Anda di halaman 1dari 40

PEMBAHARUAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI,

MUHAMMAD ABDUH, RASYID RIDHO DAN QOSIM AMIN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Pemikiran Modern Dalam Islam

Dosen Pengampu :

M. Nabil Khasbullah, M.Pd.I.

Disusun oleh :

1. Hana Nur Hafizah (932112318)


2. Mellarizma Hasna Ulfiyah (932112518)
3. Edi Saputro (932112718)
4. Sulih Lucky Virgianti (932112818)

Kelas D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KEDIRI 2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak
memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, pemimpin akhir jaman yang
sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW. Dengan ini saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah Pemikiran modern dalam islam dengan
judul “PEMBAHARUAN JAMALUDDIN AL-AFGANI, MUHAMMAD
ABDUH, RASYID RIDHO DAN QOSIM AMIN” sengaja dibahas karena
sangat penting untuk menambah khasanah keilmuan kita tentang tokoh-tokoh
pembaharu dalam islam.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak


yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga bapak M. Nabil
Khasbullah untuk memberikan kritikan dan sarannya kepada kelompok kami agar
dalam penyusunan makalah ini menjadi lebih baik.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun


umumnya kepada semua pihak yang membaca makalah ini.

i
ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1


B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II Pembahasan
A. Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani..................................................3
B. Pembaharuan Syekh Muhammad Abduh.............................................9
C. Pembaharuan Rasyid Ridho..................................................................18
D. Pembaharuan Qosim Amin...................................................................25
BAB III Penutup
A. Kesimpulan...........................................................................................37
B. Saran ....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran rasional sekuler itu membawa kemajuan pesat dalam bidang


filsafat, sains dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan sekarang
ini. Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang di sana,
di dunia Islam zaman pertengahan berkembang pcmikiran tradisional,
menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini,
para ulama bukan hanya terikat pada Al Quran dan Hadis, tetapi juga pada
ajaran hasil ijtihad ulama zaman klasik yang sangat banyak jumlahnya. Oleh
karena itu ruang lingkup pemikiran ulama zaman pertengahan amat sempit.
Mereka tidak punya kebebasan berpikir akibatnya sains dan filsafat, bahkan
juga ilmu- ilmu agama tidak berkembang di dunia Islam zaman pertengahan.
Filsafatdan sains malah hilang dari peredaran. Ini bertentang sekali dengan
keadaan diEropa zaman. modern dimana filsafat dan sains amat pesat
berkembang dan jauh melampaui capaian dunia Islam.
Ketika Umat Islam timur tengah menjalin kontak dengan Barat pada
abad ke delapan belas masehi mereka amat terkejut melihat kemajuan Eropa.
Mereka tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad
ke-12 dan abad ke-13 telah begitu maju, bahkan mengalahkan mereka dalam
peperangan-peperangan seperti yang terjadi antara kerajaan Turki Usmani dan
Eropa Timur. Hal ini membuat ulama-ulama abad ke-19 merenungkan apa
yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali
scbagaimana umat Islam zaman klasik dulu. Maka lahirlah pembaharuan
Islam di Mesir seperti Al Tahtawi, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al
Afghani, di Turki dengan tokoh-tokohnya seperti Mehmed Sedik Rifaat,
Nemik Kamal dan zia Gokalp, di India seperti Ahmad Khan, Ameer Ali, dan
Muhammad Iqbal. Semua pembaru ini berpendapat bahwa untuk mengejar
ketinggalan itu umat Islam harus menghidupkan kembali pemikiran rasional
agamis zaman Islam klasik dengan perhatian yang besar pada sains dan
teknologi. Abad ke sembilan belas ini dianggap sebagai permulaan zaman

1
modern dalam dunia Islam. Nilai-nilai modernisasi Islam mempunyai
pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam, sehingga akibat gerakan
pembaruan yang dicetuskan dan diperjuangkan oleh pembaru yang tersiar di
kalangan Negara-negara Islam, maka tumbuhlah rasa kesadaran bagi umat
Islam untuk mengikuti gerakan pembaruan tersebut, sehingga menimbulkan
suatu kebangkitan dunia Islam, baik dalam bidang Ilmu Pengetahuan,
Pendidikan, Politik sekaligus tumbuh gerakan menentang penjajahan.
Dalam makalah kali ini kami akan berusaha memaparkan tentang
pembaharuan yang dilakukan oleh beberapa tokoh diantaranya Jamaluddin al-
afghani, Muhammad abduh, Rasyid Rido, dan Qosim Amin. Semoga dengan
pemaparan kami terhadap pembaharuan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
tersebut dapat menambah khasanah keilmuan kita tentang pemikiran modern
dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani ?
2. Bagaimana Pembaharuan Syekh Muhammad Abduh ?
3. Bagaiamana Pembaharuan Rasyid Ridho ?
4. Bagaiaman Pembaharuan Qasim Amin ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani.
2. Untuk Mengetahui Pembaharuan Syekh Muhammad Abduh.
3. Untuk Mengetahui Pembaharuan Rasyid Ridho.
4. Untuk Mengetahui Pembaharuan Qosim Amin.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembaharuan Jamaludin Al-Afghani


1. Riwayat Hidup Al-Afghani Dan Karyanya

Nama lengkapnya Sayid Jamaluddin Al-Afghani, lahir di Asadabad


pada tahun 1255 H/ 1838 M, wafat pada tahun1315 H/ tanggal 9 Maret 1897
di Istanbul. Gelas Sayid menunjukkan bahwa ia berasal dari keturunan Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Di samping nama Al-Afghani, ia juga dikenal dengan
nama Asabadi. Nama al-Afghani dinisbahkan kepada negeri kelahirannya, ia
lahir dari keluarga penganut Madzhab Hanafi. Tentang tempat kelahirannya
terdapat dua persi. Menurut pengakuannya bahwa ia dilahirkan di As’adabad
dekat kanar wilayah kabul Afghanistan. Menurut pendapat yang lain bahwa ia
lahir di As’adabad dekat hamadan wilayah persia. AlAfghani mengaku orang
Afghanistan untuk menyelamatkan diri dari kesewenangwenangan penguasa
Persia. Menurut Majid Fakhry, bahwa Al-Afghani dilahirkan di Asadabad
Persia, kemudian hijrah dengan keluargannya ke Qazwin dan kemudian ke
Teheran, di situ ia belajar di bawah asuhan Aqashid Shadiq, Teologi Syi’ah
yang sangat terkemuka saat itu Teheran. Ayahnya bernama Sayid Shaftar, satu
di antara keturunan itu yang amat dihormati di negeri Afganistan. Silsilah
keturunan itu ditengahnya bertemu dengan perawi hadis yang masyhur, yaitu
Sayid Ali At-Turmuzi dan di antaranya sampailah kepada Husain Bin Abi
Thalib.1

Al-Afghani seorang refornis dan modernis, dikenal pula sebagai


seorang yang pernah aktif dalam dunia politik. Hal ini dibuktikan pada tahun
1876 ia bergabung dengan para politikus di Mesir pada tahun 1879
membentuk suatu partai politik dengan nama Hizb al-Wathani (partai
Kebangsaan). Dengan partai ini ia berusaha menanamkan kesadaran
nasionalisme dalam diri orang-orang mesir. AlAfgani juga diakui sebagai
seorang filosof, jurnalis dan sufi, namun yang lebih banyak dipublikasikan

1
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Nagara, Ajarah Sejarah dan Pemikiran, Cet.V. (Jakarta, UI
Prees, 1993). Hal 117.

3
adalah sebagai seorang politikus. Karena berbagai ide pembaruan yang
dimunculkannya, maka ia sering mendapat tekanan bahkan dipenjara oleh para
pengusaha yang tidak setuju terhadap ide yang diperjuangkannya. Hal itu
menimbulkan adanya mitos di seputar kematiannya, bahwa ia meninggal akbat
diracuni oleh Sultan. Namun bukti yang terdokumentasi dengan baik
menyatakan bahwa Al-fghani meninggal akibat penyakit kanker di dagunya
dan pernah dioperasi.2

2. Usaha Pembaruan Dan Karya Jamaludin Al-Afghani

Dengan luasnya wawasan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Al-


Afghani yang didapatnya dari sejumlah gurunya dan banyaknya pengalaman
yang ia dapakan dari hasil perlawatannya ke berbagai wilayah di penjuru
dunia, maka munculah ide dan kemauan yang sangat kuat untuk mengadakan
pembaruan di dunia islam. Salah satu latar belakang kultural yang
mempengaruhi pemikiran AlAfghani dalam menggagas ide pembaruan adalah
keterpurukan dunia islam (umat islam) dalam berbagai aspek kehidupan,
terjadi perpecahan atau desintegrasi hampir di semua wilayah kekuasaan
islam, umat islam telah meninggalkan ajaran islam yang sebenarnya, kuat
berpegang pada taklid, bersifat fatalistis dan melupakan ilmu pengetahuan. hal
ini terjadi sebagai akibat adanya kolonialisme dan imperialisme yang
dilakukan oleh dunia barat seperti Inggris dan Russia terhadap dunia Islam.
Pengaruh barat ini menimbulkan adanya kediktatoran dan depotisme oleh para
raja dan sultan di dunia Islam.

Gambaran kemunduran dan keterpurukan umat islam pada saat itu


pernah dideskripsikan dalam sebuah tulisan dengan judul “Masa lalu umat dan
masa kininya, serta pengobatan bagi penyakit-penyakitnya” yang
diterjemahkan dan diedit oleh Nurcholish Madjid dalam buku yang berjudul
Khazanah Intelektual Islam. Dalam tulisan itu Al-Afghani menyebut bahwa
umat Islam pernah mengalami kemajuan dan kejayaan namun kondisi itu
lenyapdan sirna setelah umat Islam tidak memperpegang Al-Quran dan

2
Harun Nasution , Pembaharuan Dalam Islam ,Sejarah Pemikiran Dan Gerakannya. (Jakarta:
Bulan bintang, 1996) hal 55.

4
sunnah Nabi Muhammad SAW, secara konsekuen, hidup penuh dengan taklid
dan mengikuti tahyul dan bid’ah.3

Al-Afghani menggambarkan kondisi umat islam sebagai seorang yang


terserang banyak penyakit. Oleh karena itu untuk dapat menyembuhkannya
haruslah mengetahui macam penyakit yang diderita, kemudian memilih
alternatif pengobatan dan usaha penyembuhan. Hal itu dinyatakannya tidaklah
sesuatu hal yang mudah dan gampang dilakukan.Pada bagian akhir tulisan itu,
Al-Afghani mengherankan atas Ungkapan masyarakat bahwa prinsip-prinsip
agama yang benar adalah hasil yang terbebas dari berbagai bid’ah hasil
ciptaan (manusia),maka akan tumbuh pada umat kekuatan persatuan,
keserasian kekompakkan, serta sikap lebih mementingkan kehormatan ( umat)
di atas kenikmatan hidup, membangkitnya untuk memiliki keluhuran budi,
meluaskan ruang lingkup pengetahuan dan mengantarkan ke puncak
peradaban yang tertinggi.

Usaha yang dilakukan oleh Al-Afghani dalam mewujudkan pembaruan


ialah menyebarkan ide-ide pembaruan kepada segenap lapisan umat islam.
usaha dimaksud dilakuakan dengan berbagai cara, antara lain: pertama,
melalui pengajian yang diadakan di rumahnya di jalan Khan Halili yang
dihadiri oleh para ulama terkemuka seperti Syekh Muhammad Abdullah,
Syekh Abdul Kairm Salman, Syekh Ibrahim al-laqani, Sa’ad Zaglul dan lain-
lain, dengan pembahasan kitabkitab politik, tasawuf, logika, dan filsafat. Cara
kedua melalui ceramah-ceramah dan diskusi yang sifatnya intelektual di frum
persaudaraan, pada umumnya dihadiri oleh kalangan sastrawan, seniman,
budayawan, politikus dan agamawan, dengan pembahasan di sekitar sastra dan
perjuangan bangsa. Di sini ia berusaha membelokkan arah orientasi sastra
yang pada saat itu terarah kepada keagungan dan gemetrlapan kalangan atas
(aristoktar) ke arah kalangan bawah yaitu rakyat dengan segala penderitaan,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Pada tahun 1883 ketika berada di Paris, Al-
Afghani mendirikan suatu perkumpulan yang diberi nama al-‘Urwah al-
Wusqa (Ikatan Yang Kuat) yang anggotanya terdiri atas orang-orang Islam
dari India, Mesir, Suriah, Afrika Utara dan lain-lain. Perkumpulan bertujuan,
3
Nurcholish Majid,ed. Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1994) hal 11.

5
antara lain memperkuat rasa persaudaraan Islam. membela Islam dan
membawa umat Islam kepada kemajuan. Sebagai sarana untuk menyampaikan
ide-ide dan kegiatannya, Al-Afghani bersama Muhammad Abduh menerbitkan
majalah berkala, yang diberi nama al-‘Urwah al-Wusqa sama dengan nama
organisasi persaudaraan Islam (Ikatan Yang Kuat). Majalah ini hanya berumur
delapan bulan karena dunia barat melarang pengedarannya di negerinegeri
Islam. majalah ini dinilai akan menimbulkan semangat dan persatuan orang-
orang Islam.4

Di antara tulisan Al-Afghani dalam majalah al-‘Urwah al’Wusqa


adalah membahas tentang beberapa ayat Al-Qur’an yang berhubungan tema-
tema pembaruan yang diperjuangkannya, antara lain tentang:

a. Berpegang dengan agama Allah dan tidak bercerai berai (li Imran:103 dan
105)
b. Jangan mengambil orang di luar islam untuk menjadi teman kepercayaan
sendiri. (Ali Imran: 118)
c. Jangan takut mati karena kematian pasti ditemui (Al-Nisa:78)
d. Taatlah kepada llah dan jangan bercerai berai (Al-Anfal :46).
e. Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka berusaha
merubahnya(al-Ra’d:11)

Usaha pembaruan yang dilakukan al-Afghani selain yang


dikemukakan di atas adalah membuat karya tulis baik berupa buku atau
artikel. Salah satu karya AlAfghani yang berbentuk buku yang diterbitkan
adalah Al-Radd’ala al-Dahriyin yang aslinya ditulis dalam bahasa Persia.

Karya-karya lainnya : (1) Bab ma Ya’uiu Ilaihi Amr al-Muslimin


(Pembahasan tentang sesuatu yang melemahkan Orang-orang Islam),(2)
Makidah al-Syarqiyah (Tipu Muslihat Orientalis), (3) Risalah fi al-Raddu ‘Ala
al-Masihiyin (Risalah Untuk Menjawab Golongan Kristen : 1895), (4) Diya’
al-Khafiqain (Hilangnya Timur dan Barat;1892), (5) Haqiqah al-Insan wa
Haqiqah al-Watham (Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air;1878).5

4
Dick Hartono, kamus populer filsafat, (Jakarta: Rajawali Press, 1986). hal 298.
5
Hamka, Said Djamaluddin Al-Afghani, (Jakarta: Bulan bintang, 1996) hal 16.

6
3. Ide Pembaruan Dan Pemikiran Kalam Tentang Takdir Jamaluddin Al
Afghani

Ide pembaruan dan pengembangan pemikiran kalam yang


diperjuangkan oleh Al-Afghani didasari atas keyakinan bahwa agama Islam
sesuai untuk semua bangsa, zaman dan keadaan. Tidak ada pertentangan
antara ajaran islam dan kondisi yang disebabkan perubahan zaman. Kalau
kelihatan ada pertentangan antara keduanya, dilakukan penyesuaian dengan
mengadakan interprestasi baru terhadap ajaran-ajaran islam yang tercantum
dalam Al-Qur’an dan Hadis. Untuk mencapai hal itu dilakukan ijtihad dan
pintu ijtihad menurutnya masih tetap terbuka. Ide yang lebih dahulu
diperjuangkannya adalah mempersatukan dunia islam, umat Islam di seluruh
penjuru dunia harus bersatu dalam menghadapi serangan pihak Barat. Nikki
R.Keddie memberikan komentar bahwa Sayyid Jamaluddin Al-Afghani adalah
printis modernisme Islam khususnya aktivisme antiimperialis. Dia
menganjurkan, memperjuangkan dan mempertahankan persatuan Pan-Islam,
karena hal itu merupakan sarana untuk memperkuat dunia muslim
menghadapi Barat. Al-Afghani bersemangat untuk mewujudkan umat Islam
yang kuat, dinamis dan maju. Ide yang diajukan untuk bisa mewujudkan hal
itu ialah dengan melenyapkan pengertian yang salah yang dianut oleh umat
Islam dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Menurut dia Islam
mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, maupun sosial. Corak
pemerintahan autokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi
dan persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Kekuatan dan kelanjutan
hidup umat Islam tergantung kepada keberhasilan membina persatuan dan
kerjasama. Pemikiran lain yang dimunculkan oleh Al-Afghani ialah idenya
tentang adanya persamaan antara pria dan wanita dalam beberapa hal. Wanita
dan pria sama dalam pandangannya, keduannya mempunyai akal untuk
berfikir. Ia melihat tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja di luar jika
situasi menuntut untuk itu. Para wanita hendaknya berusaha untuk meraih

7
kemajuan dan mampu bekerja sama dengan pria untuk mewujudkan umat
Islam yang maju dan dinamis.6

Pada aspek lain secara umum Al-Afghani memunculkan pemikiran


untuk mengangkat peran Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Dia melihat
bahwa umat Islam pada saat itu tidak banyak memahami Al-Qur’an dan
Hadis, sehingga pemikiran dan tindak tanduk mereka keluar dari garis-garis
Al-Qur’an. Karena tidak memahami Al-Qur’an dengan benar maka umat
Islam mudah terjerumus kedalam berbagai paham yang menyesatkan, serta
paham jabariyah yang tidak percaya diri dan cnderung meninggalkan usaha,
paham sofistik yang tidak mengakui dunia nyata, berbagai ajaran tasawuf yang
mengerjakan khalwat, uzlah dan fana yang membawa kelemahan bagi umat
Islam. Sebagai seorang pemikir di bidang kalam atau teologi, Al-Afghani
melalui karyannya Al-Radd ‘ala al-Dahriyyin (Penolakan Terhadap Kaum
Materialis atau Naturalis)telah mengadakan penolakan terhadap filsafat
materialis dan naturalis yang tak bertuhan. Kemudian ia mengajukan
sumbangan pemikiran yang tak ternilai hargannya dalam usaha mencapai
peradaban dan kemajuan. Al-Afghani menjelaskan bahwa agama mengajarkan
kepada manusia tiga kebenaran fundamental: (1) sifat malaikat atau spiritrual
manusia yang merupakan tuan segala makhluk; (2) kepercayaan setiap umat
beragama kepada keunggulannya sendiri atau segala kelompok yang lainnya;
dan (3) kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah semata-
mata suatu persiapan bagi kehidupan lain yang lebih tinggi yang sama sekali
bebas dari segala penderitaan dan yang pada akhirnya manusia ditakdirkan
menghuninya.7

Al-Afghani sebagai seorang muslim mengakui bahwa kepercayaan


kepada taqdir adalah kepercayaan asasi. Kalau tidak ada kepercayaan kepada
taqdir maka telah kehilangan salah satu tonggak dari iman. Kepercayaan itulah
yang menyebabkan umat islam pada zaman dahulu, Nabi dan para sahabat
serta salafu al-Shalih dapat maju dan mencapai zaman kekemasan. Mereka
6
Majid Fakhry, A.History Of Islamic bPhilosophy, Terj. Mulyadi Kartanegara, Sejarah Dan
Pemikiran, Filsafat Islam Cet V, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1997) hal 455.
7
Muhammad Laily Mansur, Pemikiran Kalam Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994) Hal
90.

