Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TASAWUF DI INDONESIA
Mata Kuliah : Akhlak-Tasawuf
Dosen Pengampu : Khoirul Anwar,M.Pd.I

Di Susun Oleh :
Dimas Aji Saputra

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF


KALIRJEO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah membimbing
manusia melaluipetunjuk-Nya sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah,
petunjuk menuju ke jalan yang lurus dan jalan yang diridhoi-Nya. Syukur Alhamdulillah
kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini kami susun
dengan judul “TASAWUF DI INDONESIA”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabiin, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut
terhadap risalah yang dibawanya sampai di hari kiamat. Selanjutnya saya ucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak Khoirul Anwar,M.Pd.I selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Ahklak-Tasawuf, yang telah membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kalirejo, 14 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER SAMPUL.................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Masalah.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2

A. Sejarah Lahirnya Tasawuf Di Indonesia.......................................................2

B. Tasawuf dan Islamisasi Di Indonesia.............................................................2

C. Reformasi Tasawuf di Indonesia...................................................................4

D. Tokoh Tasawuf di Indonesia dan Ajarannya.................................................5

E. Aliran Tasawuf di Indonesia .........................................................................9

F. Pengaruh dan Pengalaman Tasawuf Di Indonesia........................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................10

A. KESIMPULAN..............................................................................................10

B. SARAN..........................................................................................................10

DAFTAR ISI....................................................................................................................11

iii
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian Tasawuf Nusantara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di
Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai
kehidupan keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih terlihat
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslim
Indonesia, terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga melalui
gerakan tarekat muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat.[1]

Selanjutnya, kajian sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia akan kami bahas
dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah lahir nya Tasawuf di Indonesia?
2. Bagaimana Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia?
3. Bagaimana Reformasi Tasawuf di Indonesia?
4. Siapa Tokoh Tasawuf di Indonesia dan Ajarannya?
5. Bagaimana Aliran Tasawuf di Indonesia?
6. Bagaimana Pengaruh dan Pengalaman Tasawuf di Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah sejarah lahir nya Tasawuf di Indonesia
2. Mengenal Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia
3. Mengetahuai Reformasi Tasawuf di Indonesia
4. Mengenal tokoh yang berperan pada penyebaran tasawuf di Indonesia dan ajarannya
5. Mengetahui Aliran Tasawuf di Indonesia
6. Pengaruh dan Pengalaman Tasawuf di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Tasawuf di Indonesia


Penyebaran Islam di negara-negara Asia Tenggara tidak lepas dari peran dan kontribusi
tokoh-tokoh tasawuf. Hal itu disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih
kompromis dan penuh kasih sayang.
Jika Islam pada hakikatnya adalah agama terbuka dan tidak mempersoalkan perbedaan
etnis, ras, bahasa, dan letak geografis maka tasawuf Islam telah membuka wawasan lebih luas
bagi keterbukaan yang meliputi agama-agama lain.[5]
Terdapat kesepakatan dikalangan sejarawan dan peniliti, orientalis dan cendekiawan
Indonesia bahwa tasawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas.[6]
Berikut beberapa pandangan yang berpendapat bahwa tasawuf adalah faktor terpenting
tersebarnya Islam secara luas:[7]
1. Hasil-hasil muktamar tasawuf yang diadakan di Pekalongan 1960 yang dihadiri sejumlah
Ulama dan pejabat yang menegaskan bahwa tarekat masuk ke Indonesia untuk pertama kali
pada abad ke-1H /7 M.
2. Orientalis Snouck Hurgronje menyatakan bahwa meski tasawuf berperan nyata dalam
proses Islamisasi di Indonesia, ajaran-ajaranya tidak lebih dari sekadar bid’ah dan dongeng-
dongeng yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan syari’at. Tasawuf menurutnya
dihormati umat Islam di Indonesia karena kepercayaan sisa-sisa Hinduisme masih melekat
sehingga menjadi faktor penentu bagi keberhasilan kaum sufi dalam proses Islamisasi di
Indonesia.
3. Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap Hamzah Fansuri dan Syamsuddin
al-Sumatrani serta pemikir-pemikir Indonesia pada abad ke-7 M. Metodologi kaum sufi
dalam proses Islamisasi Indonesia, yang menggabungkan ajaran-ajaran Islam dengan
kepercayaan-kepercayaan yang sudah ada sebelum datangnya Islam. Masuknya Islam di
Indonesia tidak luput dari peran tasawuf yang di bawa oleh para sufi karena seperti halnya
ajaran-ajaran agama terdahulu yang menggunakan simbol-simbol.

B. Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia


Diskusi tentang keberadaan tasawuf di Nusantara tidak lepas dari pengkajian proses
islamisasi. Tidaklah berlebihan kalau di katakan bahwa tersebarnya islam di indonesia
sebagian besar adalah karena jasa kaum sufi.[1]
2
Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peranan para sufi dalam
penyebaran Islam pertama kalinya di Nusantara. Ia menyebutkan tokoh sufi Syekh Abdullah
Arif yang menyebarkan Islam untuk pertama kalinya di Aceh sekitar abad ke -12 M. Ia
adalah seorang pendatang ke Nusantara bersama banyak muballigh lainnya yang diantaranya
bernama Syekh Ismail Zaffi. Lebih jauh lagi, Hawash Abdullah menegaskan bahwa kalau
mau meneliti secara jujur, kita akan berkesimpulan bahwa pada tahun-tahun pertama
masuknya Islam ke Nusantara, para sufilah bukan lainnya yang paling banyak jasanya.
Hampir semua daerah yang pertama memeluk islam bersedia menukar kepercayaan dari
animisme, dinanisme, budhaisme, dan hinduisme karena tertarik kepada ajaran tasawuf.[2]
Tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak
masuknya Islam di Indonesia unsur tasawuf telah mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat, bahkan hingga saat inipun nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari pengalaman keagamaan sebagian kaum muslimin Indonesia. Hal ini
terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga melalui gerakan
terekat Muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat.
Sebagaimana pendapat Hawash diatas, A.H.Johns, sebagaimana dikutip Azyumardi
Azra, berpendapat bahwa para sufi pengembara yang melakukan penyiaran Islam di
nusantara. Para sufi ini berhasil mengislamkan penduduk nusantara setidaknya sejak abad ke
13. Faktor utama keberhasilan konversi adalah kemajuan para sufi menyajikan Islam dalam
kemasan aktraktif, khususnya dengan menekankan kesesuaian dengan Islam.
Menurut Azyumardi Azra, tasawuf yang pertama kali menyebar di nusantara adalah
yang bercorak falsafi yakni tasawuf yang sangat filosofi dan cenderung spekulatif seperti
konsep al-ittihad (Abi yazid al-bustami) hulul (al-hallaj), dan wahdah al-wujud (ibn arabi)
dominasi tasawuf falsafi terlihat jelas pada khasus syekh siti jenar yang dihukum mati oleh
wali songo karena dipandang menganut paham tasawuf yang sesat.[3]
Proses islamisasi di Indonesia strurktural telah di bentuk oleh tiga komponen yang
saling melengkapi yaitu sebagai berikut.
1. Kesultanan dengan maritimnya yang berada di sepanjang pantai utara jawa berusaha
menaklukan negeri-negeri pedalaman.
2. Kelompok ulama Islam asing mengisi pos birokrasi dan memimpin upacara keagamaan.
3. Para sufi tertarik untuk pindah dari daerah pantai menuju pedalaman jawa untuk
menyampaikan dakwahnya.
Dengan beberapa pertimbangan para juru dakwah cenderung melakukan sinkretisme.
Menurut prof. Dr. azyumardi azra, Islam dapat dengan cepat di terima oleh masyarakat
3
Indonesia salah satu nya karena adanya kesamaan bentuk antara Islam tasawuf dan
sinkretisme penduduk setempat. Menurut teori ini Islam tasawuf nyaris secara alami di
terima. Terlebih lagi ada teori yang menyatakan bahwa Islam mampu hidup berdampingan
secara damai dengan kepercayaan leluhur. Teori ini dalam batas tertentu mungkin dapat di
terima. Kesamaan itu menyebabkan perpindahan agama Islam secara besar-besaran. Akan
tetapi, dalam tahap perkembangan lebih lanjut terjadi proses penghilangan kesamaan itu
untuk menuju islam yang lebih murni.
Ajaran islam yang di ajarkan kepada penduduk setempat di warnai dengan amalan
sufi. Para sejarawan mengemukakan bahwa ini yang membuat mereka tertarik. Dengan kata
lain perkembangan tasawuf merupakan salah satu faktor yang menyebabkan proses Islamisasi
di Indonesia dapat berlangsung dengan mudah.
Islam di Indonesia sampai sekarang masih di liputi dengan perilaku sufistik dan
kegemaran terhadap hal-hal yang keramat. Tarekat yang munculpun beragam, tidak hanya
bercorak Islam tetapi juga bercorak sintretisme. Sementara itu melalui sejarah, kita tahu
bahwa ada sejumlah kaum reformis yang berusaha membersikan Islam dari unsur sufistik dan
magis. Beberapa dari mereka ada yang berhasil. Sehubungan dengan itu kita melihat bahwa
pada awal perkembangan Islam kecenderungan mistik lebih kuat. Namun, setelah itu muncul
pendekatan fiqh yang menggatikan ke cendrungan mistik.[4]

