Anda di halaman 1dari 12

3.

Klasifikasi dari tujuan pembelajaran


Tujuan pembelajaran atau sasaran belajar pada bidang pendidikan biasanya
mengarah kepada taksomoni. Taksomoni pembelajaran digolongkan dalam tiga ranah,
yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
1) Kognitif
Ranah kognitif adalah membahas tentang tujuan pembelajaran yang berfokus pada
kemampuan berfikir. Penguasaan ranah kognitif peserta didik melibatkan perilaku
yang tercermin melalui aspek intelektual, seperti pengetahuan dan kemampuan
berfikir. Pengetahuan dan keterampilan peserta didik dapat dikenali melalui
perkembangan teori-teori yang mereka miliki serta kemampuan mereka dalam
menyimpan informasi baru dalam ingatannya. Sebagai contoh, ketika peserta didik
belajar tentang drama, teaser, dan tata panggung, mereka yang memiliki
penguasaan kuat dalam ranah kognitif akan mampu menghafal dan memahami
definisi-definisi baru yang mereka pelajari. Selain itu, kemampuan peserta didik
untuk mengigat teori-teori baru yang mereka terima juga akan sangat baik. Ranah
kognitif terdiri dari enam level, yaitu :
a. Pengetahuan (Knowledge)
Tingkat ini mencakup pemahaman dasar atau informasi fakta yang harus
dipahami oleh peserta didik. Ini adalah tingkat dasar di mana peserta didik
mengumpulkan informasi. Contoh: Peserta didik dapat menyebutkan nama-
nama planet dalam tata surya kita, seperti Bumi, Mars, dan Venus.
b. Pemahaman (Comprehension)
Pada tingkat ini, peserta didik tidak hanya mengumpulkan informasi, tetapi
juga memahami konteks dan makna di balik informasi tersebut. Mereka dapat
merangkai dan menggambarkan informasi dengan lebih baik. Contoh : Peserta
didik dapat menjelaskan mengapa Bumi memiliki musim panas dan musim
dingin beserta pemahaman tentang inklinasi sumbu Bumi.
c. Penerapan (Application)
Pada tingkat ini, peserta didik dapat menggunakan pengetahuan dan
pemahaman mereka untuk memecahkan masalah atau mengaplikasikan konsep
dalam situasi nyata atau konteks yang berbeda. Contoh : Peserta didik dapat
menggunakan pengetahuan mereka tentang sistem tata surya untuk merancang
model tata surya yang dapat digunakan dalam presentasi kelas.
d. Penguraian (Analysis)
Tingkat ini melibatkan kemampuan peserta didik untuk menguraikan informasi
menjadi komponen-komponen yang lebih kecil dan memahami hubungan
antara komponen-komponen tersebut. Contoh : Peserta didik dapat
menguraikan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan cuaca di Bumi dan
menjelaskan hubungan antara suhu, tekanan udara, dan kelembaban.
e. Pemaduan (Synthesis)
Pada tingkat ini, peserta didik dapat menggabungkan berbagai informasi atau
konsep yang mereka pahami menjadi keseluruhan yang lebih besar. Mereka
dapat membuat hubungan antara konsep-konsep tersebut. Contoh : Peserta
didik dapat menggabungkan pengetahuan tentang cuaca, atmosfer, dan
lingkungan untuk merancang rencangan mitigasi perubahan iklim di sekolah
mereka.
f. Penilaian (Evaluation)
Tingkat ini melibatkan kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi
informasi atau konsep, membuat keputusan berdasarkan analisis mereka, dan
menghasilkan pendapat atau rekomendasi yang didasarkan pada pemahaman
mereka. Tingkatan ini sering disebut sebagai "Taksonomi Bloom" dan
digunakan untuk menggambarkan tingkat kompleksitas dalam pembelajaran
dan penilaian. Contoh : Peserta didik dapat mengevaluasi dampak perubahan
iklim pada kualitas air di sungai terdekat dan membuat rekomendasi untuk
menjaga keberlanjutan sumber daya air.

2) Afektif
Ranah afektif ini berkaitan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati
seseorang. Ranah afektif ini mencakup bagaimana seseorang merasakan,
memahami, dan merespons dunia sekitarnya. Penguasaan ranah afektif pada
peserta didik dapat dinilai melalui dimensi moral, yang tercermin dalam perasaan,
nilai-nilai, motivasi, dan sikap mereka. Sayangnya, dalam ranah afektif, peserta
didik sering kali belum memiliki penguasaan yang memadai. Hal ini dapat diamati
dari tingginya insiden kekerasan di lingkungan sekolah. Lebih menyedihkan lagi,
pelaku tindakan amoral seperti kekerasan dan diskriminasi di sekolah sering kali
adalah peserta didik sendiri. Ini menjadi indikasi bahwa penguasaan aspek afektif
pada peserta didik masih belum mencapai tingkat yang memadai. Oleh karena itu,
sangat penting bagi peserta didik untuk membangun penguasaan yang kuat dalam
ranah afektif mereka melalui proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Ini
mencakup penerapan sikap positif seperti toleransi dalam pertemanan, kejujuran,
amanah, serta kemandirian, baik selama KBM di sekolah maupun dalam berbagai
aktivitas di luar sekolah. Dengan begitu, peserta didik yang memiliki penguasaan
yang baik dalam ranah afektif akan memperoleh kehidupan sosial yang positif,
menjalin hubungan pertemanan yang sehat, dan mampu mengatasi situasi sulit
dengan bijaksana. Ini adalah langkah yang sangat penting untuk menciptakan
lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan mendukung pertumbuhan moral
serta perkembangan peserta didik.
3) Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang terkait dengan aktivitas manipulatif atau
kemampuan motorik fisik. Ranah psikomotorik dapat dievaluasi melalui aspek
keterampilan peserta didik, yang merupakan hasil dari pelaksanaan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) di kelas. Hanya sekedar menghafal teori atau definisi saja
tidaklah cukup bagi peserta didik. Mereka juga perlu menerapkan teori yang
cenderung abstrak tersebut dalam situasi nyata. Ini adalah cara untuk mengukur
pemahaman peserta didik terhadap suatu ilmu secara menyeluruh. Ini mencakup
kemampuan peserta didik dalam melakukan tindakan fisik, seperti bergerak,
mengendalikan alat, atau melakukan tindakan fisik lainnya. Ranah psikomotor
seringkali terkait dengan pengembangan keterampilan praktis, seperti keterampilan
olahraga, seni, atau keahlian teknis. Peserta didik yang memiliki pemahaman
komprehensif tentang suatu ilmu akan memiliki kemampuan yang kuat dalam
mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.

4. Karakteristik pembelajaran
Karakteristik pembelajaran merujuk pada berbagai faktor yang memengaruhi
bagaimana seseorang belajar. Memahami karakteristik ini adalah langkah penting
dalam merancang pengalaman pembelajaran yang efektif. Karakteristik pembelajaran
mencakup berbagai aspek, termasuk karakteristik peserta didik, guru, materi
pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran. Beberapa karakteristik peserta didik
adalah sebagai berikut.
1) Etnik
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan
beragam etnik. Namun, dengan kemajuan transportasi yang semakin modern,
tampaknya tidak ada lagi batasan antar daerah atau etnis, dan tidak ada lagi
kesulitan dalam mencapai daerah lain untuk bersekolah. Oleh karena itu, di
sekolah dan dalam beberapa kelas, kita sering menemui keberagaman etnis atau
suku bangsa, contohnya dalam satu kelas bisa terdiri dari peserta didik dari
berbagai etnik seperti Jawa, Sunda, Madura, Minang, Bali, dan lain-lain.
Konsekuensi dari keberagaman etnik ini adalah bahwa pendidik perlu
memperhatikan jenis etnik yang ada di kelas mereka. Data mengenai beragam
etnis di kelas menjadi informasi berharga bagi pendidik dalam merencanakan dan
mengelola proses pembelajaran. Seorang pendidik yang hanya menghadapi
peserta didik dari satu etnik dalam kelasnya tentu akan menghadapi tantangan
yang berbeda dibandingkan dengan yang mengajar peserta didik dari berbagai
etnik.
Ketika mengajar peserta didik yang berasal dari berbagai etnik, penting untuk
berinteraksi menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua peserta
didik. Selain itu, ketika memberikan contoh-contoh untuk menjelaskan topik yang
sedang dibahas, contoh-contoh tersebut juga harus dapat dimengerti dan dipahami
oleh semua peserta didik. Ini membantu memastikan bahwa peserta didik dari
berbagai latar belakang etnik dapat merasa inklusif dalam proses pembelajaran
dan tidak merasa tersisihkan atau tidak dimengerti. Dengan demikian, pendidik
perlu memastikan bahwa bahasa dan contoh yang digunakan mendukung
keseluruhan pemahaman kelas yang beragam secara etnik
2) Kultural
Budaya yang ada dalam masyarakat kita sangatlah beragam, mencakup segala hal
mulai dari kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, hingga adat istiadat. Peserta
didik yang kita ajarkan mungkin berasal dari berbagai daerah yang memiliki
budaya yang berbeda-beda, sehingga kelas yang kita hadapi menjadi kelas yang
multikultural. Implikasi dari keberagaman budaya ini dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya menerapkan pendidikan multikultural oleh pendidik.
Pendidikan multikultural merupakan pendekatan yang menghargai dan
mengakomodasi perbedaan budaya di dalam kelas. Hal ini membantu peserta
didik untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang beragam
budaya yang ada di sekitar mereka, mempromosikan toleransi, dan menciptakan
lingkungan pembelajaran yang inklusif bagi semua peserta didik, terlepas dari
latar belakang budaya mereka. Dengan menerapkan pendidikan multikultural,
pendidik dapat membantu mengatasi tantangan yang muncul akibat keberagaman
budaya dalam kelas. Pendidikan multikultural, menurut Choirul (2016: 187),
memiliki beberapa ciri khas sebagai berikut:
a. Tujuan yang Membentuk "Manusia Budaya" dan Menciptakan Manusia
Berbudaya (Berperadaban): Pendidikan multikultural bertujuan untuk
membentuk individu yang memiliki pemahaman yang lebih mendalam
tentang budaya dan mampu berperilaku secara budaya atau beradab.
b. Materi Pembelajaran yang Mengajarkan Nilai-nilai Luhur Kemanusiaan,
Nilai-nilai Bangsa, dan Nilai-nilai Kelompok Etnis (Kultural): Kurikulum
pendidikan multikultural mencakup pengajaran nilai-nilai kemanusiaan yang
universal, nilai-nilai yang khas bagi bangsa atau negara tertentu, dan nilai-
nilai yang berasal dari kelompok etnis atau budaya tertentu.
c. Metode Pembelajaran yang Demokratis, Menghargai Aspek-aspek Perbedaan,
dan Keberagaman Budaya Bangsa dan Kelompok Etnis (Multikulturalisme):
Dalam proses pembelajaran, metode yang digunakan adalah yang menghargai
perbedaan individu dan keberagaman budaya, serta mempromosikan toleransi
dan penghargaan terhadap budaya lain.
d. Evaluasi yang Mencakup Aspek Persepsi, Apresiasi, dan Tindakan Terhadap
Budaya Lainnya: Dalam menilai hasil pembelajaran, pendidikan multikultural
tidak hanya memerhatikan pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga aspek-
aspek seperti pemahaman, apresiasi, dan tindakan peserta didik terhadap
budaya lainnya.
Dengan ciri-ciri ini, pendidikan multikultural bertujuan untuk menciptakan
individu yang berbudaya, menghargai keanekaragaman budaya, dan mampu
berinteraksi dengan berbagai budaya dengan bijak.
3) Status Sosial
Peserta didik dalam sebuah kelas seringkali berasal dari latar belakang sosial dan
ekonomi yang beragam. Jika kita melihat pekerjaan orang tua peserta didik, di
dalam kelas mungkin terdapat peserta didik yang memiliki orang tua yang bekerja
sebagai wirausahawan, pegawai negeri, pedagang, petani, atau bahkan buruh. Dari
segi jabatan orang tua, ada peserta didik yang memiliki orang tua yang menjabat
sebagai pejabat tinggi seperti presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala
desa, kepala kantor, atau kepala perusahaan, dan ada juga yang memiliki orang tua
yang menjadi Ketua RT. Di samping itu, ada peserta didik yang berasal dari
keluarga dengan tingkat ekonomi yang tinggi, keluarga yang cukup mampu, dan
keluarga yang kurang mampu. Peserta didik dengan beragam status sosial dan
ekonomi ini berinteraksi satu sama lain dan belajar bersama dalam proses
pembelajaran. Perbedaan-perbedaan ini seharusnya tidak menjadi hambatan dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Meskipun demikian, terkadang status sosial
ekonomi dapat menjadi kendala bagi peserta didik saat belajar dalam kelompok.
Oleh karena itu, pendidik diharapkan untuk bertindak secara adil dan tidak
mendiskriminasi dalam menghadapi peserta didik dengan beragam latar belakang
sosial dan ekonomi. Dalam lingkungan pendidikan yang inklusif, setiap peserta
didik harus diberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, tanpa
memandang status sosial ekonomi mereka. Hal ini penting untuk menciptakan
lingkungan pembelajaran yang adil dan merangsang pertumbuhan peserta didik
secara keseluruhan. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran, pendidik harus
menghindari membuat perbedaan atau diskriminasi dalam memberikan pelayanan
kepada peserta didiknya. Hal yang sama berlaku dalam memberikan tugas-tugas
yang seharusnya dapat diselesaikan oleh semua peserta didik, meskipun mereka
memiliki beragam latar belakang ekonomi sosial.
4) Minat
Minat seseorang, terutama minat belajar peserta didik, memiliki peranan yang
sangat penting dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, perlu terus mendorong
perkembangan minat sesuai dengan minat yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Namun, perlu diingat bahwa minat belajar peserta didik bervariasi; ada yang
memiliki minat belajar tinggi, ada yang sedang, dan bahkan ada yang rendah.
Untuk menilai apakah seorang peserta didik memiliki minat belajar yang tinggi
atau tidak, dapat dilihat dari beberapa indikator minat itu sendiri, yang mencakup:
perasaan senang, ketertarikan peserta didik, perhatian dalam belajar, keterlibatan
siswa dalam kegiatan pembelajaran, manfaat dan fungsi mata pelajaran.
Keterlibatan dalam proses belajar, yakni sejauh mana peserta didik terlibat dan
berpartisipasi dalam pembelajaran, memiliki signifikansi yang besar. Ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa ketika peserta didik aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, maka hasilnya cenderung positif. Keterlibatan dalam pembelajaran
muncul ketika peserta didik merasa tertarik pada materi yang mereka pelajari,
sehingga mereka merasa senang dan termotivasi untuk terlibat dalam aktivitas
pembelajaran tersebut. Selain itu, pemahaman tentang manfaat dan fungsi dari
mata pelajaran yang dipelajari juga memiliki dampak penting. Jika peserta didik
dapat melihat dengan jelas manfaat dari apa yang mereka pelajari, hal ini akan
memacu motivasi mereka. Manfaat dari mata pelajaran tertentu tidak hanya
berlaku saat ini, tetapi juga dapat memberikan manfaat di masa depan, bahkan
ketika mereka sudah bekerja atau dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
5) Perkembangan Kognitif
Tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki oleh peserta didik memainkan peran
yang signifikan dalam pengambilan keputusan guru terkait pendekatan
pembelajaran, metode pengajaran, penggunaan media, dan jenis evaluasi yang
akan digunakan. Contohnya, ketika menghadapi peserta didik di Taman Kanak-
kanak yang umumnya berusia sekitar 5-6 tahun, pendekatan pembelajaran, metode
pengajaran, serta media yang digunakan akan sangat berbeda dengan ketika
mengajar di Sekolah Dasar, yang peserta didiknya berusia 7-11 tahun. Hal yang
sama berlaku pula untuk peserta didik di Sekolah Menengah Pertama (usia
berkisar 12-14 tahun) serta peserta didik di Sekolah Menengah Atas atau Sekolah
Menengah Kejuruan (umumnya berusia 15-17 tahun). Semua ini disesuaikan
dengan perkembangan intelektual peserta didik yang jelas berbeda di setiap tahap
tersebut.
Tahapan perkembangan intelektual peserta didik menurut Jean Piaget dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Sensorimotor (0-2 tahun): Pada tahap ini, peserta didik menggali pengalaman
melalui indera dan aktivitas fisik. Mereka belajar tentang objek permanen
dan mengembangkan koordinasi motorik.
b. Preoperasional (2-7 tahun): Peserta didik mulai menggunakan simbol-simbol
dan bahasa untuk berkomunikasi. Namun, mereka masih memiliki
pemahaman yang terbatas tentang konsep abstrak dan kesulitan melihat
perspektif orang lain. Konkret
c. Operasional (7-11 tahun): Pada tahap ini, peserta didik mulai memahami
konsep-konsep abstrak dan mampu berpikir logis tentang objek-objek
konkret. Mereka juga mampu memahami perubahan ukuran dan
perbandingan.
d. Formal Operasional (12 tahun ke atas): Peserta didik mencapai kemampuan
berpikir abstrak dan hipotetis. Mereka dapat memecahkan masalah kompleks
dan melakukan pemikiran kritis.
Setiap tahap ini mencerminkan tingkat perkembangan kognitif yang berbeda pada
peserta didik, dan pendekatan pembelajaran serta jenis evaluasi yang efektif harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan tersebut.
6) Kemampuan/pengetahuan awal
Kemudian, kita akan mengulas tentang pemahaman awal atau entry behavior yang
dijelaskan oleh Ali (1984: 54). Entry behavior adalah kondisi pengetahuan dan
keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik sebelum mereka
mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Ini berarti bahwa peserta didik
perlu memiliki pemahaman atau keterampilan yang lebih dasar sebelum mereka
dapat memahami konsep yang lebih tinggi. Sebagai contoh, sebelum siswa
mempelajari konsep pembagian, mereka harus memiliki pemahaman terlebih
dahulu tentang konsep pengurangan. Kemampuan awal peserta didik memiliki
dampak besar pada hasil belajar mereka. Oleh karena itu, seorang pendidik perlu
menilai kemampuan awal peserta didiknya. Dengan mengetahui kemampuan awal
peserta didik, seorang pendidik dapat merencanakan dari mana proses
pembelajaran akan dimulai. Penting untuk dicatat bahwa kemampuan awal peserta
didik bersifat individual, yang berarti bahwa setiap peserta didik mungkin
memiliki tingkat kemampuan awal yang berbeda. Oleh karena itu, penilaian
kemampuan awal juga harus dilakukan secara individual.
7) Gaya Belajar
Gaya belajar adalah metode atau cara yang umumnya dipilih atau digunakan oleh
peserta didik untuk menerima, mengatur, dan memproses informasi atau pesan
yang diberikan oleh komunikator atau pemberi informasi. Penting untuk
memperhatikan gaya belajar peserta didik dalam proses pembelajaran karena
dapat memengaruhi bagaimana mereka memproses informasi dan hasil belajar
mereka. Gaya belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu
visual, auditif, dan kinestetik.
a. Visual
Peserta didik dengan gaya belajar visual cenderung lebih mudah dan efektif
dalam pembelajaran ketika informasi disajikan melalui aspek visual, seperti
gambar, diagram, atau grafik. Mereka menggunakan penglihatan sebagai
modal utama dalam memahami dan mengingat materi. Peserta didik dengan
gaya belajar visual mungkin menghadapi kesulitan jika materi disampaikan
secara verbal tanpa bantuan gambar atau simbol visual.
b. Auditif
Peserta didik dengan gaya belajar auditori cenderung lebih mudah dan
berhasil dalam pembelajaran ketika informasi disampaikan melalui
pendengaran. Pendengaran adalah modal utama bagi peserta didik dengan
gaya belajar ini. Mereka cenderung menyukai metode penyampaian materi
pembelajaran melalui ceramah dan diskusi. Peserta didik tipe auditori
memiliki kekuatan dalam mendengarkan dengan baik, menikmati proses
mendengarkan, memiliki kemampuan berbicara yang baik, suka bercerita,
mampu mengingat informasi yang didiskusikan, mengenal banyak lagu, dan
bahkan dapat menirukannya dengan cepat dan akurat. Namun, peserta didik
dengan gaya belajar auditori dapat mudah terganggu jika ada kebisingan di
sekitarnya. Mereka cenderung tidak suka tugas membaca, dan tidak nyaman
dengan kelompok yang terlalu besar karena hal ini dapat mengganggu
konsentrasi mereka.
c. Kinestetik
Peserta didik dengan gaya belajar kinestetik cenderung belajar melalui
aktivitas fisik, bergerak, menyentuh, dan melakukan tindakan. Mereka
menggunakan tubuh mereka lebih banyak daripada mengandalkan visualisasi
atau pendengaran. Ciri-ciri peserta didik dengan gaya belajar kinestetik
meliputi kecenderungan untuk bergerak atau berpindah ketika belajar,
mengayunkan kaki atau tangan, suka menulis atau mengerjakan tugas dengan
menggunakan tangan, sering menggunakan bahasa non-verbal atau bahasa
tubuh, dan senang menyentuh objek atau benda yang mereka temui. Di sisi
lain, peserta didik dengan gaya belajar kinestetik mungkin sulit untuk duduk
diam dalam waktu yang lama. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan
dalam mempelajari konsep-konsep abstrak seperti rumus matematika dan
mungkin kurang mahir dalam menulis dengan rapi.
8) Motivasi
Motivasi dalam belajar dapat muncul dari dua sumber utama, yaitu dari dalam diri
individu itu sendiri (motivasi instrinsik) atau dari faktor-faktor eksternal yang
datang dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Selain itu, tingkat motivasi peserta
didik dalam belajar dapat bervariasi, ada yang memiliki motivasi tinggi, ada yang
memiliki motivasi sedang, dan ada yang memiliki motivasi rendah. Peserta didik
dengan motivasi belajar yang tinggi biasanya ditandai oleh ketekunannya dalam
belajar dan kemauannya untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam proses
belajar. Motivasi yang tinggi mendorong peserta didik untuk aktif dan
bersemangat dalam aktivitas belajar mereka. Tingkat motivasi seseorang dalam
belajar dapat tercermin dalam tiga hal utama:
a. Kualitas keterlibatannya dalam proses belajar.
b. Perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik terhadap materi pembelajaran.
c. Upaya peserta didik untuk menjaga dan memelihara motivasinya selama
proses belajar.
9) Perkembangan Emosi
Emosi memiliki peran penting dalam proses pembelajaran dan dapat
mempengaruhi kecepatan serta efektivitas proses tersebut. Emosi juga dapat
memengaruhi apakah proses pembelajaran dirasakan menyenangkan atau
memiliki makna. Suasana emosi yang positif atau menyenangkan, serta suasana
emosi yang tidak menyenangkan, memiliki pengaruh signifikan terhadap cara
kerja struktur otak manusia dan pada akhirnya, dapat memengaruhi proses dan
hasil belajar. Karena pentingnya peran emosi dalam pembelajaran, pendidik perlu
menciptakan lingkungan yang membangkitkan suasana emosi yang positif,
gembira, dan tidak menciptakan rasa takut pada peserta didik. Hal ini dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan membantu peserta didik untuk merasa
lebih nyaman dan termotivasi dalam belajar.
10) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial peserta didik mencakup kemampuan mereka untuk
beradaptasi dengan norma-norma dan tradisi yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat, serta kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan
orang lain. Kemajuan dalam perkembangan sosial peserta didik dapat diamati
melalui tingkat kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan individu lain dan
berpartisipasi dalam masyarakat di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan sosial peserta didik meliputi:
a. Keluarga: Lingkungan keluarga dan pengaruh orang tua memiliki peran besar
dalam membentuk perkembangan sosial peserta didik.
b. Kematangan: Tingkat kematangan emosional dan sosial peserta didik juga
mempengaruhi perkembangan sosial mereka.
c. Teman sebaya: Interaksi dengan teman sebaya dalam lingkungan sekolah dan
di luar sekolah dapat membentuk perkembangan sosial peserta didik.
d. Sekolah: Lingkungan sekolah dan pengalaman belajar di sekolah juga
memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan sosial peserta didik.
e. Status sosial ekonomi: Status sosial ekonomi keluarga peserta didik dapat
mempengaruhi interaksi sosial dan kesempatan mereka untuk mengalami
berbagai pengalaman sosial.
Penting bagi pendidik dan orang dewasa yang terlibat dalam pendidikan untuk
memahami faktor-faktor ini dan berperan aktif dalam membantu peserta didik
mengembangkan keterampilan sosial mereka.
11) Perkembangan Moral dan Spiritual
Moralitas adalah konsep yang sangat dikenal dalam kehidupan bermasyarakat,
termasuk dalam lingkungan sekolah. Moralitas digunakan sebagai acuan untuk
menilai tindakan atau perilaku, karena moralitas memiliki kriteria nilai seperti
baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, wajar-tidak wajar, layak-tidak layak,
dan sejenisnya. Oleh karena itu, pemahaman tentang perkembangan moral peserta
didik menjadi sangat penting bagi pendidik. Moralitas dalam diri peserta didik
dapat tingkat yang paling rendah menuju tingkatan yang lebih tinggi seiring
dengan kedewasaannya.
Selain pemahaman tentang moralitas, pendidik juga perlu memahami
perkembangan spiritual peserta didik. Istilah "spiritual" dalam beberapa tahun
terakhir telah menjadi perbincangan yang signifikan, terutama ketika
diperkenalkan konsep kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Kecerdasan
spiritual adalah sifat yang bersifat individu dan perlu dikembangkan, khususnya
dalam konteks pembelajaran. Pendidik memiliki peran penting dalam membantu
peserta didik mengembangkan kecerdasan spiritual mereka, yang melibatkan
aspek-aspek seperti kebijaksanaan, makna hidup, pemuasan batin, dan
pemahaman tentang nilai-nilai dan moralitas yang lebih dalam. Dengan
memahami dan mengembangkan dimensi spiritual peserta didik, pendidik dapat
membantu mereka tumbuh dan berkembang secara holistik.
12) Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah proses yang berlangsung seiring dengan
bertambahnya usia individu secara bertahap dan berkesinambungan. Dalam proses
ini, kemampuan individu dalam melakukan gerakan mengalami peningkatan dari
keadaan yang awalnya sederhana, tidak terorganisir, dan kurang terampil menuju
penguasaan keterampilan motorik yang lebih kompleks dan terorganisir dengan
baik. Proses ini mencakup perkembangan berbagai keterampilan fisik, seperti
kemampuan berjalan, berlari, bermain, dan melakukan tugas-tugas fisik lainnya,
yang semakin berkembang seiring dengan pertambahan usia.

RENDY_

Referensi 3. : https://core.ac.uk/download/pdf/327208746.pdf

Referensi 4. : https://cdn-gbelajar.simpkb.id/s3/p3k/Pedagogi/Modul%20Bahan
%20Belajar%20-%20Pedagogi%20-%202021%20-%20P2.pdf

Anda mungkin juga menyukai