Anda di halaman 1dari 21

MEMBINA HUBUNGAN GURU DAN SISWA

DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Ujian Tengah Semester

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Diagnostik Kesulitan Belajar yang diampu oleh
Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. dan Dr. Suherman, M. Pd.

Oleh:

Wulan Lisnawati (2105649)

PROGRAM STUDI MAGISTER BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Membina Hubungan Guru dan
Siswa Dalam Pembelajaran Jarak Jauh.
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas ujian tengah semester
pada mata kuliah Diagnostik Kesulitan Belajar di Program Studi Bimbingan dan Konseling,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih memungkinkan
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang memerlukan penyempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapan untuk perbaikan di masa-masa
mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
pada khususnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Bandung, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................5
A. Definisi Hubungan Guru dan Siswa................................................................5
B. Pembelajaran Jarak Jauh .................................................................................5
C. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Hubungan Guru dan Siswa.........6
D. Aspek Hubungan antara Guru dan Siswa........................................................7
E. Hubungan Antara Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh...............10
F. Penelitian Relevan Mengenai Hubungan Guru dan Siswa dalam
Pembelajaran Jarak Jauh..................................................................................12
G. Upaya Membina Hubungan Positif antara Guru dan Siswa dalam
Pembelajaran Jarak Jauh..................................................................................13
BAB III : PENUTUP.........................................................................................................17
3.1. Kesimpulan......................................................................................................17
3.2. Saran................................................................................................................17
Daftar Pustaka...................................................................................................................18

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandemi menimbulkan tantangan khusus bagi pendidik karena dalam situasi ini
pembelajaran dilakukan secara online. Tentu saja, hal ini merupakan tantangan baru bagi
pendidik, mulai dari metode pengajaran hingga individu di setiap mata pelajaran yang
diajarkan oleh masing-masing guru. Pendidikan adalah hubungan antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan yang muncul di lingkungan pendidikan. Siswa akan
menjadi faktor penentu sehingga dapat mempengaruhi segala yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Wibowo, 2018). Pendidikan dapat diartikan dengan
adanya suatu proses yang menggunakan metode untuk membuat mereka mengerti,
pengetahuan dan bagaimana berperilaku saat dibutuhkan (Makmun, 2016).
Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah upaya
sadar dan terencana untuk menciptakan suasana proses pendidikan dan pembelajaran,
oleh karena itu, peserta didik secara aktif mengembangkan potensi mereka untuk
memiliki kekuatan spiritual, kontrol diri, kepribadian, kecerdasan mulia dan keterampilan
yang mereka butuhkan sendiri, bangsa dan masyarakat. Di negara ini, telah terjadi
perubahan kurikulum yang memengaruhi perkembangan pendidikan. Dengan demikian,
pendidikan adalah standar pengajaran di sekolah. Keberhasilan atau kegagalan dalam
mengajar tergantung pada proses pengajaran yang dilakukan oleh guru.
Mengajar adalah upaya sadar oleh seorang guru untuk membantu peserta didik
sehingga mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka. Mengajar
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk memberikan pengetahuan
kepada peserta didik. Belajar juga dapat didefinisikan sebagai interaksi belajar dan
mengajar. Belajar terjadi sebagai proses interaksi antara guru dan peserta didik, dalam
proses belajar, belajar dan mengajar saling terkait. Pendidikan dapat mencapai tujuannya
jika pembelajaran masuk akal dengan pelatihan yang tepat. Di sisi lain, pendidikan tidak
akan mencapai tujuannya jika pembelajaran tidak ada artinya dengan persiapan yang
tidak memadai. Menurut Brunner's Learning Theory, ini adalah metode pembelajaran
yang optimal dan deskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah untuk
mendukung proses pembelajaran (Sulaiman, 2010).
Teori belajar memperhatikan hubungan antara variabel yang menentukan hasil
belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori belajar memperhatikan
bagaimana seseorang mempengaruhi pembelajaran orang lain, atau mencoba
mengendalikan variabel-variabel dalam teori belajar untuk memfasilitasi pembelajaran.
Mengajar pada dasarnya adalah upaya untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan
yang mendukung dan memungkinkan proses pembelajaran (Sardiman, 2012).
Pembelajaran dapat diartikan secara luas sebagai tindakan guru untuk mengambil
tindakan yang dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku peserta didik. Dapat
dikatakan bahwa pembelajaran berhasil jika pembelajaran dapat dilakukan sesuai dengan
sistem kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan tempat proses pembelajaran
berlangsung. Peran guru dalam proses pendidikan, khususnya, sebagai komunikator
informasi dan penyelenggara (Wibowo, 2018). Definisi mengajar dan belajar secara
umum, dalam proses mengajar sendiri peran guru tidak dapat dikecualikan. Karena dalam
hal ini, belajar adalah interaksi antara guru yang menyebabkan perubahan perilaku. Di
sekolah, guru adalah salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas pengajaran.
Karena itu, proses tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
hasil pembelajaran yang sesuai dengan yang diinginkan. Tidak mengherankan, berbagai
filosofi dan metode pengajaran telah muncul di Indonesia yang terlihat baru dan modern,
terlepas dari sumber pandangan mereka sebelumnya, bahkan jauh sebelum itu.
(Juhji,2016).
Menurut Djamarah (2011) Guru dapat dipahami sebagai orang yang mengajar di
tempat-tempat tertentu, memberikan pendidikan formal tambahan dan memberikan terapi
reguler di masjid serta di rumah. Dari beberapa pandangan yang disajikan di atas, dapat
dipahami bahwa guru adalah posisi yang terkait dengan orang tertentu, dan posisi ini
wajib untuk mengajar dan belajar siswa yang terlibat dalam siswa. Beberapa ahli menguji
serta meneliti mengenai teori-teori belajar, seperti teori pembelajaran konstruktif, teori
pembelajaran terintegrasi, teori belajar aktif, teori pembelajaran kontekstual. Di sini guru
membuat referensi yang baik dan percaya pada perubahan yang dapat meningkatkan
kualitas peserta didik. Seorang guru adalah orang yang bertanggung jawab untuk
mengajar di lembaga pendidikan tertentu. Dalam kosakata bahasa Indonesia yang besar,
seorang guru dapat dipahami sebagai orang yang mengajar di sekolah, gedung, lokasi
belajar, perguruan tinggi dan universitas. Pada proses pembelajaran yang dilakukan hari
ini, metode pembelajaran pun tidak bisa berjalan sebagai mana mestinya, karena
terkendala dengan adanya wabah covid-19, hal ini menjadi tantangan para guru untuk
menentukan metode pembelajaran yang dapat di terapkan di masa pandemi.

2
Beberapa metode pembelajaran diterapkan selama pandemi, tetapi masih semua
terbatas dalam hal institusi pendidikan dan guru sebagai staf pengajar. Karena wabah ini
didefinisikan sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang mengkhawatirkan
dunia dan penyebaran virus dengan sangat mudah, kita harus sadar bahwa virus ini
ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan pernapasan dari orang yang
terinfeksi. Ketika wabah COVID-19 terus menyebar, orang harus mengambil tindakan
untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengurangi dampak wabah ini, dan mendukung
upaya pengendalian penyakit. Perlindungan anak-anak dan lembaga pendidikan sangat
penting. Kehati-hatian harus diambil untuk mencegah kemungkinan penyebaran
COVID19 di sekolah, itulah sebabnya pemerintah menyerukan pendidikan di rumah.
Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar terganggu oleh pembelajaran jarak jauh,
inovasi dalam metode pembelajaran jarak jauh juga dirangsang oleh beberapa lembaga
pendidikan. Berkenaan dengan lembaga pendidikan yang saat ini memiliki program
pembelajaran jarak jauh, masyarakat umum sangat menyadari bahwa ini adalah salah satu
lembaga pendidikan yang menyediakan pendidikan dengan sistem pembelajaran jarak
jauh. (Sailah, 2011). Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), dalam perkembangannya,
sistem pembelajaran jarak jauh sangat diuntungkan dari perkembangan teknologi
pengajaran, yang dapat diisi dengan kebutuhan akan pendidikan yang luas dan luas.
Sementara Kearsey mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh adalah pembelajaran
yang direncanakan di tempat lain atau di luar. Dengan demikian, pembelajaran jarak jauh
memerlukan metode pengajaran khusus, metodologi khusus, komunikasi antara siswa dan
guru (Yerusalem, 2015). Kemajuan pesat dalam teknologi telah mengarah pada
penciptaan model pembelajaran jarak jauh yang fleksibel dan cerdas, serta akses terbuka
ke pendidikan. Karena peran guru dalam proses belajar mengajar secara umum, peran
guru tidak dapat dikecualikan, karena belajar adalah interaksi antara guru dan siswa
(Wibowo, 2018). Meskipun wabah COVID-19 secara signifikan mempengaruhi peran
guru dalam berinteraksi dengan siswa, apakah keberadaan pembelajaran jarak jauh
memungkinkan peran guru untuk berinteraksi dengan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran jarak jauh?
2. Apa faktor yang mempengaruhi hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran jarak
jauh?
3. Apa aspek hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran jarak jauh?

3
4. Bagaimana upaya dalam meningkatkan hubungan positif antara guru dan siswa dalam
pembelajaran jarak jauh?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini, diantanya yaitu:
1. Mengetahui hubungan antara guru dan siswa dalam pembelajaran jarak jauh.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran
jarak jauh.
3. Mengetahui aspek hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran jarak jauh.
4. Mengetahui bagaimana cara membina hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam
pembelajaran jarak jauh.