C. Reformasi Tasawuf di Indonesia


Pada permulaan tahun 1950-an, Hamka menulis buku tasawuf: perkembangan dan
pemurniannya dan tasawuf modern. Ia berusaha memperlihatkan bahwa tasawuf yang benar
adalah tasawuf yang berakar pada prinsip tauhid.
Sejalan dengan Hamka, Nahdatul Ulama(NU) adalah pendukung dan penghayat
tasawuf. Untuk menghindari penyimpangan dari para syaikh terdahulu. NU meletakan dasar-
dasar tasawuf bagi jamaahnya dengan sesuai dengan khitab Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah.
NU bertasawuf sejalan dengan prinsipnya bahwa kehidupan beragama tidak saja di
tandai oleh legalisai-rasional. Bagi NU, tasawuf merupakan hal yang penting karena sebagai
doktri kesalehan yang menyejukkan jiwa dari kekeringan iman dan kemiskinan batin,
sehingga terpelihara keseimbangan antara pandangan fiqh dan penghayatan iman. Tasawuf
bukan berarti meninggalkan kehidupan duniawi, karena manusia memiliki posisi yang sangat
tinggi dalam kehidupan alam semesta.
Manusia diperkenankan menghendaki apa yang dimauinya, walaupun kehendak itu
harus tunduk pada kekuasaan Allah. Kebebasan untuk berkehendak membawa kesadaran
4
kepada manusia untuk menjunjung tinggi arti dan nilai kehidupan, karena dengan itulah
manusia mendapatkan kedudukan yang mulia. Kewajiban menjunjung tinggi kehidupan,
mengharuskan manusia memiliki arah kehidupan yang benar, yang dapat memberikan
manfaat. Arah kehidupan itu harus seimbang antara kebutuhan individu dan masyarat. Allah
menentukan bahwa manusia harus mampu hidup dengan kemampuannya untuk mengelola
sumber daya yang telah di sediakan. Oleh karena itu menurut NU, tasawuf bukan berarti
mengabaikan duniawi, melainkan harus terlibat langsung dalam aspek kehidupan.
Tasawuf yang berkembang di Indonesia di dominasi oleh tasawuf aliran Sunni.
Kalaupun ada penganut aliran falsafi pengaruhnya tidak begitu luas, bahkan aliran ini
mendapat perlawanan dari penikut Sunni. Oleh karena itu Hamka menulis bahwa tasawuf di
indonesia sejalan dengan mazhab Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah.

