Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF

SEJARAH TASAWUF DI INDONESIA

Disusun Untuk Mmenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen pengampu : Abdul Halim, S.Pd.I,M.A

Disusun oleh :

Ulima Raissa 212101070034

Santi Mujiana 214101070020

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................4


B. Rumusan Masalah....................................................................................4
C. Tujuan ......................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Tasawuf di Indonesia................................................5


B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Pada Masa Wali Songo Dan Pemikirannya .......5
C. Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi di Indonesia Pada Masa Pertumbuhan
dan Perkembangannya .............................................................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................24

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “SEJARAH
TASAWUF DI INDONESIA“. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas pada mata
kuliah Akhlak Tasawuf . Kami berharap makalah ini dapat membantu dalam
memahami pelajaran pada materi sejarah tasawuf di indonesia. Kami mengucapkan
terima kasih kepada bapak Abdul Halim, S.Pd.I,M.A , karena telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini dan juga semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Dan kami telah
berusaha sebaik mungkin dalam menyusun makalah ini, walaupun makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnanya makalah ini.

makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk


pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan mengenai Akhlak
tasawuf.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam. Tersebarnya agama islam di penjuru nusantara ialah
berkat jasa-jasa para ulama terdahulu yang menyebarkan agama Islam
hingga ke pelosok negeri. Tasawuf merupakan salah satu cara pendekatan
yang dilakukanpara ulama dalam menyebarkan agama islam di Indonesia.
Perkembangan- perkembangan tasawuf di Indonesia erat kaitannya dengan
budaya bangsa Indonesia yabg bersifat mistik. Tasawuf merupakan bagian
dari metode penyebaran ajaran islam yang sangat mempunyai kemiripan
dalam metode pendekatan agama Hindu-Budha yang sistem keagamaan
masyarakat Indonesia sebelum masuknya agama Islam. Kemiripan dalam
metode pendekatan dengan latihan kerohanian inilah yang mempermudah
berkembangnya tasawuf di Indonesia. Tasawuf merupakan alat dari salah
satu persebaran islam di nusantara merupakan jasa para sufi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya tasawuf di Indonesia?
2. Bagaimana pemikiran tokoh tasawuf pada masa wali songo?
3. Bagaimana tasawuf sunni dan tasawuf falsafi di Indonesia pada masa
pertumbuhan dan perkembangannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah masuknya tasawuf di Indonesia.
2. Mengetahui pemikiran tokoh tasawuf pada masa wali songo.
3. Mengetahui tasawuf sunni dan tasawuf falsafi di Indonesia pada masa
pertumbuhan dan perkembangannya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Tasawuf di Indonesia


Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya
islam ke Indonesia dan tasawuf mengalami banyak perkembangan yang
ditandai dengan banyaknyaa perkembangan ajaran tasawuf dan tarikat yang
muncul di kalangan masyarakat saat ini yang dibawa oleh para ulama
Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah.
Dalam perkembangan tasawuf di Indonesia menurut Azyumadi
Azra tasawuf yang pertama kali menyebar dan dominan di Indonesia adalah
tasawuf yang bercorak filsafi yakni tasawuf yang filosofi dan cenderung
spekulatif. abad ke-16 kita-kitab klasik mulai ada dan dipelajari, kemudian
diterjemahkan dalam Bahasa melayu seperti kitab Ihya, Ulumudin karya
Imam Al-Ghazali. Setelah itu muncullah beberapa tokoh tasawuf asli
indonesia seperti Hamzah Fansuri, Nurudin Ar-raniri, Abd. Rauf as-
Singkeli dan Syekh Yusuf al-Makassari1 .
Sufi-sufi tersebut merupakan tokoh-tokoh yang memiliki
konstribusi yang besar dalam penyiaran dan perkembangan Islam di
Indonesia. Disamping mereka terdapat para ulama yang juga menyiarkan
Islam dengan menggunakan metode yang akomodatif dalam dakwahnya
seperti wali songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, Rajo Bagindo ke
Kalimantan Utara dan Kepulauan Sulu, Syekh Ahmad ke Negeri Sembilan
daqn lain-lain.2
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Pada Masa Wali Songo Dan Pemikirannya
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah
mencapai tingkat “Wali”. Menurut Solichin Salam dalam Sekitar Wali dan

1 Nilwan Ramadhan Laras Rizki, Muhammad Alfin Daula y, “Sejarah Perkembangan Tasawuf Di
Indonesia,” 2017,
https://www.academia.edu/35474596/AKHLAK_TASAWUF_SEJARAH_PERKEMBANGAN_T
ASAWUF_DI_INDONESIA.
2 Nurkhalis A. Ghaffar, “TASAWUF DAN PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA” III, no. 1

(2015): 68–79.

5
Songo. Kata wali berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan dari
waliyullah, yang berarti orang yang mencintai dan dicintai Allah.
Sedangkan kata songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Jadi,
Wali Songo berarti wali sembilan, yakni Sembilan orang yang mencintai
dan dicintai Allah. Mereka dipandang sebagai ketua kelompok dari
sejumlah besar mubaligh Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam
di daerah-daerah yang belum memeluk Islam di Jawa.
Keberhasilan penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran
ulama-ulama sufi yang tergabung dalam Wali Songo. "Walisongo" berarti
sembilan orang wali. Kesembilan wali ini ialah Sunan Gresik, Sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan
Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat
yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat,
bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka
tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16,
di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka
adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Proses islamisasi yang dilakukan Wali Songo itu, berlangsung pada abad
ke-15 ( masa kesultanan demak).
Dalam pemakaiannya, wali biasanya diartikan sebagai orang yang
dekat dengan Allah (Waliyullah). Sedangkan kata “songo” (Jawa) berarti
sembilan. Maka walisongo secara umum diartikan sebagai sembilan wali
yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT, terus menerus beribadah
kepada-Nya, serta memiliki kekeramatan dan kemampuan lain di luar
kebiasaan manusia. Walisongo tinggal di tiga wilayah penting, pantai utara
Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-
Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat yang mengakhiri
era dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara menjadi era
kebudayaan Islam. Walisongo yang terkenal dalam mengembangkan Islam
dan tasawuf di Pulau Jawa adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan

6
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Muria, dan Sunan Gunung Jati. Meski demikian, masih ada perbedaan
pendapat tentang nama-nama yang masuk dalam Walisongo ini. Adapun
riwayatnya adalah sebagai berikut:
1. Sunan Gresik ( Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Gresik memiliki nama lengkap Maulana Malik
Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir
di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Ibrahim
adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil
Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro
diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi
Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di
Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun
1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra.
Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan
Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan
misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim
hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Daerah yang
ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih
berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Aktivitas pertama yang
dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka
warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga
murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan
diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib,
kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang
berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih
kerabat istrinya. dikenal sebagai Kakek Bantal itu diperkirakan
datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Maulana Malik Ibrahim juga
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah - kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka
sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati

7
masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di
Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya
terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel
Di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat,
putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Ia lahir di Campa pada 1401
Masehi. Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M
bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Di Jawa ia langsung pergi
ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama
Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit
beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel
menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya
itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya adalah
Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak hendak
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam
pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah,
putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan
Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang
dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan
pondok pesantren.. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah
Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian
disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para
santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang
mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak

8
berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak
menggunakan narkotik, dan tidak berzina." Sunan Ampel
diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan
di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
3. Sunan Giri
Sunan Giri adalah dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang
berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di
Blambangantahun 1442. Sunan Giri memiliki beberapa nama
panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih,
Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra. Ia dimakamkan di desa Giri,
Kebomas, Gresik.
Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq,
seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu,
putri Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-
masa akhir Majapahit. Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya,
Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin pergi ke
Jawa. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah
perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri
berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan
Sunan Giri.
Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu
pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai
ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh
Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut
Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama
beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan
Agung.
Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering
dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah
permainan-permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak

9
Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti
Asmaradana dan Pucung.
4. Sunan Bonang
Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Ia adalah
anak Sunan Ampel juga cucu dari Maulana Malik Ibrahim. Lahir
diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng
Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar
agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup
dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau
Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas
masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid
Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di
Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di
desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus
pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian
dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan
bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian,
Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk
berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke
daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau
Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya
dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah
sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan
Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis
salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni,
sastra dan arsitektur. Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat
'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi.
Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif
(makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin.
Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media

10
kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang
bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga. Sunan
Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang
tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi
kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899).
Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung
laut. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu
kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah
yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan
menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki
nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan
transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah
satu karya Sunan Bonang. Dalam pentas pewayangan, Sunan
Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya.
Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-
tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan
Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan
'isbah (peneguhan).
5. Sunan Drajat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden
Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Ia diperkirakan
lahir pada tahun 1470 M. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan
bersaudara dengan Sunan Bonang.. Setelah pelajaran Islam dikuasai,
beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya
sekitar abad XV dan XVI Masehi. Beliau memegang kendali
keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan
Demak selama 36 tahun.
Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa
sosial, sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Beliau
terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru

11
memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih
ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas
kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu
menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan
untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama
Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan
menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau
memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan
Demakpada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Ada 7 ajaran Sunan Drajat yang terabadikan dalam sap
tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat, yaitu :
a. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang
hati orang lain)
b. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang
kita harus tetap ingat dan waspada)
c. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah
(dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak
peduli dengan segala bentuk rintangan)
d. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora
nafsu-nafsu)
e. Heneng - Hening -Henung (dalam keadaan diam kita akan
memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita
akan mencapai cita -cita luhur).
f. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya
bisa kita capai dengan salat lima waktu)
g. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan
marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang
wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah
ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan

12
masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang
tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
6. Sunan Kalijaga
Dialah wali yang namanya paling banyak disebut
masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya
adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh
pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta
diperkirakan telah menganut Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga
adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan
seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman. Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai
lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir
kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak,
Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang
lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah
pimpinan Panembahan Senopati.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya
cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan
semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana
untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika
Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan
Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara
suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun

13
dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan
Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar
adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di
antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen,
Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak
7. Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan
Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng
Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang
putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan
Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus
banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga
Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga:
sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan
lebih halus. Itu sebabnya para wali - yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh
- menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus
adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal
itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang
dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan
Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid
mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan
sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid.
Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati.
Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang
surat Al Baqarah yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang,

14
sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi. Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita
ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga
masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah
pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari
masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus
mengikat masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah seperti itu yang
dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah
menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur
melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
8. Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus
anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya
adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal
terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota
Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya,
Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria
lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota
untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata,
sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam,
berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali
dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang
mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya
masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh
semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara,
Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil
dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
9. Sunan Gunung Jati

15
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan
lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri
dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah
Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan
Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu
agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat
berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan
Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan
Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya
"wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati
memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan
atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan
Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan
membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan
antar wilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan
Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa
setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah
Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan
Banten. Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari
jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu
diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M,
Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu
Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati,
sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

Wali Songo sebagai figur agamis menjadi simbol kesalihan


masyarakat pada saat itu. Sehingga apa yang dilakukan oleh para wali
menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Dalam kehidupan Wali Songo

16
mengembangkan sikap hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan, peduli
terhadap fakir miskin, bahkan menjadi pelopor dalam memberantas
kemiskinan dan kebodohan.

Dalam memilih tempat tinggal, Wali Songo lebih memilih tempat


terpencil, mereka lebih suka hidup di gunung dan perkampungan daripada
di perkotaan. Hal ini sesuai dengan salahsatu ajaran tasawuf yang disebut
dengan ‘uzlah (mengasingkan diri).

