Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKHLAK TASAWUF MODERN

“”SEJARAH, PERKEMBANGAN, DAN TOKOH-TOKOH TASAWUF DI


INDONESIA”

Dosen Pengampu :

Heri Cahyono, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

Kelompok 8

1. Arsy Abdul Rahman : 22250019


2. Amirul Abdur Riziq : 22250079
3. Atiq Kundaratul Fauziah : 22250058
4. Mutiara Afrin : 22250070
5. Rahmalita Zahra : 22250055
6. Rahma Syifa Dwi S. : 22250097
7. Wahyu Setia Ningsih : 22250080

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran allah Azza Wa Jallah , yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, shalawat beserta salam kita kirimkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW. Serta para sahabat nya .

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pembimbing dalam pembuatan makalah ini, serta kepada teman-teman , sehingga
kami dapat memperbaiki bentuk, maupun isi makalah ini. Harapan kami semoga
makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman teman-
teman .

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan , oleh karena itu, kami
harapkan kepada teman- teman untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Metro , 19 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakan .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 1

BAB II ........................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................... 2

A. Sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia ............................. 2


B. Tokoh-tokoh tasawuf ........................................................................ 4

BAB III ......................................................................................................... 10

PENUTUP ..................................................................................................... 10

A. Kesimpulan ....................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan-perkembangan tasawuf di Indonesia erat kaitannya dengan
budaya-budaya bangsa Indonesia yang bersifat mistik, tasawuf dapat berkembang
secara cepat dalam penyebarannya. Tasawuf merupakan bagian dari metode
penyebaran ajaran Islam yang sangat mempunyai kemiripan dalam metode
pendekatan-pendekatan agama Hindu-Buddha yang merupakan sistem keagamaan
masyarakat Indonesia sebelum Islam. Kemiripan dalam metode pendekatan dengan
latihan kerohanian, inilah yang kemudian mempermudah berkembangnya tasawuf
di Indonesia. Tasawuf merupakan alat dari salah satu persebaran Islam di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran Islam di nusantara
merupakan jasa para sufi.

Tasawuf merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kajian Islam di


Indonesia. Sejak masuknya Islam ke Indonesia, unsur tasawuf telah mewarnai
kehidupan keagamaan di masyarakat, bahkan hingga saat ini pun nuansa tasawuf
masih terlihat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengamalan keagamaan
dari sebagian kaum muslim di Indonesia. Hal ini terbukti dengan semakin maraknya
kajian Islam di bidang ini dan juga melalui gerakan di bidang tarekat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf di indonesia?
2. Siapa saja tokoh tasawuf di indonesia?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu mengetahui sejarah perkembangan tasawuf di indonesia
2. Mahasiswa mampu mengetahui tokoh tokoh tasawuf di indonesia

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia

Perkembangan tasawuf di Indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses


islamisasi dikawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara
merupakan jasa para Sufi. Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf
merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu.

Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan Pasai menjadi titik sentral
penyiaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara Pulau
Jawa. Islam tersebar di tanah Minangkabau atas upaya Syekh Burhanuddin Ulakan
(Syekh Tarekat Syattariyah). Sampai sekarang, kebesaran nama Syekh dari Ulakan
tetap diabadikan masyarakat pesisir Minangkabau melalui upacara "lasapu" pada
setiap bulan Safar. Penyebaran Islam ke Pulau Jawa, juga berasal dari kerajaan
Pasai, terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan Ibrahim
Asmuros.

Perkembangan Islam di tanah Jawa selanjutnya digerakkan oleh Wali Songo


atau Wali Sembilan, Sebutan ini sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah
penghayat tasawuf yang sudah sampai derajat "wali". Para wali bukan saja berperan
sebagai penyiar Islam, melainkan mereka juga ikut berperan kuat pada pusat
kekuasaan kesultanan. Karena posisi itu, mereka mendapat gelar "Susuhunan" yang
biasa disebut Sunan, Dari peranan politik itu, mereka dapat meminjam kekuasaan
sultan dan kelompok elite keraton dalam menyebarkan dan memantapkan
penghayatan Islam sesuai dengan keyakinan Sufisme yang mereka anut.