8
dapat mengalahkan berbagai rintangan musuh, menguasai beberapa wilayah di
belahan dunia dengan semangat tidak takut mati. Bagi mereka hidup dan mati
sama-sama sangat berharga dalam rangka menegakkan agama Allah. Percaya
kepada takdir adalah pengakuan adanya hukum sebab akibat, adanya
persambungan dengan apa yang ada sekarang dengan yang akan datang.
Manusia mempunyai kemauan sendiri atau iradat yang bebas, dengan tidak
melupakan hubungan kebebasan pribadi itu dalam lingkungan kebebasan
Allah SWT. dengan ungkapan lain bahwa takdir kecil yang ada pada manusia
tetap berada dalam lingkup takdir besar pada Allah, pengatur maha besar dan
maha bijaksana. Sebuah contoh tentang pemahaman takdir yang dikemukakan
diatas adalah : apabila seseorang akan dirampas harta bendanya secara paksa,
maka ia tidak dengan serta merta begitu saja menyerahkannya, karena sudah
“takdir”, tetapi berusaha untuk menyelamatkannya. Apabila seseoranga
diancam akan dibunuh maka ia tidak diam menyerah, karena sudah “takdir”,
tetapi berusaha menghindar atau lari sebagai ikhtiar melepaskan diri dari
kematian.30Bagi Al Afghani , Dia menentang keras paham taklid, karena
umat Islam mundur karena tidak menikuti perkembangan zaman, Gaung
pradaban Islam klasik masih melenakan mereka, sehingga tidak menyadari
bahwa pradaban baru timbul dengan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
tehnologi , inilah penyebab utama bagi kemajuan Barat.8

Al-Afghani berkesimpulan bahwa pemahaman seperti itu bukan dari


ajaran Islam dan menimbulkan kemunduran umat Islam. menurut Al-Afghani
pengertian fana yang sebenarnya ialah berjuang di tengah masyarakat untuk
kepentingan masyarakat itu sendiri dengan tidak menampakkan diri sendiri
dan tidak merasa lebih adanya diri. Fana adalah adanya hubungan dengan
Allah dan hubungan dengan masyarakat. Diri yang diperkuat oleh hubungan
dengan Tuhan, maka ia akan mendapatkan nur ilahi dan jiwa inilah yang
dibawa ketengah masyarakat dan ditiadakan (fana) di tengah masyarakat.

B. Pembaharuan Syekh Muhammad Abduh

1. Riwayat Hidup Syekh Muhammad Abduh

8
Mukti Ali, Alam pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993) hal 70.

9
Muhammad Abduh lahir disuatu desa di Mesir Hilir tahun 1849.
Bapaknya bernama Abduh Hasan Khaerullah,berasal dari Turki yang telah
lama tinggal di Mesir.Ibunya dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai
Umar bin Khatab.Mereka tinggal dan menetap di Mahallah Nasr.
Muhammad Abduh dibesarkan dilingkungan keluarga yang taat beragama
dan mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.
Pendidikan dasar Muhammad Abduh untuk pertama kalinya diterima
dari orang tuanya sendiri melalui pelajaran tulis baca. Kemudian ia belajar
menghafal Alquran di bawah bimbingan seorang hafizh. Pada masa ini,
Muhammad Abduh mulai menunjukkan kemampuannya, Muhammad
Abduh dikirim orangtuanya ke Thantha pada tahun 1863 M untuk
melanjutkan studinya di mesjid Ahmadi. Di mesjid ini, Muhammad Abduh
belajar berbagai pelajaran dengan cara hafalan. Para guru hannya
memberikan tema-tema tata bahasa Arab dan fiqih untuk dihafal, tanpa
menjelaskan arti terma-terma itu. Muhammad Abduh merasa kecewa dengan
sistem pembelajaran seperti ini. Oleh karena itu, dia meninggalkan Thantha
dan kembali ke Mahallat Nashr untuk hidup sebagai petani. Di desa
kelahirannya inilah pada usia 16 tahun (1865 M). Abduh melangsungkan
pernikahannya. Setelah 40 hari pernikahannya, Abduh dipaksa orangtuanya
untuk kembali belajar di Thantha. Namun dalam perjalanan menuju Thantha
ia membelot ke Kanisah Urin, tempat tinggal pamannya, Syaikh Darwisy
Khadhr. Muhammad Abduh di bawah pimpinan pamannya mengalami
perubahan total. Dari yang sebelumnya membenci pelajaran menjadi
mencintainya. Syaikh Darwisy melalui pelajaran-pelajaran tasawufnya
berhasil menumbuhkan rasa cinta Muhammad Abduh terhadap ilmu
pengetahuan. 9

Pada tahun 1866, Muhammad Abduh pergi ke Al-Azhar. Tetapi


keadaan di Al-Azhar ketika Muhammad Abduh menjadi mahasiswa di sana,
masih dalam kondisi terbelakang dan jumud. Pada tahun 1872 M, Syekh
9
Falasipatul Asifa,”Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Kontribusinya Terhadap
PengembanganTeori Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, (Juni
2018),91.

10
Muhammad Abduh berhubungan dengan Jamaluddin al-Afghani, untuk
kemudian menjadi muridnya yang setia. Karena pengaruh gurunya tersebut,
ia terjun ke dalam bidang kewartawanan (surat kabar) pada tahun 1876 M.
Pada tahun 1877 M saat usianya 28 tahun, ia berhasil lulus dengan gelar
alim. Suatu prestasi yang memberikan hak untuk mengajar di Universitas
tersebut. Muhammad Abduh aktif mengajar di al-Azhar mengampu bidang
ilmu kalam dan logika. Disamping itu di rumahnya ia mengajar kitab
Tahdzib al-Aklaq karangan Ibnu Miskawih, mengajarkan sejarah-sejarah
kerajaan Eropa karangan Guizot dan Muqaddimah Ibnu Khaldun. Selain
menjadi itu ia juga mengajar di Universitas Darul Ulum serta mengajar
ilmu-ilmu bahasa Arab di madrasah al-Idrah al-Alsun (sekolah administrasi
dan bahasa-bahasa) pada tahun 1878 M. Pada saat mengampu jabatan
tersebut, ia terus mengadakan perubahan-perubahan sesuai dengan cita-
citanya, yaitu memasukkan udara baru yang segar dalam perguruan tinggi
Islam. Menghidupkan Islam dengan metode-metode baru sesuai dengan
kemajuan zaman. Akan tetapi karena sebab yang tidak diketahuinya, ia
dibebaskan dari jabatannya itu dan dikirim ke kampung halamannya,
sedangkan Jalaluddin sendiri di usir dari Mesir. Pada tahun 1880 M, Syekh
Muhammad Abduh dipanggil oleh kabinet partai Liberal (bebas-Ahrar)
untuk diserahi kepala jabatan surat kabar “al- Waqai’ ul- Misriyah” dan
karena pimpinannya yang baik dalam surat kabar tersebut ia menjadi
perbincangan banyak orang.

Meskipun tujuan Jamaluddin al- Afghani dan Syekh Muhammad


Abduh adalah sama, yaitu pembaharuan masyrakat Islam, namun cara untuk
mencapai tujuannya itu berbeda. Kalau yang pertama menghendaki revolusi,
maka yang kedua memandang bahwa revolusi dalam bidang politik tidak
akan ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara berangsur-angsur.
Pemberontakan Irabi Pasya di Mesir telah mengakhiri kegiatan Syekh
Muahmmad Abduh, karena pada akhir tahun 1882 M, Ia diusir dari Mesir.
Karena itu ia pergi pertama-tama ke Bairut kemudian pada awal tahun 1884
M, ia pergi ke Perancis dan disana ia bertemu lagi dengan Jamaluddin al-
Afghani. Kemudian di Perancis Syekh Muhammad Abduh dan Jamaluddin

11
al- Afghani mendirikan organisasi yang kemudian juga mereka menerbitkan
majalah Al-urabi Wusqa, yang anggotanya adalah orang-orang militant dari
India, mesir Syiria dan Afrika Utara, dan mendorong umat islam mencapai
kemajuan. Perkumpulan urwatul wusqa menerbitkan Al-Urwatul Wusqa
yang berhaluan keras terhadap pemerintah penjajah barat. Akhirnya majalah
itu tidak boleh beredar di Prancis (Munir, 1994). 10Pada tahun 1885, ia pergi
ke Bairut dan mengajar di sana. Di Bairut kegiatannya dialihkan kepada
bidang pendidikan dan ia mulai mengajar serta mendalami ilmu-ilmu
keislaman dan Araban. Diantara hasilnya ialah buku ar-Raddu ‘alad
Dahriyyin (bantahan terhadap orangorang materialistis) pada tahun 1886 M,
terjemahan dari buku berbahasa Persi karangan Jalaluddin al-Afghani, dan
buku Syahrul Balaghah pada tahun 1885 M, kemudian Syarah Manamat
Badi’ az Zaman al-Hamazani pada tahun 1889 M.

Kemudian pada akhirnya, atas bantuan teman-temannya, di


antaranya seorang Iggris, pada tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang ke
Kairo. Di sini, ia kemudian diangkat sebagai hakim pada Pengadilan Negeri
di kota Banha (ibu kota propinsi Qalyubiah), kemudian pindah ke
Pengadilan Negeri Zaqaziq Negeri Abidin (dalam kota Kairo). Dua tahun
kemudian ia di angkat menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi
(pengadilan Banding Mahkamah al Isti’naf-Courd’ Appel. Di antara hasil
pekerjaanya dalam bidang Pengadilan Agama (al-Mahkamah as-Syar’iah),
yang dirangkum dalam bukunya “Taqrir fi Ishlahil Mahakimis Syar’iah”.
Kemudian pada tahun 1899, ia diangkat sebagai mufti Mesir dan jabatan ini
diemban sampai ia meninggal pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56
tahun. Pada tahun itu juga (1899 M), ia menjadi anggota Dewan
Perundangundangan Parlemen yang merupakan fase permulaan kehidupan
parlementer di Mesir.Pada tahun 1894 M, ia menjadi anggota pimpinan
tertinggi Al Azhar (Council Superior) yang dibentuk berdasarkan
anjurannya, dan disini (Al Azhar) yang mana beliau telah banyak
memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesir. Dan juga Syekh

10
Indra Satia Pohan, ,”Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh”, WAHANA
INOVASI, Volume 8 No.1(Jan-Juni 2019),84.

