Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ENTERPRENEURSHIP PENDIDIKAN

Tentang

Lembaga Pendidikan Informal

Disusun oleh:

Viona Rullisa

1814010110

Dosen Pengampu:

Drs. Dinasril Amir, S. E, M. M

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-C)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1442 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan do’a keselamatan diperuntukkan bagi Rasul Al-Amin,


Muhammad Saw, makhluk agung uswah dak qudwah bagi mereka yang cinta
Allah Swt, Rasul dan kehidupan dunia yang bahagia sejahtera serta mendapat
kenikmatan akhirat nan abadi.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “Lembaga


Pendidikan Informal” dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Solok, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Informal sebagai Lahan Wirausaha................... 3


B. Sarana dan Prasarana dalam Pendidikan Informal............................... 8
C. Merekrut Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan.........................10
D. Merekrut Peserta Didik dalam Pendidikan Informal............................11
E. Analisis Kritis terhadap Kewirausahaan dalam Lembaga Pendidikan
Informal................................................................................................12

BAB III

A. Kesimpulan...........................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewirausahaan memiliki peran sentral dalam kehidupan dan
pembangunan suatu bangsa. Kewirausahaan harus hadir dalam semua aspek
kehidupan. Keberadaan kewirausahaan yang rendah atau lemah, menjadikan
gerak dinamika masyarakat dalam mengubah diri untuk mencapai kemajuan
sangat lambat. Kelemahan Negara-negara sedang berkembang termasuk
negara kita, Indonesia, adalah lemahnya kewirausahaan. Terbukti secara
kuantitatif persentase jumlah wirausahawan di Indonesia hanya 0,18% dari
total penduduk. Angka ini masih jauh dari dari standart yang telah
ditetapkan oleh PBB, bahwa suatu negara dapat dikatakan maju jika
memiliki minimal 2% wirausahawan dari total penduduknya.
Menurut Undang-undang (UU) No 20 tahun 2000 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal, yang
masing-masing dapat saling melengkapi dan memperkaya satu sama
lainnya. Oleh karena itu, pendidikan tidak selalu menjadi tanggung jawab
lembaga-lembaga pendidikan formal, sebab tanpa dukungan lembaga
informal maka system pendidikan sebaik apapun yang telah dibangun oleh
lembaga formal menjadi tidak efektif. Salah satu lembaga informal yang
mampu menyajikan pendidikan kewirausahaan secara efektif adalah
keluarga. Hanya saja hingga saat ini lingkungan keluarga belum bisa
berperan optimal dalam mendukung keberhasilan pendidikan anak
(Wibowo, 2011). Demikian juga dengan literatur-literatur kewirausahaan
sedikit sekali yang mengulas tentang keterlibatan pendidikan keluarga
sebagai salah satu lembaga yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam
melaksanakan pendidikan, termasuk didalamnya pendidikan kewirausahaan.
Oleh karena itu kajian ini akan membahas urgensi pendidikan

1
kewirausahaan dalam keluarga, serta akan dibahas pula bagaimana
pendidikan kewirausahaan sebaiknya dilakukan di lingkungan keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana lembaga pendidikan informal sebagai lahan untuk wirausaha?
2. Bagaiman sarana dan prasarana dalam pendidikan informal?
3. Bagaimana merekrut tenaga pendidik dan tenaga kependidikan?
4. Bagaimana merekrut peserta didik dalam lembaga pendidikan informal?
5. Bagaimana analisis kritis terhadap kewirausahaan di lembaga pendidikan
informal?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui lembaga pendidikan informal sebagai lahan untuk
wirausaha
2. Untuk mengetahui sarana dan prasarana dalam pendidikan informal
3. Untuk mengetahui tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
4. Untuk mengetahui peserta didik dalam lembaga pendidikan informal
5. Untuk mengetahui analisis kritis terhadap kewirausahaan di lembaga
pendidikan informal

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Informal Sebagai Lahan Untuk Wirausaha


