, dan
tafakkur.
a.Takhalli 

Takhalli atau penarikan diri berati menarik diri dari perbuatan-perbuatan dosa yang merusak
hati. Definisi lain mengatakan bahwa, Takhalli adalah membersihkan diri sifat-sifat tercela
dan juga dari kotoran atau penyakit hati yang merusak.11 Takhalli dapat dinyatakan
menjauhkan diri dari kemaksiatan, kemewahan dunia, serta melepaskan diri dari hawa nafsu
yang jahat, semua itu adalah penyakit hati yang merusak. Menurut kelompok sufi, maksiat
dibagi menjadi dua, yakni maksiat fisik dan maksiat batin. 12 Maksiat fisik adalah segala
bentuk maksiat yang dilakukan atau dikerjakan oleh anggota badan yang secara fisik.
Sedangkan maksiat batin adalah berbagai bentuk dan macam maksiat yang dilakukan oleh
hati, yang merupakan organ batin manusia.

Pada hakekatnya, maksiat batin ini lebih berbahaya dari pada maksiat fisik. Jenis maksiat ini
cenderung tidak tersadari oleh manusia karena jenis maksiat ini adalah jenis maksiat yang
tidak terlihat, tidak seperti maksiat fisik yang cenderung sering tersadari dan terlihat. Bahkan
maksiat batin dapat menjadi motor bagi seorang manusia untuk melakukan maksiat fisik.
Sehingga bila maksiat batin ini belum dibersihkan atau belum dihilangkan, maka maksiat
lahir juga tidak dapat dihilangkan.

b.     Tahalli
Secara etimologi kata Tahalli berarti berhias. Sehingga Tahalli berarti menghiasi diri dengan sifat-
sifat yang terpuji serta mengisi diri dengan perilaku atau perbuatan yang sejalan dengan
ketentuan agama baik yang bersifat fisik maupun batin. Definisi lain menerangkan bahwa
Tahalli adalah menghias diri, dengan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta
perbuatan yang baik.13

8 Mukhtar Hadi; Hal 65.-


9 Riyyadah diartikan sebagai latihan-latihan mistik, latihan kejiwaan dengan upaya membiasakan diri agar tidak
melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya seperti perbuatan-perbuatan yang tercela baik yang batin maupun
yang lahir yang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.
10 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin; Hal. 263
11 Ibid, Hal 233
12  Ibid, Hal 233
13  Ibid,  Hal 227
Pada dasarnya, hari atau jiwa manusia dapatlah dilatih, diubah, dikuasai, dan dibentuk sesuai
dengan kehendak manusia itu sendiri.14 Dengan kata lain sikap, atau tindakan yang
dicerminkan dalam bentuk perbuatan baik yang bersifat fisik ataupun batin dapat dilatih,
dirubah menjadi sebuah kebiasaan dan dibentuk menjadi sebuah kepribadian.

c.     Tajalli         
Tahap Tajalli di gapai oleh seorang hamba ketika mereka telah mampu melewati tahap
Takhalli dan Tahalli. Hal ini berarti untuk menempuh tahap Tajalli seorang hamba harus
melakukan suatu usaha serta latihan-latihan kejiwaan atau kerohanian, yakni dengan
membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit jiwa seperti berbagai bentuk perbuatan maksiat
dan tercela, kemegahan dan kenikmatan dunia lalu mengisinya dengan perbuatan-perbuatan,
sikap, dan sifat-sifat yang terpuji, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah, memperbanyak
ibadah dan menghiasi diri dengan amalan-amalan mahmudah yang dapat menghilangkan
penyakit jiwa dalam hati atau dir seorang hamba.

Tahap Tajalli tentu saja tidak hanya dapat ditempuh dengan melakukan latihan-latihan
kejiwaan yang tersebut di atas, namun latihan-latihan tersebut harus lah dapat ia rubah
menjadi sebuah kebiasaan dan membentuknya menjadi sebuah kepribadian. Hal ini berarti,
untuk menempuh jalan kepada Allah dan membuka tabir yang menghijab manusia dengan
Allah, seseorang harus terus melakukan hal-hal yang dapat terus mengingatkannya kepada
Allah, seperti banyak berdzikir dan semacamnya juga harus mampu menghindarkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang dapat membuatnya lupa dengan Allah seperti halnya maksiat dan
semacamnya.

d.     Munajat
Munajat berarti melaporkan segala aktivitas yang dilakukan kehadirat Allah
SWT.15 Maksudnya adalah dalam munajat seseorang mengeluh dan mengadu kepada Allah
tentang kehidupan yang seorang hamba alami dengan untaian-untaian kalimat yang indah
diiringi dengan pujian-pujian kebesaran nama Allah.