Warna sufisme yang kental juga terlihat dari nilai anutan mereka yang
didominasi Sufisme aliran Al-Ghazali. Buku-buku karangan Al-Ghazali menjadi
sumber bacaan sufisme yang paling digemari dan pada umumnya memuat pokok
bahasan tasawuf akhlak dan tasawuf amali. Pengaruh tasawuf falsafi cukup kuat

2
dan luas penganutnya dikalangan penganut tarekat. Sedangkan tokohnya yang
paling populer pada masa itu adalah Syekh Siti Jenar. Semenjak penyiaran Islam di
Jawa diambil alih oleh kerabat elite keraton, secara perlahan-lahan terjadi proses
akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi lokal, yang berakibat
bergesernya nilai keislaman Sufisme karena tergantikan oleh model spiritualis
nonreligius.

3
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Di Indonesia

1. Hamzah Al-Fansuri

Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa Syekh Hamzah al-
Fansuri dan muridnya Syekh Syamsuddin as-Sumatrani termasuk tokoh Sufi yang
sepaham dengan al-Hallaj. Syekh Hamzah al-Fansuri diakui sebagai salah seorang
pujangga Islam yang sangat populer pada zamannya. Namanya tercatat sebagai
seorang kaliber besar dalam perkembangan Islam di Nusantara dari abadnya hingga
ke abad kini. Beliau adalah seorang ulama yang cerdas dan menguasai dengan baik
bahasa Arab, Persia, Jawa, Melayu, Aceh, Siam dan Urdu, Beliau banyak
melakukan pengembaraan ke berbagai Negara dan tempat di kepulauan Nusantara,
Semenanjung Melayu, Siam, India, Persia dan Arab.
Menurut para ahli, beliau adalah sebagai perintis bahasa Melayu dalam
bidang sastra tulis. Melalui beliau inilah bahasa Melayu terangkat tinggi sehingga
disebut sebagai Bapak Bahasa dan Sastra Melayu, Beliau juga adalah orang yang
pertama kali menciptakan 172 syair dan pantun.
Syekh Hamzah Fansuri adalah penganut faham Wahdatul Wujud. Faham
Wahdatul Wujud inilah yang mengakibatkan beliau dan tasawufnya Syamsuddin al-
Sumatrani membahas tentang martabat tujuh dan dua puluh sifat Tuhan. Konsep
martabat tujuh ini pertama kali dicetuskan oleh Muhammad Ibn Fadlullah al-
Burhanpuri seorang ulama kelahiran India.
Beliau mendapatkan pendidikan dari tokoh Sufi pada masa itu, yaitu Syekh
Hamzah Fansuri di Aceh dan kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Pulau
Jawa dimana pada saat itu agama Islam sudah berkembang pesat berkat perjuangan
gigih dari para Walisongo, Syamsuddin Sumatrani sangat giat mempelajari ilmu
keislaman terutama ilmu tasawuf. Terbukti dari guru-guru yang beliau pilih adalah
para tokoh ahli tasawuf. Baik Syekh Hamzah Fansuri maupun Syekh Maulana
Makdum Ibrahim adalah para ulama' ahli tasawuf yang cukup terkenal ketika itu.
Meskipun keduanya berbeda aliran dalam tasawufnya dan faham yang dianutnya.
Setelah beliau menamatkan pelajarannya dan kembali ke kampung
halamannya Aceh, nampaknya beliau langsung mendapat tempat pada posisi yang
terbaik di Kerajaan Aceh. Beliau di percaya memangku jabatan "Perdana Menteri"

4
di Kerajaan Aceh. Disamping itu, beliau juga termasuk seorang pujangga Islam
Indonesia yang kedua setelah Syekh Hamzah Fansuri. Disamping beliau disibukkan
dalam kegiatan pemerintahan Kerajaan Aceh, beliau tetap giat menyebarkan dan
mengembangkan tasawuf dengan mengajar dan menulis. Tasawuf yang diajarkan
dan dikembangkan oleh Syekh Syamsuddin Sumatrani tidak berbeda dengan
gurunya Syekh Hamzah Fansuri, yaitu faham Wahdatul Wujud, hulul, ittihad dan
sebangsanya. Karena faham inilah beliau banyak mendapat kecaman dari berbagai
kalangan, jumlah keseluruhan karya Syekh Syamsuddin Sumatrani keseluruhan
yang diketahui ada 18 kitab. Dari karya-karya beliau ini nampak sekali keluasan
dan kedalaman ilmu beliau, sehingga beliau menjadi seorang ulama' yang disegani
baik lawan maupun kawan. Sewaktu beliau wafat pada tanggal 12 Rajab 1039 H /
1619 M. ada yang mengatakan beliau wafat tahun 1661 M. Syekh Nuruddin ar
Raniri menulis pengakuan tentang kealiman beliau dalam kitabnya yang bernama
Bustanus Salatin.

2. Nuruddin Ar-Raniri

Nuruddin Ar-Raniri berasal dari India, tetapi ia keturunan Arab Quraisy


Hadramaut. Ar-Raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua di Pantai
Gujarat, India. Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji
bin Muhammad ar-Raniri al-Quraisy as-Syafi’ie. Pendidikannya dimulai dengan
belajar ilmu agama di tanah kelahirannya, kemudian melanjutkan studinya ke Tarim
(Arab Selatan).
Menurut catatan Azyumardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaruan
di Aceh. la mulai melancarkan pembaruan Islamnya di Aceh setelah mendapat
pijakan yang kuat di istana Aceh. Pembaruan utamanya adalah memberantas aliran
Wujudiyyah yang dianggap sebagai aliran sesat. Ar-Raniri dikenal pula sebagai
seorang syekh Islam yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa
menentang aliran Wujudiyyah ini. Menurutnya, pendapat Hamzah al-Fansuri
tentang Wahdat Al-Wujud dapat membawa pada kekafiran. Ar-Raniri
berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat
dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia, dan jadilah
seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Kemudian dikenal dengan nama Wahdat Al-

5
Wujud. Ajaran tasawuf Wujudiyyah ini dianggapnya sebagai ajaran sesat dan
penganutnya dianggap sudah murtad.

3. Syeikh Yusuf al-Makasari

Syekh Yusuf al-Makasari adalah seorang tokoh Sufi agung yang berasal dari
Sulawesi. Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak kecil telah menampakkan bahwa
ia cinta akan pengetahuan keislaman. Dalam tempo relatif singkat, ia tamat
mempelajari al-Qur'an 30 juz.
Pada masa Syekh Yusuf, memang hampir setiap orang lebih menggemari
ilmu tasawuf. Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Di Yaman, ia
menerima tarekat dari syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh Abi Abdullah
Muhammad Baqi Billah. Semua tarekat yang telah dipelajari Syekh Yusuf
mempunyai silsilah yang bersambung hingga kepada Nabi Muhammad SAW. Akan
tetapi, semua silsilah itu belum ditemukan, kecuali silsilah Nagsabandiyah yang
terdapat pada salah satu tulisan tangannya.
Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma Sufistiknya bertolak dari asumsi
dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu: aspek lahir (syariat) dan aspek
batin (hakikat). Syariat dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai satu
kesatuan. Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil
bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan Tuhan.
Kalau ajaran Abdul Rauf, boleh dikatakan tidak mempunyai paham atau
ajaran yang tersendiri. Dalam masalah keagamaan, beliau mengikuti paham
Ahlussunnah Waljamaah dan khusus dalam bidang fikih beliau adalah pengikut
syafi'iyah, sedangkan dalam tasawuf mengikuti thariqat syattariyah dan paham-
paham ini pulalah yang ia sebarkan dalam semua kegiatan dakwahnya.
Meskipun berpegang teguh pada transendensi Tuhan, ia meyakini bahwa
Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu. Mengenai hal
ini. Syekh Yusuf mengembangkan istilah ihathah (peliputan) dan al-ma'iyyah
(kesertaan). Kedua istilah itu menjelaskan bahwa Tuhan turun (tanazul), sementara
manusia naik (taraqi).
Debat Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan
mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dan Tuhan. Syekh Yusuf

6
berbicara pula tentang insan kamil dan proses penyucian jiwa. la mengatakan
bahwa seorang hamba akan tetap hamba walaupun telah naik derajatnya, dan Tuhan
akan tetap Tuhan walaupun turun pada diri hamba. Menurutnya, kehidupan dunia
bukanlah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan.

4. Syeikh Abdul Rauf As-Singkili

Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan bahasa arab disebut
’Abd ar-Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy, selanjutnya akan disebut
Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai
barat laut Aceh. Hingga saat ini tiak ada data pasti mengenai tanggal dan tahun
kelahirannya. Akan tetapi menurut hipotesis Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar
tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan dugaannya setelah menghitung mundur dari
saat kembalinya Abdurrahman dari tanah Arab ke Aceh pada 1661 M.
Abdurrahman wafat pada tahun 1693 M dan dimakamkan disamping
makam teuku Anjong yang dianggap paling keramat di aceh, dekat kuala sungai
Aceh. Oleh karena itulah di Aceh ia dikenal dengan sebutan Teuku di Kuala. Berkat
kemasyurannya, nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama sebuah perguruan
tinggi di Aceh, yaitu Univeraitas Syiah Kuala.
Abdul Rauf telah menghasilkan berbagai karangan yang mencakup bidang
fiqih, hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Beberapa
karangan yang dihubungkan dengan Abdurrauf dibidang tasawuf antara lain:
Tanbih al-Masyi al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy (pedoman bagi orang yang
menempuh tarekat al-Qusyasyiyy, bahasa arab) ’Umdah al-Muhtajin Ila Suluk
Maslak al-Mufarridin (pijakan bagi orang-orang yang menempuh jalan tasawuf,
bahasa melayu).