1. Pengertian Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang di peroleh
seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga, berlangsung tanpa
organisasi, tanpa orang tertentu yang di angkat sebagai pendidik tanpa
program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu dan
tanpa evaluasi formal berbentuk ujian. Namun pendidikan Informal
menentukan kepribadian anak, apakah anak akan menjadi anak yang
bertanggung jawab,berbudi luhur, patuh akan peraturan, berpegang
teguh pada janjinya atau sebaliknya.
Pendidikan informal adalah pendidikan dalam keluarga yang
berlangsung sejak anak di lahirkan. Dalam keluarga yang memahami
arti penting pendidikan keluarga, maka ia akan secara sadar mendidik
anaknya agar terbentuk kepribadian yang baik.1 Pendidikan keluarga,
merupakan pendidikanyang pasti di alami seseorang sejak ia
dilahirkan, dan biasanya di laksanakan sendiri oleh orang tua dan
anggota keluarga yang lain.2
Dengan lembaga informal yang di maksud adalah lembaga
pendidikan yang tidak terorganisir, tidak mengenal penjenjangan yang
tidak terorganisir, tidak mengenal kronologi atas dasar usia maupun
pengetahuan/keterampilan.3

1Id Shoong, “Kegiatan lembaga-lembaga pendidikan informal” ,(On-line),


QHttp://Id.Shvoong.Com/Social-Sciences/Sociologi/2144938-Kegiatan-Lembaga-Pendidikan-
Informal./diakses 6 desember 2020

2Soelaiman Joesoef, Slamet Santoso, Pendidikan Luar Sekolah, (Surabaya: Usaha


Nasional, 2013), hal. 46

3Ibid., hal. 46

3
Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan
Nasional Pasal 10 ayat (4) dinyatakan bahwa : Pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di
selenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan Agama,
nilai budaya, nilai norma, dan keterampilan.4
Pendidikan informal merupakan pendidikan pemula, sebelum
melangkah kepada pendidikan formal. Berhasil atau tidaknya
pendidikan formal atau pendidikan sekolah bergantung dan di
pengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan ini adalah
pundamen atau dasar bagi pendidikan selanjutnya. Hasil-hasil
pendidikan yang di peroleh anak dalam keluarga menentukan
pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam
masyarakat.5
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No. 20
Tahun 2003. Bab I pasal 1 ayat 13 bahwa pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secaramandiri. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang menjadi
sentranya pendidikan informal, pertama keluarga, kedua lingkungan.6
Pendidikan informal adalah pendidikan kelurga dimana keluarga
berfungsi sebagai sebuah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama.
Menurut Ki Hajar Dewantara, “Keluarga adalah kumpulan
individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih, demi
kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya. Begitu
pentingnya keluarga dari kehidupan manusia bagi individu maupun
sekelompok orang”.Abdullah dan Berns juga memperkuat agrumen,

4Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, Cet Ke -11 2013),


hal. 89

5Robi permann,://pai-makalah.blogspot.co.id/,On-Line, 6 desember 2020


6Ahmad Darlis, Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan Pendidikan
Informal, Non Formal Dan Formal, Jurnal Tarbiyah, Vol. XXIV, No. 1, Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara Medan, 2017), hal. 86

4
bahwa “Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh
tempat tinggal bersama kerja sama ekonomi, dan reproduksi”.7
2. Pengertian Kewirausahaan
Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang.
Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi
dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan
jiwa yang selalu aktif atau kreatifberdaya, bercipta, berkarya dan
bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam
kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki karakter selalu tidak
puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang
terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya
dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya.
Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5),
“An entrepreneur is one who creates a new business in the face if risk
and uncertaintyfor the purpose of achieving profit and growth by
identifying opportunities and asembling the necessary resources to
capitalize on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang
yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-
kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang
dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil
keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk
mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif
dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya,
seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter
wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam
hidupnya.
Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki
jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya. Dari
beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan

7 Hasbullah, Op. Cit., hal. 247

5
identik dengan kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha
(business), padahal dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu
identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha
kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha.
Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta
maupun pemerintahan. Wirausaha adalah mereka yang melakukan
upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide
dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity)
dan perbaikan (preparation) hidup. Kewirausahaan (entrepreneurship)
muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-
usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua
fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan
peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001).
Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di
pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara
baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak
seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan ide inovatif
secara kreatif ke dalam dunia nyata.Intinya, seorang wirausahawan
adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan
mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-
orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam
hidupnya.
Secara epistimologis, sebenarnya pada hakikatnya
kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan
berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup.
Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata
tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya
ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka

6
dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta
inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru.
3. Lembaga Pendidikan Informal Sebagai Lahan Untuk Wirausaha
Livingstone mendefinisikan pendidikan informal adalah setiap
aktifitas yang melibatkan pursuit pemahaman, pengetahuan, atau
kecakapan yang terjadi diluar kurikulum lembaga yang disediakan
oleh program pendidikan, kursus atau lokakarya. Pembelajaran
informal bisa terjadi di setiap konteks diluar kurikulum lembaga. Hal
ini dibedakan dari persepsi harian dan sosialisasi umum dengan
identifikasi kesadaran diri individu tentang aktifitas sebagai
pembelajaran bermakna. Hal mendasar dari pendidikan informal
(tujuan, isi, cara dan proses pemerolehan, lamanya, evaluasi hasil dan
aplikasi) ditentukan oleh individu dan kelompok yang memilih terlibat
didalamnya, tanpa kehadiran seorang instruktur yang memiliki otoritas
secara melembaga.
Pendidikan informal biasa juga disebut pendidikan keluarga,
dimana pendidikan dimulai dari keluarga. Menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 13,
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Keluarga adalah salah satu
pusat pendidikan yang memiliki peran penting untuk membentuk
karakter seseorang. Dalam keluarga seseorang pertama kali
berinteraksi dengan dunia luarnya. Interaksi ini sangat penting dalam
menumbuhkan potensi fitrah yang ada dalam dirinya.
Selain keluarga, jalur pendidikan informal juga terdapat pada
lingkungan setiap individu. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan
lingkungan alamiah dan sosial seseorang. John locke adalah salah satu
tokoh empirisme yaitu salah satu faktor yang membentuk kepribadian
seseorang adalah lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga salah satu
teori pendidikan menganit dan menyakini secara mutlak akan

7
pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik
Sebagai lembaga pendidikan informal, pendidikan dalam
keluarga tidak diprogram secara baku, sehingga tidak memiliki
kekakuan dalam hal struktur materi, waktu penyelenggaraan, metode
yang digunakan serta evaluasi hasil belajar. Keluarga sebagai lembaga
pendidikan utama dan pertama membuktikan bahwa anak pertama kali
menerima pendidikan yang dapat membentuk kepribadiannya untuk
masa-masa yang akan datang. Pada lingkungan keluarga, orang tua
bersama anggotanya mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
oleh setiap anggota keluarganya, melalui bimbingan, ajakan,
pemberian contoh.
Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan
swasta maupun pemerintahan. Wirausaha adalah mereka yang
melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan
mengembangkan ide dan meramu sumber daya untuk menemukan
peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu
berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses
kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang
berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi
usaha (Suryana, 2001).

B. Sarana dan Prasarana Dalam Pendidikan Informal


Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi
setiap manusia (anak). Anak sebagai individu memiliki keragaman dalam
skala sikap dan perilaku yang tergambar dalam kepribadian dan
kemampuannya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak sejak dini. Keluarga merupakan bagian
dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga
mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.

