Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT ISLAM DAN TOKOHNYA AL GHAZALI, IBNU SINA, IBNU RUSYD

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat
Dosen Pengampu oleh bapak Sunu Alharamain

Disusun Oleh Kelompok 6:

Sahrul (20381091084)
Raiza Athifah Nisrina (20381092080)
Ach. Jazuli (20381091090)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN & KONSELING PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Kelompok untuk memenuhi mata
kuliah Filsafat

Dalam penulisan karya tulis ini penulis membahas tentang “FILSAFAT ISLAM DAN
TOKOHNYA AL GHAZALI, IBNU SINA, IBNU RUSYD” sesuai dengan tujuan
inrtruksional khusus mata kuliah Filsafat, Program Studi Bimbingan Konseling Pendidikan
Islam, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Madura. Dengan menyelesaikan karya
tulis ini, tidak jarang penulis menemui kesulitan. Namun kami sebagai pihak penulis sudah
berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya, oleh karena itu penulis mengharap kritik
dan saran dari semua pihak yang membaca yang sifatnya membangun untuk dijadikan bahan
masukan guna penulisan yang akan datang sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga karya
tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

A. Latar belakang ..................................................................................................................1


B. Rumusan masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Filsafat islam .....................................................................................................................3


B. Tokoh tokoh filsafat islam.................................................................................................3

BAB III PENUTUP..............................................................................................................8

A. Kesimpulan .......................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu dan manusia adalah dua realitas yang tidak dapat dipisahkan. Ilmu merupakan
komponen penting dalam mendukung eksistensi manusia karena secara kodrati manusia
adalah hewan yang berpikir (khayawan an-natiq). Ilmu, sebagai suatu realitas, namun
sebaliknya juga dipengaruhi oleh cara pandang orang atas ilmu itu sendiri, yang kemudian
dikenal sebagai paradigma. Ada beragam cara pandang atas ilmu meskipun di dalam dirinya
ilmu itu sebenarnya bersifat objektif. Paradigma itulah yang akan mengarahkan ilmu tersebut
dikembangkan. Ilmu, dengan kata lain ada secara as such (objektif) di satu sisi dan
pandangan orang atas ilmu yang bersifat subjektif, di sisi lain.
Karakter keilmuan dalam Islam memang khas, berbeda dengan karakter keilmuan
Barat yang hanya mendasarkan pada rasio dan empiri. Intuisi dan wahyu, dalam Islam,
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam ilmu. Karakter keilmuan ini memberikan warna
bagi perkembangan keilmuan yang ada. Keilmuan Barat bersifat pragmatis materialistis
kering dari refleksi atas nilai yang bersifat spiritual, sedangkan keilmuan Islam sangat sarat
dengan spiritualitas, bahkan ilmu dijadikan jalan untuk memahami dan mendekat kepada
Tuhan
Filsafat dikenal sebagai mater scientiarium, yaitu induk dari segala ilmu. Filsafat
selain keberadaannya mendahului ilmu, sekaligus meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat dikatakan sebagai induk dari segala ilmu, selain
atas dasar alasan historis, juga dikarenakan kajian filsafat memiliki sifat begitu mendasar atau
mengakar yang tidak lain merupakan suatu pencarian abadi terhadap kebenaran yang paling
hakiki. Atas peran dari kajian filsafat itulah ilmu pengetahuan memiliki nafasnya untuk terus
mengalami perkembangan. Salah satu pembendaharaan ilmu dalam Islam adalah Filsafat
Islam, ilmu ini merupakan produk sumbangan pemikiran para filosof muslim, yang berusaha
merekonsilidasikan pemikiran filsafat dengan ajaran Islam yang sarat dengan muatan-muatan
intitusi ilmiah. Oleh karena itu, di dalam maklah ini kita kan membahas apa itu Filsafat islam,
tokoh-tokohnya dan juga pandangan para tokoh terhadap filsafat islam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Filsafat Islam?, dan
2. Siapa sajakah tokoh dan pandangan nya terhadap Filsafat Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pegertian dari Filsafat Islam, dan
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dan pandangan nya terhadap filsafat
islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Islam
Secara etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Secar harfiah dibaca
philosophia. Terdiri dari kata philen yang berarti cinta atau mengejar dan Sophia yang
bermakna kebijaksanaan atau pengetahuan. Maka philoshophy bermakna cinta kebijaksanaan
atau mengejar pengetahuan.
Secara terminologi, menurut bahasa Inggris disebut "Philosophy" yang memiliki arti
cinta kepada kebijaksanaan yang mengarahkan pada pencariannya atau pengetahuan tentang
prinsip-prinsip elemen umum, kekuasaan, sebab dan hukum yang dipakai sebagai
menjelaskan fakta dan keberadaan. 
Filsafat islam merupakan hasil pemikiran seorang pemikir mengenai ketuhanan,
kenabian, kemanusiaan, alam, realitas ontology, pandangan tentang hakkat ruang, waktu, dan
materi. Selain itu, berkembang juga dalam ilmu kalam, usul fiqih, dan tasawuf yang
berdasarkan ajaran islam sebagai bentuk alur pemikiran yang logis dan sitematis.
Filsafat islam berupaya memadukan antara wahyu denan akal, serta untuk
menjelaskan bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal manusia. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa filsafat islam adalah pemikiran yang lahir dari dunia islam untuk
menjawab tantanan zaman yang berkaitan dengan Allah dan alam semesta, waahyu dan akal,
agama dan filsafat. Selain itu dianggap sebagai pebahasan tentang alam dan manusia yang
tersinari ajaran islam.