5. Syeikh Nawawi Al-Bantani

Lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin
‘Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Ulama
yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa,
Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Bernasab kepada keturunan Maulana

7
Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Keturunan ke-12 dari Sultan
Banten. Nasab beliau melalui jalur ini sampai kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW. Di usia beliau yang belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah
mengajar banyak orang.
Dalam bidang tasawuf ia memiliki konsep yang identik dengan tasawuf
ortodok. Pandangan tasawufnya meski tidak tergantung pada gurunya Syekh Khatib
Sambas, seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin sebuah organisasi
tarekat, bahkan tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia memiliki pandangan
bahwa keterkaitan antara praktek tarekat, syariat dan hakikat sangat erat. Untuk
memahami lebih mudah dari keterkaitan ini Nawawi mengibaratkan syariat dengan
sebuah kapal, tarekat dengan lautnya dan hakekat merupakan intan dalam lautan
yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut.
Dalam proses pengamalannya Syariat (hukum) dan tarekat merupakan awal
dari perjalanan (ibtida’i) seorang sufi, sementara hakikat adalah hasil dari syariat
dan tarekat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa Syekh Nawawi tidak menolak
praktek-praktek tarekat selama tarekat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran Islam, syariat. Paparan konsep tasawufnya ini tampak
pada konsistensi dengan pijakannya terhadap pengalaman spiritualitas ulama salaf.
Tema-tema yang digunakan tidak jauh dari rumusan ulama tasawuf klasik. Model
paparan tasawuf inilah yang membuat Nawawi harus dibedakan dengan tokoh sufi
Indonesia lainnya. la dapat dimakzulkan (dibedakan) dari karakteristik tipologi
tasawuf Indonesia, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri, dan sebagainya.

6. Hamka

Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (lahir di
Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia pada 17 Februari 1908-24
Juli 1981) adalah seorang penulis dan ulama terkenal Indonesia. Ayahnya ialah
Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang
merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau. Beliau melibatkan diri
dengan pertumbuhan Muhammadiyah dan dilantik menjadi anggota pimpinan pusat
Muhammadiyah. Beliau melancarkan penentangan terhadap khurafat, bida’ah,
thorikoh kebatinan yang menular di Indonesia.

8
Oleh karena itu, beliau mengambil inisiatif untuk mendirikan pusat latihan
dakwah Muhammadiyah. Sebagai realisasi dari upayanya memurnikan kembali
ajaran tasawuf, Hamka menulis beberapa karya yang berkenaan dengan tasawuf.
Berikut ini dikemukakan beberapa pokok pikirannya, sebagaimana yang terdapat
dalam bukunya, Tasawuf Moderen.
• Tentang Harta Benda dan Kekayaan
• Al-Qana’ah
• Tawakkal

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan Pasai menjadi titik sentral
penyebaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara Pulau
Jawa. Perkembangan tasawuf di Indonesia berkaitan erat dengan proses islamisasi
di kawasan Nusantara. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran
Islam di Nusantara merupakan jasa para sufi. Adapun tokoh-tokoh sufi yang sangat
berpengaruh di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniri, Abdul Rauf
as-Sinkili, Syeikh Yusuf al-Makassari, Syeikh Nawawi al-Bantani, dan Hamka.
Dari tokoh-tokoh tersebut di atas Islam di Indonesia berkembang dan dapat di
terima oleh masyarakat bangsa Indonesia, walau tidak bisa di pungkiri ada
perbedaan dan pertentangan di antara ajaran seorang sufi yang satu dengan tokoh
sufi yang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Bangun Nasution Dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada,2013), hlm. 65

Asrifin, S.Ag. Tokoh-Tokoh Sufi, (Surabaya: Karya Utama), hlm. 256.

Nurdin Eep Sopwana. 2020. Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika
Solution), hlm. 105-107.

https://satriodatuak.com/sejarah-tasawuf-di-indonesia-dan-tokoh-tokohnya/
Diakses pada 20 November 2022 pukul 21.13

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 344

11

Anda mungkin juga menyukai