8
Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai
macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta
lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan kewirausahaan, orang tua merupakan
pelaksana dan penanggung jawab pertama dan utama atas pendidikan
anak. Dalam rangka mempersiapkan anak-anak untuk menjadi manusia-
manusia wirausaha diperlukan perlakuan yang tepat dari pihak orang tua
sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan anak itu. Perkembangan
anak dibagi menurut tiga tahap, yaitu masa kanak-kanak, pra remaja, dan
remaja.
Soemanto dalam Majdi, nilai-nilai kewirausahaan yang dapat
diinternalisasikan di lingkungan keluarga dengan cara melibatkan anak
dalam membeli kebutuhan pokok keluarga, mengelola anggaran listrik,
air minum, surat kabar, dan lain-lain. Nilai-nilai kewirausahaan yang
dapat tertanam dengan melibatkan anak dalam berbagai aktivitas
ekonomi keluarga sebagaimana diuraikan di atas, yakni nilai kepercayaan
diri, keberanian dan tanggung jawab.
Upaya yang harus dilakukan keluarga dalam memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam keluarga yaitu: 1)
Memfasilitasi anak untuk tumbuh kembang dan bahagia, 2) Melatih
kemandirian, 3) Menanamkan rasa percaya diri,4) Membantu
memfasilitasi buku bacaan yang bermanfaat, 5) Mengajak anak bermain
sepenuh hati, 6) Memfasilitasi berkomunikasi, berfikir, mengambil
keputusan setiap dibutuhkan, 7) Mengajak bergerak atau beraktivitas, 8)
Membimbing ketika nonton televisi.

C. Merekrut Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

9
Penarikan (recruitment) tenaga pendidik dan kependidikan
merupakan suatu proses pencarian dan pemikatan para calon tenaga
pendidik dan kependidikan) yang mempunyai kemampuan sesuai dengan
rencana kebutuhan suatu lembaga pendidikan.
“Pada latar sekolah dasar, rekrutmen dapat didefinisikan sebagai
aktivitas manajemen sekolah dasar yang mengupayakan didapatkannya
seorang atau lebih guru yang betul-betul potensial untuk menjadi guru
kelas, guru mata pelajaran atau guru lainnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan guru di sekolah dasar yang bersangkutan.”8
Menurut E. Mulyasa “rekrutmen yaitu suatu upaya untuk mencari
dan mendapatkan calon-calon tenaga kependidikan yang memenuhi
syarat sebanyak mungkin, untuk kemudian dipilih calon terbaik dan
tercakap.”9
Penyeleksian adalah, atau seharusnya, tindakan prediksi dan bukan
perjudian yang gegabah. Yaitu, ia harus memiliki maksud untuk
memprediksi dengan setepat mungkin supaya seseorang mampu
melakukan pekerjaan tertentu.10
Kegiatan penyaringan tenaga pendidik dan kependidikan dapat
dibuat selektif dengan jalan membatasi permohonan kepada kelompok
khusus. Dalam kondisi tertentu mungkin terdapat kesempatan yang lebih
menguntungkan untuk memperoleh tenaga pendidik dan kependidikan
yang memenuhi harapan sekolah.
Namun demikian, perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan
kebanyakan merupakan suatu fungsi yang positif untuk mencari,
menentukan, dan menarik para pencari kerja untuk mengisi formasi
tenaga pendidik dan kependidikan. Pertimbangan yang matang dalam

8Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka


Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Cet ke-4, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 21

9Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional_Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan


KBK, Cet ke-2, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 153

10Collin Morgan, Professional Development For Educational Management


(Pengembangan Profesional Untuk Manajemen Pendidikan), (Jakarta: Grasindo, 2004), hal. 191

10
menentukan seleksi khusus kepada calon tenaga pendidik dan
kependidikan merupakan prioritas utama. Kondisi psikologis tenaga
pendidik dan kependidikan harus sejalan dengan kondisi sekolah.

D. Merekrut Peserta Didik Dalam Lembaga Pendidikan Informal


Orang tua bukan hanya memenuhi kewajibannya dalam hal materi
semata, karena mereka butuh hal yang lebih dari itu, misalnya kebutuhan
kasih sayang dan pengawasan moral, yang apabila hal itu dianggap remeh
maka kebahagiaan anak kurang terpenuhi, hal ini sesuai dengan pendapat
Benyamin yang menyatakan; anak-anak yang tumbuh dalam keluarga-
keluarga yang berkecukupan namun kurang jasih sayang serta pedoman
kasih sayang yang tinggi akan kurang bahagia menjalani masa kank-
kanaknya,dan menghadapi masalah ketika mereka menjadi remaja serta
tidak akan merasa bahagia dan berharga ketika dewasa.11
Langkah-langkah tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan
orang tua agar tercipta suatu komunikasi yang baik dengan anak,
sehingga anak merasa terlindungi, memiliki panutan atau teladan, serta
merasa memiliki arti penting sebagai bagian dari keluarganya
Sebagai sebuah komponen inti dalam keluarga, Orang tua yang
dalam hal ini adalah ayah dan ibu kandung dari anak-anak mereka
memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak-anak
mereka, mulai dari pendidikan akhlak sampai pada pendidikan
pengembangan kecerdasan spritual anak. Dalam hal ini perlu adanya rasa
kasih sayang, saling mengerti, memahami, dan rasa senasib
sepenanggunagan serta sikap saling melindungi antara satu dengan yang
lain.
Serta adanya kebersamaan antara ayah dan ibu dalam setiap
kegiatan pengasuhan dan pendidikan anak, Sehingga dapat terjalin
hubungan yang harmonis antara ayah, ibu dan anak. Jika anak melakukan

11Benyamin S, Seni Mendidik Anak, Pedoman dasar bagi setiap anak dalam mendidik
anak-anaknya, (Jakarta: MM. Corp, 2004), hal. 29

11
kesalahan sebaiknya orang tua tidak menjadikan itu alasan untuk
memberinya hukuman yang bisa membuat anak jera, tapi berikan
hukuman yang bisa membuat anak itu mengerti bahwa apa yang
dilakukannya adalah sebuah kesalahan.
Orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak
agar nantinya tumbuh dan berkembang secara normal. Hal yang salah
apabila mengartikan fungsi pemeliharaan dan pendidikan ini secara
formal. Apalagi menyerahkannya kepada pihak lembaga pendidikan
formal maupun pembantu dirumah.
Tanggung jawab orang tua khususnya ibu dalam mendidik dan
memelihara anak bersifat mutlak. Tanpa keterlibatan langsung kedua
orang tua, fungsi pemeliharaan dan pendidikan yang efektif tidak dapat
dilaksanakan. Jika kemudian anak-anak tumbuh menyimpang dan
mengalami kepribadian yang retak, kedua orang tuanyalah yang paling
bertanggung jawab.12

E. Analisis Kritis Terhadap Kewirausahaan di Lembaga Pendidikan


Informal
Kewirausahaan adalah proses kemanusiaan yang berkaitan dengan
kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi
sumber-sumber, mengelola sehingga peluang itu terwujud menjadi suatu
usaha yang mampu menghasilkan laba atau nilai untuk jangka waktu
yang lama.13 Definisi tersebut menitikberatkan kepada aspek kreativitas
dan inovasi karena melalui kedua sifat tersebut seseorang dianggap akan
mampu melihat peluang.
Kewirausahaan secara sederhana juga diartikan sebagai prinsip atau
kemampuan wirausaha. Oleh karena itu, kewirausahaan juga dapat
dipandang sebagai suatu nilai-nilai, prinsip hidup, watak atau karakter.