B. Tokoh-tokoh Filsafat Islam


1. Al-Ghazali
Membincangkan pemikiran Islam, lebih khususnya filsafat Islam, tidak akan
lengkap jika tidak memasukkan nama al-Ghazali di dalamnya. Al-Ghazali mempunyai nama
lengkap Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad ibnu Muhammad Al-Ghazali al-Thusi
yang bergelar hujjatul Islam. Di dilahirkan di Thusi (sekarang dekat Meshed) salah satu
daerah Khurasan (sekarang masuk wilayah Iran) tahun 450 H (1058 M).1 Di tempat ini pula
dia wafat dan dikuburkan pada tahun 505 H./ 111 M,3 dalam usia yang relatif belum terlalu
tua yaitu 55 tahun.

1
Abu Hamid al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, Kairo: Maktabah alTaufiqiyah, tth., 3

3
Al-Ghazali merupakan salah seorang ulama’ besar yang pernah dimiliki Islam
dalam sepanjang sejarahnya. Ia tergolong ulama dan pemikir Islam yang sangat produktif
dalam menuliskan buah pemikirannya. Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali sampai sekarang
belum disepakati secara definitif oleh para penulis sejarahnya.

Pandangan Al-Ghazali terhadap Filsafat


Dalam fase awal-awal perkembangan intelektualnya, al-Ghazali banyak berkarya
di bidang ilmu-ilmu syariat ketika masih di Baghdad. Namun, setelah itu dalam kurun dua
tahun al-Ghazali memahami filsafat dengan seksama, hampir setahun ia terus
merenungkannya, mengulang-ulang kajiannya, dan membiasakan diri dengannya, di samping
meneliti kebohongan dan penyelewengan yang terkandung di dalamnya. Pada saat itulah al-
Ghazali menyingkap pemalsuan dan tipuan-tipuan, serta membedakan unsur yang benar dan
yang cuma khayatan.2 Dalam al-Munqidz min al-Dhalal, al-Ghazali memberikan klasifikasi
filosof sekaligus memberikan penilaian (vonis kekafiran) kepada mereka3
Dalam Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali memandang para filosof telah melakukan
kerancuan, setidaknya ada 20 masalah yang menyebabkan para filosof ini menjadi ahli ahl al-
bid’at dan kafir. Dari 20 persoalan ini, al-Ghazali menegaskan bahwa para filosof menjadi
kafir karena tiga masalah. Pertama, para filosof yang berpendapat bahwa alam itu qadim
(tidak mempunyai permulaan), ini merupakan pendapat Aristoteles dan pengikutnya. Kedua,
pendapat filosof yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mungkin mengetahui hal-hal yang
bersifat partikular (pendapat yang dipegangi oleh Ibnu Sina). Mula-mula pendapat ini
dipegangi oleh Aristoteles kemudian dianut oleh para filosof Muslim. Menurut al-Ghazali
para filosof Muslim itu mempunyai pemahaman bahwa Allah hanya mengetahui zat-Nya
sendiri (juz’iyat) dengan alasan alam ini selalu terjadi perubahanperubahan, jika Allah
mengetahui rincian perubahan tersebut, hal itu akan membawa perubahan pada zat-Nya.
Ketiga, penolakan filosof terhadap kebangkitan jasmani dan mortalitas jiwa individu. Al-
Ghazali dalam mengkritik pendapat para filosof tersebut lebih banyak bersandar pada arti
tekstual Al-Qur’an, yang menurutnya tidak ada alasan untuk menolak terjadinya kebahagiaan
atau kesengsaraan (siksaan) fisik dan rohani secara bersamaan..

2
Abu Bakar Abdurrazak, Inilah Kebenaran; Puncak Hujjah al-Ghazali untuk Para Pencari Kebenaran, terj.
Khaeron Sirin, Jakarta: Penerbit Iiman, 2003, hlm. 43
3
Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dhalal…, hlm. 21

4
2. Ibnu Sina
Naman Lengkepnya adalah Abu Ali Al-Husain Bin Abdullah Bin Sina, lahir di
Afsyana dekat kawasan Bukhara pada tahun 370 H (980 M). Ia dibesarkan di Bukhara pada
umur 10 tahun, Ibnu Sina telah mempelajari ilmu-ilmu agama, kesusasteraan, serta telah
hapal AlQur‟an (Hoesin, 1975: 110). Ibnu Sina wafat dalam usia 58 tahun (1037 M) dan
dikebumikan di Hamazan. Ayahnya bernama Abdullah adalah seorang Ismailliyah (De Boer,
t.t: 165). Lewat usaha ayahnya, Ibnu Sina tertarik untuk mempelajari ilmu filsafat dengan
menekuni alam fikiran Yunani, Islam dan berbagai perangkat materi filsafat lainnya. Selain
itu, ia juga mempelajari ilmu logika, geometri, dan astronomi dari Abu Abdillah dan secara
otodidak. Dan dalam usia delapan belas tahun, ia telah menguasai berbagai macam ilmu
pengetahuan, seperti filsafat, matematika, logika, astronomi, musik, mistik, bahasa, dan ilmu
hukum Islam

Pandangan Ibnu Sina Terhadap Filsafat


a. Filsafat emanasi atau al-faidh
Filsafat emanasi atau al-faidh adalah teori pancaran tentang penciptaan alam.
Ibnu Sina sepertinya mengalami kesulitan dalam menjelaskan masalah ini, yaitu bagaimana
terjadinya yang banyak (alam) yang bersifat materi berasal dari Allah yang imateri dan Maha
Sempurna. Untuk memecahkan masalah ini, maka Ibnu Sina memecahkan dengan teori
emanasi (pancaran). Sebenarnya teori emanasi ini bukanlah berasal murni dari hasil renungan
Ibnu Sina. Tetapi berasal dari Neoplatonisme yang menyatakan hal ini terjadi (wujud alam)
padahal pancaran dari Yang Esa.
Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Sina juga mengajukan teori emanasi ini
mentauhidkan Tuhan semutlak-mutlaknya, karena itu Tuhan tidak bisa secara
langsung menciptakan alam ini yang banyak jumlah unsurnya. Jika Tuhan
berhubungan langsung dengan alam yang plural ini, tentu dalam pemikiran Tuhan
terdapat hal yang plural pula. Hal ini tentu merusak citra tauhid, ke Esahan Tuhan
menjadi ternoda karenanya
b. Filsafat Jiwa (al-Nafs)
Pemikiran Ibnu Sina yang terpenting adalah filsafat tentang jiwa. Kata jiwa
dalam AlQur‟an dan Al-Hadist di istilahkan dengan al-Nafs atau al-ruh sebagai mana
termaktub dalam Q.S. Shad: 71-72, Al-Isra: 58, dan al-Fajr: 27-30. Jiwa manusia,
sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawa rembulan, memancar dari
akal kesepuluh.
5
Menurut Ibnu Sina manusia memang tersusun dari dua unsur, yaitu tubuh dan
jiwa. Antara keduanya tidak ada persamaan, unsur tubuh terbentuk dari berbagai unsur yang
memancar dari planet-plaanet. Sementara jiwa hanya terbentuk dari satu unsur, yaitu dari Aql
al-fa‟al dan jiwa ini pada dasarnya merupakan abstransi tersendiri dalam struktur tubuh
manusia, manun selamanya bergantung pada tubuh.

3. Ibnu Rusyd
Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd atau biasa dipanggil Ibnu Rusyd
atau Averroes, panggilan Averroes sendiri berasal dari nama kakeknya. Ibnu Rusyd lahir
pada 1126 M di kota Kordoba, Andalus yang sekarang dikenal dengan Spanyol. Beliau
berasal dari keluarga yang memiliki intelektual yang baik, ayah dari Ibnu Rusyd adalah
seorang hakim di Kordoba. Lingkungan keluarganya inilah yang membuat Ibnu Rusyd juga
memiliki intelektual tinggi dan sangat mencintai ilmu. Ibnu Rusyd juga terkenal dengan
karismatik dan juga kegigihannya dalam mencari ilmu, akan tetapi dalam proses mencari
ilmu beliau lebih terfokus kepada hal-hal yang berkaitan dengan agama dan syariat. Hal ini
bukan berarti beliau tidak gigih dalam mencari disiplin ilmu lainnya. Seperti halnya ilmu
kedokteran, tidak berbeda dengan Ibnu Sina beliau juga cukup dikenal dalam bidang ini.

Pandangan Ibnu Rusyd Terhadap Filsafat


Ibnu Rusyd berpendapat bahwa filsafat berkaitan dengan agama. Pada dasarnya
hubungan antara filsafat dan agama tidak mungkin bertentangan. Karena kedua hal ini
merupakan hal yang saling berhubungan. Filsafat adalah ilmu yang lebih mengutamakan
akal, sedangkan agama adalah hal yang berkaitan dengan sang pencipta dimana kita juga
memerlukan akal dalam memahaminya. Agama dan filsafat pada dasarnya memiliki
persamaan yaitu mengungkap kebenaran
Ibnu Rusyd sendiri menegaskan bahwa antara filsafat dan agama sangat
berhubungan dan tidak ada dasar yang membuat keduanya bertentangan. Pernyataan Ibnu
Rusyd sendiri diperkuat dengan dalil Alquran yaitu Qs. Al-hasyr: 2 dan QS. Alisra: 84.
Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dianjurkan untuk berfilsafat atau berpikir
secara mendalam
Dalam pemikirannya mengenai hubungan antara filsafat dan agama, ada
tiga asumsi yang mendasari pemikiran tersebut:
1. Ad-Din Yujibu at-Tafalsuf (Agama mengandalkan dan mendorong untuk
berfilsafat). Pandangan tersebut senada dengan yang dinyatakan Muhammad
6
Yusuf Musa bahwa Thabi'ah al-Qur'an Tad'u li at-Tafalsuf (Karakter Alquran
mengajak untuk berfilsafat). Terbukti banyaknya ayat yang menganjurkan untuk
melakukan tadabbur, perenungan, pemikiran tentang alam, manusia dan juga
Tuhan.
2. Anna as-Syar'a fihi Dhzahirun wa Batinun, yaitu bahwa Syariat itu terdiri dari
dua dimensi, yaitu lahir dan batin. Dimensi lahir itu untuk konsumsi para fuqaha',
sedang dimensi batin itu untuk konsumsi para filusuf.
3. Anna at-Ta'wil Dharuriyyun li al-Khairi as-Syari'ah wal Hikmah aw ad-Din wal
Falsafah. Artinya, ta'wil merupakan suatu keharusan untuk kebaikan bagi syariat
dan filsafat.

7
BAB III
KESIMPULAN

Secara etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Secar harfiah dibaca
philosophia. Terdiri dari kata philen yang berarti cinta atau mengejar dan Sophia yang
bermakna kebijaksanaan atau pengetahuan. Maka philoshophy bermakna cinta kebijaksanaan
atau mengejar pengetahuan
Tokoh filsafat islam diantaranya adalah Al-Ghazali dengan pandangan nya dan
menyingkap pemalsuan dan tipuan-tipuan, serta membedakan unsur yang benar dan yang
cuma khayatan, Ibnu Sina dengan pandangan nya terhadap filsafat ada dua yakni Filsafat
Emanasi dan Filsafat Jiwa (al-Nafs), dan Ibnu Rusyd dengan pandangan nya terhadap filsafat
berkaitan dengan agama. Pada dasarnya hubungan antara filsafat dan agama tidak mungkin
bertentangan. Karena kedua hal ini merupakan hal yang saling berhubungan

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/darunurdianna/5da74c1a097f3643bb1fe5b2/pengertian-
filsafat-sejarah-filsafat-dan-filsafat-islam#

A. Thib Raya, “Al-Ghazali, Ensiklopedi Islam, Vol.1, ed. Nina M. Armando, et.al., (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve,2005)

Ahmad Atabik, TELAH PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG FILSAFAT, Fikrah, Vol.2,


No.1, Juni 2014, hlm 20

Herwansyah, PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm 55

Sahilah Masarur Fatimah, Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Vol. 7 No. 1, 2020, hlm 65

Arqom Kuswanjono, Jurnal Filsafat, Vol. 26, No. 2, Agustus 2016, hlm 292

Afrizal M, Perkembangan Filsafat Islam di Mesir Modern, Vol. 39, No. 1 Januari-Juni 2015,
hlm 2

Anda mungkin juga menyukai