Pada masa Sunan Giri ajaran tasawuf diadopsi menjadi norma yang
harus dipegang oleh masyarakat, diantara isi dari norma tersebut adalah
Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-
nafsu) Heneng - Hening -Henung (dalam keadaan diam kita akan
memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan
mencapai cita -cita luhur). Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan
lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu).

Wali Songo juga mengajak masyarakat untuk selalu berzikir


mengingat Allah SWT dan menumbuhkan kesadaran kehambaan, yang
dikemas dalam bentuk karya seni sesuai dengan budaya setempat, seperti
tembang "Tombo Ati", tembang “Lir Ilir”, "Suluk Wijil" yang dipengaruhi
kitab Al Shidiq, perseteruan Pandawa-Kurawa yang ditafsirkan sebagai
peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan) dan lain-lain.
Disamping implementasi tersebut di atas masih banyak bentuk
implementasi lain yang tidak diungkapkan di sini karena keterbatasan
referensi.

C. Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi di Indonesia Pada Masa


Pertumbuhan dan Perkembangannya
1. Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang para penganutnya
memagari atau mendasari tasawuf mereka dengan al-qur’an dan al-
sunnah, serta mengaitkan keadaan (ahwaal) dan tingkatan

17
(maqoomaah) rohaniah mereka kepada kedua sumber tersebut. Tasawuf
sunni juga didefiniskan sebagai tasawuf yang berwawasan moral
praktis dan bersandarkan kepada al-qur’an dan al-sunnah. Tasawuf
sunni ialah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan asapek hakekat
dan syari'at, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan
mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha
sungguhsugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur'an, Sunnah dan
Shirah para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal
tasawwuf ini berusaha untuk menjauhkan drii dari hal-hal yang bersifat
keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu
kekhusua’an ibadahnya.
Tasawuf dalam perkembangannya diawali dari pemahaman
makna institusi-institusi Islam. Ketika zaman sahabat dan tabi’in,
kecenderungan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis mulai
muncul. Ajaran Islam yang ada kemudian dilihat dan dipahami dari dua
aspek yang melingkupinya, yaitu aspek lahiriyah dan aspek batiniyah
atau aspek “luar” dan aspek “dalam”. Pendalaman terhadap aspek
dalamnya mulai menunjukkan posisinya sebagai hal yang paling utama,
tentunya tanpa mengabaikan aspek luarnya. Pengkajian dan perenungan
kaum intelektual muslim –terutama dalam hal ini para tokoh sufi- lebih
lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih
mengutamakan rasa, makna, hakekat, nilai utama di balik aspek
lahiriyah dalam beribadah dan juga praktek-praktek keagaamaan
lainnya yang membawa pada suasana batin yang lebih mendalam,
tentram dan tenang, lebih mementingkan keagungan Tuhan dan bebas
dari egoisme pribadi.
Tasawuf sunni kemunculannya tidak dapat dipisahkan dari
background perselisihan masalah aqidah yang melanda para ulama' fiqh
dan tasawuf terutama tasawuf falsafi. Perselisihan tersebut mengemuka
terlebih pada abad kelima hijriah aliran syi'ah al-islamiyah yang
berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada keturunan Ali

18
Bin Abi Thalib. Pengikut Syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi
dengan doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi
yang layak menyandang gelar waliyullah. Sementara itu dipihak lain
terdapat banyak praktek sufi yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-
Platonisme yang memunculkan corak pemikiran taawwuf falsafi yang
dalam banyak hal bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan
tabi’in.
Secara umum terdapat beberapa ciri khas dari tasawuf sunni.
Ciri khas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
➢ Tidak menggunakan terminologi –terminologi filsafat.
➢ Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan
dan manusia. Dualisme yang dimaksud di sini adalah ajaran yang
mengakui bahwa meskipun manusia dapat berhubungan dengan
tuhan, hubungannya tetap dalam kerangka yang berbeda antara
keduanya, dala hal esensina. Sedekat apapun manusia dengan
tuhannya, tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan
tuhan.
➢ Kesinambungan antara hakekat dengan syari’at. Hal ini
mengandung pengertian bahwa terdapat keterkaitan yang sangat
kuat antara tasawuf (sebagai aspek batiniyah) dengan fiqih (aspek
lahiriyah).
➢ Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan moral, pendidikan akhlaq,
dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan
langkah takhalli, tahalli, dan tajali.
2. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajarannya-ajarannya
memadukan antara visi dan mistis dan visi rasional pengasasnya.
Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi
tersebut berasal dari bermcam-macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya.