12Anshari Thayyib, Struktur Rumah Tangga Muslim, (Surabaya: Risalah Hati, 1992), hal.
88

13Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Ghalia Indonesia: Bogor, 2011)

12
Adapun beberapa karakter utama yang menjadi ciri-ciri mental
kewirausahaan adalah percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
berani mengambil risiko, berjiwa kepemimpinan, berpikir kearah hasil
(manfaat), keorisinilan. Mendiknas telah menguraikan bahwa beberapa
nilai kewirausahaan hendak diinternalisasikan dalam pendidikan
kewirausahaan, yaitu : mandiri, kreatif, berani mengambil risiko,
berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin,
inovatif, tanggung jawab, kerja sama, pantang menyerah (ulet),
komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, dan motivasi kuat
untuk sukses.
Urgensi Pendidikan Kewirausahaan dalam Keluarga merupakan
lingkungan, sekaligus sarana pendidikan nonformal yang paling dekat
dengan anak. Kontribusinya terhadap keberhasilan pendidikan anak didik
cukup besar. Rata-rata anak didik mengikuti pendidikan di sekolah
sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%, sedangkan 70%nya anak
didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu
jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, lingkungan keluarga ikut andil
sebanyak 70% dalam keberhasilan pendidikan anak didik. Hanya saja,
peran strategis ini belum optimal dikarenakan banyak factor, seperti
kesibukan orang tua mencari nafkah, pengaruh media, pengaruh
kelompok acuan, hingga lingkungan masyarakat sekitar.
Dikaitkan dengan pendidikan kewirausahaan, lingkungan keluarga
sangat penting perannya. Sebagian besar wirausahawan yang sukses
ternyata muncul atau dilahirkan dari keluarga yang wirausahawan juga.
Hal ini karena di dalam keluarga wirausaha yang membudayakan
kewirausahaan pembiasaan terhadap diri anak akan terjadi dengan
sendirinya.14 Dengan kata lain, keluarga yang berkecimpung di dunia
usaha mengajak seluruh anggota keluarganya (termasuk anak) untuk
terlibat di dalamnya. Keberhasilan yang mungkin akan dicapai oleh

14Agus Wibowo, Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi). (Pustaka Pelajar:


Yogyakarta, 2011)

13
generasi berikutnya dari suatu keluarga wirausaha karena ditunjang oleh
pengalaman seluk beluk berwirausaha, yakni sejak kecil anak sudah
terlibat dalam usaha orang tua, misalnya ikut melayani pelanggan, atau
membantu aktivitas yang lain. Mengajak anak berpartisipasi dalam dunia
usaha (namun tidak bersifat mengeksploitasi) merupakan proses belajar
yang tidak kalah pentingnya dengan pembelajaran di sekolah. Inilah nilai
lebih pendidikan informal melalui jalur keluarga, anak dengan sendirinya
sudah menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan, menyadari
pentingnya nilai-nilai tersebut, dan mempraksiskannya dalam kehidupan
nyata.
Keberhasilan pendidikan kewirausahaan dalam keluarga, tidak
lepas dari peran orang tua. Dalam keluarga, orang tua sebagaimana juga
guru di sekolah yang bisa mendesain, merancang, dan mengarahkan
tumbuh kembang anak-anak mereka. Maka sudah saatnya para orang tua
mengubah paradigm dengan mulai menanamkan karakter, mental, dan
jiwa kewirausahaan terhadap putra putri mereka karena mental
kewirausahaan ini diyakini banyak pihak sebagai solusi tepat mencetak
para wirausaha tangguh, pantang menyerah, dan bermanfaat bagi orang
lain disamping mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan
dalam keluarga dan disekolah berpengaruh siginifikan terhadap self-
efficacy siswa. Besar pengaruh langsung dan tidak langsung pendidikan
kewirausahaan dalam keluarga dan disekolah terhadap self-efficacy siswa
sebesar 16,10%. Hasil penelitian inijuga menunjukkan bahwa pendidikan
kewirausahaan dalam keluarga, pendidikan kewirausahaan di sekolah dan
self efficacy berpengaruh siginifikan terhadap minat berwirausaha siswa.
Besar pengaruh langsung dan tidak langsung pendidikan kewirausahaan
dalam keluarga, pendidikan kewirausahaan di sekolah dan self efficacy
terhadap minat berwirausaha siswa adalah sebesar 40,5% (Patrikha,
2012). Dengan demikian selanjutnya perlu dikaji bagaimana sebuah

14
keluarga optimal dalam membentuk jiwa dan kepribadian wirausaha pada
diri seorang anak.
Metode pendidikan kewirausahaan dalam keluarga itu sendiri
merupakan cara atau langkah untuk menginternalisasikan nilai-nilai
kewirausahaan dalam keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh Majdi,
jika dikaitkan dengan nilai kewirausahaan, maka internalisasi merujuk
pada proses penanaman dan pengembangan nilai kewirausahaan tertentu
pada pribadi seseorang. Dengan demikian, internalisasi nilai
kewirausahaan di keluarga dapat dimaknai sebagai proses edukatif
berupa penanaman dan pengembangan nilai kewirausahaan tertentu oleh
orang tua pada pribadi anak yang berperan sebagai daya pendorong dan
menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan menuju kemandirian.15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

15Muhammad Hasan dan Sarah Rahim, Pendidikan Ekonomi Informal : Suatu Kajian
Pendidikan Kewirausahaan Dalam Keluarga, Jurnal Economix, Vol. 6 No. 1, Tahun 2018

15
Keluarga yang membudayakan wirausaha dalam kehidupan sehari-
hari memiliki peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan calon-
calon wirausahawan baru. Pendidikan kewirausahaan dalam keluarga
dapat dimulai sejak dini disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak,
yaitu internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada masa kanak-kanak,
masa pra remaja, masa remaja, bahkan hingga anak tumbuh dewasa dan
mampu berdikari.
Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi
setiap manusia (anak). Anak sebagai individu memiliki keragaman dalam
skala sikap dan perilaku yang tergambar dalam kepribadian dan
kemampuannya (Tampubolon, 2008). Keluarga menyiapkan sarana
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Keluarga
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam
sebuah keluarga mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya
ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar
dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya,
kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua
orang tua serta lingkungannya.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih
terdapat nya kekurangan baik dari segi isi maupun penulisan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari
pembacassekalian. Dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim. 2008. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar


Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Cet ke-4.
Jakarta: Bumi Aksara
Basrowi. 2011. Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi. Ghalia Indonesia:
Bogor
Benyamin S. 2004. Seni Mendidik Anak, Pedoman dasar bagi setiap anak
dalam mendidik anak-anaknya. (Jakarta: MM. Corp
Darlis, Ahmad. 2017. Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan
Pendidikan Informal, Non Formal Dan Formal, Jurnal Tarbiyah, Vol. XXIV, No.
1, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara Medan
Hasbullah. 2013. Dasar-Dasar Pendidikan, cet ke--11. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Id Shoong, “Kegiatan lembaga-lembaga pendidikan informal” ,(On-line),
QHttp://Id.Shvoong.Com/Social-Sciences/Sociologi/2144938-Kegiatan-Lembaga-
Pendidikan-Informal./diakses 6 desember 2020
Morgan, Collin. 2004. Professional Development For Educational
Management (Pengembangan Profesional Untuk Manajemen Pendidikan).
Jakarta: Grasindo
Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional_Dalam Konteks
Menyukseskan MBS dan KBK, Cet ke-2. Bandung: Remaja Rosdakarya
Robi permann,://pai-makalah.blogspot.co.id/,On-Line, 6 desember 2020
Sarah Rahim, Muhammad Hasan. 2018. Pendidikan Ekonomi Informal :
Suatu Kajian Pendidikan Kewirausahaan Dalam Keluarga, Jurnal Economix,
Vol. 6 No. 1
Slamet Santoso, Soelaiman Joesoef. 2013. Pendidikan Luar Sekolah.
Surabaya: Usaha Nasional
Thayyib, Anshari. 1992. Struktur Rumah Tangga Muslim. Surabaya: Risalah
Hati
Wibowo, Agus. 2011. Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi).
Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai