Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ANAK PUNGUT DAN ANAK ANGKAT

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Guna Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Mashail
Fiqhiyah

Dosen Pengampu : Khoerul Anwar,M.Pd

Disusun Oleh :

Sabrina Aisyah Putri

Muhammad Abdul Gofur

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL LAA ROIBA

BOGOR

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan taufiknya, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.

Makalah ini dibuat sebagai tugas dan media pembelajaran di Sekolah Tinggi Institut Agama Islam
Nasional Laa Roiba Bogor (IAIN) dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Mashail
Fiqhiyah dan sebagai bahan pembelajaran di kelas.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam makalah ini tentunya
banyak sekali kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan diksi. Untuk kebaikan dan
sempurnanya makalah ini, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari dosen pengampu
dan teman-teman sekalian. Dan akhirnya semoga dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Bogor, 1 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... iii

1. Latar Belakang............................................................................................................... iii


2. Rumusan Masalah.......................................................................................................... iii
3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 1

1. Pengertian anak pungut dan anak angkat ........................................................................ 1


2. sumber hukum anak angkat dan anak pungut .................................................................. 1
3. Pandangan ulama tentang status anak angkat dan anak pungut ........................................ 2

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 5

A. Kesimpulan.................................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak merupakan amanat dari Allah yang harus diperhatikan, baik kebutuhan fisiknya maupun
kebutuhun ruhaniahnya. Oleh sebab itu, merawat anak itu wajib dan mendidiknya lebih wajib
lagi. Islam mengganjar dengan dosa besar bagi orang-orang yang menterlantarkan anak-
anaknya, tidak diperkenalkan akhlak, tidak diperkenalkan pendidikan. Padahal seorang anak
merupakan penerus generasi yang memegang peranan penting bagi eksistensi agama serta
kemajuan bangsa dan Negara. Orangtua kelak akan dimintakan pertanggungjawaban atas anak-
anaknya dihapdapan Allah.

2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan anak angkat dan anak pungut?


2. Bagaimana sumber hukum anak angkat dan anak pungut?
3. Seperti apa pandangan para ulama mengenai status anak angkat dan anak pungut?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk menjawab persoalan yang sering terjadi di tengah
masyarakat kita mengenai pengertian, sumber hukum, dan pandangan ulama terhadap status
dan hukumnya menurut ajaran islam. dan semoga apa yang sudah disampaikan di dalam
makalah ini bisa menjadi acuan atau wawasan baru bagi pembaca, serta bisa memberikan
manfaat untuk para pembaca dan penulis.

iii
1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anak Angkat
1. Pengertian Anak Angkat

Anak menurut Kamisa dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah: ”Anak adalah
keturunan kedua”. Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari
ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi, anak merupakan suatu karunia akibat adanya perkawinan
antara kedua orang tua.

Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua
asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”.
Dari pengertian di atas, maka pengertian anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk
hidupnya dialihkan dari tanggungan orang tua asal kepada orang tua angkat.

2. Sumber Hukum

Dasar hukum adanya anak angkat dalam Islam adalah Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5:
“Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu
hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan
jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,
Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.

Berdasarkan ayat ini, maka dapat diambil pelajaran sebagai berikut:

a. Adopsi dengan praktik dan tradisi di jaman Jahiliyyah yang memberi status kepada anak angkat
sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak diakui oleh Islam.
b. Hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap seperti sebelum diadopsi
yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan baik anak angkat itu diambil dari kerabat
dekat maupun orang lain.
2

3. Pandangan Ulama Tentang Status Dan Hukum Anak Angkat

Hukum Islam menjelaskan pengangkatan anak dengan istilah tabanny, dan dijelaskan oleh Yusuf
Qardhawi adopsi tersebut adalah pemalsuan atas realitas konkrit. Pemalsuan yang menjadikan
seseorang yang sebenarnya orang lain bagi suatu keluarga, menjadi salah satu anggotanya. Ia bebas saja
berduaan dengan kaum perempuannya, dengan anggapan bahwa mereka adalah mahramnya. Padahal
secara hukum mereka adalah orang lain baginya. Isteri ayah angkatnya bukanlah ibunya, demikian pula
dengan puteri, saudara perempuan, bibi, dan seterusnya. Mereka semua adalah ajnaby (orang lain)
baginya. Dalam istilah yang sedikit kasar Yusuf Qardhawi menjelaskan “anak angkat dengan anak aku-
akuan”.

Yusuf Qardhawi menguraikan secara singkat perihal pengangkatan anak menurut Islam. Pada masa
jahiliyah, mengangkat anak telah menjadi ‘trend’ bagi mereka, dan anak angkat bagi mereka tidak ada
bedanya dengan anak kandung, yang dapat mewarisi bila ayah angkat meninggal. Inilah yang
diharamkan dalam Islam. Amir Syarifuddin menyatakan bahwa Hukum Islam tidak mengenal lembaga
anak angkat atau dikenal dengan adopsi, dalam arti terlepasnya anak angkat dari kekerabatan orang tua
asalnya dan beralih ke dalam kekerabatan orang tua angkatnya. Islam mengakui bahkan menganjurkan
mengangkat anak orang lain, dalam arti pemeliharaan. Maka dengan alasan semacam ini lah

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Ahmad Syarabasyi mengatakan bahwa Allah telah
mengharamkan pengangkatan anak, yang dibangsakan atau dianggap bahwa anak tersebut sebagai
anaknya sendiri yang berasal dari shulbi-nya atau dari ayah atau ibunya (padahal anak tersebut adalah
anak orang lain). Hal ini juga berdasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat 4-5 yang telah dikemukakan di
atas.

Berdasarkan pendapat kedua ulama yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
status anak angkat atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah adopsi adalah tidak bisa disamakan
dengan anak kandung, mengenai nasabnya. Sehingga dalam hal mawaris, ia tidak memiliki hak waris
terhadap harta kedua orang tua angkatnya. Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang
lain, sehingga dia bukanlah mahram bagi anggota keluarga orang tua angkatnya.

Adapaun masalah hukumnya, islam memperbolehkan bahkan sangat menganjurkan, sepanjang hal itu
demi keberlangsungan kehidupan dan masa depan si-anak. Sebagaimana sabdah Rasul SAW mengenai
pemeliharaan anak yatim:
3

“Saya akan bersama orang yang menanggung anak yatim di surga, seperti ini sambil ia menunjuk jari
telunjuk dan jari tengah dan ia ranggangkan antara keduanya”. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi).

B. Anak Pungut
1. Pengertian Anak Pungut

Anak pungut adalah anak yang hidupnya tersia-sia, tidak diakui dan dijamin oleh seseorang kemudian
ia diambil oleh orang lain. Dalam istilah bahasa arab disebut Laqiith, ditinjau dari sisi bahasa artinya
anak yang ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayah dan bundanya. Demikian defenisi
yang tercantum dalam kitab Al-Lisaan dan kitab Al-Mishbaah. Biasanya laqiith adalah anak yang
dibuang oleh orang tuanya.

Ditinjau dari sisi istilah syar’i artinya adalah sebagai berikut:

Menurut madzhab Hanafi, laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya
karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib. Menurut pendapat madzhab
Syafi’i, laqiith adalah setiap bayi yang terlantar dan tidak ada yang menafkahinya. Menurut madzhab
Hambali, laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui
nasabnya dan terlantar, atau tersesat di jalan.

Untuk mengkompromikan semua pendapat ini, maka dapat disimpukan Laqiith adalah anak kecil yang
belum mencapai usia mumayyiz yang tidak diketahui nasabnya yang tersesat di jalan atau dibuang oleh
keluarganya karena takut miskin atau menghindari tuduhan jelek, atau karena alasan lainnya.

2. Sumber Hukum
Dasar hukum yang mendasari adanya anak pungut adalah:

a QS. Al-Maidah ayat 32:


“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah
memelihara kehidupan manusia semuanya
b QS. Al-Maidah ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
4

3. Pandangan Ulama tentang Status dan hukum Anak Pungut

Yusuf Qardhawi menyatakan, bahwa anak yang tersia-siakan dari orang tuanya lebih patut dinamakan
Ibnu Sabil, yang dalam Islam dianjurkan untuk memeliharanya. Asy-Syarbashi mengatakan bahwa para
fuqaha menetapkan, biaya hidup untuk anak pungut diambil dari baitul-mal muslimin. Hal ini
sebagaimana dikatakan Umar ibn Khattab r.a. ketika ada seorang laki-laki yang memungut anak,
‘pengurusannya berada di tanganmu, sedangkan kewajiban menafkahinya ada pada kami.’

Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-
muslim. Oleh karena itu, agar mereka sebagai generasi penerus Islam, keberadaan institusi yang
mengkhususkan diri mengasuh dan mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Karena bila
pengasuhan mereka jatuh kepada non-muslim, maka jalan menuju murtadin lebih besar dan ummat
Islam yang tidak mempedulikan mereka, sudah pasti akan dimintai pertanggungjawaban Allah SWT,
karena anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila
orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan
memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih
hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal
dunia

Berdasarkan uraian tentang pengertian, dasar hukum dan pendapat ulama tentang hukum anak pungut,
maka dapat ambil kesimpulan bahwa memungut anak yang tersia-siakan merupakan hal yang Fardu
Kifayah bagi umat Islam. Karena dengan memungut anak tersebut maka selain menyelamatkan jiwa
juga memungkinkan menyelamatkan anak tersebut dari kemungkinan memeluk non muslim jika
dipungut oleh umat non muslim. Dasar hukum yang digunakn sebagai dasar memungut anak yang
tersia-siakan sudah sangat jelas baik dari nash Al-Qur’an maupun dari nash Hadits. Setelah anak
tersebut dipungut maka status anak tersebut sama dengan anak angkat yaitu secara hukum mawaris
tidak bisa menerima warisan dari keluarga yang memeliharanya, maka jika keluarga ingin memberikan
bagian untuknya dengan jalan hibah semasa masih hidup atau wasiat dengan jatah maksimal sepertiga
dari seluruh harta orang tua pungutnya.

Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga dia bukanlah mahram bagi
anggota keluarga orang tua pungutnya. Selama anak pungut tersebut tidak menyusu dengan ibu
pungutnya maka saudara dari keluarga pungut berhak untuk menikahinya.
5

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Terdapat persamaan yang dapat diambil antara anak angkat, anak pungut yaitu keduanya tidak dapat
dianggap sebagai anaknya sendiri meskipun penganggapan tersebut didasari oleh rasa sayang yang
sepenuhnya. Persamaan yang lain adalah kedua jenis anak ini tidak memiliki hak warisan dari keluarga
yang memeliharanya dan dapat diberikan untuk mereka adalah hibah dan wasiat.

Perbedaan antara keduanya adalah anak angkat merupakan anak yang dengan sengaja dipelihara bukan
dikarenakan oleh menemukan atau memungutnya tetapi memang sengaja memeliharanya. Sedangkan
anak pungut adalah anak yang dipelihara karena anak tersebut sudah disia-siakan dengan tujuan agar
anak tersebut terselamatkan baik secara jiwa maupun secara agamanya.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi, (2004), Ensiklopedi Anak, Penerjemah Ustadz
Ali Nur, Jakarta: Penerbit Darus-Sunnah.

Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak,
Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M.

Depag RI, (2002), Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Depag RI.

Depag RI, (2007), Al-Qur’an dan Terjemahnya Perkata, Jakarta: Syaamil Al-Qur’an.

www.bayi-tabung.com/proses/. Diakses pada tanggal 26/11/2012 pukul 20:51 WIB

Imah Tahido Yanggo, (2005), Masailul Fiqhiyah, Bandung: Angkasa.

Kamisa, (2005), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , Jakarta: Balai Pustaka.

Masjfuk Zuhdi, (1993), Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Haji Masagung.

Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi, (t.Th), Halal dan Haram dalam Pandangan Islam,
Jakarta: PT Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai