Anda di halaman 1dari 10

Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences

Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

KONSEP DAN PEMIKIRAN TASAWUF HAMZAH FANSURI SERTA


PENGARUHNYA DI NUSANTARA HINGGA KINI

Nur Alvi Annisa


Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sumatera Utara
nuralviannisa13@gmail.com

Abstrak
Ketertarikan terhadap sufisme di Indonesia sudah terjadi dari dulu hingga kini. Penyebaran konsep-
konsep dan ajaran-ajaran sufistik tersebut,dalam satu hal juga dirangsang oleh peredaran literatur
sufistik di Indonesia. Salah satunya konsep-konsep dan ajaran tasawuf Hamzah Fansuri. Beberapa
pemikiran dan ajaran sufistik Hamzah Fansuri telah digunakan di Jawa. Hamzah Fansuri juga adalah
sufi pertama yang mengajarkan tasawuf berpaham wujudiyah di Indonesia. Karya Hamzah Fansuri yang
dianggap yang dianggap memiliki pengaruh besar di Nusantara adalah Asrar al-Arifin, dan al-Muntahi.
Tasawuh paham wujudiyah diperoleh Hamzah Fansuri dari Ibnu Arabi, al-Hallaj, al-Rumi, dan lain-
lain.

Keywords: Konsep tasawuf,Wujudiyah,Hamzah Fansuri,Nusantara

Pendahuluan
Kajian tasawuf merupakan kajian penting dalam ajaran Islam. Tasawuf merupakan
dimensi ihsan ajaran Islam. Doktrin tasawuf dapat ditemukan dalam Alquran dan Hadis.
Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang bertujuan untuk mendekatkan pengkajinya (seorang
Muslim) kepada Allah Swt. Perkataan para Sufi mengindikasikan hal demikian.
Masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara tidak terlepas dari adanya interaksi
antara pedagang muslim dari Gujarat dan Timur Tengah. Menurut Marwati dan Poespo
Nugroho saluran dan cara-cara Islamisasi Nusantara Indonesia, pertama adalah melalui jalur
perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang muslim Arab, Persia, dan India pada
abad ke-7. Saluran Islamisasi yang kedua adalah melalui perkawinan para pedagang muslim
tersebut dengan wanita pribumi. Kecuali melalui perdagangan dan perkawinan, jalur Islamisasi
disuatu daerah adalah melalui pengembangan ajaran tasawuf, pendidikan dan pondok pesantren.
Saluran dan cara Islamisasi disuatu daerah dapat pula melalui cabang-cabang kesenian, seperti
seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik, dan seni sastra.Banyak sarjana yang
mengkaji mengenai sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa
sufi memainkan peran utama dalam upaya Islamimasi di kepulauan Nusantara.
Salah satu literatur sufistik dengan berbagi pengaruhnya terhadap kehidupan Islam di
Kepulauan Melayu-Indonesia adalah al-Tuhfatal-Mursalahila ruh al-Nabiy, yang ditulis oleh
Fadlullah al-Burhanpuri, dalam keterangan buku itu, ia membatasi tipe sufisme yang luar biasa
dengan menekankan unsur Islam yang esensial seperti wujud Tuhan dan pentingnya syariat di
jalan sufistik.
Secara historis, tasawuf telah berkembang sejak awal kelahiran Islam (sekitar abad
pertama dan kedua Hijriyah atau abad VIII Masehi). Pada periode ini, ada sejumlah orang yang
mengosentrasikan pada kehidupan beribadah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih abadi di
akhirat. Tasawuf dalam periode ini masih berbentuk kehidupan asketis (zuhd) yang tokohnya

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 1


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

antara lain Salman al-Farisi, Abu Dzarral-Ghifari, Ammar bin Yasir dan Hudzaifah bin Yaman.
Dari kalangan pengikut sahabat Nabi (Tabi‟in)antara lain adalah Hasan al-Bashri , Malik bin
Dinar , Ibrahim bin Adham, Rabi‟ahal-Adawiyah , dan sebagainya.
Hamzah Fansuri adalah tokoh tasawuf yang hidup di Aceh dan memiliki peran besar
dalam penyebaran Islam di Aceh dan sekitarnya. Ajaran dan paham tasawufnya telah membawa
implikasi luas terhadap perkembangan tasawuf wujudiyah di Nusantara seiring dengan
perkembangan tasawuf yang bercorak Sunni. Dari perspektif sejarah, Aceh merupakan wilayah
strategis dalam penyebaran Islam di Nusantara. Aceh dengan peran strategisnya dalam
penyebaran Islam di Nusantara, yang kemudian sangat berpengaruh terhadap penyebaran Islam
di daerah lain, adalah bukti bahwa Aceh memang layak disebut sebagai “Serambi Makkah” atau
halaman depan atau pintu gerbang ke Tanah Suci Makkah.
Di Aceh telah berkembang corak tasawuf tidak hanya Falsafi, namun juga Sunni.
Kedua corak tasawuf tersebut telah berhasil menemukan momentumnya dan sangat berpengaruh
terhadap dinamika tasawuf berikutnya, termasuk ke daerah-daerah lain di Nusantara. Oleh
karena itu, pembahasan tentang tasawuf di Nusantara hampir pasti selalu dimulai dari
pembahasan tasawuf di Aceh.

Pemikiran Tasawuf Beberapa Tokoh


Dari segi linguistik dapat dipahami bahwa tasawuf merupakan sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. sikap mental yang seperti ini hakikatnya pada akhlak yang mulia karena
hanya dapat dipandang dengan mengaplikasikannya dalam kebijakan mengambil. Tasawuf juga
berperan dalam membersiahkan hati sanubari. Karean tasawuf banyak berurusan dengan
dimensi esoterik (batin).
Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia
dan tasawuf mengalami banyak perkembangan itu ditandai dengan banyaknya berkembang
ajaran tasawuf dan tarikat yang muncul dikalangan masyarakat saat ini yang dibawah oleh para
ulama Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madina kemudian menjadi
berkembang.Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peran para sufi
dalam menyebarkan Islam pertama kali di Nusantara. Ia menyebutkan Syekh Abdullah Arif
yang menyebarkan untuk pertama kali di Aceh sekitar abad ke-12 M,dengan beberapa mubalig
lainya.
Selanjutnya, dalam perkembangan tasawuf di Nusantara menurut Azyumadi Azra,
tasawuf yang pertama kali menyebar dan dominan di Nusantara adalah yang bercorak falsafi,
yakni tasawuf yang sangat filosofis dan cendrung spekulatif seperti al-Ittihad (Abu Yazid Al-
Bustami), Hulul (Al-Hallaj), dan Wahda al Wujud (IbnArabi). Dominasi tasawuf filsafi terlihat
jelas pada kasus Syekh Siti jenar yang dihukum mati oleh Wali Songo karena dipandang
menganut paham tasawuf yang sesat.Kemudian pada abad ke-16 kitab-kitab klasik mulai ada
dan dipelajari kemudian diterjemahkan dalam bahasa melayu seperti kitab Ihya‟
Ulumuddinkarya Al-Ghazali. Kemudian muncullah beberapa tokoh tasawuf asli Indonesia
seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdul Rauf Singkili, Abdul Somad Al-
Palembani.
Aktifitas para sufi sebagaimana dijelaskan oleh Badri Yatim, bahwa mereka para
pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 2


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunayi
kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mangawini putri-putri
bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk
pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama
Hindu, sehingga agama baru ini mudah dimengerti dan diterima. Diantara para ahli tasawuf
yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-
Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh.Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad
ke-19 bahkan di abad 20 M ini. Para tokoh sufi tersebut antara lain:
a) Hamzah Fansuri (w. 1016 H/ 1607 M)
Hamzah Fansuri diakui sebagai seorang pujangga Islam yang sangat populer
sezamannya dan namanya masih menghiasi sejarah kesusastraan melayu. Ia juga adalah ulama
dan sufi yang pertama kali menghasilkan karya tulis tasawuf dan ilmu-ilmu dalam bahasa
melayu yang sangat bagus dan kemudian menjadi bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Tempat
Hamzah Fansuri belum diketahui sampai sekarang, kata “Fansuri” pada namanya diambil dari
nama sebuah daerah di bagian pantai barat Sumatra Utara yang terletak di antara Sibolga dan
Singkel yang orang Arab dikenal dengan kata Fansur.Karya-karyanya dalam bentuk syair dan
prosa terkumpul dalam beberapa buku yang terkenal seperti Syair Burung Pingai, Syair Dagang,
Syair Pungguk, Syair Sidang Faqir, Syair Ikan Tongkol, dan Syair Perahu. Karyanya dalam
kajian ilmiah seperti Asarar Al-Arifin fi Bayan Ilm As-Suluk waat-Tauhid, Syarb Al-Asyiqin
Al-Muhtadi, Ruba‟i Hamzah Al-Fansuri.
Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri
Pola pikir Hamzah Fansuri banyak dipengaruhi oleh IbnArabi dalam paham wahdat
wujudnya, antara lain: Allah adalah zat yang mutlak dan qadim karena Dia (Allah) sebagai
pencipta, dan bahwa Allah itu bersifat Imanen juga tidak bertempat, Hakikat wujud, wujud itu
hanya kelihatan banyak tetapi hakikatnya hanyalah satu, semua benda yang ada sebenarnya
gambaran dari wujud yang hakiki, Manusia, manusia merupakan tingkat terakhir dari
penjelmaan, tingkat yang paling penting, penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Manusia
adalah pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Kemudian menurut Hamzah Fansuri adanya
kesatuan antara manusia dan Allah.
b) Nuruddin Al-Raniri (W. 1068 H/ 1658 M)
Nuruddin Al-Raniri di lahirkan di Ranir sebuah kota di pantai Gujarat, India. Nama
lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Hasanjin Al-Hamid Asy-Syafi‟I Ar-Raniri. Dia
berguru di Hadhramaut pola pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Abu Nafs Sayyid Imam bin
Abdullah bin Syaiban. Menurut Azyumadi Azra, Al-Raniri merupakan tokoh pembaharuan di
Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan Islamya di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat
di istana Aceh. Pembaharuan utamanya adalah memberantas aliran wujudiyyah yang dianggap
sebagai aliran sesat.Karya-karya Nuruddin Ar-Raniri diantaranya adalah:
1. Ash-Shirath Al-Mustaqim (fiqh dalam bahasa melayu)
2. Bustan As-Salatin fiDzikir Al-Awwalinwa Al-Akihirn (bahasa melayu)
3. Durrat Al-Fara‟idhbiSyarhi Al-Aqa‟id (aqidah bahasa melayu)
4. Syifa‟ Al-Qutub (tata berdzikir, bahasa melayu)

Ajaran Tasawufnya

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 3


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

Pandangan tentang Tuhan, ia berupaya menyatuhkan paham mutakllimin dengan para


sufi yang diwakili oleh IbnArabi, ia berpendapat bahwa pada hakikatnya alam ini tidak ada,
yang ada hanyalah wujud Allah Yang Maha Esa. Jadi alam ini bias dikatakan bersatu dan juga
bias berberda dengan Allah. Tentang Alam, ia menolak pandangan IbnArabi tentang peciptaan
alam melalui teori Al-Faidh (emanasi), menurutnya Allah menciptakan alam dari Tajalli Allah.
Tentang Manusia, ia berpandangan bahwa manusia merupakan mahkluk Allah yang paling
sempurna. Tentang Wujudiyyah, ia berpendapat bahwa wahdatal-wujud dapat membawa pada
kekafiran, karena jika benar Tuhan dan manusia hakikatnya satu, maka dapat dikatakan bahwa
Tuhan adalah manusia dan manusia adalah Tuhan. Tentang Syariat dan Hakikat, menurutnya
pemisah antara syari‟at dan hakikat merupakan sesuatu yang tidak benar, tidak ada jalan
menuju Allah kecuali melalui syariat yang merupakan pokok dari cabang Islam.
c) Syekh Abdul Rauf As-Sinkili (1024-1105)
Abdul Rauf As-Sinkili adalah seorang ulama dan mufti besar dari Kerajaan Aceh pada
abad ke-17. Nama lengkapnya Syekh abdul Rauf bin Ali Fansuri. Karya-karyanya di antaranya :
1. Mir‟at At-Thullab (fiqhSyafi‟I
2. Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian, peradilan, dan pembuktian
3. Umdat Al-Muhtajin (tasawuf)
4. Syams Al-Ma‟rifah (tasawuf tentang ma‟rifat)
5. Hikayat Al-Muhtajin (tasawuf)
6. Daqa‟iq Al-Huruf (tasawuf)

Ajaran Tasawufnya
Kesesatan ajaran tasawuf wujudiyyah, sama dengan Nuruddin al-Raniri, yang di anggap
sesat dan penganutnya dianggap murtad, akan tetapi berbedahalnya dalam menanggapinya As-
sinkili menyikapinya dengan lebih bijaksana. Rekonsiliasi antara tasawuf dan syari‟at, Dzikir
dapat memperoleh fana‟ (wujud Allah), Martabat Wujud Tuhan. Menurutnya, ada tiga martabat
perwujudan Tuhan. Yaitu Ahadiyyah, Wahdah atau Ta‟ayyun Awwal dan Wahdiyyah atau
Ta‟ayyun Tsani
d) Abdul Somad Al-Palimbani (w. 1203 H/ 1788 M)
Abdul Somad Al-Palimbani adalah Seorang ulama sufi yang lahir di palembang pada
abad ke-18 putra Abd jalil bin Syekh Abdul Wahab bin Syekh Ahmad Al-Mahdani dari Yaman.
Mengenai karya-karyanya antara lain:
1. Hidayat As-Salikin
2. Sair As-Salikin
3. Zahrat Al-Mufid fi Bayan Kalimat At-Tauhid
4. Tuhfat Al-Raghibinfi bayan Haqiqat Iman Al-Mu‟minin
5. Nashihat Al-Muslimin waTadzkirat Al-Mu‟mininfiFadha‟il Al-Jihad fi Sabilillah,
6. Al-Urwat Al-WutsqawaSilsilat Uli Al-Ittiqa

Ajaran Tasawuf al-Palimbani


Tentang nafsu. Menurut al-palimbani ajaran tentang nafsu dari al-Ghazali masih
kurang, ia menambahkan tingkatan menjadi tujuh (amarah, lawwamam, mulhammah,
muthma‟innah, radhiyah, mardiyah, dan kamilah). Tentang Martabat Tujuh. Menurutnya ada
tujuh, yaitu: Ahadiyyatul Ahadiyah, al-Wahidah, al-Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam Mitsal,
Alam al-Ajsam dan Alam al-Jami‟ah. Tentang Syari‟at, ia percaya bahwa Tuhan hanya dapat

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 4


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

didekati melalui keyakinan yang benar pada.Keesahan Tuhan yang mutlak dan kepatuhan pada
ajaran-ajaran syari‟at. Tentang Ma‟rifat, menurutnya mencapai ma‟rifat tertinggi tidak hanya
bias memandang Allah secara langsung melalui mata hati akan tetapi juga harus terlibat aktif
dalam arus kehidupan dunia.

Riwayat Hidup Hamzah Fansuri


Menurut catatan sejarah, Hamzah Fansuri dilahirkan di kota Barus, sebuah kota yang
oleh seorang Arab pada zaman itu dinamai “Fansur”. Nama ini yang kemudian menjadi laqab
yang menempel pada nama Hamzah, yaitu al-Fansuri. Kota Fansur terletak di pantai barat
provinsi Sumatera Utara, di antara Sinkil dan Sibolga.Ada pendapat yang mengatakan bahwa
Hamzah Fansuri berasal dari Bandar Ayudhi (Ayuthia), Ibukota Kerajaan Siam, tepatnya di
suatu desa yang bernama Syahru Nawi di Siam, Thailand sekarang.Terkait dengan pernyataan
tersebut, Hamzah Fansuri mengatakan:
Hamzah nur asalnya Fansuri
Mendapat wujud di tanah Syahru Nawi
Beroleh khilafat ilmu yang ‘ali
Dari pada Abdul Qadir Sayid Jailani.
Ada yang mengatakan bahwa Syahru Nawi yang dimaksudkan dalam syair Hamzah
Fansuri di atas adalah nama lama dari tanah Aceh, sebagai peringatan bagi seorang Pangeran
Siam bernama SyahirNuwi, yang datang ke Aceh pada zaman dahulu. Dia membangun Aceh
sebelum datangnya agama Islam.Tidak diketahui dengan pasti tentang tahun kelahiran dan
kematian Hamzah Fansuri, tetapi masa hidupnya diperkirakan sebelum tahun 1630-an karena
Syamsuddin al-Sumaterani yang menjadi pengikutnya dan komentator buku dalam SyarhRubb
Hamzah al-Fansuri, meninggal pada tahun 1630.
Walaupun begitu, terdapat berbagai dugaan di kalangan para peneliti terkait dengan
akhir masa hidupnya. Drewes menduga Hamzah Fansuri hidup hingga sebelum 1590 M.,
sementara Naquibal-Attas menduga hingga 1607 M. (awal abad ke-17 M.). Dan cepatnya ajaran
martabat tujuh tidak berarti bahwa pengaruh ajaran Hamzah Fansuri berkurang, apalagi
mengindikasikan.Hamzah Fansuri dalam hidupnya telah banyak melakukan pengembaraan dari
satu tempat ke tempat lainnya, khususnya ke tempat-tempat kajian keilmuan dan pengajaran
keislaman. Beberapa tempat yang pernah disinggahi adalah Banten, Johor, Siam, India, Persia,
Makkah, Madinah, Yerussalem (al-Quds), dan Baghdad. Di Baghdad Hamzah Fansuri
memasuki Tarekat Qadiriyah. Setelah melakukan pengembaraan, konon Hamzah Fansuri
kembali ke Aceh. Mula-mula ia mengajar diBarus, kemudian mengajar di Banda Aceh. Pada
akhirnya ada sebuah desa yang terletak antara Sinkel dan Rundeng, terdapat sebuah kuburan
yang dipercayai oleh masyarakat banyak sebagai kuburan Syeikh Hamzah Fansuri.
Hamzah Fansuri menunjukkan bahwa dalam pengembaraan intelektualnya, ia mengikuti
tasawuf yang dirintis oleh Syeikh Abd al-Qadiral-Jailani dengan tarekat Qadiriyah. Dalam
bidang fikih, Hamzah Fansuri mengikuti Mazhab Syafi’i.Hamzah Fansuri adalah guru dari
Syekh Syamsuddin al-Sumaterani. Hal ini terbukti dari dua karya yang ditulis sebelumnya oleh
Syamsuddin al-Sumaterani (w. 1630 M.), yang merupakan syarah terhadap syair-syair Hamzah
Fansuri, yaitu SyarahRuba’ial-Syekh Hamzah al-Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol; di
samping juga karya tulis Nuruddin al-Raniri (w. 1658 M.) yang menyerang ajaran-ajaran
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani, yang dianggap oleh Nuruddin al-Raniri

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 5


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

sebagai ajaran sesat, karena keduanya telah mengajarkan paham wihdatal-wujud kepada
masyarakat Aceh. Di antara syair Syamsuddin al-Sumaterani adalah:
Hamba mengikat syair ini
Di bawah hadrat raja yang wali
Syah Alam raja yang adil
Raja kutub sampurna kamil
Wali Allah sampurnawasil
Raja arif lagi mukammil.
Syair ini merupakan isyarat bahwa Syamsuddin al-Sumaterani telah menggubah syair
pada masa pemerintahan Sultan ‘Ala’ ad-Din Ri’ayat Syah IV Sayyid Mukammil yang
memerintah Kerajaan Aceh sejak 1589 sampai 1604 M.
Karya-karya Syekh Hamzah Fansuri terbilang cukup banyak. Diduga sebagian dari
karya tulis Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani menjadi korban pembakaran pada
waktu para pengikut keduanya mengalami hukuman bunuh, dan buku-buku yang mereka miliki
dibakar di halaman Masjid Raya Baitur Rahman, Banda Aceh. Pembakaran karya tulis mereka
terjadi pada tahun 1637 M., yaitu tahun pertama dari kekuasaan Sultan Iskandar Tsani (1637-
1641 M.), karena mereka tidak mau mengubah pendirian paham wah}dat al-wujud-nya kendati
Sultan telah berulangkali menyuruh keduanya untuk bertobat.
Pemikiran Tasawuf Wujudiyah Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri memiliki pandangan tasawuf yang berbau panteisme (wujudiyah). Ibnu
‘Arabi dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam pemikiran tasawuf Hamzah
Fansuri melalui karya-karyanya. Bahkan Hamzah Fansuri dianggap orang pertama yang
menjelaskan paham wihdatal-wujud Ibnu ‘Arabi untuk kawasan Asia Tenggara. Hamzah
Fansuri juga mengutip pendapat para sufi yang beraliran wujudiyah dan non-wujudiyah untuk
menjelaskan dan memperkuat pendapat Ibnu ‘Arabi yang dinisbatkan kepadanya, seperti Abu
Yazid al-Busthami, al-Junaid al-Baghdadi, al-Hallaj, al-Ghazali, al-Mas’udi, Farid al-Din al-
Attar, Jalal al-Din al-Rumi, al-‘Iraqi, al-Maghribi Syah Ni’matullah, dan al-Jami. Hamzah
Fansuri tidak hanya menerjemahkan dan menghimpun pendapat mereka, namun juga dengan
keahlian dalam menyusun kata-kata sehingga sesuai dengan paham wihdatal-wujud Ibnu
‘Arabi.
Walaupun demikian Hamzah Fansuri masih disebut sebagai penganut tarekat Qadiriyah
yang dinisbatkan kepada Syekh Abdul Qadiral-Jailani dan beraliran Sunni. Sedangkan dalam
bidang fikih, Hamzah Fansuri disebut bermazhab al-Syafi’i.Di Nusantara, Hamzah Fansuri lebih
dikenal sebagai ulama sufi yang banyak mengadopsi dan mengembangkan paham tasawuf
wujudiyahsebagaimana yang telah dikembangkan oleh sufi panteis di atas tadi. Paham
wujudiyah (wihdatal-wujud) adalah bahwa Tuhan tidak bertentangan dengan gagasan tentang
penampakan pengetahuan-Nya yang bervariasi di alam nyata ini (‘alam al-khalq). Tuhan adalah
Dzat Mutlak, satu-satunya di dalam ke-Esa-anNya, tanpa ada sekutu bagi-Nya; dan oleh karena
itu Tuhan adalah tanzih (transenden). Manifestasi pengetahuan-Nya bervariasi dan memiliki
penampakan lahir dan batin di samping tanzih(transenden) Dia juga tasybih (imanen).Hamzah
Fansuri memulai ajaran tasawufnya dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha
Suci dan Maha Tinggi yang menciptakan manusia. Hamzah Fansuri mengatakan:
Ketahuilah, hai segala kamu anak Adam yang Islam, bahwa Allah Subhanahu wata’ala
menjadikan kita, dari pada tiada diadakannya; dan dari pada tiada bernama diberi nama;

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 6


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

dan dari pada tiada berupa diberi berupa; lengkap dengan telinga, dengan hati, dengan
nyawa, dengan budi. Yogya kita cari Tuhan kita ini supaya kita kenal dengan makrifat
kita atau dengan khidmat kita kepada guru yang sempurna mengenal dia supaya jangan
taqsir kita”.
Dari ungkapan di atas, ada dua pandangan esensial Hamzah Fansuri, yaitu pertama,
tentang keberadaan Tuhan dianggap memiliki posisi sangat Tinggi dan Suci di hadapan manusia
(mahluq). Kedua, seorang salik (pejalan tasawuf) harus melalui seorang guru/Syeikh yang dapat
membimbing dan mengantarkan si salik untuk dapat menemukan Tuhannya (ma’rifatullah).
Dalam salah satu syairnya, Hamzah Fansuri mengatakan:
Cahayanya-Nya terlalu nyarak
Dengan rupa kita yang banyak
Ia juga takur dan arak
Jangan kau cari jauh, hai anak.
Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri lainnya adalah terkait dengan hakikat wujud dan
penciptaan. Hamzah Fansuri melihat bahwa wujud itu hanya satu walaupun terlihat berbilang
(banyak). Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (madzhar, kenyataan lahir) dan
ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda di dunia ini sebenarnya merupakan
pancaran (manifestasi/tajalliyat) dari yang hakiki, yang disebut al-Haqq Ta’ala (Allah Swt. itu
sendiri). Ia menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak. Sedangkan
alam semesta ini merupakan gelombang lautan wujud Tuhan.Perumpamaan antara Tuhan dan
alam tersebut diilustrasikan oleh Hamzah Fansuri melalui ungkapannya berikut:
Laut tiada bercerai dengan ombaknya, ombak tiada bercerai dengan lautnya. Demikian
juga dengan Allah Swt., tiada bercerai dengan alam, tetapi tiada di dalam alam dan tiada
di luar alam dan tiada di bawah alam dan tiada di kanan alam dan tiada di kiri alam dan
tiada di hadapan alam dan tiada di belakang alam dan tiada bercerai dengan alam dan
tiada bertemu dengan alam dan tiada jauh dari alam.
Ungkapan Hamzah Fansuri di atas jelas menunjukkan paham tasawufnya yang panteis.
Sebab ungkapan tersebut seakan menunjukkan bahwa tidak ada jarak antara Tuhan dengan alam
(mahluq). Ungkapan tersebut sesuai dengan hadis Nabi Saw., bahwa barangsiapa mengenal
dirinya maka akan dapat mengenal Tuhannya (man ‘arafanafsahufaqad ‘arafaRabbahu). Dari
ungkapan Hamzah Fansuri tersebut dapat dilihat bahwa dia adalah pengamal dan pengembang
paham tasawuf wujudiyah yang konsisten.
Bagi penganut tasawuf wujudiyah, sifat Rahman dan Rahim Tuhan merupakan cinta
Tuhan kepada manusia yang dipancarkan dari wajah Tuhan kepada mata batin manusia. Semua
ciptaan yang wujud di alam semesta ini merupakan pancaran dari Rahman dan Rahim-Nya
sebab Rahman-Nya telah meliputi segala sesuatu. Pandangan-pandangan tasawuf wujudiyah
yang dikembangkan Hamzah Fansuri ini kemudian terus mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu sehingga berkembang ke seantero Nusantara. Tasawuf wujudiyah Hamzah Fansuri
membawa pengaruh luas, tidak hanya berkembang di wilayah Sumatera (Aceh) semata, namun
juga hingga ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa, bahkan hingga Mancanegara.
Pengaruh Pemikiran Tasawuf Wujudiyah Hamzah Fansuri di Nusantara
Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf sesuai
dengan keyakinannya. Hamzah Fansuri tidak hanya memiliki pengaruh di wilayah Sumatera
(Aceh), namun pengaruhnya juga sampai ke Jawa, negeri Perak, Perlis, Kelantan, Terengganu,

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 7


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

dan lain-lain di Nusantara dan Manca Negara. Pada saat puncak keterpengaruhannya ini —
menurut laporan Hawash Abdullah—muncullah seorang ulama Sunni yang menentang
pandangan tasawuf Hamzah Fansuri sehingga membuat masyarakat awam bimbang karena
keduanya adalah ulama masyhur dan memiliki ilmu yang mumpuni. Namun bagi orang yang
memahaminya, mereka akan mengerti bahwa pandangan yang berbeda adalah sesuatu yang
biasa karena masing-masing pandangannya didasarkan kepada argumen yang matang.
Pengaruh wujudiyah Hamzah Fansuri di Jawa dapat dilihat dari karya Syarab
al-‘Asyiqin dan al-Muntahi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Hal ini
menunjukkan betapa dekatnya hubungan spiritual antara Hamzah Fansuri dengan Ibnu
‘Arabi.Masih dalam konteks Jawa, pengaruh doktrin wihdatal-wujud Hamzah Fansuri juga
ditemukan dalam syair yang sangat mirip dengan syair Hamzah Fansuri. Ini menunjukkan
bahwa sebagai figur pengembara,
Hamzah Fansuri diperkirakan telah melakukan pengembaraan ke pulau Jawa, setelah ia
mengunjungi tempat-tempat lain yang dianggap penting.43Terdapat dua karya yang sangat
berpengaruh hingga ke Buton-Sulawesi Tenggara, yaitu Asrar al-‘Arifin dan Syarab
al-‘Asyiqin. Termasuk pengaruh ajaran wujudiyah yang dibawa Hamzah Fansuri, juga pernah
dipelajari oleh masyarakat Buton. Oleh karena itu, Syed Muh}ammadNaquibal-Attas
memandang Hamzah Fansuri sebagai orang yang banyak dipengaruhi oleh ajaran Ibnu ‘Arabi.
Sedangkan Nuruddin al-Raniri memandang Hamzah Fansuri sebagai tokoh sufi beraliran
wujudiyahmulhidah (wujudiyah ateis),44 yang menyebabkan gejolak di tengah masyarakat
Muslim waktu itu sehingga paham tasawufnya mengalami hambatan.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa dalam sejarah tasawuf di Nusantara, Hamzah
Fansuri dianggap sebagai tokoh sufi pertama di Nusantara yang telah menuliskan buku-buku
tentang tasawuf. Hamzah Fansuri juga dianggap sebagai pemimpin yang membawa kita
berkenalan dengan tasawuf falsafi di Nusantara. SyedNaquibal-Attas—seperti dikutip Alwi
Shihab—dalam Muqaddimah risalahnya tentang Hamzah Fansuri mengatakan:
Dia mampu menuangkan pendapatnya ke dalam bahasa Indonesia
yang dapat dipahami. Dia juga dipandang sebagai penulis pertama
dalam tasawuf dan kesusastraan sufi sepanjang sejarah Indonesia, yang
menunjukkan kemampuannya yang sempurna dalam pemikiran atau
penalaran atau paham yang dinisbatkan kepadanya.
Dengan ungkapan berbeda dapat dikatakan, bahwa jika di Nusantara ini muncul dan
berkembang paham tasawuf—khususnya wujudiyah (panteisme)—hingga sekarang ini maka
sebenarnya orang yang pertama kali yang berhak disebut sebagai peletak dasar/fondasi
kebertasawufan di Nusantara adalah Hamzah Fansuri ini. Dia adalah pelopor tasawuf di
Nusantara, khususnya tasawuf wujudiyah.

Kesimpulan
Kemunculan corak sufisme-fiolosofis di Nusantara lebih artikulatif terjadi pada abad
XVII yang didalangi oleh dua orang ulama besar, Hamzah Fansuri dan muridnya Syamsuddin
al-Sumaterani (w. 1040 H/ 1630 M). Keduanya hidup pada masa kesultanan Aceh dengan
menduduki jabatan keagamaan sangat tinggi di bawah kekuasaan Sultan sendiri. Hamzah hidup
pada masa pemerintahan Sultan „Alauddin Ri‟ayat Syah (1588-1604) sampai awal
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).Al-Fansuri dan al-Sumateranidikatagorikan

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 8


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

dalam arus pemikiran sufistik keagamaan yang sama. Keduanya merupakan tokoh utama
penafsiran sufisme wahdatal-wujud, yang bersifat sufistik-filosofis. Keduanya sangat
dipengaruhi secara khusus oleh Ibn „Arabi dan al-Jilli Konsep seperti itulah yang membuat
lawan-lawan mereka menuduh mereka dan para pengikutnya sebagai kaum panteis¸ dan
karenanya telah menyimpang atau sesat dari Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu, doktrin
dan ajaran keduanya sering dipandang sebagai ajaran sufistik bid‟ah atau sesat
(heterodoks)yang bertentangan dengan ajaran dan doktrinkaum sufi sunni (ortodoks). Namun,
tuduhan itu perlu dikaji ulang, mengingat keduanya juga menyatakan keterkaitan antara sufistik
dan syariat dalam berbagai tahap pengalaman tasawuf. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian
guna melacak pemikiran Hamzah Fansuri yang bercorak sufistik-filosofis mengenai ajaran
wujudiyyah (Wahdatal-wujud) nya itu. Serta seberapa jauh perkembangan ajaran wujudiyyah
tersebut berpengaruh pada dunia Islam Melayu Nusantara.
Hamzah Fansuri disebut sebagai ulama sufi terkemuka (par excellence) di Nusantara
karena pemikiran tasawufnya yang termuat di berbagai karyanya telah menginspirasi dan
memengaruhi para pemikir serta praktisi sufi berikutnya, bahkan juga dalam praktik
keberagamaan umat. Dia tidak hanya dikenal di Nusantara, namun juga dikenal hingga ke
Mancanegara. Tiga karyanya yang dianggap sangat monumental—di samping karya-karya
lainnya yang berbentuk prosa dan syair—hingga kini masih menjadi bahan kajian baik oleh
sarjana Islam (Timur) dan Barat (Orientalis) adalah kitab Asrar al-‘Arifin, Syarab al-‘Asyiqin,
dan al-Muntahi. Tiga buah kitab ini telah menjadikan Hamzah Fansuri sebagai tokoh—bahkan
dianggap sebagai pelopor—tasawuf Nusantara. Ajaran tasawufnya yang paling menonjol
berpaham wujudiyah (panteisme).
Paham wujudiyah Hamzah Fansuri inilah yang kemudian menimbulkan polemik yang
tiada henti di kalangan umat Islam; ada sebagian ulama yang justru memberikan apresiasi,
mendukung, mengikutinya, dan mengembangkannya, namun ada juga sebagian ulama yang
mengejek, bahkan menganggap paham wujudiyah yang dikembangkan Hamzah Fansuri sesat
sehingga dia pun dianggap sebagai orang zindiqdan kafir. Hal inilah yang kemudian menarik
para pengkaji tasawuf pada periode berikutnya untuk melakukan kajian dan penelitian sehingga
diskursus kajian tasawuf menjadi dinamis hingga sekarang.

Daftar Pustaka
Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara.
Surabaya:al-Ikhlas
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
Arifin, Miftah, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual dan Pemikiran Tasawuf.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Diunduh dari http://Islamandsains.wordpress.com
pada tanggal 13 Februari 2021.
Hadi, Abdul WM, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya,Bandung: Mizan,
1995.
----------, Tasawuf yang Tertindas: Kajian Hermeneutik terhadap Karya-karya
Hamzah Fansuri, Jakarta: Yayasan Paramadina, 2001.
----------, “Sumbangan Sastrawan Ulama Aceh dalam Penulisan Naskah Melayu”, dalam

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 9


Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Vol. 1, no.1 (2021), pp. 1-20, doi : 10.30821/ijis.v1i1. 1-20

Lektur Keagamaan, Vol. 6. No. 1, 2008.


----------, “Jejak Sang Sufi Hamzah Fansuri dan Syair-Syair Tasawufnya”, dalam Kalam, 28,
2016.
Harun Naasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Ja’far, J. (2012). Orisinalitas Tasawuf: Doktrin Tasawuf dalam al-Qur’an dan hadis. Banda
Aceh: PeNA.
Ja’far, J. (2016). Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi. Medan:
Perdana Publishing.
M. Jamil, Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas, Jakarta: Gaung
Persada, Press, 2004.
M. Sholihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam IslamJakarta: Rajagrafindo Persada, 1996.

Nur Alvi Annisa:Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri 10

Anda mungkin juga menyukai