Anda di halaman 1dari 29

RESUME BUKU MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si.¹

Titiek Ambarwati, Dra, M.M.² Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M.,
M.Pd., M.H.³

Penerbit : Insan Cendikia Mandiri (2021)

Oleh :

1. Shabrina Ratu Alam Shufiatuddin 220106210060


2. Kuntum Khaira Ummah 220106210005

BAB 1 : PERENCANAAN PENDIDIKAN

Menurut C. E. Beeby (Ervin, 2014) menjelaskan perencanaan pendidikan ialah


upaya menuju ke arah yang maju dalam menetapkan kebijakan, tujuan, dan biaya
pendidikan dengan memperhatikan realitas ekonomi, sosial, dan politik yang bertujuan
untuk peningkatan kapabilitas pendidikan nasional, pemenuhan kepentingan
masyarakat, terutama pelajar yang menerima layanan oleh sistem. Perencanaan
pendidikan berperan sebagai bentuk dasar, indikasi, dan pedoman dalam pengambilan
keputusan, pelaksanaan dan pengelolaan program pendidikan, peningkatan mutu
pendidikan, pemenuhan akuntabilitas badan pendidikan serta pembuatan kebijakan
alternatif untuk kegiatan pertumbuhan pendidikan di masa yang akan datang.

Implementasi metodologi perencanaan pendidikan harus sesuai dengan teknik


prosedur saat ini. Apabila prosedur tersebut tidak mendukung, maka pelaksanaan
metodologi ini akan mengalami kesulitan. Adapun tujuh tahap perencanaan pendidikan
adalah merumuskan permasalahan perencanaan pendidikan, mengkaji bidang masalah
perencanaan, membuat konsep dan mengembangkan rencana, mengevaluasi rencana,
menspesifikasikan rencana, melaksanakan rencana dan mengamati pelaksanaan
rencana, dan memberikan umpan balik untuk perencanaan.

Terdapat cara-cara mengevaluasi bidang masalah perencanaan pendidikan yakni


sebagai berikut:

1. Mempelajari bidang telaah dan sistem sub bidang telaah Pendidikan ialah
rangkaian suatu sistem.
2. Pengumpulan data Metode pengorganisasian data memiliki lima tahapan:
a. Data dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sistem.
b. Data dimasukkan atau disimpan di area penyimpanan data.
c. Data diolah sesuai dengan ketentuan yang ada.
d. Data disajikan dalam format fungsional.
e. Sesuai kebutuhan, data ditransfer dari satu sistem titik ke sistem lainnya.
3. Tabulasi data Prosedur tabulasi data harus teliti dari tahun ke tahun, sehingga
diperlukan survey setiap tahun untuk penelitian dan penelitian terkini untuk
memperoleh data yang paling terbaru.
4. Perkiraan perencanaan Sistem peramalan pendidikan menggunakan berbagai
pendekatan yang menganalisis berbagai variabel (masyarakat, perkembangan
ekonomi, dan kegiatan yang lain), dan pada sistem pendidikan terdapat
asumsi dasar dan khusus.
5. Perancangan rencana Jika perencanaan pendidikan dapat menentukan
efektivitas pada berbagai layanan, hal itu dapat memberikan kontribusi yang
besar.
6. Mengevaluasi perencanaan Tujuan dari simulasi perencanaan pendidikan
ialah menyediakan cara untuk menganalisis aktivitas yang berbeda dari
komponen perencanaan dengan mereplikasi atau memvisualisasikan
tindakan dari suatu sistem.
7. Menspesifikasikan rencana Untuk menyusun perencanaan yang
komprehensif, dibutuhkan rumusan masalah yang jelas. Perencanaan muncul
sebagai kegiatan partisipatif untuk mencapai tujuan dengan memasukkan
semua komponen, sehingga tujuan tersebut dicapai oleh masyarakat yang
akan dilayani oleh lingkungan dan dipengaruhi oleh lingkungan, yang berhak
dan berkewajiban untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan
lingkungan tersebut.
8. Mengimplementasikan rencana Kebijakan perencanaan pendidikan
melibatkan sekelompok orang tertentu.
9. Pemantau Pelaksanaan Rencana dan Umpan Balik bagi Perencanaan
Monitoring perencanaan berkelanjutan berfungsi sebagai mekanisme
manajemen yang berguna dalam teknik pengaplikasiannya.

BAB 2 : OTONOMI PENDIDIKAN

Penerapan sistem desentralisasi sebagai kelanjutan diberlakukannya Undang-


Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah berdampak pada
penyelenggaraan pendidikan yaitu memberikan ruang lebih bagi pengelola pendidikan
untuk menciptakan strategi kompetisi dalam era persaingan guna mencapai mutu dan
kinerja pendidikan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berdampak besar pada
perkembangan pendidikan. Setidaknya ada empat dampak positif yang mendukung
kebijakan desentralisasi pendidikan:

a) Peningkatan mutu, khususnya dengan adanya kewenangan sekolah,


memungkinkan sekolah lebih leluasa dalam menangani dan memotivasi sumber
dayanya.
b) Efisiensi keuangan ini dapat dicapai dengan mengurangi biaya operasional dan
menggunakan sumber pajak daerah.
c) Memotong rantai birokrasi yang panjang dan menghapus proses bertingkat
yang terdapat pada kinerja administratif.
d) Perluasan dan pendistribusian, memungkinkan terselenggaranya pendidikan di
daerah terpencil, sehingga terjadinya perluasan dan distribusi pendidikan.
Desentralisasi pendidikan memerlukan penguatan basis pendidikan yang
demokratis, terbuka, dan produktif, serta melibatkan masyarakat sekitar.
Pendidikan bersifat otonom dalam artian otonomi pendidikan. Otonomi diartikan
sebagai kemampuan untuk menghidupi diri seseorang, organisasi, atau suatu
daerah, sehingga pendidikan mampu memberikan suatu otonomi dalam
menjalankan peran sebagai manajemen kelembagaan pendidikan.

Namun, pemberlakuan otonomi pendidikan tampaknya tidak berjalan sesuai


dengan yang diharapkan. Pada kenyataannya, pemberlakuan otonomi telah
menimbulkan banyak persoalan, yang paling serius di antaranya adalah tingginya
biaya pendidikan. Sedangkan otonomi pendidikan mempunyai makna demokrasi
dan keadilan sosial, yang mengartikan bahwa pendidikan dilaksanakan secara
demokratis untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dimaksudkan untuk
menunjang masyarakat sesuai dengan keinginan bangsa dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.

Kemandirian daerah harus diikuti dengan evaluasi diri, yang melibatkan


pengaruh internal dan eksternal di daerah guna mendapatkan gambaran yang benar
tentang keadaan daerah, sehingga dapat dibangun strategi yang matang dan kokoh
untuk mengangkat martabat suatu daerah yang berbudaya sekaligus meningkatkan
daya saing melalui otonomi pendidikan yang berkualitas. Terdapat enam faktor
yang menjadi penyebab implementasi otonomi pendidikan belum berjalan, yakni:

a) Peraturan dan cara kerja pada tingkat kabupaten dan kota belum jelas.
b) Kurangnya sumber daya manusia dan infrastruktur sehingga manajemen
pendidikan di sektor publik belum dapat diterapkan secara otonom.
c) Anggaran pendidikan dan APBD belum mencukupi.
d) Rendahnya komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam manajemen pendidikan.
e) Walikota sebagai penguasa tertinggi kurang memperhatikan keadaan
pendidikan di daerah, akibatnya anggaran pendidikan bukan menjadi
prioritas utama.
f) Karena adanya perbedaan yang terdapat pada layanan, infrastruktur dan
dana, setiap daerah mempunyai perbedaan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Akibatnya, terdapat perbedaan antar daerah sehingga membuat
pemerintah untuk menetapkan standar mutu pendidikan nasional dengan
memperhatikan keadaan di setiap daerah tersebut.

BAB 3 : MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

Salah satu substansi manajemen sekolah yang akan menentukan arah kegiatan
pendidikan di sekolah adalah manajemen keuangan. Sama halnya manajemen
keuangan, seperti manajemen pendidikan lainnya, dilakukan melalui proses persiapan,
pengaturan, pengarahan, koordinasi dan pemantauan. Kegiatan dalam manajemen
keuangan adalah mendapatkan dan menilai sumber pendanaan, alokasi dana,
pemantauan, audit serta transparansi dana.

Manajemen keuangan adalah suatu tindakan pengelolaan/administrasi keuangan


yang melibatkan pendokumentasian, persiapan, pelaksanaan, transparansi, dan
pelaporan, menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) (2000). Dengan
demikian, pengelolaan keuangan sekolah dapat digambarkan sebagai seperangkat
kegiatan yang bertujuan untuk mengatur keuangan sekolah, antara lain penganggaran,
pembukuan, pengeluaran, pemeriksaan, dan pertanggungjawaban keuangan.

Sumber pendanaan dan pembiayaan sekolah dapat dibagi menjadi tiga kategori:

a. Pemerintah pusat maupun daerah, atau keduanya yang bersifat umum atau
khusus yang ditujukan untuk tujuan pendidikan .
b. Orang tua/siswa.
c. Masyarakat.
Terkait dengan kontribusi keuangan dari orang tua dan masyarakat, UU Sistem
Pendidikan Nasional Tahun 1989 menyatakan bahwa karena terbatasnya kemampuan
pemerintah untuk memenuhi dana pendidikan, maka tanggung jawab pemenuhan dana
pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Biaya
rutin dan pembiayaan pembangunan termasuk dalam dimensi pengeluaran.

Gaji pegawai, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, serta fasilitas, dan
peralatan kelas (barang habis dipakai), semuanya merupakan contoh biaya rutin yang
dikeluarkan dari tahun ke tahun. Biaya pembangunan, di sisi lain, termasuk biaya untuk
membeli atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, merehabilitasi struktur,
menambah furnitur, ini merupakan pengeluaran yang tidak habis pakai. Manajemen
keuangan harus dikelola dengan benar dan menyeluruh dalam pelaksanaan MBS,
dimulai dengan penyusunan anggaran, pemanfaatan, pemantauan, dan transparansi
sesuai dengan ketentuan terkait, untuk memastikan bahwa semua dana sekolah
digunakan secara efektif, efisien, tanpa kebocoran, dan bebas KKN.

Faktor pokok manajemen keuangan yaitu:

1. Kebijakan anggaran.
2. Mekanisme akuntansi keuangan.
3. Prosedur untuk pembelajaran, pergudangan, dan distribusi
4. Proses pendanaan
5. Strategi pengawasan.

Berbagai nilai harus diperhatikan saat mengelola keuangan sekolah. Pengelolaan


dana pendidikan didasarkan pada prinsip keadilan, kinerja, keterbukaan, dan
akuntabilitas publik, sesuai dengan Pasal 48 UU No. 20 Tahun 2003. Selanjutnya,
konsep efektivitas harus ditekankan pada pengelolaan keuangan ini. Setiap nilai
tersebut, yakni: 1. Transparansi; 2. Akuntabilitas; 3. Efektifitas; 4. Efisiensi.

Kebutuhan dana untuk kegiatan sekolah dapat diatur, diupayakan pengadaannya,


dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program
sekolah secara efektif dan efisien melalui kegiatan manajemen keuangan. Dengan ini
tujuan pengelolaan keuangan adalah:

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana sekolah.


2. Membuat anggaran sekolah lebih akuntabel dan transparan.
3. Meminimalisir penyalahgunaan dana sekolah.

Tujuan utama manajemen keuangan yaitu:

1. Pastikan bahwa uang yang tersedia digunakan untuk program sekolah harian,
dengan uang yang berlebih diinvestasikan kembali.
2. Menjaga perlengkapan sekolah dalam kondisi yang baik.
3. Pastikan bahwa aturan dan prosedur untuk penerimaan, pencatatan, dan
membelanjakan uang dipahami, dan diikuti dengan baik.

Peran manajer keuangan diantara lain sebagai berikut:

1. Manajemen persiapan prakiraan.


2. Manajemen berkonsentrasi pada keputusan pengeluaran dan pendanaan.
3. Pengawasan kolaborasi dengan pihak lain.
4. Penggunaan dana dan mencari sumber pendanaan

Pemikiran seorang manajer keuangan harus imajinatif dan dinamis. Ini penting
karena manajemen manajer keuangan berkaitan dengan persoalan keuangan, yang
sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Strategi keuangan penting
bagi seorang manajer keuangan. Adapun beberapa strateginya adalah:

1. Strategic Planning : Hubungan antara tekanan internal dan kebutuhan


eksternal yang datang dari luar. Mengandung unsur analisis kebutuhan,
proyeksi, peramalan, ekonomi, dan keuangan
2. Strategic Management : Perencanaan, strategis, struktur organisasi,
kekuasaan, strategis, dan kebutuhan primer adalah contoh cara menangani
proses perubahan.
3. Strategic Thinking : Sebagai kerangka pokok untuk merumuskan tujuan dan
hasil secara berkelanjutan.

Setiap unit kerja, termasuk sekolah, tidak bisa dilepaskan dari urusan keuangan
seperti Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), uang dan gaji untuk kesejahteraan
staf, dan keuangan yang secara khusus berhubungan dengan administrasi sekolah,
seperti memperbaiki infrastruktur sekolah dan lain-lain. Di bawah ini beberapa
instrumen (format-format) yang menggambarkan adanya tindakan manajemen
keuangan di sekolah tersebut.

1. Manajemen Pembayaran SPP


Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri
yaitu: a. Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974); b. Menteri P&K
(No.0257/K/1974); c. Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK//1974)
tertanggal: 20 Nopember 1974.
SPP dimaksudkan untuk membantu pembangunan pendidikan
sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 12 Perpres, yaitu
penyelenggaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan fasilitas, dan
kegiatan supervisi. Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah: a.
Penyediaan alat atau bahan manajemen; b. Penyediaan alat atau materi
pembelajaran; c. Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi,
rapor dan STTB; d. Adanya perpustakaan sekolah; e. Prakarya dan pelajaran
praktik.
Selanjutnya diatur dalam pasal 18 bahwa peran kepala sekolah dalam
pengelolaan SPP adalah sebagai bendahara khusus yang bertugas
mengumpulkan, menyetor, dan menggunakan dana yang telah disisihkan
terutama dari pengelolaan sekolah.
2. Manajemen Keuangan yang Berasal dari Negara (Pemerintah)
Istilah "keuangan dari negara" mengacu pada pembayaran gaji kepada
pegawai dan guru, serta pengeluaran untuk barang. Beberapa format yang
diperlukan untuk akuntabilitas uang, sebagai berikut: a. Daftar permintaan gaji;
b. Surat perintah mengambil uang
3. Lain-lain
Guru dan pegawai terkadang memiliki hubungan finansial yang
bersangkut paut, terutama dalam hal keuangan (gaji). Misalnya, kegiatan arisan
di sekolah serta koperasi antara guru dan hal lainnya. Akibatnya, kepala
sekolah, sebagai pimpinan lembaga, dituntut untuk mengetahui secara pasti
berapa besar gaji bersih bawahannya, dan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai harus mempertimbangkan data tersebut.

Maka dari itu perancangan hendaknya harus dilakukan sebagai berikut: a. Membuat
daftar rencana yang perlu dilaksanakan; b. membuat jadwal berdasarkan skala prioritas
pelaksanaan; c. menetapkan program kerja dan rincian program. d. Menentukan
kebutuhan spesifik program yang akan dilaksanakan. e. Menentukan jumlah uang yang
dibutuhkan. f. Menetapkan sumber dana untuk pendanaan rencana tersebut. Adapun
beberapa sumber keuangan sebagai berikut:

1. Dana dari Pemerintah


Dana pemerintah dialokasikan ke seluruh sekolah untuk setiap tahun
ajaran melalui Anggaran Rutin dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). Bentuk
dana ini dikenal dengan dana rutin. Jumlah siswa kelas I, dan I umumnya
digunakan untuk menilai jumlah dana yang disalurkan di dalam DIK.
Pemerintah sudah menetapkan anggaran dan jumlah dana untuk setiap
bentuk anggaran di DIK. Penggunaan anggaran harus diikuti dengan
pengeluaran dan tanggung jawab dalam penggunaan dana rutin tersebut. Selain
DIK, pemerintah kini membagikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana ini disalurkan secara berkala dan digunakan untuk mendanai semua
kebutuhan sekolah.
2. Dana dari Orang Tua Siswa
Biaya dari masyarakat adalah salah satu bentuk pendanaan komite.
Rapat komite sekolah menentukan besaran iuran yang harus dibayarkan oleh
orang tua siswa.
3. Dana dari Masyarakat
Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat
anggota masyarakat sekolah yang tertarik dengan program pendidikan sekolah.
Kepeduliannya diekspresikan dalam sumbangan sukarela yang ia berikan
karena merasa terdorong untuk berkontribusi bagi kemajuan pendidikan. Dana
ini biasanya berasal dari individu, organisasi, yayasan, atau bisnis, baik
pemerintah maupun swasta.
4. Dana Alumni
Bantuan alumni untuk meningkatkan taraf sekolah tidak selalu dalam
bentuk uang (contohnya buku, alat dan perlengkapan belajar). Dana yang
dikumpulkan sekolah dari alumni, di sisi lain, merupakan sumbangan sukarela
dan tidak mengikat dari mereka, yang bertujuan untuk membantu kelancaran
kegiatan dan pengembangan sekolah. Sebagian dari dana ini berasal dari alumni
secara langsung, sementara yang lain dikumpulkan melalui reuni sekolah.
5. Dana dari Peserta Kegiatan
Dana ini diterima oleh siswa atau anggota masyarakat yang mengikuti
program pendidikan ekstrakurikuler seperti pelatihan komputer, pelajaran
bahasa Inggris, atau keterampilan lainnya.
6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah
Beberapa sekolah berpartisipasi dalam kegiatan usaha untuk
mengumpulkan uang. Dana ini merupakan hasil kompilasi dari berbagai
kegiatan wirausaha sekolah, seperti koperasi, kantin sekolah, bazar tahunan,
warung telepon, tempat fotokopi, dan lain sebagainya, yang dapat dikelola oleh
staf sekolah atau siswa sendiri.
Prosedur pengelolaan keuangan di sekolah meliputi: 1. Perancangan anggaran;
2. Metode untuk menemukan sumber pendanaan sekolah; 3. Pemanfaatan dana
sekolah; 4. Memantau dan mengevaluasi perkiraan dana; 5. Pertanggungjawaban

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) digunakan


mengontrol pendapatan dan pengeluaran keuangan sekolah. Ada banyak faktor yang
masuk ke dalam perencanaan RAPBS, antara lain: 1. Penerimaan 2. Penggunaan 3.
Pertanggungjawaban.

Manajemen keuangan sekolah dianggap efektif jika mengacu pada Rencana


Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun ajaran, kepala
sekolah bekerja sama dengan seluruh pelaksana kepentingan sekolah. Secara umum,
biaya yang diterima sekolah dibagi menjadi lima kategori:

1. Pemeliharaan, renovasi, dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan.


2. Meningkatkan kegiatan serta proses belajar mengajar.
3. Meningkatkan jumlah sesi pelatihan kesehatan.
4. Berkontribusi pada biaya program ekstrakurikuler dan peningkatan staf di
sekolah.
5. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3.

Dana RAPBS juga dapat digunakan untuk membiayai program peningkatan


sekolah. Namun, selain RAPBS yang sudah direncanakan, dana pengembangan
sekolah juga disediakan secara khusus. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan
sejumlah dana guna memenuhi target tertentu yang ditetapkan oleh sekolah dalam satu
tahun ajaran.

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus dibuat


sesuai dengan rencana pengembangan sekolah dan dimasukkan dalam rencana
operasional tahunan. Penganggaran untuk acara pengajaran, perlengkapan kelas,
pengembangan profesional guru, renovasi gedung sekolah, perbaikan, buku, meja, dan
kursi adalah bagian dari RAPBS. Kepala sekolah, guru, komite sekolah, tenaga
administrasi, dan komunitas sekolah semuanya harus terlibat dalam perencanaan
RAPBS. Setiap tahun ajaran, RAPBS harus disiapkan dengan memastikan alokasi
anggaran yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sekolah.

Dasar Perancangan RAPBS, antara lain:

a) RAPBS harus memberikan upaya yang jujur, ber tanggung jawab, dan
transparan dalam meningkatkan pembelajaran siswa.
b) RAPBS harus ditulis dalam bahasa sederhana dan ditempatkan di lokasi
yang terbuka di sekolah.
c) Dalam merencanakan RAPBS, sekolah hendaknya secara hati-hati
memprioritaskan pengeluaran dana sesuai dengan strategi pengembangan
sekolah.

Prosedur Penyusunan RAPBS meliputi: 1. Memanfaatkan tujuan jangka


panjang dan pendek untuk pengembangan sekolah. 2. Mengumpulkan, meringkas, dan
mengategorikan isu dan masalah utama ke dalam serangkaian bidang yang luas. 3.
Menyelesaikan analisis kebutuhan, 4. mengidentifikasi dan memprioritaskan
kebutuhan, 5. mengonsultasikan rencana tindakan yang dipaparkan dalam rencana
pengembangan sekolah, 6. menentukan dan menghitung semua sumber pendapatan. 7.
Menjelaskan rincian (waktu, anggaran, orang yang ber tanggung jawab, pelaporan,
dll.), dan mengawasi serta mengontrol kegiatan dari tahap persiapan menuju tahap
penerapan hingga evaluasi.

Kepala sekolah wajib menginformasikan laporan keuangan, khususnya


mengenai pendapatan dan pengeluaran sekolah. Setiap triwulan atau semester,
pengevaluasian akan dilakukan sehingga dana yang digunakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Apabila dana berasal dari orang tua
siswa, maka kepala sekolah ber tanggung jawab kepada orang tua siswa atas dana
tersebut. Begitu pula jika dananya berasal dari pemerintah, maka akan
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.
Konsep New Public Management (NMP), yang melibatkan devolusi otonomi
keuangan dari negara ke lembaga, dan kemudian turun ke unit pengeluaran di wajah
batu bara, telah diterapkan di hampir setiap negara di Eropa. Beberapa Universitas di
Eropa sebelumnya hanya diberikan hibah dan dibiarkan mengelola sendiri seperti
Inggris dan Irlandia, sementara Universitas Austria beroperasi di bawah otoritas
pendanaan dari delapan pegawai sipil seumur hidup di Kementerian yang mengawasi
aliran dana untuk seluruh sistem contohnya pemeliharaan bangunan atau pembiayaan
perpustakaan pada buku, dan tidak saling berkomunikasi dengan yang lainnya,
bergantung dari era Prusia yang berlanjut sampai tahun 1980-an.

BAB 4 : MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Ide MBS pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat. Banyak warga yang
menentang kurangnya penyelenggaraan pendidikan yang tersedia saat itu. Pasalnya,
sistem pendidikan dinilai tidak sesuai dengan aspirasi siswa untuk dapat menjangkau
dunia bisnis dengan cepat. Selain itu, sistem pendidikan yang ada saat itu diyakini
belum memiliki hasil yang terbaik dalam hal daya saing di dunia usaha.

“MBS merupakan salah satu bentuk otonomi dalam penyelenggaraan


pendidikan di satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan guru
dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan,”
menurut Pasal 51 ayat 1 UU No. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

Tujuan dari penerapan MBS, yakni: meningkatkan kualitas pendidikan dan


program berbasis sekolah untuk memberdayakan dan memanfaatkan potensi dan modal
saat ini.

a) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan


secara menyeluruh di sekolah.
b) Meningkatkan rasa tanggung jawab pihak sekolah atas kualitas sekolah
kepada siswa, pemerintah, orang tua/ wali siswa, dan masyarakat sekitar.
c) Mendorong persaingan yang sehat antar sekolah untuk mencapai jenjang
pendidikan yang diinginkan.

Secara teori, MBS ini akan memiliki kewenangan untuk mengontrol berbagai
cara pengayaan kurikulum. misalnya pada mata pelajaran menambah sub materi yang
dirasa perlu dan lebih memfokuskan pada pengembangan minat dan bakat siswa.
Karakteristik MBS, yaitu

a) Output, seperti prestasi pendidikan dan administrasi sekolah yang


produktif dan efisien.
b) Proses belajar mengajar yang efisien dan berkualitas tinggi.
c) Kepala sekolah ber tanggung jawab untuk menggerakkan, mengatur, dan
mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan.
d) Suasana belajar yang bersahabat, teratur, dan aman, memungkinkan
administrasi sekolah menjadi lebih efisien.
e) Menganalisis kebutuhan sumber daya, dari persiapan hingga pelaksanaan,
pertumbuhan hingga evaluasi pekerjaan dan mengatur imbalan jasa, untuk
memastikan bahwa tenaga kependidikan dan pendidik mampu
melaksanakan tanggung jawab mereka dengan baiki.
f) Kemauan sekolah untuk menunjukkan kepada masyarakat kemajuan
program kerja yang telah dicanangkan.
g) Pengendalian anggaran secara terbuka dan administratif sesuai dengan
kebutuhan aktual sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan (Sagala,
2010).

MBS ialah kebijakan kerja yang memberikan kewenangan kepada sekolah


untuk mengambil keputusan, serta tanggung jawab dan transparansi atas risiko yang
terkait dengan keputusan tersebut. Manfaat untuk keberhasilan pembelajaran harus
diprioritaskan oleh semua yang tertarik dengan manajemen berbasis sekolah.

Terdapat Empat faktor utama dalam penerapan MBS, yakni


a) Besarnya kekuatan sekolah. Tergantung kepada seberapa baik MBS akan
melaksanakan pemberian kekuasaan secara utuh. MBS tidak mungkin
dilakukan sekaligus, tetapi diperlukan transisi dari manajemen terpusat.
b) Pengetahuan dan keterampilan sekolah. Untuk meningkatkan prestasi,
warga sekolah harus mampu memahami dan menerapkan strategi yang
berbeda, yang memerlukan pembentukan sistem pengembangan sumber
daya manusia di sekolah.
c) Sistem informasi, informasi yang transparan untuk pelaporan, penilaian,
dan akuntabilitas sekolah; informasi yang penting disediakan oleh
sekolah, termasuk informasi tentang keterampilan guru dan siswa, serta
visi dan tujuan sekolah.
d) Sistem penghargaan. Sekolah yang menggunakan MBS harus membangun
sistem penghargaan bagi siswanya yang berhasil agar dapat memotivasi
mereka untuk melanjutkan pendidikan. Karena itu, skema penghargaan
yang disusun harus proporsional, setara, dan transparan.

Syarat dalam pelaksanaan MBS, yaitu

a) MBS membutuhkan dukungan dari staf sekolah.


b) MBS harus diperkenalkan dengan bertahap untuk meningkatkan hasil
yang lebih baik. 3. Diperlukan waktu sekitar lima tahun agar berhasil
memperkenalkan MBS.
c) Kantor Dinas dan staf sekolah membutuhkan pelatihan dalam penggunaan
MBS dan harus menyesuaikan dengan tanggung jawab baru dan jaringan
komunikasi.
d) Harus ada anggaran yang disisihkan untuk pelatihan dan waktu yang
disediakan untuk bertemu dengan karyawan secara teratur.
e) Pemerintah pusat dan lokal harus mendelegasikan wewenang kepada
kepala sekolah, yang kemudian harus mendelegasikan wewenang kepada
guru dan orang tua atau wali siswa.
Dampak Pelaksanaan MBS

Pelaksanaan MBS secara khusus diidentifikasi oleh (Gunawan, 2010),


yakni

a) Mengikutsertakan guru dan tenaga kependidikan yang berkualitas untuk


berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang bagaimana
meningkatkan pembelajaran.
b) Memberi peluang anggota komunitas sekolah untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan penting.
c) Memasukkan kreativitas ke dalam persiapan program pendidikan.
d) Memberdayakan kembali perangkat pendidikan saat ini untuk
membantu sekolah agar mencapai tujuannya.
e) Menyusun rencana anggaran praktis sesuai kebutuhan karena harus
lugas dan memenuhi kewajiban penggunaan biaya sekolah.
f) Meningkatkan komitmen tenaga pendidik dan tenaga pengajar untuk
meningkatkan keterampilan manajemen dan kepemimpinan.
g) MBS menjadikan kepala dinas, administrator pusat, atau karyawan,
serta bawahannya, sebagai fasilitator pengambilan keputusan sekolah.

BAB 5: ANGGARAN PENDIDIKAN

A. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan


Menurut Koonts, dalam landasan manajemen pendidikan, penganggaran
ialah suatu hal dasar atau fundamental. Anggaran adalah jadwal operasi untuk
suatu kegiatan yang memberikan deskripsi pengeluaran untuk rentang waktu
tertentu. Salah satu alat yang secara khusus mendukung efektivitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan adalah keuangan dan pembiayaan. Keuangan dan
pendanaan memainkan peran utama dalam penyediaan pendidikan dan
merupakan bagian penting dari studi perencanaan pendidikan. Terdapat tiga
sumber utama pembiayaan dan pendanaan dalam suatu lembaga pendidikan.
1) Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, baik umum
maupun khusus, dan diperuntukkan bagi lembaga pendidikan.
2) Siswa atau orang tua.
3) Masyarakat

Pengeluaran rutin, seperti gaji guru, pegawai lembaga pendidikan, biaya


operasional, biaya pemeliharaan gedung, peralatan, bahan ajar, biaya
pembangunan gedung, dan sebagainya, sudah termasuk dalam anggaran suatu
lembaga pendidikan. Anggaran kelembagaan di bidang keuangan harus
ditegakkan dengan benar dan teliti, mulai dari perencanaan anggaran hingga
penggunaan anggaran serta pengawasan anggaran, yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait, agar semua anggaran dapat digunakan secara
efektif, efisien, dan tanpa korupsi. menurut Jones dalam buku manajemen
berbasis sekolah karya Dr. E Mulyasa, M.Pd., yaitu financial planning,
implementation dan evaluation. Ada dua desain penganggaran: 1. Penganggaran
butir per butir Metode penganggaran ini membantu manajemen biaya tetapi
bukan pengambilan keputusan. 2. Program budget Penekanan dalam jenis ini
adalah pada tujuan khusus yang diartikan dalam pernyataan fungsional.

1. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan


a. Penyusunan anggaran
Lipham mengidentifikasi empat tahapan kegiatan utama dalam
proses perencanaan anggaran dalam bukunya Manajemen Pendidikan: 1.
Buat rencana keuangan; 2. Buat rencana keuangan; 3. Mengelola
perkembangan anggaran; 4. Menganalisis pelaksanaan anggaran.
b. Proses anggaran belanja sekolah
Ada tiga jenis metode penganggaran yang banyak digunakan di
sekolah: 1. Comparative approach; 2. The planning programming
budgeting evaluating system approach; 3. Function approach.
2. Karakteristik anggaran
Anggaran dibagi menjadi dua bagian: sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran. sumber biaya dibagi ke dalam masing-masing kategori, seperti
pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber lainnya. Sisi pengeluaran
mencakup semua biaya yang terkumpul, beberapa di antaranya digunakan
untuk mendanai program administrasi, ketatausahaan, infrastruktur
pendidikan dll.
3. Fungsi anggaran
Anggaran selain sebagai alat perencanaan dan pengelolaan juga menjadi
alat bagi manajemen dalam memimpin organisasi untuk menentukan
kekuatan dan kelemahannya.
a. Anggaran juga dapat digunakan sebagai alat persiapan, yang dapat
digunakan untuk:
1) Menetapkan prioritas dan tujuan kebijakan yang sejalan dengan
visi dan tujuan.
2) Mengembangkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai
tujuan organisasi, serta mengidentifikasi sumber pendanaan
potensial.
3) Mengalokasikan sumber anggaran untuk berbagai program dan
kegiatan yang telah ditetapkan.
4) Menetapkan indikator kinerja dan sejauh mana rencana tersebut
diterapkan.
b. Anggaran juga berfungsi untuk alat pengendalian yang digunakan,
untuk: 1. Mengendalikan efisiensi pengeluaran; 2. Membatasi kendali
dan kewenangan institusi Pendidikan; 3. Menghindari pengeluaran yang
berlebihan dan misal alokasi dana saat mengalokasikan anggaran; 4.
Mengawasi kondisi keuangan dan kinerja organisasi program lembaga
pendidikan.
c. Anggaran digunakan sebagai instrumen pengelolaan keuangan untuk
menyeimbangkan anggaran kelembagaan dan memfasilitasi
pengembangan lembaga pendidikan.
d. Anggaran sebagai alat koordinasi unit kerja dalam proses penganggaran.
e. Anggaran dapat digunakan sebagai metode untuk mengevaluasi kerja.
f. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong para pengelola pendidikan
agar berfungsi lebih ekonomis, kreatif, dan efisien.
g. Anggaran juga harus digunakan untuk membangun ruang publik,
menunjukkan bahwa semua jaringan pendidikan dapat mendukung
semua bidang studi.
4. Prinsip anggaran
a.Dalam struktur manajemen dan organisasi terdapat pemisahan khusus antara
wewenang dan tanggung jawab; b. Adanya kerangka akuntansi yang memadai
untuk pelaksanaan anggaran; c. Adanya penelitian dan analisis yang digunakan
untuk mengevaluasi efisiensi organisasi; d. Adanya dukungan yang meluas dari
tingkat atas ke bawah.
a. Pengawasan anggaran: Prinsip dasar pengawasan anggaran adalah
menghitung, membandingkan, dan menganalisis alokasi biaya dan tingkat
penggunaanya.
b. Rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS): RAPBS harus
mematuhi prinsip-prinsip anggaran: 1) Asas kecermatan 2) Asas terperinci
3) Asas keseluruhan 4) Asas keterbukaan 5)Asas periodik 6) Asas
pembenaan

BAB 6 : PENGAWASAN ANGGARAN

A. Pengertian Pengawasan Anggaran


Pengawasan merupakan suatu proses mengevaluasi, memperhatikan, melacak,
mereview, menilai, dan melaporkan pelaksanaan program kerja yang telah
direncanakan sebelumnya untuk memastikan bahwa tugas-tugas yang dilaksanakan
telah sesuai dengan persyaratan rencana. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
pengawasan adalah perkiraan, perhitungan, regulasi, dan perkiraan mengenai
penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang.
Menurut interpretasi para ahli tentang kata "pengawasan". Kondisi nyata dari kinerja
disebut juga dengan pengawasan. Sedangkan tujuan (output) adalah memperoleh data
yang dibutuhkan untuk pelaporan kepada pihak yang berwenang dalam pengambilan
keputusan kebijakan selanjutnya. Proses monitoring, penilaian, dan pelaporan kegiatan
diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Kondisi nyata dari kinerja disebut juga dengan
pengawasan. Sedangkan tujuan (output) adalah memperoleh data yang dibutuhkan
untuk pelaporan kepada pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan
kebijakan selanjutnya. Proses monitoring, penilaian, dan pelaporan kegiatan diperlukan
untuk mencapai tujuan ini.
a. Prinsip Pengawasan Anggaran
Menurut kebijakan pengawasan umum Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Rakernas, 1999), skema pengawasan harus didasarkan pada
hal-hal berikut: a. Kerangka pengawasan fungsional yang dimulai dengan
persiapan dan mencakup faktor-faktor seperti evaluasi kelayakan, kinerja,
dan efektivitas yang mencakup semua program di semua bidang organisasi;
b. Kesimpulan dari pengawasan harus ditindaklanjuti dengan kerja sama
antara pihak supervisi, aparat penegak hukum, dan organisasi lain untuk
berbagi persepsi bekerja sama sehingga menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi; c. Praktik pengawasan harus lebih difokuskan pada bidang
strategis dan pertimbangan manajemen; d. Praktik pengawasan harus
memiliki efek konseptual dan menyeluruh pada kumpulan masalah; e.
Aktivitas pengawasan harus dilakukan orang yang memiliki keterampilan
profesional yang kuat, berdedikasi, dan kejujuran pribadi; f. Akurat, dalam
arti data/pengetahuan tentang kinerja yang dipantau memiliki ketepatan; g.
Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat dipakai sesuai dengan
waktu yang ada saat itu; h. Bersikap objektif dan komprehensif; i. Tidak
menyebabkan pemborosan atau inefisiensi; j. Tujuan tindakan dan
pengawasan adalah untuk menyamakan pengaturan atau keputusan yang
dibuat sebelumnya; k. Tugas pengawasan harus mampu mengoreksi dan
mengevaluasi apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal
semula.
2. Tujuan Pengawasan Anggaran
Berikut adalah tujuan dari pengawasan: a) Memastikan bahwa tugas
dilaksanakan sesuai dengan jadwal, prosedur, dan perintah; b) Mengorganisir dan
mengkoordinasikan acara; c) Menghindari pemborosan dan penyelewengan; d)
Memastikan barang dan jasa yang disediakan memenuhi kebutuhan masyarakat;
e) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perusahaan.
a. Tahapan Pengawasan Anggaran
Tujuan pengawasan adalah untuk mengatur persiapan dan pelaksanaan
kegiatan dan program agar dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan adalah metode evaluasi dan peningkatan kinerja untuk
memastikan terpenuhinya prioritas dan tujuan organisasi. Proses pengawasan
menurut Komaruddin, yaitu 1. Standardisasi Pembangunan; 2. Pengukuran
Pelaksanaan; 3. Penilaian Pelaksanaan; 4. Perbaikan;
b. Teknik Pengawasan Anggaran
Menurut Siagian (2006) menemukan bahwa teknik yang paling efektif
dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pengawasan langsung dan tidak
langsung. 1. Teknik Pengawasan Langsung Pemantauan langsung merupakan
salah satu bentuk pengawasan yang membutuhkan observasi dan pelaporan
langsung. Supervisor menggunakan strategi pemantauan ini dengan terjun
langsung ke lapangan untuk memantau staf atau guru yang melakukan
aktivitas sesuai dengan uraian tugas. 2. Teknik pengawasan Tidak Langsung
Teknik pemantauan tidak langsung adalah strategi pengawasan yang
digunakan oleh pengawas dari jarak jauh untuk melacak laporan karyawan
kepada sekolah, guru, dan staf lainnya. Laporan ini boleh dalam bentuk
tertulis maupun lisan.

BAB 7 : BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

A. Bantuan Operasional Sekolah


Pada Pasal 34 ayat 3 UU menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas
wajib belajar yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat umum. Berdasarkan ketentuan UU tersebut, pemerintah dan
pemerintah daerah diberi mandat untuk menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua
siswa tingkat dasar (SD dan MI, SMP dan MTs) dan unit serta pendidikan setara
lainnya BOS merupakan inisiatif pemerintah yang berupaya meringankan beban
masyarakat atas pendanaan Pendidikan.
Manajemen Pembiayaan Pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun
yang berkualitas dengan menyediakan dana untuk biaya operasional non operasional
satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Program BOS secara
khusus bertujuan untuk:
a) Membebaskan pembiayaan bagi siswa Sekolah Dasar negeri dan
Sekolah Menengah Pertama negeri terhadap biaya operasional sekolah,
kecuali untuk rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan
sekolah bertaraf internasional (SBI).
b) Pada sekolah negeri dan swasta, membebaskan semua siswa miskin
dari semua pungutan dalam bentuk apapun.
c) Siswa di sekolah swasta harus dibebaskan dari tanggung jawab biaya
operasional sekolah.
Terkait program BOS, yang mencakup pendidikan dasar sembilan tahun, setiap
pengelola program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. BOS harus menjadi alat utama untuk memperluas akses dan meningkatkan
standar pendidikan dasar sembilan tahun.
2. Sejak adanya BOS, siswa yang kurang mampu tidak boleh dipaksa putus
sekolah karena tidak mampu membayar biaya atau retribusi sekolah.
3. Upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa anak- anak yang telah
lulus Sekolah Dasar dapat melanjutkan pendidikannya di Sekolah
Menengah Pertama. Tidak ada lulusan sekolah dasar atau sederajat yang
tidak boleh melanjutkan pendidikan agar dapat diterima kembali ke sekolah.
4. Kepala sekolah mencari dan menyambut siswa sekolah dasar atau sederajat
yang akan lulus dan berkesempatan putus sekolah untuk melanjutkan ke
sekolah menengah pertama atau sederajat. Begitu pula jika ada anak yang
putus sekolah tetapi masih ingin melanjutkan pendidikan, hendaknya diajak
kembali ke sekolah.
5. Dana BOS harus dikelola secara transparan dan akuntabel oleh kepala
sekolah.
6. BOS tidak melarang siswa, orang tua yang kompeten, atau wali untuk
memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat ke sekolah.
Sumbangan sukarela dari orang tua siswa harus ikhlas, tidak dibatasi oleh
waktu atau jumlah, dan mereka yang tidak menyumbang tidak boleh di
intimidasi.
B. Mekanisme Penyaluran Dana Bos
Sistem penyaluran dana BOS misalnya, dapat dilihat di bawah ini, yang
berlaku dari tahun 2005 hingga 2010. Sejak tahun 2005 hingga 2010, posisi Dinas
provinsi dalam penyaluran dana bos sangat dominan. Dana dekonsentrasi
digunakan 100 Manajemen Pembiayaan Pendidikan untuk menyalurkan dana BOS
ke seluruh DIPA daerah. Karena dana tersebut didistribusikan langsung ke sekolah
penerima BOS dari pengelola dana dekonsentrasi BOS di dinas pendidikan
provinsi, proses ini memiliki manfaat untuk penyampaian yang cepat dan
keseragaman antara sekolah negeri dan swasta. Namun sesuai amanat PP Nomor
38 Tahun 2007 tentang pembagian tugas pemerintahan antara pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, yang antara lain mencatat
bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota menjalankan fungsi yang harus
dilakukan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan penyediaan layanan
dasar dan pendidikan dasar bagi masyarakat.
C. Permasalahan Dana Bos
Meski dana BOS telah beroperasi sejak 2005, masih ada kekhawatiran yang perlu
diselesaikan. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang muncul, misalnya pada
fase distribusi di tahun 2011. 1) Permasalahan Penganggaran yang Mengakibatkan
Terlambatnya penyaluran; 2) Masalah Besaran Dana Bos Persiswa. 3) Kurang
Transparansinya Penggunaan dan Pertanggung jawaban Dana Bos.

BAB 8 : MUTU PENDIDIKAN

A. Mutu Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu berarti baik buruknya suatu
benda; kadar; tingkat atau derajat (kecerdasan, kecerdasan, dll.); serta kualitas.
Oleh karena itu, pendidikan yang berkualitas dapat diartikan sebagai
penyelenggaraan pendidikan yang mampu menghasilkan tenaga terlatih yang
sesuai dengan kebutuhan negara. Mutu di bidang pendidikan mencakup input,
proses, output, dan outcome. Jika input pendidikan siap untuk diproses, itu
ditetapkan sebagai kualitas yang tinggi. Jika bisa tercipta lingkungan PAKEM
(Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan) dalam bidang pendidikan, itu berarti suatu
proses pendidikan mempunyai mutu.
1. Karakteristik Mutu Pendidikan
Terdapat 13 karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan menurut
Husaini Usman (2006: 411):
a. Kinerja (Performance) berhubungan dengan keberhasilan seorang
guru dalam mengajar, baik dalam memberikan penjelasan yang
menarik, aman dan penuh perhatian dalam mendidik, serta
perencanaan materi pembelajaran yang lengkap, fasilitas
administrasi dan pendidikan sekolah yang baik dengan kinerja
yang baik setelah menjadi sekolah favorit.
b. Waktu wajar yaitu jumlah waktu yang sikron, seperti memulai dan
menyelesaikan pelajaran tepat waktu, dan memeriksa waktu secara
akurat.
c. Handal, yang mengacu pada kemampuan suatu sekolah untuk
bertahan lama. Selain kinerja sekolah yang luar biasa yang
berlangsung lama dari tahun ke tahun, efisiensi sekolah terus
meningkat dari tahun ke tahun.
d. Data tahan, misalnya, di tengah krisis moneter, sekolah masih tetap
bertahan (eksis).
e. Indah, misalnya eksterior dan interior sekolah di dekorasi dengan
menarik, dan guru menciptakan media pendidikan yang menarik.
f. Hubungan manusiawi yang melibatkan menjaga standar moral dan
profesionalisme. Anggota sekolah misalnya, saling menghargai,
demokrasi, dan profesionalisme.
g. Mudah digunakan, mengacu pada layanan dan infrastruktur.
Peraturan sekolah, misalnya, mudah diikuti, dan buku
perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu.
h. Bentuk khusus yang unik, seperti keunggulan tertentu, seperti
sekolah unggulan dalam hal penguasaan teknologi informasi
(komputerisasi).
i. Standar tertentu yaitu sekolah telah memenuhi standar khusus.
Contohnya sekolah telah mengikuti ketentuan pelayanan minimal.
j. Konsistensi yaitu keadaan sekolah yang konstan dan stabil, seperti
yang ditunjukkan oleh fakta bahwa kualitas sekolah tidak menurun
dari dulu hingga sekarang, dan anggota sekolah tetap konsisten
dalam perkataanya.
k. Seragam, yaitu, tanpa perbedaan, tidak adanya campuran.
Misalnya, sekolah menegakkan hukum, tidak mendiskriminasi,
dan mewajibkan siswanya berpakaian seragam.
l. Mampu melayani, yaitu memberikan layanan yang luar biasa.
Sekolah, misalnya, memiliki kotak saran, dan rekomendasi harus
yang dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan senang.
m. Keakuratan fasilitas, seperti sekolah mampu memberikan layanan
sesuai dengan keinginan pelanggan sekolah.
B. Peningkatan Pemerataan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rata merupakan kata yang berasal
dari pemerataan, yang artinya mencakup semua bagian, yang terdistribusi ke segala
penjuru, dan memperoleh jumlah yang sama. Dapat disimpulkan bahwa
pemerataan pendidikan merupakan suatu mekanisme, cara, dan perbuatan
melakukan pemerataan terhadap penyelenggaraan pendidikan sehingga seluruh
lapisan masyarakat dapat memperoleh manfaat darinya. Persoalan pemerataan
pendidikan adalah bagaimana sistem pendidikan harus memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya bagi semua orang untuk mengenyam pendidikan, sehingga
pendidikan menjadi tempat pengembangan sumber daya manusia untuk menunjang
pendidikan.
Peningkatan kualitas setiap jenjang pendidikan dengan bersekolah seringkali
dilakukan sesuai dengan proses pemerataan pendidikan. Peningkatan kualitas ini
bertujuan untuk meningkatkan standar masukan dan peserta didik, serta prosedur,
sarana dan prasarana, serta anggaran pendidikan. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan. Konsistensi proses pembelajaran
yang belum mampu membentuk proses pembelajaran yang berkualitas merupakan
aspek yang paling berpengaruh signifikan. Padahal hasil belajar yang bermutu
hanya mungkin diperoleh bila diikuti dengan proses pembelajaran yang bermutu.
BAB 9 : STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

A. Standar Pembiayaan Pendidikan


1. Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan meliputi syarat-syarat minimal mengenai pembiayaan
pada satuan pendidikan, mulai dari tahapan dan alur dalam mengelola,
penganggaran, serta akuntabilitas dalam menggunakan biaya. Pada standar
pembiayaan pendidikan ada tiga jenis biaya, yakni:
a. Biaya investasi, seperti: Penyediaan sarana dan prasarana,
mengembangkan SDM, dan lain-lainnya.
b. Biaya personal, yaitu pembiayaan pendidikan dikeluarkan oleh siswa
guna dapat ikut dalam proses belajar mengajar.
c. Biaya operasional, yaitu gaji guru dan tenaga kependidikan serta
tunjangan, alat habis dipakai, serta biaya operasional tidak langsung
yakni air, alat komunikasi, pemeliharaan alat, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan biaya lain-lainnya.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai Persyaratan


Pendidikan Nasional menjadi landasan standar pembiayaan pendidikan. Bagian
Standar Pembiayaan Bab IX PP SNP, pembiayaan pendidikan meliputi biaya
investasi, biaya operasional, serta biaya pribadi. Biaya penyediaan sarana dan
prasarana, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap, semuanya termasuk
dalam biaya investasi satuan pendidikan. Gaji untuk guru dan tenaga pendidik,
dan semua tunjangan gaji, bahan/fasilitas yang dapat dikonsumsi, ini termasuk
kepada biaya operasional secara langsung dan biaya operasional pendidikan yang
tidak langsung meliputi: listrik, air, komunikasi, perbaikan peralatan dan
perlengkapan, upah lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan asuransi, baik itu
operasional langsung maupun tidak langsung adalah contoh biaya operasional
unit atau satuan pendidikan. Biaya pribadi termasuk biaya pendidikan yang harus
dibayarkan oleh siswa/orang tua agar dapat menempuh kegiatan pembelajaran
dengan baik. Pendanaan pendidikan meliputi pengeluaran investasi, biaya
operasional, serta biaya pribadi. Penyediaan peralatan pendidikan, serta
pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap termasuk kepada contoh biaya
investasi. Pengeluaran pribadi termasuk biaya pendidikan yang harus ditanggung
siswa masing-masing. Rancangan biaya kegiatan program kerja tahunan,
termasuk biaya investasi, administrasi, dan personil, menjadi dasar pembiayaan
sekolah. Orang tua, masyarakat, pemerintah, dan donatur dapat berkontribusi
untuk pendanaan sekolah. Dalam menggunakan biaya wajib dipertanggung
jawabkan serta pengelolaannya bersifat transparansi dan akuntabilitas.

2. Konsep Pembiayaan Pendidikan


Mekanisme pembiayaan pendidikan ialah cara merumuskan dan
mengoperasionalkan sekolah berdasarkan pendapatan dan modal yang tersedia.
Struktur pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung pada keadaan
wilayah, jenjang pendidikan, keadaan politik, undang-undang pendidikan,
ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah, serta administrasi
sekolah di setiap daerah. Untuk menilai apakah metodenya baik, dilakukan
melalui: 1. Menilai proporsi yang berbeda dari kelompok umur, gender, dan
tingkat buta huruf. 2. Mendistribusikan sumber daya dengan efisien sebagai tugas
pemerintahan untuk membantu biaya di sektor pendidikan dalam kaitannya
dengan sektor lain.
Pembiayaan sekolah merupakan metode merumuskan sekolah di berbagai
wilayah geografis dan di setiap jenjang pendidikan dengan menggunakan
pendapatan dan modal yang tersedia. Keuangan sekolah ini terkait dengan politik
pendidikan, kebijakan pendanaan pemerintahan, dan administrasi sekolah
(Levin, 1987). School revenues, school expenditures, capital and current cost
adalah kata-kata yang sering digunakan dalam keuangan sekolah. Tidak ada satu
solusi terbaik untuk mendanai semua sekolah dalam pembiayaan sekolah karena
keadaan setiap sekolah berbeda-beda. Setiap keputusan pendanaan sekolah akan
berdampak pada bagaimana sumber daya diperoleh dan didistribusikan.
Implikasinya bagi pembiayaan pendidikan dapat kita lihat dengan melihat
berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.
Menurut J. Wiseman (1987), ada 3 pertimbangan yang harus dikaji ketika
memutuskan apakah pemerintah harus ikut serta dalam pendanaan:
1) Tuntutan dan ketersediaan pendidikan di sektor pendidikan dapat
dipandang sebagai alat tukar dan kebutuhan untuk investasi SDM atau
modal manusia di masa akan datang.
2) Pendanaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan siswa untuk
menentukan apakah akan menyekolahkan anak mereka atau tidak, yang
berdampak pada manfaat sosial secara menyeluruh.
3) Faktor politik dan ekonomi yang berpengaruh pada bidang pendidikan.

Anggaran pembiayaan menurut pendekatan kecukupan berdasarkan


berbagai faktor, yaitu:

1) Ukuran suatu lembaga Pendidikan


2) Banyak peserta didik
3) Tingkat kompensasi (gaji) guru
4) Rasio siswa terhadap guru
5) Peningkatan pertumbuhan populasi (terutama di negara berkembang)
6) Kualifikasi atau kriteria seorang guru
7) Fluktuasi penjualan (Perubahan dari pendapatan).

Anda mungkin juga menyukai