D. Tokoh Tasawuf di Indonesia dan Ajarannya


Perkembangan tasawuf di Indonesia tidak terlepas dari tokoh-tokoh tasawuf dan ajaran-
ajaran mereka, di antara tokoh-tokoh tasawuf itu adalah:
1. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri berasal dari Barus yaitu kota kecil di Pantai Barat Sumatera Utara, yang
terletak diantara Sibolga dan Singkel. Ia dikenal pada masa kekuasaan Sultan Alauddin
Ri’ayat Syah di Aceh pada abad XVI (1588-1604). Ia adalah ahli tasawuf yang suka
mengembara, dalam pengembaraannya itulah Hamzah Fansuri mempelajari dan mengajarkan
paham-paham tasawufnya. Hamzah Fansuri juga seorang ahli bahasa, bahasa yang
dikuasainya meliputi bahasa Arab, Persi dan bahasa Melayu.[8]
Dalam sejarah kaum ahli sufi Indonesia, Fansuri dipandang sebagai ahli sufi pertama di
Indonesia yang menuliskan buku-buku tentang tasawuf Islam. Dia juga pemimpin yang
membawa kita mengenal tasawuf falsafi di Indonesia.[9]
Hamzah Fansuri sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf menurut keyakinannya. Ada
riwayat yang mengatakan bahwa ia pernah sampai ke seluruh semenanjung dan
mengembangkan tasawuf di Perlak, Perlis, Kelantan, dan lain-lain.[10] Dari keterangan-
keterangan yang ada mangisyaratkan ia wafat tahun 1607 M.[11]
Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri sebagai berikut:
a. Wujud, menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud
yang satu itu, ada yang merupakan kulit (kenyataan lahir) ada yang berupa isi (kenyataan
batin). Wujud yang hakiki itulah yang disebut Allah.
5
b. Allah, menurutnya Allah adalah dzat yang mutlak dan qodim, sebab Allah yang pertama
dan yang menciptakan alam semesta.
c. Penciptaan, menurutnya hakikat dari dzat Allah itu adalah mutlak dan la ta’ayyun. Dzat
yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan.
d. Manusia, walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, akan tetapi
manusia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling
sempurna, ia adalah pancaran langsung dari dzat yang mutlak, hal ini menunjukkan adanya
semacam kesatuan antara Allah dan manusia.
e. Kelepasan, manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk
menjadi insan kamil, namun karena lalainya maka pandangannya kabur dan tidak sadar
bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.[12]
Adapun karya-karya Hamzah Fansuri yang dapat kita temui diantaranya: kitab Asrarul
‘Arifin, Syarabul ‘Asyiqin, dan Al-Muntaha. Semua bukunya berbicara tentang tauhid,
ma’rifat, dan suluk. Unsur-unsur penting dalam buku Fansuri adalah pendapatnya yang
diambil dari perkataan kaum sufi klasik yang bersih dari penyimpangan, tidak ditambah-
tambah, atau dihilangkan agar sesuai dengan lingkungan dan tempat pada masa itu.[13]

2. Nuruddin al-Raniri
Nama lengkap beliau ialah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasan bin Hamid al-Raniri
al-Quraisyi al-Syafi’i. Beliau lahir di Ranir yang terletak tidak jauh dari Gujarat, India yang
dimana di tempat itu ia mulai belajar ilmu agama.[14] Setelah itu beliau melanjutkan belajar
di kota Tarim, Hadhramaut. Sepulang dari Hadhramaut, 1621 M, beliau singgah di Al-
Haramain untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Beliau
adalah salah satu dari murid Sayyid ‘Abd al-Qadir al-Idrus. Dan beliau wafat di Ranir pada
21 September 1658 M.
Ajaran tasawuf Nuruddin al- Raniri diantaranya adalah:[15]
a. Tuhan, dalam masalah ketuhanan beliau berupaya menyatukan paham Mutakallimin
dengan paham para sufi yang diwakili Ibnu ‘Arabi. Beliau berpendapat bahwa ungkapan
“wujud Allah dan Alam Esa” berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang
batin yaitu Allah SWT., sebagaimana yang dimaksud Ibnu ‘Arabi. Akan tetapi ungkapan itu
pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada, yang ada hanyalah wujud Allah yang Esa.
b. Alam, al-Raniri berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah malalui (tajalli).
c. Manusia, menurut al-Raniri manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna di
dunia ini. Kerena manusia merupakan kholifah di bumi.
6
d. Wujudiyyah, inti ajaran menurut al-Raniri berpusat pada wahdad al-wujud. Beliau bahwa
jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah
Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Jika
demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat Tuhannya.
e. Hubungan Syariat dan Hakikat, menurut al-Raniri pemisahan antara hakikat dan syariat
merupakan sesuatu yang tidak benar. Ia berpedoman pada pendapat Syekh Abdullah al-
Aidarusi yang mengatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah kecuali melalui syariat yang
merupakan pokok dan cabang Islam.
Adapun karya-karya dari al-Raniri diantaranya adalah Al- Shirath Al- mustaqim, Durrah
Al- Faraidh fi Syarh Al- Aqa’id, hidayah Al- habib fi A- targhib wa Al- Tarhibfi Al- hadits,
Syifa’ Al-Quluub, Latha’if Al- Asrar, dan Hill Al- Dzill yang berisi tasawuf dan hadits.[16]