Munajat biasanya dilakukan dalam suasana yang hening teriring dengan deraian air mata dan
ungkapan hati yang begitu dalam. Hal ini adalah bentuk dari sebuah do’a yang diungkapkan
dengan rasa penuh keridhaan untuk bertemu dengan Allah SWT.

Para kaum sufi pun berpandangan bahwa tetesan-tetesan air mata merupakan suatu tanda
penyeselan diri atas kesalahan-kesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Sehingga, bermunajat dengan do’a dan penyesalan yang begitu mendalam atas semua
kesalahan  yang diiringi dengan tetesan-tetesan air mata merupakan salah satu cara untuk
memperdalam rasa ketuhanan dan mendekatkan diri kepada Allah.

e.     Muraqabah
Muraqabah menurut arti bahasa berasal dari kata raqib yang berarti penjaga atau pengawal.
Muraqabah menurut kalangan sufi mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia

14  Ibid,  Hal 227


15 Mukhtar Hadi; Hal. 70
selalu berhadapan dengan Allah dalam keadaan diawasi-Nya.16 Muraqabah juga dapat
diartikan merasakan kesertaan Allah, merasakan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap
waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi atau pun ramai.17

Sikap muraqabah ini akan menghadirkan kesadaran pada diri dan jiwa seseorang bahwa ia
selalu diawasi dan dilihat oleh Allah setiap waktu dan dalam setiap kondisi apapun. Sehingga
dengan adanya kesadaran ini seseorang akan meneliti apa-apa yang mereka telah lakukan
dalam kehidupan sehari-hari, apakah ini sudah sesuai dengan kehendak Allah atau malah
menyimpang dari apa yang di tentukan-Nya.

Disamping itu ada satu istilah yang disebut dengan sikap mental muqorobah, yakni sikap
selalu memandang Allah dengan mata hati (Vision of Heart). Sebaliknya, ia pun juga
menyadari bahwa Allah juga melihatnya, mengawasinya, dan memandangnya dengan sangat
penuh perhatian.

f.       Muhasabah
Muhasabah didefinisikan dengan meyakini bahwa Allah mengetahui segala fikiran,
perbuatan, dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan
tunduk kepada Allah.18

Di dalam muhasabah, seseorang terus-menerus melakukan analisis terhadap diri dan jiwa
beserta sikap dan keadaannya yang selalu berubah-ubah. Seperti yang dikatakan oleh Al-
Ghazali: “selalu memikirkan dan merenungkan apa yang telah diperbuat dan yang akan
diperbuat”.

Dengan demikian sikap muhasabah adalah salah satu sikap mental yang harus ditanamkan
dalam diri dan jiwa agar dapat meningkatkan kualitas keimanan kita terhadap Allah SWT.
Sehingga sikap mental ini akan dapat meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT,
dan membukakan jalan untuk menuju kepada Allah SWT.

D.  Tasawuf ‘Amali

Tasawuf ‘Amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara


mendekatkan diri kepada Allah.19Terdapat beberapa istilah praktis dalam Tasawuf
‘Amali, yakni syari’at, Thariqat, dan Ma’rifat.

a.     Syari’at dan Thariqat

Secara umum syaria’t adalah segala ketentuan agama yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk
hambanya. Bagi orang-orang sufi, syari’at itu ialah amal ibadah lahir dan urusan mu’amalat
mengenai hubungan antara manusia dengan manusia.20

16 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin;  Hal. 150


17 Dikutip dari: http://ratih1727.multiply.com/journal/item/171,
18 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin;  Hal. 147
19 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin;  Hal. 263
20 Mukhtar Hadi; Hal. 74
Thariqat menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam
mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan.21Thariqat adalah jalan yang
ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syari’at, sebab jalan
utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut dengan thariq. 22Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa thariqat adalah cabang dari syari’at yang merupakan pangkal dari suatu
ibadah.

b.     Ma’rifat

Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa, yu’rifu, ‘irfan, ma’rifah artinya adalah pengetahuan,


pengalaman dan pengetahuan illahi. Ma’rifat adalah kumpulan ilmu pengetahuan, perasaan,
pengalaman, amal dan ibadah kepada Allah SWT.23 Dalam istilah tasawuf ma’rifat adalah
pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang tuhan yang diperoleh melalui sanubari.

Al-Ghazali secara terperinci mengemukakan pengertian ma’rifat kedalam hal-hal berikut:

·         Ma’rifat adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang


melingkupi seluruh yang ada;

·         Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat dengan Allah, bahkan ia
dapat memandang wajahnya;

·         Ma’rifat datang sebelum mahabbah.24

Sebagian besar para sufi mengatakan bahwa ma’rifat adalah puncak dari tasawuf, yakni
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Oleh karena itu, para sufi berkeyakinan bahwa
setiap orang yang menempuh jalan tasawuf dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh
ia akan sampai pada akhir tujuan tasawuf itu sendiri yaitu mengenal Allah dengan sebenar-
benarnya, yakni ma'rifat.

E. Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi secara bahasa bisa kita bagi menjadi dua, yaitu antasa Tasawuf 
dan Filsafat. Tasawuf artinya kecintaan terhadap tuhan, sedangkan ilmu Filsafat
Islam adalah yang berkenaan dengan akal atau fikiran. Falsafi disini adalah cara yang
digunakan dalam bertasawuf.

Tasawuf Falsafi adalah sebuah aliran dalam bertasawuf yang menggabungkan


antara visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-
peminkiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa filosofis.Tasawuf ini
tidak bisa dikatakan sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan

21  Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin; Hal. 239


22 Mukhtar Hadi; Hal. 75
23 Mukhtar Hadi; Hal. 76
24 Ibid, Hal 141
pendekatan fikiran dan rasio, namun juga tidak bisa dikatakan filsafat seutuhnya
karena didasarkan pada rasa. Dengan kata lain Tasawuf Falsafi merupakan
penggabungan antara rasa dan rasio.

Secara istilah dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari Tasawuf Falsafi adalah,
kajian terhadap tuhan, manusia dan sebagainya yang menggunakan motode rasio atau
akal. Aliran dalam Tasawuf Falsafi terkesan tidak jelas, karena banyaknya istilah-
istilah yang diungkapkan oleh tokoh-tokkohnya dalam aliran ini yang tidak bisa
dimengerti, lantaran menggunakan istilah Filsafat.

Tokoh-tokoh dalam Tasawuf Falsafi pada umumnya mengerti dan akrab dengan
ilmu Filsafat. Mereka mempelajari Filsafat Barat, Yunani Kuno,dan Filsafat Islam,
serta mengenal para filosof  barat seperti, Socrates, Aristoteles serta pemikiran-
pemikiran filosof Islam seperti Al Farabi dan Ibnu Sina. Menurut Ibnu Khaldun
dikutip dalam karyanya Al Ma’rifat, objek dari kajian Tasawuf Falsafi ini ada 4 :

a. Latihan yang bersifat kebatinan atau rohaniyah dengan menggunakan rasa, intuisi dengan
dan introspsesi diri dengan tingkatan maqam, hal dan rasa.

b. Kajian tentang hakekat dari sifat-sifat tuhan, malaikat,arsy, kursy, wahyu, kenabian, roh,
hakekat dari alam ghaib dan yang nyata serta susunan kosmos dan penciptaannya. Biasanya
para filosoh dalam kajiannya dan latihan rohaniahnya melakukan zikir-zikir dengan
meninggalkan keduniaan dan membuka kekhusukan terhadap Allah.

c. Peristiwa yang luar. Kejadian yang terdapat di alam ini atau kosmos, yang mempengaruhi
kekeramatan.

d. Pengungkapan teory dengan istilah yang filosofis. Istilah tersebut  tidak bisa dipahami
seutuhnya oleh masyarakat awam. Istilah Tasawuf Falsafi hanya bisa dimengerti oleh para
tokoh Tasawuf Falsafi itu sendiri.

Pada intinya, cirri dari Tasawuf Falsafi adalah mengabungan antara pemikiran
atau rasionalitas dengan  perasaan (dzuq). Aliran ini mendasarkan pada dalil naqli dan
diungkapkan dalam istilah filosofis.

F. Tasawuf Taraki

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata taraki adalah proses
pengenalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. melalui belajar dan latihan. Contoh:
menurutnya, manusia dapat mengenal Allah melalui dua jalan, yakni taraki dan
tanazul. Taraki memiliki arti dalam bidang ilmu tasawuf.

Taraki memiliki arti dalam bidang ilmu tasawuf. Taraki memiliki arti dalam kelas
nomina atau kata benda sehingga taraki dapat menyatakan nama dari seseorang,
tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.

Taraqqi bisa melalui berbagai bentuk ibadah mahdhah atau media pengabdian
sosial yang penuh keikhlasan. Substansi taraqqi adalah mujahadah seorang hamba
yang penuh keikhlasan dan tawakkal sehingga betul-betul seluruh harapan dan tujuan
hidup tertuju kepada Allah SWT. Sedangkan substansi tanazul ialah Allah SWT
menampilkan sifat-sifat jamaliyah, kelembutan, dan kasih sayang-Nya kepada hamba-
Nya.

Oleh karena itu Allah SWT memberikan penghargaan kepada hamba-Nya


yang selalu mengupayakan pendakian. Dalam Hadis Qudsi disebutkan Barangsiapa
hamba-Ku mendekati aku (taraqqi) sejengkal maka Aku akan mendekatinya (tanazul)
sesiku, barangsiapa mendekati-Ku sesiku maka akan Aku dekati sedepa dan
seterusnya. Barangsiapa hamba-Ku mendekati-Ku berjalan maka Aku akan
mendekatinya berlari. Ini buktinya Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
(al-Raman al-Rahim).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kemunculan Tasawuf tersebut ada yang beranggapan, bahwa tasawuf muncul
dan berkembang disebabkan adanya beberapa alasan adalah hal yang tidak dapat
diingkari. Dalam perspektif sejarah, tasawuf muncul dan berkembang sebagai akibat
dari kondisi sosio kultur dan politik pada masa rezim pemerintahan kaum ‘Umawi di
Damaskus

Pada hakekatnya, para kaum sufi telah membuat sebuah sistem yang tersusun
secara  teratur yang berisi pokok-pokok konsep dan merupakan inti dari ajaran
tasawuf.25 Diantaranya Takhalli, Tahalli, Tajalli, Munajat, Muroqobah, Muhasabah,
Syari’at, Thariqat, dan Ma’rifat yang merupakan tujuan akhir dari tasawuf yakni
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.

Tasawuf Akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang
hamba dalam rangka melakukan  taqorrub kepada tuhannya, dengan cara

25 Mukhtar Hadi; Hal 65.-


mengadakan Riyyadah26 pembersihan diri dari moral yang tidak baik, karena tuhan
tidak menerima siapapun dari hamba-Nya kecuali yang berhati salim (terselamatkan
dari penyakit hati).27 Isi dari ajaran Tasawuf Akhlaqi adalah, Takhalli, Tahalli, Tajalli,
Munajat, Murroqobah, memperbanyak dzikir dan wirid, mengingat mati, dan
tafakkur.
Tasawuf ‘Amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah.28Terdapat beberapa istilah praktis dalam Tasawuf
‘Amali, yakni syari’at, Thariqat, dan Ma’rifat.

Tasawuf Falsafi secara bahasa bisa kita bagi menjadi dua, yaitu antasa Tasawuf 
dan Filsafat. Tasawuf artinya kecintaan terhadap tuhan, sedangkan ilmu Filsafat
Islam adalah yang berkenaan dengan akal atau fikiran. Falsafi disini adalah cara yang
digunakan dalam bertasawuf.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata taraki adalah proses
pengenalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. melalui belajar dan latihan. Contoh:
menurutnya, manusia dapat mengenal Allah melalui dua jalan, yakni taraki dan
tanazul. Taraki memiliki arti dalam bidang ilmu tasawuf.

DAFTAR PUSTAKA 
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf.
Wonosobo: Penerbit AMZAH.
Mukhtar Hadi. 2009. Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu
Tasawuf. Yogyakarta: Aura Media.
Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Jamil H. M. . 2007. Cakrawala Tasawuf. Jakarta: Gaung Persada Press.
http://www.ratih1727.multiply.com/journal/item/171.html

26 Riyyadah diartikan sebagai latihan-latihan mistik, latihan kejiwaan dengan upaya membiasakan diri agar
tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya seperti perbuatan-perbuatan yang tercela baik yang batin
maupun yang lahir yang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.
27 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin; Hal. 263
28 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin;  Hal. 263

Anda mungkin juga menyukai