12
Muhammad Abduh bukan hanya mengadakan pembaharuan-pembaharuan
tetapi ia juga aktif memberikan pelajaran. Pada musim panas tahun 1903 M,
ia pergi ke Inggris. Kali ini bukan untuk maksud-maksud politik, melainkan
khusus untuk mengadakan tukar pikiran dengan filosof Inggris yang terkenal
yaitu Herbert Spencer (1820-1903). Pertemuan ini tidak berlangsung lama,
karena kesehatan Spencer tidak mengizinkan, namun pertemuan ini telah
meniggalkan kesan yang mendalam pada Syekh Muhammad Abduh. Syekh
Muhammad Abduh meninggal dunia pada tahun 1905.11
2. Pemikiran Pembaharuan Muhammad Abduh
a. Bidang pendidikan
Muhammad Abduh menganggap, pembaharuan dalam bidang
pendidikan, merupakan suatu hal yang sangat esensial bagi kemajuan umat
Islam. Hal ini didasarkan pada pakta sejarah, bahwa kondisi lembaga
pendidikan waktu itu, belum mampu mengantarkan umat Islam kepada
kemajuan yang diinginkan. Nampaknya, apabila diamati terdapat dualisme
dalam pendidikan. Sekolah-sekolah umum yang berkiblat ke Barat, lebih
memfokuskan pendidikannya ke arah pengembangan intelektual,
sedangkan madrasah-madrasah yang berkiblat ke Timur memfokuskan
pendidikannya ke arah pendidikan spiritual dan kurang memperhatikan
aspek intelektual. Menurutnya, pendirian sekolah itu harus mengarah
kepada dua tujuan. Pertama, Mendidik akal dan jiwa anak didik. Kedua,
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari statemen yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa
Muhammad Abduh menginginkan adanya konsep pendidikan terpadu,
yaitu pendidikan bukan hanya mementingkan intelektual semata dan
bukan pula yang hanya menjurus ke arah spiritual, namun kedua-duanya
berjalan seiring, sehingga pendidikan dapat menjawab tantangan zaman,
dan menghantarkan manusia ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat.
Untuk mengaplikasikan pemikirannya, Muhammad Abduh
mengusahakan untuk mengubah sistem pendidikan al-Azhar. Dipilihnya
al-Azhar sebagai sasaran pertama barang kali karena al-Azhar merupakan

11
Ibid 85

13
jantung masyarakat Islam. Dalam hal kurikulum Muhammad Abduh
menghendaki agar dimasukkan mata kuliah filsafat untuk mahasiswa al-
Azhar. Menurut Abduh, filsafat dapat menghidupkan kembali
intelektualisme Islam yang sudah padam. Selain filsafat Abduh juga
menginginkan, agar ilmu pengetahuan modern harus dimasukkan ke dalam
kurikulum al-Azhar, agar ulama-ulama Islam mengerti kebudayaan
modern dan dapat mencari penyelesaian yang baik bagi persoalan-
persoalan yang timbul dalam zaman modern. Di samping ide-ide
Muhammad Abduh untuk memasukkan ilmu modern ke al-Azhar, ia juga
berpendapat untuk memasukan pendidikan agama yang mantap, sejarah
Islam dan sejarah kebudayaan Islam ke dalam sekolah-sekolah yang
didirikan pemerintah untuk mendidik tenaga ahli dalam bidang
administrasi, meliter, kesehatan, perindustrian dan lain sebagainya.
Sementara dalam bidang administrasi pendidikan, Muhammad Abduh
berpendapat untuk memberikan honorium untuk ulama al-Azhar,
mendirikan asrama mahasiswa, beasiswa pendidikan, membangun rektorat
dan mengangkat pegawai-pegawainya dan mengintensifkan kembali
peranan perpustakaan.
Apa yang telah disebutkan di atas, mengenai pembaharuan
kurikulum, metode dan administrasi pendidikan semua itu merupakan
pendidikan formal. Sedangkan dalam pendidikan non-formal, Muhammad
Abduh menyebutkan sebagai islah (usaha perbaikan). Dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan ini, Muhammad Abduh melihat, penyaingnya
campur tangan pemerintah, terutama dalam mempersiapkan pendakwah.
Dilihat dari pembaharuan pendidikan yang dicanangkan Muhammad
Abduh, kelihatannya ide-idenya sangat relevan dengan perkembangan
pendidikan modern sekarang ini, terutama yang berhubungan dengan
pemikiran beliau tentang keterpaduan antara pendidikan agama dan umum
dalam sistem pendidikan. Ide beliau ini terlihat jelas ketika ia memasukan
kurikulum pendidikan umum ke Universitas al-Azhar yang notabene saat
sangat anti pada falsafah.12
12
Syamsul Bahri dan Oktariadi, ” Konsep Pembaharuan dalam Perspektif Pemikiran Muhammad
Abduh”, AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 2, (Juli - Desember 2016), 34-35.

14
b. Bidang Teologi
Muhammad Abduh melihat umat Islam pada umumnya menganut
paham fatalis (Jabariah). paham ini tentunya turut mempengaruhi
kemunduran umat, karena orang yang berpaham fatalis tidak mengakui
adanya eksistensi perbuatan manusia. Manusia hanya menerima apa yang
telah ditentukan Tuhan, tanpa mau berusaha. Dengan demikian paham
fatalis, kelihatannya telah menyelewengkan paham qada dan qadar, yang
dianut oleh umat Islam zaman Klasik. Pada zaman klasik qada dan qadar
mengandung unsur dinamis, dan erat kaitannya dengan sunnatullah.
perbuatan. Dengan demikian kata Muhammad Abduh, akan menimbulkan
dinamika umat Islam kembali. Adapun anggapan bahwa pengakuan
terhadap adanya usaha seorang hamba dapat membawa kepada paham
syirik, menurut Muhammad Abduh pengertian syirik yang dimaksudkan
dalam Al-Quran dan Sunnah adalah meyakini bahwa selain Allah
mempunyai pengaruh yang mengungguli sebab-sebab dzahir yang telah
ditetapkan serta meyakini bahwa sesuatu selain Allah mempunyai
kekuasaan terhadap kemampuan semua makhluk dengan meminta
pertolongan kepadanya pada masalah-masalah yang tidak sanggup diatasi
oleh manusia, seperti meminta agar menang dalam peperangan tanpa
adanya kekuatan bala tentara atau meminta agar sembuh dari penyakit
tanpa berobat dan lain sebagainya.13
c. Bidang Sosial
Dalam bidang sosial Muhammad Abduh menekankan arti
pentingnya persatuan. Persatuan adalah merupakan faktor penting bagi
keteguhan masyarakat. Ide persatuan ini erat kaitannya dengan tujuan yang
akan dicapai yaitu menentang atau mendobrak imprialisme barat. Umat
Islam kata Muhammad Abduh akan selalu terhina bila mana tidak ada rasa
persatuan. Muhammad Abduh mengibaratkan persatuan bagaikan buah
dari sebuah pohon yang bercabang, berdaun, berdahan dan berakar. Pohon
itu adalah akhlak yang mulia dengan segala tingkatannya, umat Islam
harus mendidik dirinya dengan pendidikan Islam yang sebenarnya untuk

13
Ibid 36.

15
mendapatkan buah tersebut. Sebab tanpa pendidikan, cita-cita akan sia-sia
dan menjadi mimpi belaka, setiap kebutuhan tidak akan terpenuhi. Namun
demikian, bukan berarti Muhammad Abduh berpaham sosialis ala-
komunis, dia masih tetap mengakui hak milik perorangan, dan dia selalu
menghimbau para hartawan agar mau bekerja sama dan mengorbankan
hartanya untuk memajukan pendidikan masyarakat. Usaha yang nampak
dalam bidang sosial ini juga Muhammad Abduh mendirikan organisasi
sosial yang bernama al-Jami’iyyat al-Khairiyyat al-Islamiyat. Tujuan
organisasi ini adalah menyantuni fakir miskin anak yang tidak mampu
orang tuanya membiayai. Wakaf juga tidak luput dari perhatiannya karena
wakaf merupakan sumber dana yang sangat efektif. Untuk itu, ia
membentuk majelis administrasi wakaf. Salah satu sasarannya ia ingin
memperbaiki masjid, manajemen dan administrasinya.14
d. Bidang Ketatanegaraan
Dalam bidang ketatanegaraan, kelihatannya Muhammad Abduh
berpendapat bahwa kekuasaan negara harus dibatasi. Mesir, pada
zamannya, telah mempunyai konstitusi dan usahanya di waktu itu tertuju
kepada kebangkitan kesadaran rakyat akan hak-hak mereka menurut
pendapatnya, di mana pemerintah wajib bersikap adil terhadap rakyat.
Konsekuensinya, rakyat harus patuh dan mempunyai loyalitas yang tinggi
terhadap pemerintah. Kepala negara adalah manusia biasa, dia bisa berbuat
salah dan dipengaruhi oleh hawa nafsunya dan kesadaran rakyatlah yang
bisa membawa kepala negara yang demikian sifatnya kembali kepada jalan
yang benar. Kesadaran rakyat dapat dibangun melalui pembangunan
sarana-sarana pendidikan, surat kabar dan sebagainya.15
3. Karya-Karya Syekh Muhammad Abduh

a. Al-Wâridah, sebuah karya dalam ilmu kalam atau ilmu tauhid


dengan metode dan pendekatan tasauf. Inilah karya pertama
Muhammad ‘Abduh.

14
Ibid 36-37.
15
Ibid 37.

16
b. Risâlah fî Wahdat al-Wujûd. Karya ini memang tidak terbit tetapi
ini karya Muhammad ‘Abduh yang kedua sebagaimana yang
diinformasikannya kepada Rasyid Ridha.
c. Falsafatu al-Ijtimâ’Wa al-Târikh. Buku ini adalah karya
Muhammad ‘Abduh yang ia karang ketika ia mengajar
Mukaddimah Ibn khaldun di madrasah al-Ulum. Buku ini hilang
ketika ketika ia diusir bersama gurunya Sayid Jamaluddin oleh
pemerintah.
d. Hâsyiyat ‘Aqâidi al-Jalâli al-Dawani li al-Aqâidi al-Adudiyah.
Sebuah karya Muhammad ‘Abduh ini mengandung komentar-
komentar dia terhadap pemikiran teologi Asy’ariyah.
e. Syarh Nahji Al-Balâghah. Berisi komentar menyangkut kumpulan
pidato dan ucapan Imam Ali ibn Abi Thalib.
f. Syarah Maqâlati badi’i Al-Zamân Al-Hamzani. Sebuah karya yang
berkaitan dengan bahasa dan sastra Arab. Buku ini terbit di Beirut.
g. Syarh al-Bashâiri al-Nâshiriah. Ini adalah buku Mantiq dengan
pendekatan logika yang tinggi.
h. Nizhâmu al-Tarbiyah bi Mashr. Buku ini berisikan tentang
pendidikan dengan metode praktis yang dilaksanakan di Mesir.
i. Risâlah al-Tauhîd, suatu karya di bidang ilmu kalam. Risalah ini
mampu menyihir akidah kebanyakan manusia Mesir yang semula
salafi menuju perkembangannya yang khalafi.
j. Taqrîru al-Mahâkim al-Syar’iyah.
k. Al-Islâm wa al-Nashrâniyati ma’a al-‘ilmi wa al-Madâniyah.
Sebuah karya yang berusaha menampilkan Islam sebagai agama
yang mampu menaiki tangga peradaban modern dan maju. Buku
ini kumpulan makalah-makalah dari majalah al-Manar yang diedit
dan diterbikan oleh Rasyid Ridha.
l. Tafsîr Surât al-‘Ashr. Tafsir ini disampaikan dalam beberapa
kuliahnya.

17
m. Tafsîr Juz ‘Amma, yang dikarangnya sebagai pegangan para guru
ngaji di Maroko pada tahun 1321 H.16
C. Pembaharuan Rasyid Ridha
1. Biografi Muhammad Rasyid Ridha

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha adalah salah satu seorang tokoh


pembaharuan di dunia Isam pada masa modern. Namalengkapnya adalah
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syam Al-Din Al-
Qalamuny. Lahir pada tanggal 27 Jumadil ula tahun 1282 H atau pada tahun
1865 M, disuatu desa bernama Qalamun di Libanon yang letaknya tidak jauh
sekitar 4km dari kota Tripoli(Suria). Beliau dilahirkan dan dibesarkan
dalamlinkungan yang taat beragama, ia adalah seorang bangsawan Arab yang
mempunyai garis keturunan langsung dari sayyidina Husain, putra Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah putri Rasulullah saw, sekaligus cucu dari Rasulullah
saw.17

2. Pendidikan dan Pengalaman Muhammad Rasyid Ridha

Selain belajar dari kedua orang tuanya, Rasyid Ridha juga belaja kepada
sekian banyak guru. Semasa kecil Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang
tuanya di madrasah tradisional di kampungnya untuk belajar menulis,
berhitung dan belajar mengenal huruf serta membaca Al-Qur’an. Pada tahun
1882 M, di umur 18 tahun Rasyid Ridha dikirim oleh orang tuanya untuk
meneruskan pelajaran ke Al-Madrasah Al-Watariah Al-Islamiah (Sekolah
Nasional Islam) yang didirikan Syekh Husain al-Jisr. Ketika belajar disini,
Rasyid Ridha diajarkan pelajaran nahwu, sharaf, aqidah, fiqh, mantik,
matematika, filsafat, ilmu bumi. Selain itu juga diajarkan mata pelajaran
bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Perancis, serta termasuk pengetahuan
agama dan pengetahuan modern. Gurunya Syekh Husain al-Jisr, dikenal
sebagai seorang yang banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah
dan ide pembaharuan dalam diri Rasyid Ridha. Selain mendapat bimbingan
dari gurunya Syekh Husain al-Jisr, ia juga dipengaruhi oleh ide-ide
16
Falasipatul Asifa,”Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Kontribusinya Terhadap
PengembanganTeori Pendidikan Islam” ,92.
17
Abdul Hamid, dkk, Pemikiran Modern dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 235.

18
pembaharuan yang dicetuskan oleh Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad
Abduh, melalui majalah Al-‘urwat al-wutsqa’, dari tulisan-tulisan kedia tokoh
ini membuatnya tersadar bahwa Islam tidak hanya agama rohani yang berkutat
pada dimensi batin manusia, namun merupakan agama yang menyeimbangkan
antara aspek duniawi dan ukhrawi, rasional dan sangat concern pada
pengembangan peradaban umatnya. Islam juga merupakan agama yang
diturunkan untuk membawa kesejahteraan dalam duniawi manusia serta
mempersiapkannya menjadi khalifah Allah swt. yang bertanggung jawab
mewujudkan kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat
manusia.

Rasyid Ridha mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan itu ketika


masih berada di Suriah, namun usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak
kerajaan Usmani. Ia merasa terikat dan tidak bebas, sehingga ia memutuskan
pindah ke Mesir pada bulan Januari tahun 1898 M. Selama di Mesir Rasyid
Ridha berkesempatan untuk memperdalam pengetahuan, sekaligus menggali
langsung inti gerakan-gerakan pembaharuan di Mesir.18 Ketika Rasyid Ridha
di Mesir, ia selalu bertemu dengan Muhammad Abduh. Pertemuan ini
dijadikan waktu yang paling penting bagi Rasyid Ridha untuk memperdalam
pengetahuannya dalam pembaharuan Islam. Sebulan setelah bertemu dengan
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha meyampaikan keinginannya untuk
menerbitkan majalah yang nantinya di beri nama Al-Manar. Majalah Al-
Manar terbit pertama kali pada 22 Syawal 1315 H / 17 Maret 1898 M. Al-
Manar adalah majalah bulanan yang membahas idealisme pembaharuan dan
tajdid di Kaherah. Ia mengungkapkan tradisi pemikiran yang segar yang
diasaskan daripada ide-ide pembaharuan yang dipelopori oleh Jamal al-din al-
Afghani dan Muhammad Abduh dalam al-‘Urwa al-Wuthqa. Fokusnya adalah
usaha pembaharuan dan dakwah. Tujuan Rasyid Ridha dalam menerbitkan
majalah Al-Manar yaitu untuk mengadakan pembaharuan melalui media cetak
yang di dalamnya berisikan bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas
takhayul dan faham bidah yang masuk ke dalam kalangan umat Islam. Serta

18
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), 64.

19
menghilangkan faham fatalisme, faham-faham salah yang dibawa oleh tarekat
tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap
permainan politik negara Barat.

Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan tafsir modern dari Alquran, yang
kemudian tafsiran itu disesuaikan dengan ide-ide yang dicetuskan oleh
Muhammad Abduh. Keterangan-keterangan yang disampaikan Muhammad
Abduh, kemudian dicatat untuk seterusnya disusun dalam bentuk karangan
teratur. Apa yang Rasyid Ridha tulis diserahkan kepada Muhammad Abduh
untuk diperiksa. Setelah mendapat persetujuan tersebut ia siarkan dalam
majalah Al-Manar. Dengan demikian timbullah yang kemudian dikenal
dengan Tafsir Al-Manar. Muhammad Abduh memberikan kuliah-kuliah tafsir
ini sampai ia meninggal di tahun 1905 M. Setelah gurunya meninggal,Rasyid
Ridha meneruskan penulisan sesuai dengan jiwa dan ide yang di cetuskan oleh
Muhammad Abduh. Muhammad Abduh sempat memberikan tafsiran sampai
dengan ayat 125 dari surah An-Nisa’ (Jilid III dari Tafsir Al-Manar) dan yang
selanjutnya adalah tafsiran Rasyid Ridha.

Sewaktu masih ditanah airnya, Rasyid Ridha pernah memasuki lapangan


politik dan setelah pindah ke Mesir ia ingin meneruskan kegiatan politiknya.
Namun atas nasehat Muhammad Abduh, ia menjauhi lapangan politik. Setelah
Muhammad Abduh meninggal dunia, barulah ia kembali ke ranah politik dan
memulai menulis dan membuat karangan-karangan yang menentang
pemerintah absolut kerajaan Ustmani. Kritik terhadap para imperium terutama
Inggris dan Perancis yang saat itu ingin membagi-bagi dunia Arab di bawah
kekuasaan mereka masing-masing.19

3. Karya-karya Rasyid Ridha

Dengan perjuangannya yang luar biasa dalam memompa ide-ide


pembaharuan, Rasyid Ridha sangat disegani oleh umat Islam. Hal ini
dibuktikan dengan sejumlah karya ilmiah yang menyertai gagasan-
gagasannya, antara lain:

19
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), 66.

20
1. Al-Hikmah Asy-Syar’iyah fi Muhakamat Al-Dadiriyah wa Al-
Rifa’iyah. Buku ini adalah karya pertamanya di waktu ia masih belajar,
isinya tentang bantahan kepada Abdul Haydi Ash-Shayyad yang
mengecilkan tokoh sufi besar Abduln Qadir Al-Jailani, juga
menjelaskan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oileh para penganut
tasawuf, tentang busana muslim, sikap meniru non-muslim, Imam
Mahdi, masalah dakwah dan kekeramatan.
2. Al-Azhar dan Al-Manar. Berisikan antara lain, sejarah Al-Azhar,
perkembangan san misinya, serta bantahan terhadap ulama Al-Azhar
yang menentang pendapat-pendapatnya.
3. Tarikh Al-Ustadz Al-Imam, berisikan riwayat hidup Muhammad
Abduh dan perkembangan masyarakat Mesir pada masanya.
4. Nida’li Al-Jins Al-Lathif, berisikan tentang hak dan kewajiban-
kewajiban wanita.
5. Zikra Al-Maulid An-Nabawi, berisikan peringatan kelahiran nabi
Muhammad SAW.
6. Haquq Al-Mar’ah As-Sholihah, berisikan hak-hak wanita muslim.
7. Al-Wahyu Muhammad, berisikan wahyu Allah yang diturunkan kepada
Muhammad SAW. Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri’ Al-‘Am, berisikan
keindahan agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum
Islam.
8. Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma, berisikan kekhalifahan dan imam-
imam besar
9. Al-Sunnah wa Al-Syi’ah.
10. Al-Wahdah Al-Islamiyah.
11. Haqiqah Al-Riba.
12. Majalah Al-Manar.
13. Tafsir Al-Manar.20
4. Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad Rasyid Ridha

Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru
dan bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah pertama yang dilakukan
20
Abdul Hamid, dkk, Pemikiran Modern dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 35.

21
Rasyid di Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan sebuah majalah
sebagai corong mereka. Menurut Rasyid, hal ini penting karena cara yang
tepat untuk menyembuhkan penyakit umat ialah pendidikan serta menyiarkan
ide-ide yang pantas untuk menentang kebodohan dan pikiran-pikiran yang
mengedap dalam diri umat seperti fatalistik dan khufarat. Dalam terbitan
perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sama dengan al-‘Urwah al-
Wusqa, yakni sebagai media pembaharuan dalam bidang agama, sosial,
ekonomi, menghilangkan faham-faham yang menyimpang dari agama Islam,
peningkatan mutu pendidikan, dan membela umat Islam dari kebuasan politik
Barat.21 Menurut Rasyid pembaharuan mutlak harus dilakukan, karena tanpa
itu, umat islam senantiasa berada dalama kemunduran dan akan menjadi umat
yang terlantar. Ia melihat bahwa kemunduran umat Islam dan kelemahan
mereka disebabkan karena merekatidak lagi memegang dan menjalankan
ajaran Islam yang sebenarnya. Pemikiran pembaharuan Islam Rasyid Ridha;

a. Pembaharuan Bidang Keagamaan

Umat Islam mengalami kemunduran karena tidak menganut ajaran-


ajaran Islamyang sebenarnya. Hal ini dikarenakan banyak faham-faham
yang tidak sesuai masuk kedalam tubuh Islam, seperti segala khufarat,
takhayul, bidah, jumud dan taklik. Oleh karena itulah yang menyebabkan
umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai lagi dengan ajaran
Islam sebenarnya. Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar
ketinggalannya dari bangsa Eropa,jika mereka kembali kepada ajaran
Islam sebenarnya sebagaimana telah diajarkan Nabi Muhammad SAW dan
dipraktekkan oleh sahabat.

Rasyid Ridha mengatakan Islam murni itu sederhana sekali,


sesederhana dalam ibadah dan sederhana dalam muamalahnya. Ibadah
kelihatannya berat dan ruwet karena dalam ibadah telah ditambahkan hal-
hal yang bukan wajib, tetapi hanya sunnah. Mengenai hal-hal yang sunnah
ini nantinya akan muncul perbedaan faham dan akan memicu munculnya
kekacauan. Sedangkan soal muamalah, hanya dasar-dasar yang diberikan,

21
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam(Jakarta: Kalam Mulia, 1988), 65

22
seperti keadilan, persamaan, pemerintahan syura. Hukum-hukum fiqh
mengenai hidup kemasyarakatan, sungguhpun itu didasarkan atas Alquran
dan hadis. Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan situasi tempat dan
zaman. Selanjutnya ia menganjurkan pembaharuan dalam bidang hukum
dan penyatuan mazhab hukum. Selai itu faktor yang membawa umat Islam
mengalami kemunduran adalah sikap fatalisme. Sehingga agar umat Islam
tidak lemah, maka mutlak membuang jauh-jauh faham fatalisme,
kemudian menggantikannya dengan faham dinamisme (progres,
kemajuan).22 Dengan menjunjung tinggi asas kemajuan, secara perlahan
umat Islam akan meyakini bahwa faktor nasib dan keberuntungan
merupakan kehendak sepenuhnya manusia. Dengan katalain, kemajuan
dan perubahan hidup yang dijalani sepeuhnya lebih ditentukan oleh umat
Islam itu sendiri. Oleh karena itu umat Islam harus bersikap aktif.

Selanjutnya pemahaman ini akan membawa umat Islam memiliki


wawasan rasional dan selalu maksimal dalam menggunakan akal pikiran.
Rasyid Ridha juga menghargai akal manusia. Menurutnya akal dapat
dipakai terhadap ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan. Umat
Islam juga memiliki konsep ijtihad. Konsep ini akan memacu umat Islam
untuk berfikir keras tentang agama dan sosial kemasyarakatannya. Ijtihad
diperlukan hanya untuk soal-soal hidup kemasyarakatan, terhadap
persoalan-persoalan yang tidak disebut dalam Alquran dan hadis.

b. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Peradaban Barat modern menurut Rasyid Ridha didasarkan atas


kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak bertentangan dengan islam. Untuk kemajuan, umat Islam
harus mau menerima peradaban Barat yang ada (ilmu pengetahuan dan
teknologi). Bahkan Rasyid melihat wajib bagi umat Islam mempeelajari
ilmu pengetahuan dan teknologi modern asalkan dimanfaakan dalam hal
kebaikan. Barat maju karena mau mengambil ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh umat Islam, jadi mengambil ilmu pengetahuan barat

22
Harun Nasution, Pembaharuaan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), 73.

23
modern sama saja dengan mengambil kembali ilmu pengetahuan yang
pernah dimiliki umat Islam.23

Dalam bidang pendidikan Rasyid Ridha juga membentuk lembaga


pendidikan yang bernama “al-Dakwah Wal Irsyad” pada tahun 1912 M di
Kairo, Mesir. Motif mendirikan madrasah ini ialah, karena adanya
keluhan-keluhan yang disampaikan melalui pesan surat dari negeri-negeri
Islam tentang aktivitas missi Kristen di negara-negara mereka. Untuk
mengimbangi sekolah missi Kristen, maka perlu mendirikan sekolah
missiIslam, karena banyak dari kalangan umat Islam yang pada saat itu
menyekolahkan anak mereka di sekolah Kristen, karena disekolah tersebut
diajarkan ilmu pengetahuan umum dan teknologi modern. Akan tetapi usia
sekolah ini tidak panjang, karena situasi perang dunia I.

c. Pembaharuan Bidang Politik dan Sosial Kemasyarakatan

Walaupun Rasyid ridha mengakui kemajuan peradaban barat, tetapi dia


tidak setuju dengan ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut
Rasyid, umat Islam tidak perlu meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam
Islam rasa kebangsaan itu dibangun atas dasar keagamaan. Oleh karena
itu, untuk kesatuan umat perlu ada kekuasaan dalam bentuk Negara.
Negara yang dianjurkan Rasyid ialah negara dalam bentuk kekhalifahan.
Sebab Rasyid Ridha memiliki program pelaksanaan yaitu menghidupkan
kembali sistem kekhalifahan di dalam zaman modern, karena bentuk
pemerintahan seperti ini akan membawa kesatuan umat Islam.

Untuk mewujudkan kesatuan umat, pada mulanya Rasyid meletakkan


harapan pada kerajaan Usmani, tetapi harapan itu hilang setelah Mustafa
Kamal berkuasa di Istanbul dan kemudian menghapus sistem
pemerintahan khalifah fan berubah menjadi Republik. Untuk
menghidupkan kembali lembaga kekhalifahan itu, Rasyid mengusulkan
diselenggarakannya suatu muktamar raya Islam di Kairo, Mesir, yang
dihadiri oleh wakil-wakil dari semua negara Islam dan seluruh umat Islam.
Dengan menambahkan bahwa Mesir adalah satu-satunya negara yang
23
Ibid., 75

24
layak menjadi penyelenggara pertemuan akbar Islam seperti itu,tanpa
memberikan uraian lanjut tentang alasannya. Muktamar tersebut
berlangsung pada tahun 1926 M, akan tetapi muktamar tersebut berakhir
dengan kegagalan.karena banyak dan kuatnya pertentangan di antara para
peserta muktamar dan akhirnya tidak dapat tercapai kesepakatan.

Tentang Nasionalisme yang sedang menggejala pada masa itu, Rasyid


Ridha berpendapat bahwa faham nasionalisme itu bertentangan dengan
persaudaraan Islam. Makaia tidak setuju dengan faham Nasionalisme yang
di bawa oleh Mustafa Kemal di Mesir maupun Turki Muda diTurki.
Menurutnya persaudaraan Islam tidak mengenal batas baik ras, bangsa,
bahasa dan tanah air.

D. Pembaharuan Qasim Amin


1. Riwayat Hidup Qasim Amin

Qasim Amin dilahirkan pada tanggal 1 Desember tahun 1863 di


Iskandariah. Ayah Qasim Amin bernama Muhammad Bik Amin keturunan
dari Turki, ia seorang komandan di Harrah pada masa pemerintahan Khadiw
Ismai.24 Keluarga Qasim Amin berasal dari keluarga Turki Sulaimani Iraki,
yang sebagian orang-orangnya termasuk tokoh-tokoh pemerintahan dan
tokoh kurdi. Ketika ayahnya meninggal dunia, ia diasuh oleh keluarga ibnya
hingga menjadi pemuda. Saat muda ia pergi menuju ke kota Istanbul yaitu
ibu kota pemerintahan Utsmani bersama seorang temannya, karena tidak
senang terhadap sikap sepupunya yang selalu mengekangnya, yang menjadi
seorang gubernur di daerahnya.25

Pendidikan yang ditempuh oleh Qosim Amin yakni adalah :

a) Pendidikan tingkat dasar di Madrasah ra’s al-Tindi di wilayah


Iskandari.
b) Pendidikan ke sekolah menengah madrasah al-Tajhziyyun yang
berada di Kairo.
24
Age Surya Dwipa Chandra, “Pemikiran Qasim Amin Tentang Pembaharuan Hukum Perkawinan
Dalam Islam (Studi Kitab Tahrir Al-Mar’ah)” (Skripsi, Lampung, Universitas Islam Negeri Raden
Intan, 2018), 71.
25
Juwairiyah Dahlan, Qasim Amin dan Reformis Mesir (Surabaya: Alpha, 2004), 17–18.

25
c) Pendidikan ke sekolah tinggi hukum madrasah al-huquq, dan
memperoleh ijazah lecence tahun 1298 H/1881 M.
d) Bekerja disebuah kantor pengacara milik Mustafa Fahmi di kota
Kairo.
e) Mengenyam pendidikan di Prancis untuk mendalami ilmu di bidang
hukum di Universitas Motpellier dan selesai tahun 1885.26

Selama berada Paris, ia menggunakan waktunya untuk


mempelajari mempelajari karya ilmu tulis dalam berbagai bidang ilmu
selain belajar. Ilmu yang dipelajarinya yakni etika, sosiologi, ilmu jiwa,
dan sebagainya.

Sewaktu di Paris, ia bertemu dengan tokoh pembaharu Islam


seperti Afgani dan Muhammad Abdullah. Dari pertemuan tersebut
menghasilkan diskusi mengenai prospek masa depan umat Islam secara
umum dan secara khusus. Diketahui bahwa Qasim Amin merupakan
seorang murid dari Muhammad Abduh yakni tokoh pembaharu yang
sangat rasional.27

Qasim Amin melihat, bahwasanya hal yang dapat mendorong


ceptnya proses pembangunan di Barat terletak pada ke ikut sertaan wanita.
Di Barat wanita mendaoat pendidikan yang layak sebagaimana para laki-
laki. Sedangkan di Mesir wanita jumlahnya setengah dari kaum laki-laki,
namun wanita tidak mendapat pendidikan dan tidak boleh ikut laki-laki
dalam hal kemasyrakatan. Dengan pemikiran tersebutlah, ia mulai untuk
menulis bberapa karya yang dimuat di majalah al-Mu’ayyad. Salah satu
artikelnya yang populer adalah “kedudukan wanita dalam struktur sosial
mengikuti kondisi bangsa”.28

Qasim Amin mengeluarkan karyanya yang sderhana dan


prediksinya tidak terlalu berharga, namun kenyataannya karyanya dapat

26
Eliana Siregar, “Pemikiran Qasim Amin Tentang Emansipasi Wanita,” Kafa’ah: Jurnal Ilmiah
Kajian Gender 6, no. 2 (2016): 255.
27
Erasiah, “Tokoh Emansipasi Wanita Islam di Mesir Abad ke 19 M,” Kafa’ah: Jurnal Ilmiah
Kajian Gender 4, no. 2 (2014): 211.
28
Khoirul Mudawinun Nisa’, “Pengaruh Pemikiran Pendidikan Qasim Amin pada Proponen
Feminim,” TA’LIMUNA 3, no. 1 (2014): 3.

26
menimbulkan ledakan besar dala masyarakat yakni “Tahrir al-Mar’ah”
(Emansipasi wanita). Bukunya i ni menimbulkan gejolak di tengah
masyarakat Mesir. Golongan konservatifmenyerang dan menganggap telah
mengajak wanita meninggalkan hijab, akan tetapi golongan lainnya
mendukungnya.

Karyanya selanjutnya adalah “al-Ma’ah al-Jadidah yang terbit


tahun 1990 M. Didalam karyanya ia mengurangi pemikirannya yang
tertuang dalam buku sebelumnya. Dengan argumentasi yang akurat dan
logis, ia membantah orang-orang menyerang dan mengkritik buku
pertamanya. Buku-buku lainnya yang di tulis oleh Qasim Amin ialah :

a) Huquq al-nisa fi’l-Islam (hak-hak wanita dalam Islam)


b) “Ashbab wa nataif wa akhlaq wa mawaiz” (penyebab, efek, moral
dan rekomendasi)
c) The Slavery of Women (perbudakan wanita)
d) “They young women” 1892 M
e) Mirror of the beautiful (cermin yang indah)
f) Liberation of women pembebasan wanita (pembebasan wanita).29

Karyanya telah banyaak menginspirasi dan memberikan pandangan


terhadap masyarakat Mesir pada masa itu, namun sebelum Qasim melihat
ide-idenya direalisasikan, yaitu sebelum ia sempat menyaksikan wanita di
negerinya menikmati haknya sebagai semstinya, pada tanggal 22 April 1908
M, Qassim Amin meninggal dunia dalam usia 45 tahun.30

2. Pokok Pikiran Qosim Amin

Karya Qasim Amin, yakni tentang pembebasan perempuan yang


dapat dilihat karyanya dengan judul ‘Tahrir al-Mar’ah’. Karyanya ini ditulis
pada tahun 1899 M, karyanya menguraikan secara kritis mengenai ide-ide
pembebasan perempuan, khususny yang ada di Mesir. Latar belakang
keryanya tersebut adalah kesimpulan yang diambil oleh Amin, ia
menganggap bahwa reformasi perempuan dalam konteks struktur sosiaal
29
Nisa’, 3–4.
30
Nisa’, 4.

27
memang mendesak ntuk segera dilaksanakan. Anggapan itu diambil setelah
melihat keadaan perempuan Mesir yang menurutnyaa telah dipenjara
mengenai kebebasannya. Kurangnya pendidikan pada perempuan dan masih
terbukanya ruang marginalisasi dan subordinasi tterhadap perempuan dalam
kehidupan keluarga menjadi tema sentral dalam kaaryanya tersebut.31

Ulasan Qasim Amin mengenai kesetaraan gender yang akan dikaji


mengenai posisi wanita dalam bidang pendidikan, pemakaian hijab dan
kedudukannya dalam lingkungan keluarga.

a. Pendidikan

Menurut Qasim Amin, laki-laki dan perempuan mempunyai


kesamaan, baik itu dari sisi anggota tubuh, indera, pikiran, dan segala
keinginan. Kesamaan-kesamaan tersebut karena mereka ialah manusia.
Perbedaan diatantara keduanya adalah pada kadar yang dituntut oleh
perbedaan jenis. Laki-laki ialah kekuatannya melebihi perempuan dalam
hal fisik dan kemampuan akal, hal itu dikarenakan oleh kondisi tersebut
menuntut laki-laki yang bekerja dan berfikir, sedangkan perempuan
dilarang bekerja dan berfikir sehingga tetap berada dalam kondisi lemah.32

Salah satu penyebab kemunduran umat Islam disebabkan oleh


ketertinggalan pada kaum perempuannya, menurut Qasim Amin. Di Mesir,
perempuan memiliki kedudukan setengah dari kaum laki-laki, akan tetapi
mereka tidak pernah merasakan pendidikan secara formal. Pendidikaan
bagi perembuan hanyalah untuk kepentingan mengatur rumah tangga
secara baik, akan tetapi lebih dari itu, pendidikan tersebut dapat
memberikan didikan dasar bagi anak-anak mereka kelak.

Seorang perempuan tidak akan mendapaat posisi tinggi, kecuali ia


telah memiliki kemampuan ilmu logika dan etika. Perempuan tersebut
harus mempelajari semua apa yang perlu dipelajari oleh seorang laki-laki
(minimal pendidikan dasar). Prinsip-prinsip ilmu tersebut akan memberi
31
Syaiful Bahri, “Kontribusi Pemikiran Qasim Amin dalam Pembaruan Hukum Keluarga Islam,”
Al-Ahwal 6, no. 1 (2013): 22.
32
Muhammad Haramain, “Dakwah Pemberdayaan Perempuan: Telaah Pemikiran Qasim Amin
Tentang Kesetaraan Gender,” Zuwiyah : Jurnal Pemikiran Islam 5, no. 2 (2019): 224.

28
kemampuan sesuai dengan tabiatnya. Tidak ada garis pemisaah antara
perempuan Mesir dengan perempuan Barat dalam hal kiprah di bidal
ilmiah, peradapan, perekonomian, daan peerindustrian, kecuali karena
kebodohannya,

Gagasan Qasim Amin yang menuntut persamaan hak antara laki-


laki dan perempuan dalam bidang pendidikan sangat tepat, sebab hal
tersebut mempunyai tujuan yakni untuk dapat mengangkat derajat kaum
perempuan.33 Selain itu, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap umat
Islam sebagaiman dapat dipahami dari sabda Nabi Muhammad yang
berbunyi :

ٍ ‫ار َح َّدثَنَا َح ْفصُ ب ُْن ُسلَ ْي َمانَ َح َّدثَنَا َكثِي ُر ب ُْن ِش ْن ِظ‬
‫ير‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم ب ُْن َع َّم‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ك قَا َل ق‬ ِ ‫يرينَ ع َْن أَن‬
ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬ ِ ‫ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ِس‬
‫ض ُع ْال ِع ْل ِم ِع ْن َد َغي ِْر‬
ِ ‫يضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو َوا‬َ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر‬
َ ‫ير ْال َجوْ ه ََر َواللُّ ْؤلُؤَ َوال َّذه‬
‫َب‬ ِ ‫َاز‬ِ ‫أَ ْهلِ ِه َك ُمقَلِّ ِد ْالخَ ن‬
IBNU MAJAH – 220 : Telah menceritakan kepada kami Hisyam
bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman
berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari
Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban
bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada
ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke
leher babi." (H.R. Ibnu Majah).34

Pendidikan wanita merupakan satu-satunya alat untuk


membebaskan kaum wanita dari praktek pemarginalan dan
pensubordinasian yang menyiksa mereka. Karena adanya pendidikan,
wanita dapat mempertinggi perannya dalam bidang domestik, disamping
perannya sebagai pendidik pertama terhadap anak-anak, mitra dialog
dengan suami, ataupun di bidang kemasyarakatan.Pendapatnya, jika para
33
Haramain, 224–25.
34
Imam Bukhari, Shohih Bukhari, Digital (Lidwa Pusaka i-softwere, 2009).

29
wanita Mesir dibiarkan tanpa pendidikan, akan menjadikan mereka seperti
tersimpan dalam kotak yang hanya dapat dilihat sebagai “perhiasan
pajangan” tanpa adanya pengembangan dan serta tidak mendatangkan
manfaat bagi Mesir.

b. Pemakaian Hijab

Hijab (penutup wajah) bukanlah ajaran Islam, akan tetapi hal itu
hanya merupakan kebiasaan yang kemudian dianggap sebagai ajaran
Islam, menurut Qasim Amin. Sebagaiman halnya penutupan wajah,
pemisahan perempuan dalambergaul juga bukanlah ajaran Islam. Kedua
hal ini membewa perempuan kepada kedudukan rendah, menghambat
kebebsan dan pengembangan daya kreatif mereka agar dapat mencapai
kesempurnaan. Terkait masalah hijab, QS. an-Nur/24: 31 menyebutkan
bahwa :

      


         
        
       
       
       
       
        
         
     
Artinya Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui

30
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Qasim amin dalam menafsirkan ayat ini lebih menitik beratkan
pada kondisi sosial setempat, berdasarkan ayat ini, syariat Islam
membolehkan wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya di depan
orang lain, sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Adapun ulama’
sepakat bahwasanya yang boleh tampak ialah wajah dan telapak tangan,
sedangkan kedua siku dan kedua kaki masih diperselisihkan
kebolehannya.35Alasan pemakaian hijab tersebut hanya bertujuan sebagai
pelindung diri wanita dari fitnah laki-laki. Menurut Qasim Amin,
timbulnya fitnah bukan dari fisik (anggota tubuh) wanita yang taampak,
akan tetapi lebih utama ialah gerak tubuh yang bisa menimbulkan bihari.
Meskipun demikian, ia tidak setuju dengan tradisi wanita Barat yang
membuka aurat secara bebas, sehingga bisa menimbulkan syahwat dan
hilangnya rasa malu bagi mereka.Seorang wanita tidak akan mencapai
derajat atau eksistensi yang sempurna, jika selalu berada dalam kalangan
dan mengikuti tradisi Islam. Oleh sebab itulah, wanita perlu diberikan
kebebasan berkarya sesuai dengan fitrah dan petunjuk syariat. Hijab
merupakan tradisi lama, yang merupakan penghalang besar wanita untuk
mencapai kemajuan. Akibatnya uamt Islam secara keseluruhan tetap
berada keterbelakangan dan kemunduran.36
Jika pemikiran Qasim Amin ini dikaitkan dengan kondisi sosial
Indonesia, maka terjadi relevansi dengan hasil diskusi Front Pembela
Islam (FPI) ke-16 yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 28 April 1988
tentang Aurat dan Jilbab. Keputusan hasil diskusi tersebut ialah :
1) Jilbab bukan merupakan pakaian wajib dalam Islam. Namun, jilbab
adalah salah satu bentuk pakaian yang memiliki nilai ke Islaman
dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke Indonesiaan ataupun
melanggarnya.

35
Haramain, “Dakwah Pemberdayaan Perempuan: Telaah Pemikiran Qasim Amin Tentang
Kesetaraan Gender,” 227–28.
36
Haramain, 228.

31
2) Rekayasa untuk memikirkan bentuk pakaian penutup aurat yang
sesuai dengan nilai-nilai keIslaman dan ke Indonesiaan, tetap
terbuka sesuai dengankebutuhan dan perkembangan zaman, atau
tahapan pembangunaan masyarakat Indonesia modern
3) Mengingat bahwa:
- Menutup aurat adalah wajib bagi wanita Islam, seperti
halnya yang dijelaskan pada QS. an-Nur/24: 30-31
- Kewajiban itu bukan bersifat esensial tetapi aksidental
- Batas-batas aurat tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan
Hadis secara qath’ily
- Wanita Islam Indonesia harus ikut serta aktif dalam
pembangunan nasional sekarang
- Untuk itu mereka memerlukan pakaian yang mempunyai
nilai praktis, pragmatis dan mengikat gerak., maka pakaian
maksimal memperlibatkan leher ke atas, lengan dari siku ke
ujung jari tangan dan kaki dibawah lutut, dari tubuh wanita
adalah bentuk pakaian yang sesuai dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.37
3. Hukum Keluarga

Pemikiran Qasim Amin mengangkat kedudukan wanita dalam


kehidupan keluarga ialah dari segi perkawinan, poligami, dan talak.

1) Perkawinan

Qasim Amin menetang pilihan sepihak dalam perkawinan.


Menurutnya, wanita diberi hak yang sama dalam memilih jodoh.
Sebagaimana halnya laki-laki, wanita juga berhak melihat terlebih dahulu
laki-laki yang akan menikahinya untuk dapat menyatakan persetujuannya.
Dengan adanya persetujuan antara kedua belah pihak sebelum terjadinya
akad nikah, pada gilirannya nanti akan terciptanya suasan mawaddah wa
rahmah setelah mereka berada dalam ikaatan pernikahan. Dikatakan dalam
kehidupan rumah tangga, masing-masing pihak mempunyai hak yang

37
Haramain, 229.

32
sama, baik dalam hal makanan, pakaian, harta benda, maupun tempat
tinggal. Qasim Amin, memperkuat argumennya dengan mengutip
beberapa ayat dan hadis yakni al-Baqarah/2:228 :

     

Artinya : ...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang


dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf...(QS. al-Baqarah/2:
228)38

Definisi ahli fiqih yang mengartikan perkawinan hanya sebatas


akad yang fungsinya untuk sekedar pembolehan bagi laki-laki
berhubungan intim dengan perempuan. Menurut Qasim Amin, difinisi
tersebut mengisyaratkan bahwa dalam perkawinan seakan-akan tidak ada
hal lain lagi kecuali bersenang-senang dalam upaya penyaluran syahwar
biologis semata. Al-Qur’an mendefinisikan bahwa pernikahan sebagai
suatu ikatan kuat yang bertujuan agar dapat membentuk rumah tangga
yanag tentram, sejahtera, dan bahagia. Definisi yang ada dalam al-Qur’an
adalah yang paling cocok untuk pengertian pernikahan itu sendiri.39

Menurut Amin, perkawinan adalah diberikannya kebebasan bagi


perempuan untuk memilih pasangannya, baginya kawin paksa (ijbar) tidak
dapat diterima dan tidak dibenarkan. Menurut Amin, faktor terciptanya
keharmonisan salah satunya ialah proses saling mengenal antar pasangan
disertai keyakinan di antara mereka untuk mengikat janji setia.
Menurutnya kebebsan perempuan dalam memilih pasangan menjadi modal
utama dalam membangun rumah tangga.40

2) Poligami

Poligami merupakan bentuk penyiksaan terberat kepada wanita,


menurut Qasim Amin. Pada dasarnya tidak ada wanita yang menghendaki
hidup seatap dengan wanita lain (dimadu), sebagaiman halnya seorang
lelaki yang menginginkan hidup seatap dengan laki-laki lain (mencintai
38
Haramain, 230.
39
Bahri, “Kontribusi Pemikiran Qasim Amin dalam Pembaruan Hukum Keluarga Islam,” 23.
40
Bahri, 23–24.

33
seorang wanita secara bersamaan). Adapun hukum poligami berdasarkan
QS. an-Nisa/4: 3 .

         
         
          
Artiya dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Menurut ayat diatas, Qasim Amin berpendapat bahwa meski
poligami diperbolehkan dalam al-Qur’an, akan tetapi pada hakekatnya
yang di anjurkan ialah monogami. Pendapatnya dilandasi karena syarat
utama poligami ialah keaadilan, sementara keadilan itu bersifat relatif dan
sangat sulut diwujudkaan oleh seseorang. Poligami dapat saja dibenarkan
jika istri berada dalam kondisi sakit berkepanjangan yang mengakibatkan
ia tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri atau istri dalam
kondisi mandul. Adapun kondisi suami yang hyper sex, tidak dapat
dijadikan alasan untuk poligami, sebab yang demikian itu hanyalah
pertanda kerusakan moral dan adanya keinginan untuk bersenang-senang.41
3) Talak

Dalam permasalahan talak, Qasim Amin tidak setuju jika hak cerai
itu hanya milik laki-laki, menurutnya, sebagai hal dalam pemilihan jodoh,
dalam hal cerai wanita juga mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
Selain itu, ia juga tidak setuju jika proses talak itu dipermudah. Karena hal
tersebutlah ia menetapkan adanya saksi dalam proses terjadinya talak,
saksi tersebut merupakan syarat sahnya perkawinan, untuk dapat
terpenuhinya talak, maka sebaiknya talak dilakukan di pengadilan. Untuk

41
Haramain, “Dakwah Pemberdayaan Perempuan: Telaah Pemikiran Qasim Amin Tentang
Kesetaraan Gender,” 230–32.

34
menjalankan putusantalak, pengadilan haruslah mampu menempuh lima
tahapan yakni :

a) Suami istri yang akan bercerai harus menghadiri sidang


b) Hakim haruslah memberi nasehat kepada kedua belah pihak dan
memberikan kesempatan untuk berfikir selama satu minggu
c) Jika niatnya tetap setelah di berikan waktu, maka hakim harus
mengangkat hakam (arbiter), seseorang dari pihak suami dan
seorang lagi dari pihak istri
d) Jika arbiter tidak mampu menciptyakan suasana damai, maka
hakim dapat memutuskan jatuhnya talak
e) Dalam memutuskan jatuhnya talak, hakim haruslah menghadirkan
dua orang saksi.42

42
Haramain, 232.

35
BAB III

PENUTUP

36

Anda mungkin juga menyukai