3. Abdul Rauf as-Sinkili


Nama lengkap beliau adalah Abdur Rauf ‘Ali al-Fansuri. Hingga saat ini tidak ada data
pasti mengenai tanggal dan tahun kelahirannya.
Beliau adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil di wilayah pantai barat Laut Aceh.[17]
Pendidikannya dimulai dari ayahnya di Simpang Kanan (Sinkil). Kepada ayahnya ia belajar
ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa arab, mantiq, filsafat, sastra arab, dan bahasa persia.
Kemudian pendidikannya dilanjutkan ke Samudra Pasai dan belajar di Dayah Tinggi pada
Syekh Syamsudin as-Sumatrani. Setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Arabiyah.[18] Di
tanah Arab, selama 19 tahun Abdurrauf belajar agama kepada kurang lebih 15 guru, 27
ulama terkenal dan 15 tokoh mistik terkenal di Jeddah, Makkah, Madinah, Mokha, Bait al-
Faqih, dan tempat-tempat lain.[19]
Ajaran Abdurrauf As-Sinkili antara lain:
a. Ajarannya sama dengan ajaran Syamsuddin dan Nuruddin yang menganut paham satu-
satunya wujud hakiki yaitu Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan merupakan wujud
hakiki melainkan bayangan dari yang hakiki.
b. Dzikir, alam pandangan as-Sinkili merupakan usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai
dan lupa. Tujuan dzikir adalah mencapai fana (tidak ada wujud selain wujud Allah).
c. Martabat perwujudan Tuhan, menurutnya ada tiga perwujudan Tuhan. Pertama, martabat
ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang
masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal yaitu
sudah tercipta hakikat muhammad yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat

7
wahdiyyah atau ta’ayyun Tsani, disebut juga dengan ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah alam
tercipta.[20]

Adapun karya-karyanya adalah Mir’at Ath-Thullab (fiqh Syafi’I di bidang muamalah),


Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian, peradilan, pembuktian, dan lain-lain),
‘Umdat Al-Muhtajin (tasawuf), Syam Al-Ma’rifah (tasawuf ma’rifat), dan Kifarat Al-
Muhtajin (tasawuf).[21]

4. Yusuf al-Makasary
Lahir di Sulawesi pada tanggal 8 Syawal 1036 H/ 3 Juli 2629 M. Beliau sejak kecil telah
menampakkan kecitaannya terhadap pengetahuan Islam. Iapun belajar berbagai ilmu
termasuk ilmu tasawuf.
Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Disana dia belajar tarekat
Naqsabandiyah dari Syekh Abi Abdillah Muhammad Baqi Billah. Dan kemudian beliau
mempelajari tarekat ketika berada di Madinah kepada Syakh Ibrahim al-Qurani. Beliau
meninggal di Tanjung Harapan Afrika Selatan pada tanggal 22 Dzulqo’dah 1111 H/ 22 Mei
1699 M, di kubur di Faure di perbukitan pasir Falsebay. Salah satu murid beliau adalah Abd
al-Basyir al-Dhorir al-Rapani. Pengetahuan tarekat yang di pelajarinya cukup banyak, bahkan
sukar ditemukan ulama yang mempelajari demikian banyak beserta mengamalkanya hingga
kini. Secara ringkas, tarekat-tarekat yang telah di pelajarinya di cantumkan sebagai berikut:
a. Tarekat Qodiriyah diterima dari Syeh Nuruddin al-Raniri di Aceh.
b. Tarekat Naqsyabandiyah di terima dari Syeh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah.
c. Tarekat as-sadah al-balawiyah dari Syayid Ali di Zubaid atau Yaman.
d. Tarekat Syathariyah dari Ibrahim al-Quroni di Madinah.
e. Tarekat Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad bin Ayub al-Khalwati al-
Quroisiy di Damaskus. Syekh ini adalah imam di masjid Muhyidin Ibnu ‘Arabi.

Ajaran-ajaran Yusuf al-Makasari:


a. Trensedensi tuhan yang mirip dengan wahdatul wujud dalam filsafat mistik Ibnu ‘Arabi
yaitu, Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu.
b. Menurut beliau insan kamil dibagi dalam tiga tingkatan: pertama, tingkatan akhyar
(orang-orang terbaik). Kedua, cara mujahadat asyaqa’ (orang-orang yang berjuang mekawan
kesulitan).