4
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hubungan Guru dan Siswa


Hubungan adalah kegiatan timbal balik. Hubungan dalam pembelajaran adalah
kegiatan timbal balik antara guru dan anak didik. Hubungan merupakan salah satu dasar
kebutuhan manusia, sehingga manusia harus mampu melakukan interaksi dengan pihak
lain (Idris, 2008, hlm. 70). Hubungan dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal,
didalam hubungan harus memiliki setidaknya 3 unsur yaitu, komunikator (orang yang
melakukan komunikasi), komunikan (orang yang dijadikan sasaran atau objek), dan
informasi (bahan yang dijadikan komunikasi dan interaksi) (Solihatin, 2008, hlm. 15).
Hubungan akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan dalam proses
komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan antara
komunikator dengan komunikan biasanya karena menginteraksikan sesuatu, yang dikenal
dengan istilah pesan (massage). Kemudian untuk menyampaikan atau mengontakkan
pesanitu diperlukan adanya media dan saluran (channel). Jadi unsur-unsur yang terlibat
dalam komunikasi itu adalah: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media.
Begitu juga hubungan dengan manusia yang satu dengan yang lain, empat unsur untuk
terjadinya proses komunikasi itu akan selalu ada.
Proses belajar mengajar adalah proses hubungan antara guru dengan siswa, antara
siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungan sekitar. Mengajar interaktif tak melulu
guru yang mesti jadi sumber utama, tapi siswa juga bisa leluasa berargumentasi, sementara
siswa-siswa yang lainnya diminta menanggapi. Suasana hidup itu akan terbangun dengan
sendirinya ketika guru mampu membangun kehangatan dalam bentuk diskusi atau dalam
bentuk forum lainnya (Hartono, 2013, hlm. 28). Dalam setiap bentuk kegiatan/interaksi
pengajaran haruslah berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya pengajaran harus
dipusatkan pada pencapaian tujuan itu.

B. Pembelajaran Jarak Jauh


Pembelajaran jarak jauh atau bisa disebut sebagai pendidikan jarak jauh adalah sistem
pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh dan tidak memerlukan ruang belajar secara
fisik. Ini tetap merupakan bagian dari pendidikan formal dimana tetap terdapat peserta
didik dan instruktur yang berada di lokasi yang terpisah tetapi tetap dapat terhubung
dengan mengandalkan sistem konunikasi interaktif. Di era digital ini, sangat
dimungkinkan pembelajaran atau pendidikan jarak jauh menggunakan internet (elearning)
6

berkembang dengan pesat. Hal ini juga dinilai sangat tepat untuk mengantisipasi
keputusan pemerintah untuk membatasi kegiatan terkait pandemi Covid 19 di Indonesia.
Manfaat pembelajaran jarak jauh dapat juga dilihat dari sisi pengajar (guru) dan juga
dari sisi peserta didiknya. Manfaat pembelajaran jarak jauh bagi guru (pengajar) adalah
akan lebih memudahkan pembaharuan materi atau model pembelajaran mengikuti
perkembangan keilmuan yang sedang terjadi. Dengan kegiatan ini guru juga dapat
fleksibel dalam mengendalikan kegiatan belajar peserta didiknya. Sedangkan, manfaat
bagi peserta didik adalah akan lebih mudah mengakses materi-materi pembelajaran
sebagai bahan belajar yang dapat dilakukan setiap saat serta berulang. Dengan penjelasan
sebelumnya dapat terlihat bahwa peran guru dan siswa harus sama besarnya agar
pembelajaran jarak jauh berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan
pembelajaran yang sudah dibuat. Hal tersebut juga menunjukan bahwa, peran guru dalam
memotivasi siswa semakin dibutuhkan agar siswa tetap terjaga minat dan keaktifanya
dalam kegiatan pembelajaran.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Hubungan Guru dan Siswa


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antara guru dan siswa
diantaranya :
1. Tindakan Sosial
Secara umum tindakan sosial dapat dibedakan atas empat jenis, yaitu :
a. Tindakan rasional instrumental adalah tindakan yang dilakukan dengan
memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan.
b. Tindakan rasional yang berorientasi nilai, yaitu tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan nilai-nilai dasar yang berlaku dalam masyarakat.
c. Tindakan tradisional, yakni tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan
rasional.
d. Tindakan afektif, yaitu tindakan yang dilakukan seorang atau kelompok orang
berdasarkan pada perasaan atau bersifat emosi.
2. Kontak sosial
a. Berdasarkan caranya
Berdasarkan caranya, ada dua macam kontak sosial yaitu kontak langsung, dan
kontak tidak langsung. Kontak langsung terjadi secra fisik. Adapun kontak tidak
langsung terjadi melalui media atau perantaraan tertentu.
b. Kontak sosial berdasarkan sifatnya
7

Berdasarkan sifatnya, maka kontak sosial dikelompokkan dalam dua sifat, yakni
sifat kontak sosial bersifat positif dan kontak sosial yang bersifat negatif. Suatu
kontak sosial dikatakan bersifat positif apabila kontak sosialnya mengarah kepada
kerja sama. Apabila kontak sosialnya mengarah pada suatu pertentangan atau
konflik, berarti kontak sosialnya bersifat negative.
3. Komunikasi Sosial
Manusia sebagai individu dapat mengadakan kontak tanpa menyentuhnya, tetapi
dapat juga melakukannya dengan berkomunikasi. Hubungan antarmanusia sosial
menentukan struktur dari masyarakatnya yang bersumber dari komunikasi.dalam
komunikasi manusia saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengalaman atau
pengetahuan yang sama.Oleh karena itu, komunikasi menjadi dasar daripada
kehidupan sosial.

D. Aspek Hubungan antara Guru dan Siswa


Terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi hubungan antara guru dan siswa
diantaranya (Khadija, 2013, hlm. 11):
1. Perilaku mengajar guru
Guru dalam proses belajar mengajar itu meliputi banyak sebagaimana yang
diungkapkan oleh Adam dan Decay dalam bukunya basic principles of student
teaching, yang disadur oleh Muhammad Uzair Usroan antara lain disebut bahwa guru
merupakan pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, partisipan, superviser, motivator,
penanya, evaluator, dan konselor. Dengan demikian, banyaknya peran yang harus
dimainkan oleh guru dalam prose belajar mengajar tanpa dibarengi dengan
kedisiplinan maka akan memungkinkan peran dan tugas tersebut tidak akan maksimal
diwujudkankan. Analisis urgensi kedisiplinan dalam proses belajar mengajar itu pada
peran yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Guru sebagai demonstrator
Melalui perannya sebagai demonstrator guru hendaknya senantiasa menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang
dimilkinya Karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapi oleh
siswa. Salah satu hal yang perlu diperhatikan guru ialah bahwa ia mampu
memperagakn apa yang diajarkannya secara sendiri agar guru harus belajar terus
8

menerus dengan demikian apa yang disampaikannya betul-betul dimiliki oleh


peserta didik.
b. Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peran ini guru hendaknya mampu mengelola kelas karena merupakan
lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang
perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar
terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan pengawasan terhadap lingkunganini turut
menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi menjadi lingkungan belajar
yang baik, lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang
siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasaan didalam mencapai
tujuan.
c. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Media
pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan
merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran
disekolah. Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan proses
belajar mengajar baik berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat
kabar.
d. Guru sebagai evaluator
Jika diperhatikan dunia pendidikan akan dapat diketahui bahwa jenis pendidikan
pada waktu ke waktu tertentu selama satu periode pendidikan orang selalu
mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh
pihak terdidik maupun pendidik. Dalam fungsinya sebagai penilai belajar siswa.
Guru hendaknya secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti hasil-
hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu-kewaktu, infomasi yang
diperoleh melalui evaluasi ini akan merupakan umpan balik terhadap proses
belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki
dan meningkatkan proses belaja-mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses
belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang
optimal.
9

2. Perilaku Belajar Siswa


Kegiatan mengajar guru membutuhkan hadirnya sejumlah anak didik, hail ini berbeda
dengan belajar yang tidak selamanya memerlukan kehadiran kehadiran seorang guru.
Dalam teori tabularasa bahwa peserta didik diibaratkan seperti kertas putih yang dapat
ditulisi sesuka hati oleh guru. Namun tidak demikian karena peserta didik juga butuh
perhatian, disamping bertujuan untuk memberikan materi tepat dan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Adapun yang menjadi kebutuhan peserta didik menurut
Sardiman, antara lain :
a. Kebutuhan jasmaniah. Hal ini berkaitan dengan tuntunan siswa yang bersifat
jasmaniah, baik itu berupa kesehatan jasmani, maunpun kebutuhan fisiologis.
b. Kebutuhan sosial. Pemenuhn keinginan bergaul dengan peserta didik dan guru
serta orang lain merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial
peserta didik. Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat para
siswa belajar, bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan.
c. Kebutuhan intelegtual. Setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk
mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan, mungkin ada yang lebih berminat belajar
ekonomi, sejarah, dan sebagainya. Minat semacam ini tidak dapat dipaksakan jika
ingin mencapai hasil yang maksimal, oleh karena itu yang penting bagaimana
guru dapat menciptakan program yang dapat menyalurkan minat peserta didik.
3. Interaksi antara guru dan siswa
Terdapat strategi yang dapat dikembangkan dalm upaya untuk
menciptakan/membangunkomunikasi efektif anatar guru dengan peserta didik, antara
lain (Faturrahman, 2015, hlm. 93):
a. Respek
Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan
akan menimbulkan kesan serupa dari sipenerima pesan. Guru akan sukses
berkomunikasi dengan peserta didik bila ia melakukan dengan respek, bila ini
dilakukan maka peserta didik akan melakukan hal yang sama ketika
berkomunikasi dengan guru.
b. Empati
Guru yang baik akan menuntut peserta didiknya untuk mengerti keinginannya,
tetapi ia akan berusaha memahami peserta didiknya terlebih dahulu, ia akan
membuka dialog dengan mereka, juga mendengarkan keluhan dan harapn mereka.
Disini berarti seorang guru tidak hanya melibatkan komponen indrawinya saja,
10

tetapi melibatkan pula mata hatinya dan perasaannya dalam memahami berbagai
perihal yang ada pada peserta didik.
c. Audible
Audible berarti dapat didengarkan atau bisa dimengerti dengan baik, sebuah pesan
harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh penerima
pesan, raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau
cara menunjuk, termasuk dalam komunikasi audible.
d. Jelas maknanya
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan, ketika berkomunikasi dengan
peserta didik seorang guru harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas
maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka
pahami (melibatkan tingkatan usia).
e. Rendah hati
Sikap rendah hati mengandung makna saling tidak memandang rendah, lemah
lembut, sopan dan penuh pengendalian diri.

E. Hubungan Antara Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh


Membina hubungan yang positif antara guru dan siswa adalah kondisi yang optimal
bagi penyelenggaraan pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan kompetensi guru menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Guru
perlu memiliki kemampuan sosial untuk berinteraksi dengan peserta didik. Interaksi ini
akan sangat berdampak pada kemampuan guru untuk menjalin hubungan guru dan siswa,
dan adanya hubungan ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun rasa
percaya pada guru. Sabol dan Pianta (2012) menjelaskan bahwa berdasarkan Student-
Teacher Relationship Scale, hubungan yang positif adalah adanya kedekatan (closeness)
dan rendahnya konflik atau ketergantungan (conflict atau dependency). Proses
pembentukan hubungan guru dan siswa ini melibatkan kesadaran masingmasing pihak
akan karakteristik guru dan siswa, interaksi yang hangat antara guru dan siswa, serta
persepsi positif diantara kedua belah pihak.
Secara lebih jauh, hubungan siswa dan guru yang baik telah ditemukan berdampak
positif baik bagi guru maupun siswa. Roorda, Koomen, Spilt dan Oort (2011) menemukan
pengaruh hubungan guru dan siswa dengan engagement siswa di sekolah serta pencapaian
akademiknya. Selain itu, Uslu dan Gizir (2016) yang meneliti tentang kaitan hubungan
11

guru dan siswa dan school sense of belonging, juga menemukan bahwa hubungan guru
dan siswa adalah variabel penting untuk school sense of belonging. Prewett, Bergin dan
Huang (2019) menjelaskan bahwa hubungan ini penting pula untuk well being siswa,
sehingga guru harus terus berusaha menjalin hubungan positif ini. Siswa yang dekat
dengan guru akan mengandalkan guru sebagai sumber (resource) ketika menemukan
hambatan atau masalah. Mereka lebih cenderung mau bercerita tentang emosi dan
pengalaman mereka, terutama ketika berada dalam situasi yang tidak nyaman dan
menantang (Settanni, Longobardi, Sclavo, Fraire & Prino, 2015).
Siswa yang tidak memiliki hubungan yang positif dengan guru enggan mengandalkan
guru ketika mereka memiliki masalah. Menurut Pianta (2016), konflik antara guru dan
siswa juga akan menurunkan kesuksesan belajar siswa. Tak hanya bagi siswa, hubungan
positif ini juga bermanfaat bagi guru. Hubungan yang dekat dengan siswa memberikan
reward pribadi dan memberikan makna bagi pekerjaan mereka (Spilt, Koomen & Thijs,
2011). Kelelahan emosi juga ditemukan rendah jika guru merasa dekat dengan semua
siswa, bahkan termasuk siswa-siswa yang sebenarnya tidak terlalu dekat (Milatz,
Luftenegger & Schober, 2015).
Berbeda dengan siswa sekolah dasar, hubungan guru dengan remaja menjadi
hubungan yang unik. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja menjadi lebih aktif dalam
usaha mereka menciptakan hubungan positif. Karakteristik remaja membuat hubungan
guru dan siswa usia remaja berbeda dengan hubungan dengan siswa usia kanak- kanak.
Kognisi siswa pada masa remaja telah berkembang hingga mereka lebih mampu untuk
berpikir secara abstrak dan rasional. Namun, pemikiran ini kadang masih didasari oleh
keputusan emosional dibandingkan keputusan logis, karena area amygdala otak remaja
yang berkembang terlebih dahulu dibandingkan prefrontal cortex.
Oleh sebab itu, menurut Sabol dan Pianta (2012), faktor penting bagi remaja dalam
membangun hubungan dengan guru di sekolah adalah dukungan emosional dan
keterkaitan (relatedness). Sebagai orang dewasa dan figur penting dalam perkembangan
siswa, guru menjadi pihak yang penting pula dalam usaha menjalin hubungan yang lebih
positif dan di saat yang bersamaan memberikan ruang bagi remaja untuk juga menentukan
hubungan tersebut. Menurut National Research Council (dalam Sabol dan Pianta, 2012),
hubungan seorang remaja dengan orang dewasa dapat berkontribusi pada pengembangan
positif, seperti keterlibatan sekolah, motivasi dan pencapaian akademik yang lebih tinggi.
12

F. Penelitian Relevan Mengenai Hubungan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran


Jarak Jauh
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lammers et al. (2017) menunjukkan korelasi
positif dan kuat antara hubungan guru-siswa yang positif dan nilai akhir siswa. Penelitian
ini lebih lanjut menemukan bahwa siswa dengan penurunan skor hubungan guru-siswa
sepanjang semester menunjukkan nilai akhir yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang memiliki atau mempertahankan skor hubungan
gurusiswa yang stabil sepanjang semester.
Yang kedua adalah hubungan antara kecemasan siswa dan performa mereka. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Merell (2008), terungkap bahwa siswa dengan
tingkat kecemasan yang tinggi tidak dapat sepenuhnya memaksimalkan kemampuannya
karena kecemasan menjadi masalah yang berat bagi mereka. Untuk alasan ini, performa
siswa turun secara bertahap. Di sisi lain, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Satriani
(2020) menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara kecemasan siswa dan
performa berbicara mereka yang berarti semakin rendah skor kecemasan siswa, semakin
tinggi skor performa berbicara siswa. Dengan kata lain, ini juga berarti bahwa
membangun hubungan yang positif dengan siswa akan mengurangi kecemasan mereka,
khususnya ketika mereka perlu berinteraksi dengan guru mereka.
Yang ketiga terkait dengan persepsi siswa terhadap strategi guru dalam membangun
hubungan dengan siswanya. Para peserta dalam studi Smith dan Robertson (2020)
melaporkan bahwa siswa menghargai hubungan yang mereka miliki dengan guru mereka.
Para peserta (siswa) percaya bahwa dengan memiliki hubungan yang positif dengan guru
mereka memainkan peran penting selama proses pembelajaran. Selanjutnya, penelitian
kualitatif yang dilakukan oleh Sánchez, González dan Martínez (2013) yang berfokus
pada penyelidikan persepsi siswa terkait dengan dampak hubungan guru-siswa dalam
konteks EFL menemukan bahwa sikap dan kemauan siswa untuk belajar meningkat
ketika guru mereka menunjukkan sikap yang positif; terutama sikap guru yang
menunjukkan kepedulian, minat terhadap perkembangan siswa, dan rasa hormat.
Selain itu, sehubungan dengan pentingnya menjalin hubungan guru-siswa yang
positif, Bruney (2012) sebagaimana dikutip dalam Nova (2017) menemukan bahwa
proses pengajaran tidak akan efektif jika hubungan antara guru dan siswa tidak terjalin
dengan baik. Hal ini sejalan dengan Kolawoleolanrewaju, Oluwakemi, dan Temidayo
(2014) sebagaimana dikutip dalam Smith dan Roberson (2020) yang menemukan bahwa
hubungan guru-siswa mempengaruhi keberhasilan akademik dan perkembangan
13

emosional siswa serta membawa pengaruh positif pada proses belajar mengajar. Lebih
dari itu, ketika hubungan positif berhasil dibangun, siswa tidak hanya akan memperoleh
nilai akademik yang tinggi, mereka juga akan memiliki perilaku positif terhadap
pembelajaran (Erawati, 2016). Selain itu, memiliki hubungan guru-siswa yang positif
juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Pernyataan ini didukung oleh Sánchez et
al. (2013) yang menemukan bahwa siswa di dalam studi mereka merasa lebih percaya
diri, nyaman, dan termotivasi sebagai hasil dari hubungan guru-siswa yang positif.
Dari penjelasan di atas, khususnya penjelasan yang diperoleh dari penelitian
sebelumnya, dapat disimpulkan setidaknya ada enam aspek positif yang dapat diperoleh
ketika seorang guru memiliki hubungan yang positif dengan siswanya termasuk: prestasi
yang lebih tinggi, perilaku yang positif, keterlibatan yang lebih tinggi, motivasi yang
lebih tinggi, dan kecemasan yang lebih rendah. Kemudian, melihat pentingnya kehadiran
dan peranan rapport yang positif terhadap proses pembelajaran, peneliti memutuskan
untuk menyelidiki rapport, khususnya di area yang masih kurang diselidiki pada
penelitian-penelitian sebelumnya di negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya, penelitian ini
terfokus pada strategi yang dilakukan guru dalam membangun rapport selama
pembelajaran online dengan siswanya dan korelasi antara dua dimensi rapport dengan
performa menulis siswa selama pembelajaran online.

G. Upaya Membina Hubungan Positif antara Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Jarak Jauh
Dalam rangka guru menjalankan perannya sebagai teman cerita di sekolah serta
mendukung pengembangan belajar siswa, guru dan siswa perlu berusaha membina
hubungan yang positif terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan
proses terbentuknya hubungan positif itu sendiri. Usaha untuk membina hubungan yang
positif dengan siswa akan mendukung peran guru sebagai teman cerita serta memberikan
dukungan emosional dan manfaat yang berharga bagi siswa di sekolah.
Berikut dipaparkan rancangan intervensi yang dapat dilakukan kepada guru untuk
dapat lebih mengembangkan hubungan positif dengan siswanya.
1. Rancangan Intervensi
Agar guru di sekolah dapat mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana menjalin
hubungan guru dan siswa yang positif, dibuatlah sebuah pelatihan yang menyasar pada
pengembangan pengetahuan akan hubungan guru dan siswa di sekolah, yang berisi
14

pemberian materi sesuai proses pembentukan hubungan siswa dan guru yang
dijelaskan Pianta, Hamre dan Stuhlman (2003).
Menurut Noe (2017), pelatihan adalah usaha yang direncanakan oleh perusahaan
atau institusi untuk memfasilitasi pembelajaran terkait kompetensi pekerjaan,
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan memberikan pelatihan, perusahaan meningkatkan performa
pegawai yang akan mendukung perkembangan dari perusahaan tersebut dalam bentuk
kualitas, produktivitas atau tercapainya tujuan perusahaan. Dalam pelatihan ini, ranah
yang akan disasar adalah ranah kognitif (pengetahuan). Seluruh materi diberikan
secara daring dengan media Zoom.
Adapun tujuan umum dari pelatihan ini adalah bagi guru untuk mengetahui
pentingnya hubungan guru dan siswa yang positif dan agar guru dapat menentukan
strategi interaksi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hubungan tersebut.
Kemudian, tujuan khusus dari pelatihan ini adalah:
a. Guru dapat merefleksikan hubungan guru dan siswa yang terjadi pada saat ini.
b. Guru dapat mengidentifikasi faktor guru yang mendukung dan menghambat
hubungan guru dan siswa
c. Guru dapat mengidentifikasi faktor siswa yang mendukung dan menghambat
hubungan guru dan siswa
d. Guru mengetahui bahwa ada peluang untuk membina hubungan yang dekat,
namun membina hubungan juga perlu mempertimbangkan sudut pandang siswa
yang tidak selalu dapat dikendalikan.
e. Berdasarkan kedua faktor yang sudah diidentifikasi tersebut, guru dapat
menentukan rencana aksi (action plan) yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan hubungan guru dan siswa
2. Pelaksanaan Intervensi
Berikut adalah gambaran umum dari pelatihan tersebut :
a. Sesi Pembuka
Pemateri membuka kegiatan dan berdiskusi dengan peserta guru tentang kendala
yang guru hadapi terkait menjangkau siswa. Pemateri menekankan bahwa
hubungan guru dan murid yang positif adalah kondisi yang perlu ada di dalam
kelas, yang bermanfaat bagi siswa maupun guru.
b. Sesi Pertama
15

Pemateri menjelaskan faktor guru yang berpengaruh terhadap hubungan guru dan
siswa, yakni willingness untuk dekat dengan siswa, pemahaman akan karakteristik
siswa, kesadaran akan kecenderungan diri, pengalaman mengajar, dan efikasi diri.
c. Sesi Kedua
Pemateri menjelaskan faktor siswa yang berpengaruh terhadap hubungan guru dan
siswa, yakni impresi pertama, persepsi akan hubungan, kepribadian, pengalaman
dengan orang dewasa lain dan masalah psikologis.
d. Sesi Ketiga
Pemateri menjelaskan bahwa hubungan guru dan siswa adalah hubungan yang
timbal balik dan layaknya hubungan pada umumnya, proses ini tidak dapat
dipaksakan. Guru juga perlu menyadari bahwa siswa memiliki andil dan kendali
terhadap hubungan tersebut pula. Usaha yang dapat dilakukan guru adalah
mengenali kebutuhan siswa akan kedekatan atau malah ruang untuk berkembang
secara mandiri. Pemateri menjelaskan langkah-langkah yang dapat diambil
pengajar, seperti memulai dengan mencari tahu minat siswa, membuat virtual
event, mengirimkan humor, daily check-ins, menceritakan juga pengalaman
pribadi guru, dan melibatkan guru atau orang dewasa lain yang dipercaya siswa.
e. Sesi Keempat
Pemateri memberikan waktu untuk setiap guru untuk memikirkan action plan
untuk meningkatkan hubungan guru dan siswa yang lebih positif.
f. Sesi Penutup
Pemateri dan peserta berdiskusi tentang insight yang didapatkan dari kegiatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembahasan menunjukkan bahwa memiliki hubungan guru-siswa yang positif
merupakan kunci dari terciptanya suasana kelas yang ramah dan menenangkan. Hal ini
dapat dilihat dari tingkat kedekatan (keterhubungan) antara guru dan siswa yang tinggi dan
juga rasa khawatir yang rendah saat siswa berinteraksi dengan gurunya selama
pembelajaran online. Oleh karenanya, sangat penting bagi guru untuk mengetahui strategi
apa yang harus dilakukan untuk membangun hubungan yang positif dengan siswanya,
khususnya saat pembelajaran online dimana interaksi dan komunikasi yang menjadi dasar
dari rapport menjadi aspek yang paling terpengaruhi.
Selain sebagai peran yang dimiliki guru untuk dapat berkomunikasi baik dengan
siswa, usaha untuk membina hubungan guru dan murid yang positif mendukung
pembelajaran siswa. Namun, dalam proses menjalin hubungan ini, guru perlu menyadari
banyaknya faktor yang terlibat dalam pembinaan hubungan. Oleh karena itu, guru
sebaiknya tak hanya melakukan usaha untuk berinteraksi, tetapi juga menyadari bahwa
hubungan yang positif adalah sebuah proses dan penting pula bagi guru untuk mengelola
ekspektasi pribadi dari hubungan tersebut.
B. Saran
Sebagai upaya mengembangkan hubungan positif antara guru dan siswa, sesama guru
dapat mendiskusikan best case practice atau memberikan ide masukan strategi interaksi
yang selama ini digunakan oleh guru lain dalam membangun kedekatan dengan siswa,
sehingga guru baru maupun yang sedang terkendala dapat mendapatkan masukan dari staf
lain pula. Selain usaha menemukan solusi, pimpinan sekolah juga perlu menekankan aspek
organik dari pembentukan hubungan dan bahwa ada juga peran siswa dalam pembentukan
hubungan guru dan siswa. Hal ini diharapkan dapat membuat guru mampu mengelola
ekspektasi diri dan tidak kecewa jika dihadapkan kembali dengan kendala hubungan
lainnya.

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, A., Hofkens, T. L., & Pianta, R. C. (2020). Teacher-student relationships across the
first seven years of education and adolescent outcomes. Journal of Applied
Developmental Psychology, 71, 101200. doi: 10.1016/j. appdev.2020.101200

Djamarah, S. B. (2011). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rieneka
Cipta.

Faturrohman, P & Suryana, Aa. (2012). Guru Profesional. Bandung: PT. Refika Aditama.
cet. Ke-1.

Juhji. (2016). Peran Guru dalam Pendidikan. Jurnal Ilmiah Pendidikan , 14-18.

Makmun, A.S. (2016). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Muhammad, K. (2010). Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan


Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN Malang Pers.

Pianta, R. C. (2016). Classroom processes and teacher-student interaction: Integrations with


a developmental psychopathology perspective. In D. Cicchetti (Ed.). Developmental
psychopathology: Risk, resilience, and intervention (pp. 770–814). Hoboken, NJ, US:
John Wiley & Sons Inc. https://doi.org/10.1002/9781119125556. devpsy415.

Pianta, R. C., Hamre, B., & Stuhlman, M. (2003). Relationships between teachers and
children. In W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of psychology:
Educational psychology, Vol. 7, pp. 199–234). John Wiley & Sons Inc.

Prewett, S. L., Bergin, D. A., & Huang, F. L. (2019). Student and teacher perceptions on
studentteacher relationship quality: A middle school perspective. School Psychology
International, 40(1), 66-87. doi: 10.1177/0143034318807743

Roorda, D.L., Koomen, H.M., Spilt, J., & Oort, F. (2011). The Influence of Affective
Teacher– Student Relationships on Students’ School Engagement and Achievement.
Review of Educational Research, 81, 493 - 529. Doi: 10.3102/0034654311421793.

Sabol, T. J., & Pianta, R. C. (2012). Recent trends in research on teacher–child relationships.
Attachment & human development, 14(3), 213-231.

Sailah, I. (2011). Penyelenggaraan Model Pembelajaran Pendidikan Jarak Jauh di


perguruan tinggi. Kementrian pendidikan Nasional , hal.4.
18

Sardiman, A. (2012). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grapindo
Persada.
Sulaiman, a. (2010). Implikasi Dalam Proses Pendidikan. Jurnal Inklusi, 30-33.

Wibowo, I. S. (2018). Hubungan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Terhadap


Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Gentala Pendidikan Dasar , 30-33.

Yerusalem, M. R. (2015). Desain dan Implementasi Sistem pembelajaran jarak jauh Di


Program Studi Sistem Komputer. Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 9-10.

Anda mungkin juga menyukai