Makalah ini ditujukan untuk mata perkuliahan Filsafat Islam, dengan judul
DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta
tidak lupa shalaat kami haturkan kepada Rasulullah SAW. selaku penerima kitab suci Al-
Qur’an yang membuka sebuah usaha jalan pemikiran bagi umat islam untuk menemukan
kebenaran (berfilsafat), sehingga kami selaku penulis dapat menjelaskan tentang sebuah
materi perkuliahan yang berkaitan dengan Filsafat Islam. Akal adalah salah satu anugerah
yang diberikan Allah SWT. kepada manusia sebagai makhluk yang sempurna. Dari akal
muncul teori filsafat dari beberapa filosof, yang akan lahir dengan berbagai prespektif
kebenaran menurut sudut pandang masing-masing tokohnya.
Filsafat Islam adalah fokus atau titik utama pembahasan dalam makalah ini, yang
mengkaji bagaimana hubungannya dengan filsafat Yunani. Seperti yang diketahui dari
beberapa referensi yang ada, salah satunya adalah buku “Filsafat Islam” dengan penulisnya
A. Khudori Sholeh, terdapat kutipan dari Ira M. Lapidus, “Filsafat bukan hanya analisis
secara murni, melainkan filsafat juga bagian dari agama.”
Makalah ini kami tujukan kepada dosen pengampu “Dr. Haqqul Yaqin, M.Ag” selaku
dosen mata kuliah Filsafat Islam semester 3. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang diberikan atau
disampaikan akan kami nantikan untuk kesempurnaan pembahasan makalah ini, baik segi
sistematika kepenulisannya atau isinya.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.5.
2
Drs. H. Ibrahim, M.Pd, Filsafat Islam Masa Awal, (Makassar: Carabaca, 2016), hlm.1.
3
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.1.
4
5
Kajian filsafat dalam pemikiran Islam sangatlah penting, karena dengan adanya
filsafat pemikiran dan kekuatan spiritual islam akan lebih mudah untuk menjelaskan
jati dirinya dalam era global. Menurut Al-Ghazali (1058 M -1111 M) menjelaskan
bahwasannya, beliau tidak menyalahkan seluruhnya dalam kajian filsafat, akan tetapi
beliau menyinggung tentang metafisikanya dalam filsafat yang menurutnya dapat
membawa kepada kekufuran.4
Lalu bagaimanakah dengan adanya pendapat Prof. H.M. Amin Abdullah di
dalam buku Dr. H.A. Khudori Sholeh untuk menjadikan supaya filsafat Islam dapat
berkontribusi pada pemikiran Islam?. Lalu, adakah hubungan yang merekat antara
filsafat Islam dan filsafat Barat, dengan menyinggung awal persentuhan dengan
filsafat Barat bagaimana, atau apakah ada jiplakan kajian yang sama dari filsafat
Barat, kepada dunia Islam, dll ?. Maka jawabannya, akan kami bahas secara lengkap
dan akurat serta utuh dengan berdasar referensi terpercaya dalam makalah ini.
4
Ibid.hlm.8.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat Islam (Islamic Philosophy) adalah sebutan yang diberikan oleh Drs. H.
Ibrahim, M.Pd dalam sebuah bukunya yang berjudul “Filsafat Islam Masa Awal”, dimana
sebagai reaksi tentang beberapa prespektif yang diberikan tokoh-tokoh filsuf untuk
memberikan nama filsafat yang masuk dalam dunia Islam. 5 Banyaknya argumentasi yang
muncul di masyarakat tentang dunia filsafat Yunani yang konon masuk ke dalam dunia Islam
dan adanya sentuhan filsafat Yunani ke dalam pemikiran Islam membuat pandangan dari
dunia Barat beranggapan bahwasannya filsafat Islam itu copy paste filsafat Yunani. Padahal
jika ditelusuri lebih jauh, justru dunia Islam yang memberikan sebuah ruang bagi filsafat
Yunani untuk masuk dalam dunia pemikiran Islam. 6 Maka dari itu kami akan bahas lebih
lanjut tentang masalah-masalah filsafat Islam dengan filsafat Yunani.
5
Drs. H. Ibrahim, Mpd, Filsafat Islam Masa Awal (Carabaca: Samata Permai, 2016) hlm.1.
6
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.26.
7
Drs. H. Ibrahim, Mpd, Filsafat Islam Masa Awal (Carabaca: Samata Permai, 2016) hlm.5.
8
Ibid.hlm.6-7.
7
Dari berbagai wilayah diatas, muncul seorang pemikir yang mulai menantang dan
melampaui kepercayaan-kepercayaan religius untuk mencari sebuah kebenaran.
Mereka memiliki pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik, serta jawaban-jawaban
yang ambisius, spekulatif, dan memicu kemarahan. Mereka adalah para filsuf yang
membentuk sekolah, pemujaan, dan agama-agama besar. Mereka terjun kepada dunia
filsafat, karena tidak puas dengan prasangka-prasangka populer atau jawaban-jawaban
yang gampangan. Dari sinilah Robert C Solomon dan Kathleen M Higgins
beranggapan bahwa dari merekalah dunia ini tidak lagi sama dengan dunia
sebelumnya.”
Gambaran singkat diatas yang diambil dari sebagian pendapat Robert C Solomon dan
Kathleen M Haggins (2003) menggambarkan bahwa periode ke enam sampai ke empat
sebelum masehi, semangat filsuf untuk mencari kebenaran (berfilsafat) sangat kuat.
Dan pada abad pertengahan, sekitar periode ke tiga sebelum masehi sampai abad ke-14
masehi, pengaruh keagamaan sangat dominan dalam pikiran manusia pada saat itu.
Kontak antara filsafat Yunani dan filsafat Islam dimulai ketika pada abad ke-8 M,
yaitu ketika penerjemahan karya-karya Yunani yang dilakukan sebagai suatu tanda
masuknya filsafat Yunani ke dunia Islam. Sebelum aktivitas penerjemahan tersebut
berlangsung, terdapat aktivitas yang dilakukan oleh orang kristen Nestorian di Siria.
Siria dalam hal ini, memainkan peran penting dalam penyebaran kebudayaan Timur
dan Barat, dan Siria juga pernah menjalin 2 pertemuan dengan Romawi dan Persia. 9
Persia memiliki kedudukan sangat penting yang dapat dibuktikan dalam sejarah
penaklukan Alexander yang Agung atas Darius tahun 331 Masehi. Dari kemenangan
Alexander itulah dapat bertemunya dua budaya dunia, yaitu Yunani dan Persia. Setelah
Alexander meninggal, kerajaan dibagi ke tiga wilayah, yaitu di Mesir, Eropa dan Asia.
Serta terdapat beberapa kota yang penting, salah satunya Antioch di Siria. 10
Antioch adalah pusat studi keilmuan, dimana ilmu Yunani kuno dipelajari dan
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, terutama bahasa Siriak. Ephesus dan
Alexandria juga sama kedudukannya dengan Antioch. Dari ruang pembelajaran
tersebut, menyebarlah ilmu filsafat Yunani ke dalam teologi Kriten, dan yang paling
menonjol saat itu adalah Nestorius, seorang Patriak Konstatinopel. Bercampurnya
filsafat Yunani kedalam teologi Yunani mengandung kontroversi, karena apa yang
9
Ahmad Zainul Hamdi, TUJUH FILSUF MUSLIM (Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat Modern), (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2010), hlm.7.
10
Ibid.hlm.7.
8
dilakukan oleh Nestorius mengundang kemarahan dan dituding akan menodai nilai
kebenaran filsafat itu sendiri. Pada akhirnya gereja mengeluarkan surat pelarangan atas
aktivitasnya itu, sehingga Nestorius dan pengikutnya pindah ke daerah Suria. Di Siria
inilah Nestorius mendalami ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, dan dia juga
mendirikan beberapa sekolah yang memiliki kualitas tinggi. Dari Nestorius inilah,
filsafat Yunani dilestarikan, sehingga ada beberapa buku yang mempengaruhi filsafat
Islam nantinya, yaitu buku Isagoge, Analitica Priory karya Porphyry, Categories,
Hermeneutica karya Aristoteles.
Pada abad ke-7 M, pusat studi bertambah lagi dengan bentuk Universitas yang berada
di daerah Harran dan Jundisaphur. Dari kedua pusat studi tersebut, pengajarnya juga
dari orang Nestorian dan Monofisit. Seiring berjalannya waktu, orang Islam berhasil
menundukkan pusat studi-studi Yunani tersebut, sehingga ilmu filsafat Yunani mulai
bersentuhan dengan dunia Islam. Akan tetapi orang Arab-Islam tidak langsung
menerjemahkan ke dalam bahasa mereka, tetapi menerjemahkannya dulu kepada
bahasa Aramaik. 11
Walaupun aktivitas terjemah sudah dimulai pada masa Bani Umayyah, akan tetapi
aktivitas tersebut lebih terlihat pada masa Bani Abbasiyah. Ada 3 khalifah yang banyak
terlibat dalam penerjemahan teks-teks Yunani atau buku-bukunya ke dalam bahasa
Arab, yaitu khalifah Al-Makmun, khalifah Harun Ar-Rasyid, dan khalifah Al-Mansur.
Dikisahkan khalifah Al-Mansur memiliki banyak sekali terjemahan teks Yunani,
kemudian dikembangkan ilmu pengetahuan tersebut pada masa khalifah Harun Ar-
Rasyid atas dorongan Yahya Al-Barmaki, dan pada saat itu Yahya juga mendorong
Yuhana bin Musawayh untuk menerjemahkan teks-teks Yunani yang membahas
tentang kedokteran kuno, serta yang terakhir di serahkan kepada Bait al-Hikmah yang
didirikan oleh Al Makmun, dan Yuhana menjadi pengawas penerjemahan buku-buku,
termasuk Yunani. Juga tidak lupa ada seorang tokoh yang berperan penting, yaitu
Hunain bin Ishaq, beliau adalah seorang pengikut Musawayh dan doktor ari perguruan
Jundisaphur, yang menerjemahkan karya Aristoteles, Plato, Galen, dll. 12
11
Ibid.hlm.9.
12
Ibid.hlm.10.
9
B. Klaim Barat Bahwa Filsafat Islam pada Dasarnya Copy Paste Filsafat Yunani
Filsafat Islam memang lahir setelah adanya filsafat Masehi, Yunani, dan filsafat
Modern. Banyak prespektif para filsuf yang mengatakan bahwasannya filsafat Islam
lahir hanya dengan melahirkan filsafat Yunani dalam bahasa yang berbeda saja, yaitu
bahasa Arab atau sering kita sebut “jiplakan”. Tapi perlu diketahui, sebelum lahirnya
filsafat Yunani ke dunia Islam, sebenarnya umat Islam itu sudah pernah berfilsafat, yaitu
dengan adanya Teologi dan Fiqh yang dijadikan tonggak untuk agama Islam pada saat
itu. Jadi, dari situlah Islam sebenarnya yang menerima keberadaan filsafat Yunani. 13
Pernah terjadi sebuah perbedaan pendapat dikalangan Orientalist pada abad ke-19 dan
abad ke-20. Pada abad ke-19 yang diwakili oleh Tenneman, mengatakan bahwasannya
filsafat Islam itu tidak diakui atau dihiraukan. Dikarenakan orang Arab-Islam pada saat
itu tidak mengakui adanya filsafat atau cara berfilsafat, disebabkan terdapatnya Al-
Qur’an/kitab suci umat Islam yang otentik, kefanatikan ahlusunnah, kefanatikan pikiran-
pikiran umat Islam kepada beliau tidak tepat, serta adanya tabi’at orang Arab yang
condong kepada halusinasi atau angan-angan.14 maka dari itu Ernest Renan dalam
bukunya “Averroeset Laverroisme” berpendapat bahwasannya filsafat Islam itu hanya
tiruan dari filsafat Yunani, dimana dihasilkan dengan gaya bahasa yang berbeda saja.
Dan filsafat Islam hanya bisa diakui dalam kajian ilmu kalam.
Pandangan yang subjektif tersebut mulai beralih kepada pandangan yang objektif,
dimana dimulai pada abad ke 20 Masehi. Pada saat itu pandangan tentang copy paste
filsafat Yunani kepada filsafat Islam telah luntur. Menurut Wilhelm Dithlay,
bahwasannya orang Arab atau bangsa Arab sama dengan bangsa-bangsa lain, dimana
dapat berfikir secara mendalam dan nilai plusnya dapat menciptakan suatu pemikiran
filosofi yang tinggi. 15
Kita tidak bisa memungkiri bahwasannya, filsafat Yunani adalah peran utama dari
terciptanya filsafat Islam, akan tetapi belum tentu hanya filsafat Yunani yang berperan.
Ada juga filsafat India, Cina, Tiongkok, Persia, dll. 16 Prespektif yang dihasilkan para
filosof muslim kepada filosof Yunani memiliki segudang perbedaan, dimana filsafat
Islam itu sendiri pasti akan memakai Al-Qur’an sebagai sumber pemikiran Islam. Dan
13
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.26.
14
Drs. H. Ibrahim, Mpd, Filsafat Islam Masa Awal (Carabaca: Samata Permai, 2016) hlm.16.
15
Ibid.hlm 16-17.
16
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.19.
10
peran dari filsafat Yunani itu hanya sebagai dasar, yang akan dirombak oleh para filsuf
muslim, dimana akan disandarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
Plato (427-348) sendiri adalah guru dari Aritoteles (384-322 SM) dan keduanya sama-
sama filsuf Yunani klasik, akan tetapi mereka memliki pandangan yang berbeda dengan
filsafat itu sendiri. Itulah yang dijadikan sebuah tolak ukur bahwasannya filsafat Islam
itu tidak akan sama/copy paste prespektifnya dengan filsafat Yunani yang banyak
diambil dari Aristoteles. 17
Diambil dari sumber referensi Dr. H. Ahmad Khudori Sholeh, yang menentang
dengan adanya pedapat atau prespektif filsafat Islam yang hanya bisa menjiplak karya
filsuf Yunani, ada 3 pendapat yang diambil dari Oliver Leamen untuk mematahkan
pandangan yang kurang teliti dari berbagai filsuf tentang hal ini, yaitu :
1. Menurut Oliver Leamen filsafat Islam bukan hanya nukilan dari filsafat Yunani
semata, seperti yang dituduhkan Ernest Renan (1823-1892 M) atau juga Neo-
Platonisme seperti yang dituduhkan oleh Pierre Duhem (1861-1916 M). Filsafat
Islam tidak menjiplak karya dari filsafat Yunani, karena pada dasarnya ketika ada
seorang murid yang berguru kepada gurunya, pasti punya prespektif yang berbeda
dalam menampilkan suatu teori atau filsafatnya sendiri antara keduanya. Hal ini
sudah kami jelaskan di bagian awal. Seperti contohnya, selain Aristoteles dan
Plato, ada juga Baruch Spinoza (1632-1677 M), dimana sebagai pengikut dari
Rene Descrates pada saat itu. Hal ini juga terjadi kepada filosof muslim,
contohnya Al Farabi dan Ibnu Rusyd, dimana juga memiliki pandangan tersendiri
dalam menangkap prespektif filsafat Yunani.
2. Ide, gagasan, pemikiran, atau cara berfilsafat itu adalah hasil dari sebuah ekspresi
komunikasi yang terjadi antara tokohnya dengan lingkungan sekitarnya. Artinya,
bahwa dalam berfikir secara filsafat ini, harus dengan adanya kontribusi akar
sosial, tradisi/kebudayaan, dan keberadaan seorang tokoh pada saat itu.
Perbandingan yang sangat menonjol untuk dijadikan penguat atas dasar filsafat
Islam yang tidak copy paste filsafat Yunani adalah dengan membandingkan
keyakinan, dan kondisi sosial atau lingkungannya, dimana memang sangat terlihat
perbedaannya. Oleh karena itu, mustahil jika ada yang mengatakan bahwasannya
filsafat Islam adalah jiplakan dari filsafat Yunani.
17
Ibid.hlm.24.
11
Contoh yang paling mudah dipahami adalah dari seorang filsuf sekaligus tabib ahli
dari suku Kindah, bernama Al-Kindi. Al-Kindi adalah seseorang keturunan garis
bangsawan Arab. Akhir hidupnya beliau meinggal di koa Baghdad. Al-Kindi adalah
salah seorang dari 4 penerjemah pada masa Bani Abbasiyah yang mahir dalam
menerjemahkan naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat. Beliau juga menggaji
banyak orang untuk melakukan penerjemahan dengan tujuan untuk mengisi
perpustakaannya, yaitu perpustakaan Al-Kindiyah. Walaupun pada akhirnya
perpustakaan ini disegel atau tidak diperbolehkan beroprasi. Al-Kindi dan para
terjemahannya terfokus pada upaya untuk menyimpulkan pandangan filsafat yang sulit
dipahami dan kemudian membuat karangan tersendiri/cetakan sendiri. Dimana mereka
terfokus untuk memasukkan filsafat kedalam khazanah ilmu pengetahuan Islam. 19
Jadi, dari keterangan contoh diatas sudah mewakili permasalahan “copy paste”. Perlu
diingat, perkembangan berpikir rasional telah berkembang pesat dalam kultural
masyarakat intelektual bangsa Arab-Islam pada masa sebelum datangnya fisafat Yunani,
pemikiran rasional bangsa Arab-Islam dituangkan ke dalam ilmu Fiqh dalam penggalian
hukum dengan istilah Ihtihsan, qiyas dan mashlahah mursalah dan ilmu Kalam atau
teologi ketika golongan Muktazilah yang lebih memberikan dosis besar kepada akal
ketimbang wahyu.20
18
Ibid.hlm.25.
19
Dr. Asep Sulaiman, Mengenal Filsafat Islam, (Bandung: Fadilla.Press, 2016), hlm.19.
20
Dra. H.A. Khudori Sholeh, M.Ag, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm.24-25.
12
masehi (Nasir, 1996). Oleh karena itu, lewat penerjemahan-penerjemahan ini para
pemikir muslim mengenal pemikiran-pemikiran filosof Yunani seperti Plato,
Aristoteles, dan ajaran-ajaran Neoplatonis (Nasution, 1973) untuk kemudian mereka
mengembangkan dan memperkaya dengan pendekatan Islam, sehingga lahirlah disiplin
baru dalam dunia pemikiran Islam yang dikenal dengan sebutan Filsafat Islam (al-
Falsafah al-Islamiyah) dengan beberapa tokohnya seperti al-Kindi (796-873 M), al-
Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Ghazali (1059-1111 M), Ibn Rusyd
(1126-1198 M) dan lain-lain (Nasir, 1996). Para tokoh-tokoh itu memiliki reputasi dan
pengaruh yang diakui tidak hanya di dunia Islam abad pertengahan bahkan juga
mewarnai fiosof-filosof Barat modern. Sedemikian besarnya pengaruh filosof-filosof
muslim ini hingga W. Montgomery Watt mengambil kesimpulan bahwa tanpa
keberadaan mereka, ilmu pengetahuan dan filsafat orang-orang Eropa tidak akan bisa
berkembang seperti ketika dulu nenek moyang mereka mengembangkannya untuk
pertama kalinya (Nasir, 1996).
Pertama : Menolak
Kedua : Menerima
Tetapi sebelum penolakan terjadi, lebih dahulu telah terjadi penerimaan sampai pada
masa Al-makmun (abad III H). Penolakan terjadi baru pada masa Al-Asy‟ary (abad IV
H) yakni penolakan terhadap pikiran orang-orang Mu’tazillah yang bisa dianggap
sebagai penolakan tidak langsung terhadap filsafat Yunani. Karena penolakan yang
sesungguhnya baru terjadi pada masa Al-gazaly dengan bukunya Tahafutul Falasifah
(abad IV H). Penolakan tersebut didasarkan pada pertimbangan agama.21
Mereka yang menerimapun juga tidak mempunyai sikap yang sama. Mereka yang
terkenal dengan sebutan ”Filosof-filosof Islam” bersikap berlebih-lebihan. Orang-orang
Mu’tazilah bersikap berhati-hati. Golongan Filosof bertekun menghadapi buku-buku
filsafat yang sudah diterjemahkan sedang Mu’tazilah tetap sadar pada tugas semula
yaitu mempertahankan agama.
Ada dua faktor yang menyebabkab kedua golongan ini menerima filsafat Yunani
1) Faktor Subjektif :
2) Faktor Objektif :
21
Drs. H. Ibrahim, M.Pd, Filsafat Islam Masa Awal, (Makassar: Carabaca, 2016), hlm.50.
13
Setelah menyebar secara luas, konsep ini kemudian banyak mendapat tanggapan dan
kritikan. Ada beberapa tokoh yang mengritik dengan amat tajam di antaranya adalah Al-
Gazali, Abu Al-Barakat Al-Bagdadi dan Fakhr Al-Din Al-Razi. Namun pada sisi yang
lain, seorang filsuf muslim, dengan memanfaatkan karya-karya para arif Iran kuno dan
membanding-bandingkannya dengan karya-karya Plato, kalangan Stoik dan Neo-
Platonik, Syihab Al-Din Al-Suhrawardi mendirikan filsafat baru yang dinamai sebagai
filsafat Iluminasionis. Warna Filsafat Suhrawardi sendiri bagi sebagian kalangan disebut
sebagai platonis. Sayangnya konsep ini tidak berkembang dengan luas karena
pemikiknya, yakni Suhrawardi, kemudian dihukum mati. Pemikirannya yang
revolusionis dan menggabungkan dengan menarik sejumlah khasanah corak berfikir
dunia mulai dari kearifan persia, platonisme ataupun neoplatonik ke dalam sebuah
filsafat baru yang disebut filsafat Israqi, iluminasi. 22
22
Taqi Misbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, h. 10
14
Farabi dengan memberikan komentar terhadap pandangan filsafat dan logika aristoteles.
Filsafat aristoteles disebut juga dengan filsafat paripatetik dan mereka yang mengikuti
filsafat ini disebut dengan aliran paripatetik.
Di pertengahan abad ke 6 Hijriyah muncul seorang tokoh besar yang dikenal dengan
Syaikh Syihabuddin Suhrawardi dan dijuluki dengan Syaikh Israq. Beliau banyak
mengkritik gagasan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dan akhirnya menimbulkan
kegemaran baru pada pemikiran Plato. Filsafat Syaikh Israqi ini disebut filsafat
iluminasi. Mereka yang mengikuti aliran ini disebut dengan iluminasionis atau is‟raqi.
Selanjutnya di awal abad ke 11 Hijriyah kembali muncul filosof besar bernama Shadr
Al-Muta‟allihin. Filsafatnya membawa angin segar bagi perkembangan filsafat Islam.
Banyak teori baru yang beliau kemukakan dalam beberapa bab pembahasan filsafat.
Baik itu dalam pembahasan ontologi
Faktor yang melatarbelakangi pemaduan antara filsafat dan agama secara garis besarnya
Filsafat Islam bertujuan untuk mempertemukan agama dengan filsafat. Mereka yang
telah mempelajari ilmu-ilmu keislaman, mereka akan mengetahui bahwa jalan tengah
dan semangat pemaduan merupakan corak pemikiran kaum muslimin pada setiap
lapangan ilmu. Seperti As’ariyah dalam ilmu Kalam dan mazhab Asy-Syafi’i dalam
Fiqhi. Maka dari itu, jalan tengah ini tidak mengherankan apabila terdapat juga pada
filosof-filosof muslim.
Karena pada filsafat Aristoteles terdapat segi-segi yang tidak sesuai dengan dasar-dasar
agama, sebahagian juga dalam Islam terdapat segi-segi yang tidak sejalan dengan
Konsepsi Ketuhanan
Pertalian Tuhan dengan Islam
Ibnu Sina yang percaya pada keabadian jiwa di samping menyalahi pendapat yang
pertama dari Aristoteles di atas, yaitu yang enganggap musnahnya jiwa dengan
musnahnya badan, juga menyalahi pendapat Al-Faraby yang membedakan antara Al-
Aqlul Hayulany (potensial Nous) dengan Al-Aqlul Mustafad (acquired Nous) dari segi
keabadiannya. Karena ”An- Nafsunnatiqah” menurut Ibnu Sina tidak berbeda-beda
macamnya pada waktu meningkat menjadi ”Al-Aqlul Mustafad”.
Kesimpulan tentang jiwa ini ialah bahwa kedudukan jiwa sebagai form bagi badan
tidak berarti bahwa jiwa itu akan musnah dengan musnahnya badan. Karena antara
badan dan jiwa merupakan substansi yang berbeda dan hubungannya bukan hubungan
kausalitas, dalam arti badan bukan sebab wujudnya jiwa. 24
24
Drs. H Ibrahim, M.Pd, Filsafat Islam Masa Awal, hal 52-53
BAB III
PENUTUP
A KESIMPULAN
Filsafat Islam memang lahir setelah adanya filsafat Masehi, Yunani, dan
filsafat Modern. Banyak prespektif para filsuf yang mengatakan bahwasannya filsafat
Islam lahir hanya dengan melahirkan filsafat Yunani dalam bahasa yang berbeda saja,
yaitu bahasa Arab atau sering kita sebut “jiplakan”. Tapi perlu diketahui, sebelum
lahirnya filsafat Yunani ke dunia Islam, sebenarnya umat Islam itu sudah pernah
berfilsafat, yaitu dengan adanya Teologi dan Fiqh yang dijadikan tonggak untuk
agama Islam pada saat itu. Jadi, dari situlah Islam sebenarnya yang menerima
keberadaan filsafat Yunani.
Tak bisa dipungkiri, filsafat Yunani merupakan peran utama dari terciptanya
filsafat Islam, akan tetapi belum tentu hanya filsafat Yunani yang berperan. Ada juga
filsafat India, Cina, Tiongkok, Persia, dll. Prespektif yang dihasilkan para filosof
muslim kepada filosof Yunani memiliki segudang perbedaan, dimana filsafat Islam
itu sendiri pasti akan memakai Al-Qur’an sebagai sumber pemikiran Islam. Dan peran
dari filsafat Yunani itu hanya sebagai dasar, yang akan dirombak oleh para filsuf
muslim, dimana akan disandarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
Faktor yang melatarbelakangi pemaduan antara filsafat dan agama secara garis
besarnya Filsafat Islam bertujuan untuk mempertemukan agama dengan filsafat.
Mereka yang telah mempelajari ilmu-ilmu keislaman, mereka akan mengetahui bahwa
jalan tengah dan semangat pemaduan merupakan corak pemikiran kaum muslimin
pada setiap lapangan ilmu. Seperti As’ariyah dalam ilmu Kalam dan mazhab Asy-
Syafi’i dalam Fiqhi. Maka dari itu, jalan tengah ini tidak mengherankan apabila
terdapat juga pada filosof-filosof muslim.
B SARAN
Manusia tidak ada yang sempurna, begitulah kata semua orang. Kesalahan pasti ada
walaupun itu kesalahan yang kecil, tapi kami juga berusaha untuk menyempurnakan
kesalahan itu atau meminimalisirnya. Kami selaku penulis juga menyadari bahwa bacaan
yang kami untuk dijadikan referensi begitu kurang, maka dari itu kami butuh saran atau
masukan dari para pembaca untuk meengkapi atau menambahkan sesuatu yang perlu dari
makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
18