8
Ketiga, cara ahl adz-dzikr yaitu jalan bagi orang yang telah kasaf untuk berhubungan dengan
tuhan.[22]
Adapun karya-karya beliau antara lain: Safinah al-Najah, Bidayat al-Mubtadi, dan Sirr
al-Asrar.[23]

E. Aliran Tasawuf di Indonesia


Dalam perkembangan islam selanjutnya, sistem pendidikan masyarakat peninggalan
Hindu dan Budha diteruskan oleh para penyiar Islam. Proses tranformasi ilmu keislaman
dilakukan secara “sorongan” yang kemudian meningkat dengan cara “bandongan” dan
”wetonan”. Dari embrio model ini kemudian bermunculan model pendidikan Islam yang
dikenal dengan pesantren dan tarekat sebagai lembaga tasawuf. Semakin kuatnya pengaruh
Mazhab Syafi’i, maka sufisme yang dipelajari di pesantren adalah tasawuf Sunni yang
bersumber dari tasawuf Al-Ghazali. Terutama bagi yang ingin mendalami tasawuf dapat
memilih diantara dua kemungkinan, yakni apakah tasawuf dilihat sebagai suatu aspek ilmu
yang mandiri ataukah sebagai suatu tarekat yang melembaga. Apabila pilihan jatuh pada yang
pertama, maka mulailah dari tasawuf akhlak dan meningkat ke tasawuf amali dan tasawuf
falsafi. [6]

F. Pengaruh dan Pengalaman Tasawuf Di Indonesia


Beberapa orang tokoh di Indonesia, uraian ringkas itu telah menggambarkan paham dan
usaha-usaha di masa lalu di dalam berbagai lapangan dan keahlian masing-masing dan
semuanya ini tentu saja akan meninggalkan kesan dan pengaruh, baik secara langsung
maupun sementara dalam waktu yang relatif singkat.
Ajaran tasawuf pada kemudiannya adalah berhubungan erat dengan tarikat. Di Indonesia
tarikat-tarikat yang telah berkembang dan memiliki pengaruh ialah seperti, Tarikat
Qadariyah, Naqsabandiyah, Syattariyah, Saziliyah, Khai Awatiyah dan sebagainya.
Jauh sebelum ajaran islam menyentuh bumi Indonesia, di kalangan masyarakat
sebenarnya telah tumbuh dan berkembang sikap hidup kerohanian yang selalu mendambakan
diri kepada sesuatu yang maha ghaib, telah bersemi, dan mendarah daging dalam diri setiap
bangsa Indonesia.
Dalam keadaan dan kondisi sikap mental seperti ini, ajaran islam pun datang bersama
dengan paham tasawufnya yang kemudian berkembang menjadi ajaran tarikat.

9
Sumber yang dijadikan dalam pengembangan kesusastraan Jawa baru ini ialah kitab-kitab
kuno yang diubah ke dalam bahasa dan syair jawa baru. Unsur-unsur keislaman kemudian
diubah ke dalam bahasa alam pikiran Jawa serta di padukan dengan alam pikiran Jawa.
Masyarakat jawa mulai menyenangi tasawuf sejak masa kewalian.
Walisongo dalam usahanya mengembangkan Islam, telah banyak menggunakan adat
istiadat, tradisi, dan kebudayaan yang berkembang di tengah masyarakat.[13]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masuknya tasawuf di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia, karena
sejarah Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh ajaran tasawuf yang digunakan oleh
para penyebarnya. Kefleksibelan tasawuf yang mewarnai penyebaran tersebut menjadikan
Islam berhasil masuk dan kemudian mengakar dalam diri masyarakat Indonesia, hampir tanpa
catatan sejarah pertumpahan darah.
Tokoh sufi yang mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia diantaranya adalah;
Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri, Abdur Rauf al-sinkili, dan Yusuf al-Makasari.
Diantara tokoh-tokoh sufi tersebut terdapat pemikiran-pemikiran tasawuf yang beragam,
seperti pemikiran al-Fansuri tentang tasawuf yang banyak dipengaruhi Ibnu ‘Arabi dalam
paham wahdad al wujud-nya. Sedangkan al-Raniri dalam masalah ke-Tuhan-an pada
umumnya bersifat kompromis. Ia berupaya menyatukan paham Mutakallimin dengan paham
para sufi yang diwakili Ibnu ‘Arabi.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan
saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga
makalah ini dapat dimanfaatka sebagai mana mestinya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alwi Shihab. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka Iman


Hamka. 1983. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas
Rosihon Anwar. 2010. Akhlaq Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
Sri Mulyati. 2006. Tasawuf Nusantara. Jakarta: Kencana
Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 63
Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 71

11

Anda mungkin juga menyukai