19
Tasawuf Falsafi merupakan sebuah konsep ajaran tasawuf yang
mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio hingga menuju ke
tinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja
(ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul
wujud (kesatuan wujud). Tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas
dalam khazanah islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun para
tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak itu, tasawuf jenis ini
hidup dan berkembang, terutamadi kalangan para sufi yang juga filosof,
sampai menjelang akhir-akhir ini.Tasawuf falsafi kaya dengan
pemikiranpemikiran filsafat. Metode pendekatan tasawuf falsafi sangat
berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Tasawuf sunni dan
salafi lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi
menonjol kepada segi teoritis. Konsep-konsep tasawuf falsafi lebih
mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis
yang sulit dicerna dan diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari
khususnya bagi orang awam.3
Adapun falsafi diambil dari kata filsafat. Kajian filsafat adalah
kajian tentang esensi, karena yang menjadi fokus adalah hakikat
sesuatu. Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-
ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Tasawuf ini
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang
berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi
para tokohnya. Jadi tasawuf falsafi adalah tasawuf yang memiliki
perbedaan dengan tasawuf akhlaqi atau tasawuf sunni, sehingga ada
kelompok yang menganggap bahwa tasawuf kelompok ini adalah
tasawuf yang menyeleweng.
Karakteristik sejarah tasawuf falsafi secara umum adalah
mengandung kesamaran akibat banyaknya ungkapan dan peristilahan
khusus yang hanya dapat dipahami oleh orang yang memahami ajaran

3Mohammad Ansori, “Akhlaq Sosial,” Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya, no. AKHLAQ
SOSIAL (2014): 167, http://digilib.uinsby.ac.id/2004 8/2/Akhlak Sosial.pdf.

20
tasawuf jenis ini. Ajaran tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai
filsafat murni, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa
(dhauq), dan juga tidak bisa dikatakan bahasa dan terminologi filsafat.
karakteristik khusus dari tasawuf falsafi adalah sebagai berikut:
➢ Konsep pemahaman tasawuf falsafi adalah gabungan pemikiran
rasionalfilosofis dengan perasaan (dhauq). tasawuf jenis ini sering
mendasarkan pemikirannya dengan dalil naqliyah, namun
diungkapkan dengan kata-kata yang samar sehingga sulit dipahami
oleh orang lain. Kalaupun bisa diinterpretasikan orang lain,
cenderung kurang tepat dan sering bersifat subyektif.
➢ Terdapat latihan-latihan rohaniah (riyadhoh) sebagai peningkata
moral untuk mencapai kebahagiaan.
➢ Tasawuf falsafi memandang illuminasi sebagai metode untuk
mengetahui hakekat sesuatu, yang menurut penganutnya dapat
dicapai dengan fana’.
➢ Menyamarkan ungkapan-ungkapan dengan berbagai simbol dan
terminologi.4

Baik tasawuf sunni ataupun tasawuf falsafi, keduanya memiliki akar


yang kuat bagi perkembangan ajaran tasawuf di Indonesia, baik secara
nadzari (teoritis) dan amali (praktis). Dua aliran tasawuf ini
berkembang pesat hingga saat ini, meski pada awalnya tasawuf sunni
lah yang lebih dikenal dahulu oleh masyarakat pada saat itu. Tasawuf
sunni yang dibawa dan dikenalkan oleh para da’i memiliki karakter
khusus, yaitu sebagai representasi dari ajaran tasawuf Abu Hamid Al-
Ghazali. Banyak kalangan yang menganut ajaran tasawuf ini
mempelajari teori dan praktik tasawuf berdasarkan pada kitab-kitab
yang dikarang oleh Al-Ghazali, sedangkan yang terjadi pada tasawuf
falsafi, figur Mansur Al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, dan lain-lain, memegang

4Miswar, “Pembentukan Dan Perkembangan Tasawuf Falsafi,” Al-Fatih : Jurnal Pendidikan Dan
Keislaman 2, no. 1 (2019): 116–31.

21
teguh ajaran panteisme, meskipun pada kenyataannya banyak pula para
pelaku jalan tasawuf falsafi yang menyimpang dari yang sebenarnya.
Terlepas dari itu semua, pada kenyataannya, pada masa kini jalan
spiritual atau tasawuf merupakan jalan alternatif yang sanggup menjadi
benteng pertahanan tauhid, iman, serta ihsan bagi masyarakat Indonesia
pada khususnya; tanpa menonjolkan doktrin yang dimuat dalam
tasawuf sunni maupun tasawuf falsafi. Bagi mereka, selama dapat
menjalani ibadah dan muamalah dengan tenang dan khusyu’ sudah
cukup, dan memilih untuk mengikuti tasawuf sunni ataupun tasawuf
falsafi sebagai jalan untuk ditempuh adalah perkara lain, karena
berkaitan dengan keyakinan sepenuh hati. 5

5Nur Hasanah Munir, “Antara Tasawuf Sunni Dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf Di Indonesia,”
2014, http://www.alwishihab.com/inspirasi/2014/9/20/antara -tasawuf-sunni-dan-tasawuf-falsafi-
akar-tasawuf-di-indonesia.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya
islam ke Indonesia dan tasawuf mengalami banyak perkembangan yang
ditandai dengan banyaknyaa perkembangan ajaran tasawuf dan tarikat yang
muncul di kalangan masyarakat saat ini yang dibawa oleh para ulama
Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah.
Wali Songo juga mengajak masyarakat untuk selalu berzikir
mengingat Allah SWT dan menumbuhkan kesadaran kehambaan, yang
dikemas dalam bentuk karya seni sesuai dengan budaya setempat, seperti
tembang "Tombo Ati", tembang “Lir Ilir”, "Suluk Wijil" yang dipengaruhi
kitab Al Shidiq, perseteruan Pandawa-Kurawa yang ditafsirkan sebagai
peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan) dan lain-lain.
Disamping implementasi tersebut di atas masih banyak bentuk
implementasi lain yang tidak diungkapkan di sini karena keterbatasan
referensi.
tasawuf sunni ataupun tasawuf falsafi, keduanya memiliki akar yang
kuat bagi perkembangan ajaran tasawuf di Indonesia, baik secara nadzari
(teoritis) dan amali (praktis). Dua aliran tasawuf ini berkembang pesat
hingga saat ini, meski pada awalnya tasawuf sunni lah yang lebih dikenal
dahulu oleh masyarakat pada saat itu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ansori, Mohammad. “Akhlaq Sosial.” Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya, no.
AKHLAQ SOSIAL (2014): 167. http://digilib.uinsby.ac.id/20048/2/Akhlak
Sosial.pdf.

Ghaffar, Nurkhalis A. “TASAWUF DAN PENYEBARAN ISLAM DI


INDONESIA” III, no. 1 (2015): 68–79.

Laras Rizki, Muhammad Alfin Daulay, Nilwan Ramadhan. “Sejarah


Perkembangan Tasawuf Di Indonesia,” 2017.
https://www.academia.edu/35474596/AKHLAK_TASAWUF_SEJARAH_P
ERKEMBANGAN_TASAWUF_DI_INDONESIA.

Miswar. “Pembentukan Dan Perkembangan Tasawuf Falsafi.” Al-Fatih : Jurnal


Pendidikan Dan Keislaman 2, no. 1 (2019): 116–31.

Munir, Nur Hasanah. “Antara Tasawuf Sunni Dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf
Di Indonesia,” 2014. http://www.alwishihab.com/inspirasi/2014/9/20/antara-
tasawuf-sunni-dan-tasawuf-falsafi-akar-tasawuf-di-indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai