Anda di halaman 1dari 26

MATA KULIAH TAFSIR ADABI I’JTIMA’I

MAKALAH

“Tafsir Surah Al Humazah”

Dosen Pengampu:

Ustadz. Dr. Muhammad Rohman Lc. M.A

Disusun oleh:

Muhammad Fahmi Aminlillah

Rahul Hendra

PRODI ILMU AL QURAN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI ILMU AL QURAN BAITUL QUR’AN DEPOK

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, atas rahmat dan
ridha-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan makalah ini, yang mana
membahas tentang “Tafsir Surah Al-Humazah”. Guna untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Tafsir Adabi Ijtima’i”
Tak lupa kami juga mengucapkan jazakumullah khairan kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan, masukan, arahan dan bimbingannya serta membantu
kami selama proses penulisan makalah ini hingga selesai. Untuk itu kami mengucapan
terima kasih kepada:
1. Ustadz. Dr. Muhammad Rohman, Lc. M.A. selaku dosen mata kuliah atas bimbingan
dan tugas yang diberikan.
2. Seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, terutama kepada
teman-teman mahasiswa serta seluruh aktivis STIQ Baitul Qur’an yang sudah memberi
semangat dan dukungan baik moril maupun materil.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna
serta kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka dari itu kami
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
kedepannya kami bisa memperbaiki makalah ini dengan lebih baik. Semoga makalah ini
bisa bermanfaat untuk kita semua.

Depok, 30 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan masalah ............................................................................. 1

1. Apa itu surah al humazah? ................................................................ 1

2. Apa asbabun nuzul surah al humazah? ............................................. 1

3. Bagaimana tafsir surah al humazah? ................................................ 1

C. Tujuan pembahasan .......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Pengertian Surah Al Humazah ......................................................... 3

B. Asbabun Nuzul Surah Al Humazah ................................................. 4

C. Tafsir al mannar Muhammad Abduh ................................................ 7

D. Tafsir Al Qur’an Al-Azim Ibnu Katsir ............................................ 15

E. Tafsir Al-Ahzar Buya Hamka .......................................................... 16

BAB III PENUTUP ................................................................................ 21

A. Kesimpulan..................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Surah al-humazah terdiri dari kata “Al- Humazah” yang berarti “pengumpat” di
ambil dari ayat pertama. Ulama sepakat menyatakan bahwa surah ini turun di Mekkah
sbelum Nabi Saw. Berhijrah ke Madinah. Sejumlah kaum musyrikin melakukan
penghinaan dan melempar aneka isu terhadap kaum muslimin yang mengundang
turunnya surah ini. Namanya surah al-Humazah atau surah “Wail Li Kulli Humazah”
merupakan dua nama yang di temukan dalam sekian banyak mushafdan kitab tafsir.
Ada juga menamainya surah al-Huthamah. Nama-nama itu diangkat dari ayat pertama
dan keempat surah ini.

Tema utamanya adalah ancaman terhadap siapapun yang melakukan pelecehan


sertamembawa rumor yang mengakibatkan gangguan kepada kaum muslimin secara
khusus danmasyarakat secara umum. Ia mengecam kepada mereka yang sering
mengumpat dan mencela orang lain, yang menimbun-nimbun harta, seakan-akan
dengan penimbunan itu ia akan dapat kekalhidup di dunia ini.

Menurut al-Biqa’I, tujuan utamanya adalah menjelaskan siapa yang paling rugi
yang dilengahkan oleh at-Takaatsur , yakni yang bersaing secara tidak sehat,
memperbanyak harta yangsangat jelas kerugiannya pada hari kiamat.Surah ini
merupakan wahyu yang ke-31 yang di terima oleh Nabi Muhammad Saw. ia
turuhsesudah surah al-Qiyamah dan sebelum surat al-Mursalat. Ayat-ayatnya dengan
berbagai cara perhitungan berjumlah sebanyak 9 ayat

B. Rumusan masalah
1. Apa itu surah al humazah?
2. bagaimana asbabun nuzul surah al humazah?
3. Bagaimana penafsiran surah al humazah?
C. Tujuan pembahasan

1
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjawab semua pertanyaan yang
ada diatas, pemateri akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjwab semua
pertanyaan yang tertera diatas dengan referensi agar makalah ini dapat dipertnggung
jawabkan dan memberikan pesan-pesan yang menarik bagi pembaca. Dan semoga
makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan kita semua, khususnya bagi pemater

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Surah Al Humazah


Surat al-Humazah merupakan salah satu surat yang berbicara mengenai
kehidupan sosial ditengah masyarakat. Surat ini merupakan cuplikan dari
kehidupan masyarakat Mekkah saat dakwah dimulai dan terus berulang dalam
kehidupan umat manusia.1 Ulama sepakat menyatakan bahwa surat ini turun di
Mekkah sebelum Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah. Namanya surat
al-Humazah atau surat Wail Li Kulli Humazah merupakan dua nama yang
ditemukan dalam sekian banyak mushaf dan kitab tafsir. Ada juga yang
menamainya surah alhutamah. Nama-nama itu diangkat dari ayat pertama dan
keempat surat ini.2
Terdiri dari 9 ayat dan merupakan urutan ke-104 dalam Al-Qur‟an.
Diturunkan sesudah surat al-Qiyamah dan sebelum surat al-Mursalat. Surat ini
memberikan kepada kita gambaran nilai yang biasa terdapat dalam fenomena
kehidupan yaitu nilai harta dan gambaran bahwa pemilik harta menganggap
orang yang tidak memiliki harta berada pada derajat yang rendah.3 Ancaman
dalam surta ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan mengumpat
dan mencela orang lain, yang menimbun-nimbun harta, seakan-akan dengan
penimbunan itu ia akan dapat kekal hidup di dunia ini. Surat ini juga berisi
mengenai sebuah sebab akibat dari perbuatan manusia dan menjelaskan dengan
tegas siapa yang akan mengalami kerugian bahkan kecelakaan.

Dinamai surah al-humazah karena kata tersebut terdapat pada


awal ayat. Surah ini berkenaan tentang penyakit makhluk yang tidak
dapat disembuhkan diantara manusia yaitu mengumpat orang lain
dengan ghibah yang mereka sibuk dengan keghibahannya atau mencari
aib pada saat orang-orang hadir. Dan sungguh surat ini memulai dengan

1
Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Sya‟ra’wi, terj. Zainal Arifin, jilid 15 (Jakarta: Safir Al-Azhar, 2016),
449.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 509.
3
Mutawalli al-Syarawi, al-Syarawi, jilid 15, 450

3
adzab yang keras bagi setiap orang yang mencari aib dan mengumpat
kepada orang lain dan menjatuhkannya sebagaimana ayat pertama.

Surah Al-Humazah turun ditujukan kepada Akhnas bin Syuraiq. Dia


adalah salah satu orang kaya yang menjadi pemimpin Kaum Kafir
Mekkah. Dia suka mengejek dan menggunjing orang, terutama dia suka
melakukannya kepada Rasulullah Saw.

B. Ababun nuzul
Dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul menyebutkan bahwa
surat ini turun berkaitan dengan Umayyah bin Khalaf yang setiap kali bertemu
dengan Rasulullah suka menghina dan mencaci maki beliau. Kemudian Allah
menurunkan ayat-ayat dalam surat ini secara keseluruhan.4
Umayyah bin Khalaf merupakan seorang pemimpin suku Quraisy yang
terkemuka. Sejak kecil, ia sudah hidup berkecukupan harta dari ayahnya yang
seorang pedagang besar. Hal tersebut membuatnya menjadi kikir dan angkuh
saat dewasa. Harta kekayaan yang banyak membuat Umayyah merasa kuat dan
berpandangan bahwa harta adalah nilai tertinggi dalam kehidupan. Sementara,
nilai manusia dan kebenaran dipandang rendah. Kebiasaan berikutnya yang
sering dilakukannya adalah mengolok-olok dan menghalangi dakwah Rasulullah
saat di Mekkah. Umayyah wafat terbunuh saat perang Badar tahun 624 M / 2 H.5
C. Penjelasan ayat

ٍ‫َو ْي ٌل ِّل ُك ِّل هُ َمزَ ةٍ لُّ َمزَ ة‬ •

1. Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,

‫عدَّدَه‬ ْ ‫الَّ ِّذ‬


َ ‫ي َج َم َع َم ااًل َّو‬ •

2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,

4
Jalaluddin as-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, terj. Abdul Hayyie (Jakarta: Gema Insani,
2008), 640.
5
Agung Sasongko, “Kisah Umayah bin Khalaf Yang Tegila-Gila Harta, 2018” Diakses, 28 Juli, 2020,
https://republika.co.id/berita/p982s5313/kisah-umayyah-binkhalaf-yang-tergilagila-harta

4
‫سبُ ا َ َّن َمالَهٓٗ ا َ ْخلَدَه‬
َ ْ‫َيح‬ •

3. dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.

َ ‫ك َََّّل لَيُ ْۢ ْن َبذَ َّن فِّى ْال ُح‬


‫ط َم ِّة‬ •

4. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah.

َ ‫َو َما ٓٗ اَد ْٰرىكَ َما ْال ُح‬


ُ‫ط َمة‬ •

5. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu?

ُ ‫ّٰللا ْال ُم ْوقَدَة‬


ِّ ‫َار ه‬
ُ ‫ن‬ •

6. (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,

ِّ‫علَى ْاًلَ ْفـِٕدَة‬ َّ ‫الَّ ِّت ْي ت‬


َ ‫َط ِّل ُع‬ •

7. yang (membakar) sampai ke hati.

َ ْ‫علَ ْي ِّه ْم ُّمؤ‬


ٌ ‫صدَة‬ َ ‫اِّ َّن َها‬ •

8. Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,

ࣖ ٍ‫ع َم ٍد ُّم َمدَّدَة‬


َ ‫فِّ ْي‬ •

9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

1. Ayat yang pertama menjelaskan bahwa pencelaakan celaka, di ayat tersebut


terdapat kata “‫”همزة‬yaitu mencela dari belakang atau secara tidak terang-
terangan, dan juga terdapat kata“‫”لمزة‬yang artiya hamper bahkan bisa
dikatakan sama dengan yang pertama tadi Cuma bedanya kata yang ini
berarti mencela secara terang-terangan. Yang lebih jelasnya bahwa ayat 1

5
dari surah al-humazah ini menjelaskan tentang orang yang suka mencela
dan mengumpak disebabkan oleh banyaknya harta yang di miliki.
2. Pada ayat 2 menjelaskan bagaimana prilaku orang-orang kafir yang dalam
hidup kesehariannya gemar mengumpulkan harta serta selalu sibuk
menghitung-hitung harta/kekayaan yang mereka miliki. Mereka lebih fokus
memikirkan kehidupan duniawi dibanding dengan mencari hidayah atau
dengan kata lain mereka tidak pernah memikirkan kehidupan akhirat yang
abadi.Sebab kecelakaan dan kebinasaan mereka yaitu karena mereka
memperkaya diri sendiri serta selalu menghitung-hitung harta kekayaannya
itu karena sangat cinta dan senangnya kepada harta seakan-akan tidak ada
kebahagiaan dan kemulyaan dalam hidup kecuali karena harta. Bila ia
menoleh kepada hartanya yang banyak itu ia merasakan bahwa
kedudukannya sudah tinggi dari orang-orang sekelilingnya.
3. Pada ayat 3, menjelaskan keadaan orang-orang kafir yang perilakunya
beranggapan bahwa harta yang mereka miliki bisa membawa kesenangan
pada kesenangan selamanya.Dia tidak merasa khawatir akan ditimpa
musibah karena ia mencerca dan merobek-robek kehormatan orang lain.
Karena kecongkakannya ia lupa dan tidak sadar bahwa maut selalu
mengintainya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi sesudah mati dan
tidak pula merenungkan apa-apa yang akan terjadi atasdirinya.
4. Ayat 4, menjelaskan bahwa semua anggapan orang kafir itu salah, Allah
menyatakan salahnya sangkaan pengumpat dan pencerca, bahwa harta yang
dimilikinya itu menjamin akan tetap hidup di dunia selamanya. Oleh karena
itu tindakan-tindakannya sama dengan tindakan orang yang akan hidup
selama-lamanya dan bila ia mati tidak akan hidup kembali untuk menerima
balasan atas amal kejahatannya selama hidup di dunia. Dan kekayaan yang
mereka miliki tidak ada manfaatnya. Mereka akan mendapat balasan dari
apa yang mereka lakukan dengan dilempar masuk kedalam api neraka
hutamah
5. Pada ayat 5-7, Menjelaskan tentang tempat bagi pencela dan pengumpat,
yaitu neraka hutamah, yang apinya membakar sampai masuk kedalam
hatinya. Allah menyatakan bahwa api yang menyala-nyala itu berbeda

6
dengan api dunia. Ia menjilat dan naik sampai ke hulu hati. Ia masuk ke
dalam rongga perut sampai ke dada dan membakar hati. Hati adalah yang
paling merasa sakit dari anggota-anggota badan lainnya, maka apabila api
sampai membakar hati berarti siksa yang dirasakannya itu sudah sampai ke
puncaknya.
6. Ayat 8-9, menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang berada didalam
neraka hutamah, mereka tidak dapat keluar karena sudah ditutup rapat dan
diikat pada tiang-tiang panjang yang tiang itu dari api neraka. Allah
mengungkapkan bahwa api tersebut berlapis-lapis mengelilingi mereka.
Mereka tidak dikeluarkan dari padanya dan tidak pula mampu keluar
sendiri.
Allah menjelaskan keadaan orang-orang penghuni neraka Hutamah, yaitu
yang dipahami dari kata "Muqatil" bahwa pintu-pintu neraka itu ditutup
rapat, sedang mereka diikat pada tiang tiang besi, tidak pernah pintu-pintu
itu dibuka dan di sana penuh dengan segala macam penderitaan. Tujuannya
adalah untuk menjadikan mereka putus-asa untuk dapat keluar dari neraka
Hutamah itu.6

D. Tafsir muhammad abduh

ٍ‫ويْل لِ ُك ِل ُُهََزةٍ لُمَزة‬


َ ٌ َ

“Celakalah orang yang seringkali mengumpat dan mencaci orang lain.”

Surah ini dimulai dengan kata wail. Wail bisa berarti kecelakaan. Bisa juga
diartikan sebagai siksaan yang amat pedih di dalam neraka. Disebutkan ada
lembah di neraka Jahannam yang bernama wail. Lembah tersebut berisi nanah
dan darah sebagaimana di sebutkan dalam Tafsir Marah Labid karya Syekh
Nawawi Al-Bantani. Ada juga yang mengartikan wail sebagai doa untuk jatuhnya
kecelakaan kepada orang. Humazah berasal dari kata hamaza atau hamz yang

6
https://www.ilmusaudara.com/2018/01/surah-al-humazah-terjemahan-asbabun.

7
pada mulanya berarti mendorong. Dalam Bahasa Arab ada huruf hamzah yang
ketika diucapkan harus mendorong suara dalam tenggorokan.

Hamz bisa berarti dorongan secara fisik. Bisa juga berarti dorongan
dengan lidah atau kata-kata. Kata-kata yang buruk dinamai hamz. Biasanya
kata-kata buruk terkait orang lain dikatakan ketika orang lain tidak ada.
Sehingga humazah atau hamz disebut dengan dengan ghibah. Menyebut
keburukan orang lain sedangkan yang bersangkutan tidak ada.

Jadi kata humazah artinya orang-orang yang sering mengumpat atau


sering menceritakan keburukan orang. Sedangkan kata lumazah berarti
mengejek dengan tujuan menghina orang lain. Baik dengan cara mengerlingkan
mata, dengan gerak-gerik atau dengan ucapan yang bermaksud mengejek
orang. Baik yang diejek itu ada atau tidak ada. Ada juga yang berpendapat
bahwa al-hamz adalah penghinaan yang dilakukan melalui gerakan mata, wajah
dan tangan, sedangkan al-lamz adalah penghinaan yang dilakukan melalui
ucapan lisan. setelah kata wail terdapat kata li kulli yang artinya setiap atau
semua. Sehingga seluruh pengumpat dan pencela akan celaka tanpa terkecuali.
Namun demikian, bentuk shighat kata humazah dan lumazah secara bahasa,
mengandung arti perbuatan yang amat sering dilakukan oleh seseorang,
sehingga telah menjadi kebiasaan. Oleh karenanya, yang mendapatkan
ancaman wail adalah orang-orang yang memiliki kebiasaan mengumpat dan
menceritakan keburukan orang lain. Jika dilakukan sekali-kali, masih ada
kesempatan bertobat dan mendapatkan ampunan dari Allah Swt.

ِ
َ ‫الَّذي ََجَ َع َم ااًل َو َعد‬
ُ‫َّده‬

“Mereka terus menerus mengumpulkan harta.”

Ayat yang kedua ini menegaskan bahwa biasanya orang yang suka menceritakan
keburukan orang lain dan mengumpat orang lain, mereka suka merasa lebih baik dari
orang lain, merasa lebih hebat dan merasa dirinya lebih kaya. Mereka, yakni al-

8
humazah dan al-lumazah adalah orang-orang yang suka mengumpulkan harta. Mereka
mengumpulkan harta bertujuan untuk mempersiapkan harta sebanyak-banyaknya untuk
tujuh turunan atau untuk mengumpulkan pengikut yang banyak.

Kata maalan bisa berarti banyak bisa berarti sedikit. Ada orang yang sangat
kikir, hartanya yang sedikit disimpan. Ada orang yang hartanya banyak tapi dia
menganggap hartanya masih sedikit. Kata dibuat maalan nakirah (tanpa huruf alif lam
sebelumnya) menunjukkan makna pengagungan (tafkhim) sehingga kata ini bermakna
mengumpulkan harta baik itu banyak maupun sedikit.

Kata addadah bisa berarti menghitung-hitung ada juga menganekaragamkan.


Misalnya dia sudah memiliki mobil, tetapi dia mengoleksi bermacam-macam mobil.
Sudah memiliki suatu barang yang sudah cukup untuk kebutuhannya, tetapi dia masih
mengoleksi lebih banyak lagi lebih dari yang dibutuhkan. Walaupun terkadang harus
berhutang. Orang seperti ini mendapatkan ancaman wail.

Mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-bitungnya mendorong


seseorang untuk melecehkan martabat orang lain karena merasa dirinya lebih kaya dari
orang lain. Ia tidak melihat ketinggian derajat, kemuliaan dan kebanggaan dalam
sesuatu selain dalam harta kekayaan. Ini termasuk penyakit manusia yang bisa dihadapi
oleh siapa saja. Setiap kali melihat banyaknya harta yang dimilikinya, ia merasa dirinya
‘orang besar’ merasa dirinya orang penting, dan mengira bahwa kedudukannya yang
tinggi tidak tersaingi oleh siapa pun yang memiliki sifat keutamaan atau keistimewaan
yang lain. Perasaan seperti ini mendorongnya untuk melecehkan orang itu, mencibir dan
memandang dengan pandangan sinis. Dikiranya orang bisa dibayar untuk melakukan
hal-hal yang diperintahkannya.

Di dalam Tafsir Ibn Katsir sebutkan bahwa orang-orang seperti ini di siang hari
lupa diri sebab harta yang dimilikinya dan apabila malam tiba, ia tidur bagaikan bangkai
yang telah membusuk tak mengingat tujuan hidup yang sesungguhnya.

Keadaan seperti ini tidak hanya bisa menimpa pejabat dan konglomerat. Orang-
orang yang merasa dirinya kaya dalam satu desa pun bisa memiliki sifat demikian.
Sehingga, tidak sedikit pun orang-orang ini merasa takut akan mendapatkan hukuman

9
atas sikap buruknya itu. Kebanggaannya kepada harta telah melupakannya akan
datangnya kematian, dan memalingkannya dari ingat tentang Hari Akhir. Mereka
mengira bahwa bartanya akan membuatnya kekal sehingga dia lupa umur.

ُ‫َخلَ َده‬ َّ ‫ب أ‬
ْ ‫َن َمالَهُ أ‬ ُ ‫ََْي َس‬

“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya”

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyebutkan mereka mengira bahwa


dengan harta bendanya itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan penyakit, dari
bahaya terpencil dan dari kemurkaan Tuhan. Karena jiwanya telah terpukau oleh harta
bendanya itu sehingga menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan mati, sehat ini akan
sakit, kuat ini akan lemah. Menjadi bakhillah dia, kikir dan mengunci erat peti harta itu
dengan sikap kebencian. Orang menduga hartanya akan kekal karena banyak. Ada yang
mengartikan hartanya bisa menjadikannya bisa membuatnya terus hidup. Bisa saja dia
sadar akan mati tapi karena hartanya banyak sehingga dia tak mengingat mati. Dalam
hal ini secara tidak langsung kita dianjurkan untuk mengingat mati.

‫اْلُطَ َم ِة‬
ْ ‫َك ََّّل لَيُ ْن بَ َذ َّن ِِف‬

“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam


Huthamah”

Artinya bahwa pekerjaannya mengumpulkan harta benda itu, yang dianggap


akan dapat memelihara diri dari sakit, dari tua, dari mati ataupun dari azab siksa neraka.
Sebaliknya, Janganlah sekali-kali ia mengira seperti itu! Sebab, kata Syekh Muhammad
Abduh, ia akan dilempar ke dalam keadaan terhina dan tak berharga sedikit pun. Orang-
orang yang menghimpun harta dan yang menghitung-hitungnya akan dicampakkan ke
dalam Hutamah.

Sebab dia bukanlah seorang yang patut dihargai. Dia mengumpulkan dan menghitung-
hitung harta, namun dia mencela dan menghina dan memburuk-burukkan orang lain,

10
mengumpat dan menggunjing. Orang itu tidak ada faedah hidupnya. Nerakalah
tempatnya. Huthamah adalah nama neraka itu. Pada ayat sebelumnya, orang-orang yang
merasa harta yang dimilikinya akan kekal, akan dilempar ke dalam Huthamah dalam
keadaan hina. Apa itu Huthamah? Allah berfirman:

ُ‫اْلُطَ َمة‬
ْ ‫َوَما أ َْد َر َاك َما‬

“Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?”

Huthamah diambil dari kata hathama yang artinya hancur. Huthamah adalah
sesuatu yang sangat menghancurkan. Akan tetapi pada hakikatnya akal manusia tak
akan menjangkau mengenai Huthamah. Kata wa maa adraaka di dalam Al-Qur’an
sering kali disebutkan. Ayat ini bermaksud bahwa pengetahuan manusia tidak bisa
menjangkau sesuatu. Sebagaimana ayat ini, akal manusia tak akan mampu menjangkau
hakikat Huthamah.

Dengan kata lain, pertanyaan seperti ini sebetulnya dimaksudkan guna


memberitahukan tentang kehebatan dan kedahsyatan sesuatu, sedemikian sehingga tak
mungkin tercakup dalam pengetahuan orang. Siapakah yang mampu memberitahumu
tentang kehebatannya, selain (Allah) Yang telah menciptakannya dan henyediakannya
untuk orang-orang yang memang layak mengnuninya?

ُ‫اَّللِ الْ ُموقَ َدة‬


َّ ‫ََن ُر‬

“(yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan”

Disebutkan bahwa hathama adalah “api Allah” yang menyala-nyala. Bukan


sekadar api yang menyala-nyala tetapi api Allah yang menyala-nyala. Orang tak akan
bisa mengira seperti apa panasnya api Allah yang menyala-nyala. Jika api di dunia yang
dibuat manusia saja panas sekali apalagi api Allah? Menurut Muhammad Abduh, api itu
berkobar-kobar dengan cara yang tidak terjangkau hakikatnya kecuali oleh Allah Swt.
Sementara manusia tidak mungkin mengetahuinya, Sehingga yang kita ketahui

11
hanyalah bahwa azab di dalamnya menimbulkan penderitaan yang melebihi setiap
penderitaan akibat terbakar oleh api dunia.

Menurut Buya Hamka, karena selalu dinyalakan, berarti tidak pemah dibiarkan
redup apinya. Dia bernyala terus-menerus, karena ada malaikat yang dikhususkan
kerjanya untuk menjaga selalu nyala api itu. Oleh karenanya maka berkobarlah dia terus
dan bertambah panas.

Neraka Huthamah posisinya berada di neraka yang keenam. Menurut Ibnu


Abbas dalam Tafsir Ibnu Katsir, pintu neraka yang pertama adalah Jahannam, yang
kedua Sa’ir, Yang ketiga Saqar, yang keempat Jahim, yang kelima Ladzha, yang
keenam Huthamah, yang ketujuh Hawiyyah.

Berikutnya Allah berfirman:

ِ‫الَِِّت تَطَّلِع علَى ْاْلَفْئِ َدة‬


َ ُ

“yang (membakar) sampai ke hati.”

Kata hati di dalam ayat ini disebut dengan kata af’idah. Af’idah adalah jamak
dari kati fuad. Fuad artinya hati yang berfungsi untuk merasakan sesuatu. Mengapa ayat
ini menyebutkan api Allah membakar sampai ke dalam hati bukan kepala, kaki atau
bagian tubuh manusia yang lain? Ini karena ada hubungannya dengan ayat-ayat
sebelumnya.

Pada ayat-ayat sebelumnya disebutkan mereka yang termasuk golongan al-


humazah dan al-lumazah adalah orang-orang yang hatinya sakit karena ada
kesombongan di dalam hatinya. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebutkan,
kesombongan manusia sumbernya ada di dalam hati. Sehingga yang dibakar dengan api
Allah adalah sumber keburukannya yakni hati orang tersebut. Sementara itu orang yang
disebut-sebut keburukannya pasti akan terbakar hatinya karena marah. Maka wajar jika
orang yang menyebut-nyebut keburukan orang lain yakni golongan al-humazah dan al-

12
lumazah akan dibalas dengan balasan yang lebih sakit. Yakni hatinya akan dibakar di
neraka.

Menurut Buya Hamka, maka hanguslah selalu, terpangganglah selalu hati


mereka itu. Yaitu hati yang sejak dari masa hidup di dunia penuh dengan kebusukan,
merugikan orang lain untuk keuntungan diri sendiri, menginjak-injak orang lain untuk
kemuliaan diri.

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan salah satu tabiin yakni Tsabit Al-
Bannani mengatakan bahwa api neraka Huthamah membakar mereka sampai ke hatinya
sedangkan mereka dalam keadaan tetap hidup. Kemudian ia mengatakan: Dan bilamana
azab mencapai puncaknya, maka mereka hanya dapat menangis.

Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan bahwa api neraka Huthamah


membakar semua anggota tubuh penghuninya; dan apabila api itu sampai ke hatinya
dan mencapai batas tenggorokannya, maka kembalilah api itu ke tubuhnya.

Maka ayat ini seolah-olah mengatakan bahwa api tersebut melingkupi perasaan
dan pikiran dalam diri si pengumpat. Dengan kata lain, api itu menguasai seluruh
pikiran dan perasaan, pusat segala niat dan tujuan, dan tempat tumbuhnya dorongan ke
arah kebaikan dan keburukan.

Ada pula yang menyatakan bahwa kata tatthali’u ialah ‘mengetahui. Yakni, api
ini mengetahui apa saja yang ada di dalam hati, lalu menangkap (atau membakar) siapa
yang berperasaan dan berperilaku jahat, yang memang layak menjadi penghuninya.

Api yang dapat mengetahui siapa-siapa yang layak merasakan azabnya, sudah
barang tentu tidak sama dengan api yang dikenal di dunia ini. Bagaimanapun juga,
makna kedua ini tentunya termasuk dalam bentuk kalimat kiasan atau perumpamaan.

Dalam ayat berikutnya disebutkan bahwa mereka benar-benar mendapatkan


siksa di neraka dengan siksa yang berat.

ِ
َ ‫ا ََّّنَا َعلَْي ِه ْم ُّم ْؤ‬
ٌ‫ص َدة‬

13
ٍ‫ِِف عم ٍد ُُّّمَدَّدة‬
َ ََ ْ

“Sesungguhnya neraka itu, atas mereka akan dikunci erat. Dengan palang-palang yang
panjang melintang.” (ayat 8-9).”

Amad artinya palang atau tiang. Mumaddadah artinya terbentang. Dua ayat ini
menjelaskan bahwa mereka berada di tengah-tengah api yang berada di dalam lokasi
tertutup dan memiliki tiang-tiang tinggi. Seolah-olah mereka dihempaskan di dalam
penjara yang tiangnya tinggi sehingga tidak dimungkinkan bisa keluar dari tempat
tersebut.

Ancaman sekejam ini adalah wajar dan setimpal bagi manusia-manusia yang
bersifat seperti digambarkan di dalam ayat itu; pengumpat pencela, mengumpul harta
dan menghitung-hitung dengan mata yang jeli melihat ke kiri dan ke kanan, kalau-kalau
ada orang yang mendekat akan meminta.

Mereka bersikap penuh rasa benci. Apabila memiliki harta benda, dia
memasukkannya ke dalam simpanannya dan tidak dikeluarkan untuk berbagi dengan
orang lain. Bahkan dia hanya mengeluarkan hanya untuk membeli kain kafannya.
Setelah harta itu masuk jauh di dalam simpanan yang tersembunyi sehingga taka da
seorang pun tahu. Demikian yang disampaikan oleh Buya Hamka di dalam tafsir Al-
Azhar.

Maka hukuman yang akan diterimanya kelak adalah dimasukkan dalam neraka
yang bernama Huthamah, yang apinya bernyala terus. Nyala api itu akan membakar
hingga ke jantung hati orang-orang yang hatinya busuk, hal yang penuh purbasangka.
Semua itu adalah ancaman yang sepadan.

Dalam Tafsir Al-Azhar disebutkan juga bahwa pintu neraka Huthamah itu
ditutup rapat-rapat. Mereka berada di dalamnya, dikunci pula mati-mati, bahkan diberi
palang yang melintang sehingga tidak dapat dibuka lagi, seimbang pulalah sikap mereka
tatkala di dunia dahulu, mengunci rapat-rapat pundi-mundi atau peti uangnya, yang
tidak boleh didekati oleh siapa saja.

14
Kadang-kadang orang yang seperti ini tidak keberatan mengorbankan
Agamanya, tanah aimya, atau perikesopanannya kaumnya asal dia mendapat uang yang
akan dikumpulkan itu. Kadang-kadang anak kandungnya atau saudara kandungnya
kalau masih akan dapat memberi keuntungan harta baginya, tidaklah dia keberatan
mengurbankan. Hati itu sudah sangat membatu, sehingga tidak ada perasaan halus lagi.
Jika disalahi, disangai atau disula dengan api laksana mengelabu, tidak jugalah lebih
dari patut. Kita berdoa semoga janganlah kita ditímpa penyakit seperti: membatu hati
dalam dunia karena harta dan disangai, dinyalai api di neraka Huthamnah karena telah
membatu.

E. Tafsir ibnu katsir

Firman allah swt ayat 1, Al-hammaz berarti orang yang melakukan umpatan dalam
bentuk ucapan, sedangkan al-lammaz berarti orang yang melancarkan celaan dalam bentuk
perbuatan. Artinya, merendahkan dan menilai orang lain kurang. Dan penjelasan mengenai hal
ini telah diberikan sebelumnya, yaitu pada firman Allah Ta’ala, “Yang banyak mencela, yang
kian ke mari meng- hambur fitnah. ”(QS. Qalam: 11). Ibnu ‘Abbas mengatakan: “
HumazatiUumazah berarti orang yang suka mencela dan menilai cacat orang lain.” Ar-Rabi’ bin
Anas mengatakan: “ Al-humazah berarti melakukan pengumpatan di hadapan- nya, sedangkan
al-lumazah adalah celaan yang dilakukan di belakang.” Qatadah mengatakan: “Al-humazah dan
al-lumazah itu adalah dengan lidah dan matanya serta memakan daging orang lain dan
melontarkan celaan kepada mereka.” Lebih lanjut, sebagian dari mereka mengatakan: “(Orang)
yang dimaksud dengan hal tersebut adalah al-Akhnas bin Syuraiq.” Dan ada juga yang me-
ngatakan selainnya. Mujahid mengatakan: “Ia bersifat tuntun.”

ِ
Firman Allah Ta’ala, َ ‫الَّذ ْي ََجَ َع َم ااًل َّو َعد‬
( ‫َّده‬ ) " Yang mengumpulkan harta lagi

menghitung-hitung. ” Yakni mengumpulkan sebagian hartanya dengan sebagian lainnya seraya


menghitung jumlahnya. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang lain, “Serta mengumpulkan
(harta benda) lalu menyimpannya. ” (QS. Al-Ma’aarij: 18). Demikian yang dikemukakan oleh
as-Suddi dan Ibnu Jarir.

Dan mengenai firman-Nya,( ‫َّده‬


َ ‫“) ََجَ َع َم ااًل َّو َعد‬ Yang mengumpulkan harta lagi

menghitung-hitung, " Muhammad bin Ka’ab mengatakan: “Hartanya membuatnya lalai pada

15
siang hari, yang ini sampai kepada yang lainnya. Dan jika malam tiba, ia teronggok seperti
bangkai busuk.”

Firman Allah Ta’ala, )‫ب اَ َّن َمالَه اَ ْخلَ َده‬


ُ ‫“ ) ََْي َس‬Dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya. "Maksudnya, dia menduga bahwa pengumpulan harta yang dia lakukan dapat
menjadikannya hidup kekal di dunia ini. 4 ^ 4 “Sekali- kali tidak. "Yakni, masalahnya tidak
seperti yang diaku dan dikira. Kemudian Dia berfirman, 4 j 4 “Sesungguhnya dia benar-benar
akan dilempar- kan ke dalam Huthamati. "Yakni, orang yang mengumpulkan dan menghitung-
hitung hartanya itu akan diceburkan ke dalam Huthamah.

Huthamah adalah salah satu nama Neraka. Disebut demikian karena Neraka itu
menghancurkan penghuninya. Oleh karena itu, Dia berfirman:

ۗ
) ِ‫اْلُطَ َمةُ ۗ ََن ُر ٰاَّللِ الْ ُم ْوقَ َدةُ الَِّ ِْت تَطَّلِ ُع َعلَى ْاًلَفِْٕ َدة‬
ْ ‫ىك َما‬
َ ‫( َوَمآ اَ ْد ٰر‬

“Dan tahukah kamu apa Huthamah itu ? Yaitu api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
yang (mem- bakar) sampai ke hati. "Tsabit al-Bannani mengatakan: “Api membakar mereka
sampai ke dalam hati, sedang ketika itu mereka dalam keadaan hidup.” Ke- mudian dia
mengatakan: “Adzab itu sudah ada yang menimpa beberapa orang dari mereka. Dan setelah itu
dia menangis.” Muhammad bin Ka’ab mengatakan:

“Api itu memakan segala sesuatu dari tubuhnya sehingga ketika api sampai di hatinya
mendekati tenggorokannya, api itu kembali ke jasadnya.”

Firman Allah Ta’ala,


َ ‫َعلَْي ِه ْم ُّم ْؤ‬
)‫ص َدة‬ ‫“)اِ ََّّنَا‬Sesungguhnya api itu ditutup atas mereka.
Yakni ditutup rapat, sebagaimana penjelasannya telah diberikan pada tafsirnya di dalam surat
al-Balad. 1

ٍ
Firman Allah Ta’ala َ ‫(“)ِ ِْف َع َمد ُُّّمَد‬Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang
, ( ‫َّدة‬
yang panjang. ” ‘ Athiyyah al-‘ Aufi mengatakan: “Yakni tiang-tiang yang terbuat dari besi.”
As-Suddi mengatakan: “Yakni berasal dari api.” Syabib bin Bisyir meriwayatkan dari ‘Ikrimah,
dari Ibnu ‘Abbas: ( ‫ع َم ٍد ُّم َمدَّدَة‬
َ ‫ (‘( فِّ ْي‬Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang, ’
yakni pintu-pintunya yang panjang.1 Ayat 20.

16
F. Tafsir Al Azhar

ِ ِ
.ُ‫َخلَ َده‬ َّ ‫ب أ‬
ْ ‫َن َمالَهُ أ‬ َ ‫ الَّذ ْي ََجَ َع َم ااًل َو َعد‬.ٍ‫َويْ ٌل ل ُك ِل ُُهََزةٍ لُّ َمَزة‬
ُ ‫ ََْي َس‬.ُ‫َّده‬

1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,


2. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,
3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,

“Wailun!” “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat.” (pangkal ayat 1). Pengumpat
ialah suka memburuk-burukkan orang lain; dan merasa bahwa dia saja yang benar.
Kerapkali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan orang itu, padahal
kalau berhadapan dia bermulut manis: “Pencela.” (ujung ayat 1). Tiap-tiap pekerjaan
orang, betapa pun baiknya, namun bagi dia ada saja cacatnya, ada saja celanya. Dan dia
lupa memperhatikan cacat dan cela yang ada pada dirinya sendiri.

“Yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.” (ayat 2). Yang


menyebabkan dia mencela dan menghina orang lain, memburuk-burukkan siapa saja
ialah karena kerjanya sendiri hanya mengumpulkan harta kekayaan buat dirinya. Supaya
orang jangan mendekat, dipagarinya dirinya dengan memburukkan dan menghina
orang. Karena buat dia tidak ada kemuliaan, tidak ada kehormatan dan tidak akan ada
harga kita dalam kalangan manusia kalau saku tidak berisi. Tiap-tiap membumbung
menggelembung isi puranya, tiap-tiap naik melangit pula suaranya. Dia benci kepada
kebaikan dan kepada orang yang berbuat baik. Dia benci kepada pembangunan untuk
maslahat umum. Asal ada orang datang mendekati dia, disangkanya akan meminta
hartanya saja. Kadang-kadang orang dikata-katainya. Tidak atau jarang sekali dia
berfikir bahwa perbuatannya mengumpat dan mencela dan memburukkan orang lain
adalah satu kesalahan besar dalam masyarakat manusia beriman, yang akan
menyebabkan kesusahan bagi dirinya sendiri di belakang hari. Sebab: “Dia menyangka
bahwa hartanya itulah yang akan memeliharanya.” (ayat 3). Dengan harta bendanya
itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan penyakit, dari bahaya terpencil dan
dari kemurkaan Tuhan. Karena jiwanya telah terpukau oleh harta bendanya itu
menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan mati, sihat ini akan sakit, kuat ini akan

17
lemah. Menjadi bakhillah dia, kikir dan mengunci erat peti harta itu dengan sikap
kebencian.

‫ إِ ََّّنَا‬.ِ‫ الَِّ ِْت تَطَّلِ ُع َعلَى ْاْلَفْئِ َدة‬.ُ‫ ََن ُر هللاِ الْ ُم ْوقَ َدة‬.ُ‫اْلُطَ َمة‬
ْ ‫ َو َما أ َْد َر َاك َما‬.‫اْلُطَ َم ِة‬
ْ ‫َك ََّّل لَيُ ْن بَ َذ َّن ِِف‬
ٍ‫ ِِف عم ٍد ُُّّمَدَّدة‬.ٌ‫علَي ِهم ُّم ْؤص َدة‬
َ ََ ْ َ ْ َْ

4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam


Ḥuthamah.
5. Dan tahukah kamu apa Ḥuthamah itu?
6. (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. Yang (membakar) sampai ke hati.
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

“Sekali-kali tidak!” (pangkal ayat 4). Artinya bahwa pekerjaannya mengumpulkan


harta benda itu, yang disangkanya akan dapat memelihara dirinya dari sakit, dari tua,
dari mati ataupun dari adzab siksa neraka, tidaklah benar; bahkan “Sesungguhnya dia
akan dihumbankan ke Ḥuthamah,” (ujung ayat 4). Sebab dia bukanlah seorang yang
patut dihargai. Dia mengumpulkan dan menghitung-hitung harta, namun dia mencela
dan menghina dan memburuk-burukkan orang lain, mengumpat dan menggunjing.
Orang itu tidak ada faedah hidupnya. Nerakalah akan tempatnya. Ḥuthamah nama
neraka itu.

“Dan sudahkah engkau tahu?” – ya Utusan Tuhan – “Apakah Ḥuthamah itu?” (ayat
5).

Bersifat pertanyaan dari Tuhan kepada Nabi-Nya untuk menarik perhatian beliau
tentang ngerinya Ḥuthamah itu!

“(Ialah) Api neraka yang dinyalakan.” (ayat 6). Karena selalu dinyalakan, berarti tidak
pernah dibiarkan lindap apinya, bernyala terus, karena ada malaikat yang dikhususkan
kerjanya menjaga selalu kenyalaan itu, lantaran itu maka berkobarlah dia terus.

18
“Yang menjulang ke atas segala hati itu.” (ayat 7).

Maka hanguslah selalu, terpangganglah selalu hati mereka itu. Yaitu hati yang
sejak dari masa hidup di dunia penuh dengan kebusukan, merugikan orang lain untuk
keuntungan diri sendiri, menginjak-injak orang lain untuk kemuliaan diri.

“Sesungguhnya neraka itu, atas mereka dikunci erat.” (ayat 8). Artinya, setelah
masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi, dikunci mati di dalamnya: “Dengan
palang-palang yang panjang melintang.” (ayat 9).

Kalau difikirkan secara mendalam, ancaman sekejam ini adalah wajar dan
setimpal terhadap manusia-manusia yang bersifat seperti digambarkan dia dalam ayat
itu: pengumpat pencela, mengumpul harta dan menghitung-hitung, dengan mata yang
jeli melihat ke kiri dan ke kanan, kalau-kalau ada orang yang mendekat akan meminta.
Sikapnya penuh rasa benci. Dan bila harta-benda itu telah masuk ke dalam
simpanannya, jangan diharap akan keluar, kecuali untuk membeli kain kafannya.
Setelah harta itu masuk jauh, jangan seorang jua pun yang tahu. Maka hukuman yang
akan diterimanya kelak, yaitu dimasukkan ke dalam neraka yang bernama Ḥuthamah,
yang apinya bernyala terus, dan nyala api itu akan membakar jantung hatinya selalu,
hati yang penuh purbasangka. Semua itu adalah ancaman yang sepadan.

Dan kemudian pintu neraka Ḥuthamah itu ditutup rapat-rapat, setelah mereka
berada di dalamnya, dikunci pula mati-mati, bahkan diberi palang yang panjang
melintang sehingga tidak dapat dihungkit lagi, seimbang pulalah dengan sikap mereka
tatkala di dunia dahulu, mengunci rapat pura pundi-pundi atau peti uangnya, yang tidak
boleh didekati oleh siapa saja.

Kadang-kadang orang yang seperti ini tidak keberatan mengurbankan agamanya,


tanah-airnya, atau perikesopanannya kaumnya asal dia mendapat uang yang akan
dikumpulkan itu. Kadang-kadang anak kandungnya atau saudara kandungnya kalau
masih akan dapat memberi keuntungan harta baginya, tidaklah dia keberatan
mengurbankan. Hati itu sudah sangat membatu, sehingga tidak ada perasaan halus lagi.
Jika disalai, disangai (to heat up), atau disula (menikam dari pantat sampai ke perut

19
dengan sula (sebagai hukuman)) dengan api laksana mengelabu, tidak jugalah lebih dari
patut.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Surat al-Humazah merupakan salah satu surat yang berbicara mengenai
kehidupan sosial ditengah masyarakat. Surat ini merupakan cuplikan dari
kehidupan masyarakat Mekkah saat dakwah dimulai dan terus berulang dalam
kehidupan umat manusia. Ulama sepakat menyatakan bahwa surat ini turun di
Mekkah sebelum Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah.
Dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul menyebutkan bahwa
surat ini turun berkaitan dengan Umayyah bin Khalaf yang setiap kali bertemu
dengan Rasulullah suka menghina dan mencaci maki beliau. Kemudian Allah
menurunkan ayat-ayat dalam surat ini secara keseluruhan.
Ayat yang pertama menjelaskan bahwa pencelaakan celaka, di ayat
tersebut terdapat kata “‫”همزة‬yaitu mencela dari belakang atau secara tidak
terang-terangan, dan juga terdapat kata“‫”لمزة‬yang artiya hamper bahkan bisa
dikatakan sama dengan yang pertama tadi Cuma bedanya kata yang ini berarti
mencela secara terang-terangan, Pada ayat 2 menjelaskan bagaimana prilaku
orang-orang kafir yang dalam hidup kesehariannya gemar mengumpulkan harta
serta selalu sibuk menghitung-hitung harta/kekayaan yang mereka miliki, Pada
ayat 3, menjelaskan keadaan orang-orang kafir yang perilakunya beranggapan
bahwa harta yang mereka miliki bisa membawa kesenangan pada kesenangan
selamanya, Ayat 4, menjelaskan bahwa semua anggapan orang kafir itu
salah, Allah menyatakan salahnya sangkaan pengumpat dan pencerca, bahwa
harta yang dimilikinya itu menjamin akan tetap hidup di dunia selamanya, Pada
ayat 5-7, Menjelaskan tentang tempat bagi pencela dan pengumpat, yaitu neraka
hutamah, yang apinya membakar sampai masuk kedalam hatinya, Ayat 8-9,
menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang berada didalam neraka hutamah,
mereka tidak dapat keluar karena sudah ditutup rapat dan diikat pada tiang-tiang
panjang yang tiang itu dari api neraka.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an al karim

Mutawalli, al-Syarawi Tafsir al-Sya‟ra’wi, terj. Zainal Arifin, jilid 15 (Jakarta: Safir
Al-Azhar, 2016)
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Misbah, jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2000)
Jalaluddin, as-Suyuthi Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, terj. Abdul Hayyie (Jakarta:
Gema Insani, 2008)
Agung, Sasongko “Kisah Umayah bin Khalaf Yang Tegila-Gila Harta, 2018” Diakses,
28 Juli,2020,https://republika.co.id/berita/p982s5313/kisah-umayyah-binkhalaf-yang-
tergilagila-harta.
https://www.ilmusaudara.com/2018/01/surah-al-humazah-terjemahan-asbabun.

22

Anda mungkin juga menyukai