Disusun Oleh :
INDRA PRAYOGA
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Islam dalam Perspektif Filosofis............................................................... 3
B. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Filosofis........................................... 7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memahami Islam melalui pendekatan filosofis dimaksudkan agar
memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpai, menangkap hikmah, hakikat
atau inti yang terkandung dalam ajaran Islam sehingga dalam melakukan amal
ibadah tidak merasa hampa, kekeringan spiritual serta menimbulkan
kebosanan dalam menjalankannya. Selain itu dapat meningkatkan sikap,
penghayatan dan daya spiritualitas sehingga tidak terjebak dalam pemahaman
agama yang sekedar formalistik dan tidak menemukan nilai-nilai didalamnya.
Pendekatan filosofis diibaratkan sebagai pisau analisis untuk membedah Islam
secara mendalam, integral dan komprehensif untuk melahirkan pemahaman
dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa relevan pada setiap waktu dan
ruang atau shalih fi kulli zaman wal makan. Pentingnya pendekatan ini,
pendekatan filosofis juga digunakan dalam memahami berbagai bidang
lainnya selain agama. Misalnya filsafat hukum Islam, filsafat sejarah, filsafat
kebudayaan, filsafat ekonomi, dan lain sebagainya.
Kebutuhan untuk membuka cakrawala pemahaman tentang
kompleksnya realitas, memposisikan filsafat sebagai satu ilmu yang dipelajari
secara khusus di Perguruan Tinggi. Bila menilik sejarahnya, filsafat telah
menghadirkan dirinya sebagai “induk dari segala ilmu” (mother of. sciences).
Dengan itu filsafat sudah sangat lama menempati posisi sebagai salah satu
metode dalam perkembangan ilmu modern. Di antara sejumlah spesifikasi
bidang kajian modern, filsafat tetap dipelajari dalam konteks keilmuan yang
kita namakan sebagai filsafat ilmu (philosophy of science). Kajian filsafat
hampir melekat dalam berbagai bidang ilmu, karena dia telah meletakkan
fondasi dasar dari sistematika pemikiran manusia.1
11
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, ( Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2009), hal. 13-14.
1
Bila ilmu merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis
dan sistematik, maka pengetahuan ialah sesuatu yang diketahui melalui
pancaindra dan diolah oleh daya berpikir. Sedangkan fungsi dari ilmu
pengetahuan itu sendiri ialah untuk mengubah falsafah dan cara hidup
seseorang sehingga lebih selaras dengan realitas hidup yang diketahui. Oleh
karena itu penting dalam kehidupan kita untuk mempelajari filsafat. Lebih
penting lagi adalah mengaplikasikan metode filosofis semaksimal mungkin
guna membuka ruang diskusi dan pemahaman lebih luas tentang berbagai
realitas kehidupan, sehingga selalu ada relevansi yang langsung maupun tidak
langsung, antara pembelajaran metode filsafat dengan berbagai disiplin ilmu
lain, baik pada tataran teoretik mapun pada tataran praksisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Islam dalam perspektif filosofis?
2. Jelaskan ilmu pengetahuan dalam perspektif filosofis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahuui Islam dalam perspektif filosofis.
2. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan dalam perspektif filosofis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
22
Endang Saifuddin, Kuliah Al-Islam, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
(Bandung: Pustaka Salman ITB, 1980), hal. 13.
3
dalam tarekat yang dekat dengan masalah teori emanasi.3
Pengaruh filsafat juga melahirkan filosof-filosof muslim yang
terkenal dalam dunia Barat dan Timur, seperti Al-Kindi, al-Farabi, Ibnu
Sina, al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ikhwanushafa,
Ibnu Maskawaih dan lain-lain. Selain itu juga membangkitkan revolusi
berpikir dalam dunia Islam, walaupun tidak menutup kemungkinan
adanya perbedaan pendapat. Perkembangan yang menarik adalah
penolakan dan penerimaaan yang dilakukan oleh pemikir Islam terhadap
pengaruh filsafat Yunani karena mereka sudah mempelajari secara
mendalam terhadap filsafat tersebut. Al-Ghazali misalnya telah menolak
hasil-hasil pemikiran filosof muslim yang didasarkan atas pemikiran
Yunani, yang nyata-nyata bertentangan dengan ajaran Islam, dalam
bukunya Tahafuth al-Falasifah. Selanjutnya Ibnu Rusyd membela
filosof muslim dan menolak kesimpukan al-Ghazali dalam bukunya
Tahafut al- Tahafut.
Pendekatan filosofis dalam kajian Islam berusaha untuk sampai
kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti dari akar
permasalahannya, metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan
integral karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi atau hakikat
sesuatu.4 Pendekatan filosofis diibaratkan sebagai pisau analisis untuk
membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk
melahirkan pemahaman dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa
relevan pada setiap waktu dan ruang atau shalih fi kulli zaman wal
makan. Filsafat berperan membuka wawasan berpikir umat dan
digunakan sebagai pilar dalam merekonstruksi pemikiran dan
membongkar formalisme agama dalam istilah M. Arkoun taqdis al-afkar
al-diniyyah sebagai salah satu sumber ekslusivisme agama dan
33
Sir Muhamad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thougt in Islam (New Delhi:
Nusrat Ali Nasri, 1981), hal. 4.
44
Supiana, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Ditjen Pendis Kemenag RI, 2012), h. 96.
5
Husein Heriyanto, Nalar Saintifik Peradaban Islam (Bandung: Mizan, 2011), h.
355.
4
kejumudan umat.5
Memahami agama melalui pendekatan filosofis agar dapat
memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, menangkap hikmah,
hakikat atau inti yang terkandung dalam ajaran agama, bisa dimengerti
dan dipahami, sehingga dalam melakukan amal ibadah tidak merasa
hampa, kekeringan spiritual serta menimbulkan kebosanan dalam
menjalankannya. Selain itu juga dapat meningkatkan sikap, penghayatan
juga daya spiritualitasnya sehingga tidak terjebak dalam pemahaman
agama yang sekedar formalistik dan tidak menemukan nilai-nilai di
dalamnya.
Pendekatan ini juga tidak menyepelekan bentuk ritual agama
secara formal, filsafat digunakan untuk mempelajari dari segi batin yang
bersifat esoterik, sedangkan bentuk formal memfokuskan segi
lahiriahnya yang bersifat eksoterik. pendekatan yang demikian
sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli seperti Muhammad
Al-Jurjawi dalam bukunya Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu buku
tersebut berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-
ajaran agama Islam.6
Perintah dalam ajaran Islam dalam bentuk ibadah misalnya jika
dipahami dengan pendekatan filosofis seperti shalat berjamaah hikmah
yang terkandung di antaranya bisa merasakan hidup secara
berdampingan dengan orang lain. Mengerjakan puasa agar seseorang
dapat merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya
yang hidup serba kekurangan. Demikian pula ibadah haji dalam
menunaikan rukun Islam dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya, ibadah yang dilaksanakan di kota Makkah
dalam waktu bersamaan dengan bentuk gerak ibadah (manasik) yang
sama dengan yang dikerjakan lainnya dimaksudkan agar orang yang
mengerjakan berpandangan luas, merasa bersaudara dengan sesama
5
66
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 43.
5
muslim dari seluruh dunia. Thawaf yang dikerjakan mengandung makna
bahwa hidup harus penuh dengan dinamika yang tak kenal lelah, namun
semuanya itu harus tertuju sebagai ibadah kepada Allah semata.
Mengerjakan sa’i yakni lari-lari kecil menggambarkan bahwa
hidup tidak boleh putus ada, terus mencoba. Dimulai dari bukit Shafa
yang artinya bersih dan berakhir pada bukit Marwa yang artinya
berkembang. Dengan demikian hidup ini harus diisi dengan perjuangan
yang didasarkan pada tujuan dan niat yang bersih sehingga dapat
memperoleh keberkahan. Sementara itu wukuf di Arafah maksudnya
adalah saling mengenal, yakni dapat mengenal siapa dirinya, mengenal
tuhannya dan mengenal sesama saudaranya dari berbagai belahan dunia.
Demikian pula melontar jumrah dimaksudkan agar seseorang dapat
membuang sifat-sifat negatif yang ada dalam dirinya untuk diganti
dengan sifat-sifat yang positif, mengenakan pakaian serba putih
maksudnya adalah agar seseorang mengutamakan kesederhanaan,
kesahajaaan dan serba bersih jiwahnya sehingga tidak terganggu
hubunganya dengan tuhan.
Demikian pula ketika kita membaca sejarah kehidupan para nabi
terdahulu. Maksudnya bukan sekadar menjadi tontonan atau sekadar
mengenangnya, tetapi bersamaan dengan itu diperlukan kemampuan
menangkap makna filosofis yang terkandung di belakang peristiwa
tersebut. Seperti kisah Nabi Yusuf yang digoda seorang wanita
bangsawan, secara lahiriah memang menggambarkan kisah yang bertema
pornografi atau kecabulan, pemahaman ini bisa terjadi manakala
dipahami hanya dalam bentuk lahiriah dari kisah tersebut. Tetapi jika
dipahami lebih mendalam makna sebenarnya dari kisah tersebut Tuhan
ingin mengajarkan kepada manusia agar memiliki ketampanan lahiriah
dan batiniah secara prima seperti Nabi Yusuf yang telah menunjukkan
kesanggupannya dalam mengendalikan farjinya dari berbuat maksiat,
sementara lahiriahnya ia tampan dan menyenangkan orang yang
melihatnya. Makna demikian dapat dijumpai melalui pendekatan yang
6
bersifat filosofis.7
Pentingnya pendekatan ini, pendekatan filsafat juga digunakan
dalam memahami berbagai bidang lainnya selain agama. Misalnya
filsafat hukum Islam, filsafat sejarah, filsafat kebudayaan, filsafat
ekonomi, dan lain sebagainya. Pandangan filsafat yang bercorak
perenialis seperti ini secara metodologis memberikan harapan segar
terhadap dialog antara umat beragama, sebab melalui metode ini
diharapkan tidak hanya sesama umat beragama dapat menemukan
kesatuan agama- agama pada wilayah transenden, melainkan juga dapat
mendiskusikan secara lebih mendalam, sehingga dapat terbuka
kebenaran yang betul-betul benar, dan tersingkirlah kesesatan yang
betul-betul sesat, meskipun tetap dalam lingkup kerelatifan.
77
Nata, h. 43-44
7
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.8
2. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Ada pun cirri-ciri yang bisa dikenali dari sebuah ilmu pengetahuan,
di antaranya : 9
a. Ilmu Pengetahuan Bersifat Empiris
Ilmu pengetahuan bersifat empiris berarti pengetahuan diperoleh
berdasarkan pengamatan dan percobaan. Untuk mengetahui apakah
pengetahuan yang kita peroleh itu merupakan pengetahuan ilmiah maka
kita harus membuktikannya melaui pengamatan dan percobaan serta
rangkaian pengalaman yang empirik.
b. Ilmu Pengetahuan Bersifat Sistematis
Ilmu pengetahuan harus memiliki sifat sistematis yang artinya
data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai
hubungan yang teratur, memiliki korelasi. Singkatnya, antara data yang
satu dengan yang lain haruslah satu runutan pemahaman yang terurut
dan saling berkaitan.
c. Ilmu Pengetahuan Bersifat Objektif
Ilmu pengetahuan harus bersifat objektif artinya bebas dari
prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi (vested interests).
Prasangka subjektif yang lahir dari persaan individual peneliti
menjadikan ilmu itu tidak valid dan karena itu tidak pantas diterima
sebagai pengetahuan ilmiah.
d. Ilmu Pengetahuan Bersifat Analitis
Ilmu pengetahuan bersifat analitis artinya berusaha membeda-
bedakan pokok soalnya dan peranan dari bagian-bagian itu. Artinya
corak ilmiah dari pengetahuan itu tampak dalam batas-batasnya yang
bercorak distingtif satu bagian dengan bagian-bagian lainnya.
88
Peursen, Van. Strategi Kebudayaan. Edisi Kedua, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius,
2008), hal. 32.
99
Bagus, Laurens. Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 67.
8
e. Ilmu Pengetahuan Bersifat Verifikatif
Ilmu pengetahuan bersifat verifikatif artinya dapat diperiksa dan
diuji kebenarannya oleh siapa pun. Dapat diuji dan dibuktikan bahwa
pasti benar atau dapat dipastikan kebenarannya.
f. Ilmu Pengetahuan Bersifat Universal
Ilmu pengetahuan bersifat universal artinya bahwa di belahan
dunia mana pun ilmu pengetahuan itu diterapkan, maka hasilnya akan
selalu sama. Misal di Indonesia 1 ditambah 1 sama dengan 2, maka di
Arab pun 1 ditambah 1 juga sama dengan 2. Tentunya corak universal
dari ilmu pengetahuan itu juga masuk akal dan tidak berubah-ubah oleh
kondisi atau kultur manusia di berbagai tempat.
3. Pengelompokan Ilmu Pengetahuan
Dengan makin kompleksnya dan beragamnya objek penelitian dan
kajian ilmu-ilmu modern, maka bidang-bidang ilmu pun makin
berkembang. Berikut ini adalah pengelompokan ilm pengetahuan secara
umum :
a. Ilmu Alamiah (Natural Science)
Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam
merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam
alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep
dan prinsip.
Ilmu alamiah terbagi atas:
1) Fisika: ilmu yang mempelajari benda tak hidup dari aspek wujud
dengan perubahan yang bersifat sementara. Contoh: bunyi, cahaya,
gelombang magnet, teknik kelistrikan, teknik nuklir.
2) Kimia: ilmu yang memperlajari benda hidup dan tak hidup dari
aspek susunan materi dan perubahan yang bersifat tetap. Kimia
secara garis besar terbagi menjadi kimia organic (protein, lemak)
dan kimia anorganik (Nac1), hasil ilmu ini dapat diciptakan seperti
plastic, bahan peledak.
9
3) Biologi: ilmu yang mempelajari makhluk hidup dan gejala-
gejalanya.
4) Botani: ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan.
5) Zoology: ilmu yang mempelajari tantang hewan.
6) Morfologi: ilmu yang mempelajari tentang stuktur luar makhluk
hidup.
7) Anatomi: suatau studi tentang struktur dalam atau bentuk dalam
makhluk hidup.
8) Fisiologi: studi tentang fungsi atau organ bagian tubuh makhluk
hidup.
9) Sitologi: ilmu yang mempelajari sel secara mendalam.
10) Histologi: studi tentang jaringan tubuh atau organ makhluk hidup
yang merupakan serentetan sel sejenis.
11) Palaentologi: studi tentang makhluk hidup masa lalu.10
b. Ilmu Sosial (Social Science)
Ilmu sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang
mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan
lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora
karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari
manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara
subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya
dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun
sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan
metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-
disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor
sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak
peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu
sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin
1010
Tjahjadi, S. P. Lili. Petualangan Intelektual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.
90.
10
banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta
implikasi dan konsekuensinya. Ilmu sosial terbagi atas:
1) Antropologi: ilmu yang mempelajari tentang budaya masyarakat
suatau etnis baru.
2) Ekonomi: ilmu yang mempelajari tentang produksi dan pembagian
kekayaan dalam masyarakat.
3) Geografi: ilmu yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas
fenomena fisik dan manusia di atas pemukaan bumi.
4) Hukum: ilmu yang mempelajari system aturan yang telah
dilembagakan.
5) Linguistic: ilmu yang mempelajari aspek kognitif dan social dari
bahasa.
6) Pendidikan: ilmu yang mempelajari masalah yang berkaitan
belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
7) Politik: ilmu yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia
(termasuk Negara)
8) Psikologi: ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
9) Sejarah: ilmu yang mempelajari tentang masa lalu yang
berhubungan dengan umat manusia.
10) Sosiologi: ilmu yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar
manusia di dalamnya.11
c. Ilmu Budaya
Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia
dan kebudayaan. Pengetahuan budaya bertujuan untuk memahami dan
mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk
mengkaji hal itu digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa
dan pernyataan-pernyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
1110
Tjahjadi, S. P. Lili. Petualangan Intelektual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.
91.
11
Peristiwa-peristiwa dan pernyatan-pernyataan itu pada umumnya
terdapat dalam tulisan-tulisan., Metode ini tidak ada sangkut pautnya
dengan metode ilmiah, hanya mungkin ada pengaruh dari metode
ilmiah.12
Pengetahuan budaya (The Humanities) dibatasi sebagai
pengetahuan yang mencakup keahlian (disiplin) seni dan filsafat.
Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang
kcahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik, dll. Sedang Ilmu
Budaya Dasat (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia
dan kebudayaan. Dengan perkataan lain Ilmu Budaya dasar
menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang
pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan
kepekaan dalam mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya.
Demikian perspektif gamblang dan global pembagian wilayah
kajian ilmu pengetahuan modern yang bisa diuraikan. Kemungkinan
bahwa cabang-cabang dan perkembangan-perkembangan baru akan
semakin luas dan kompleks bukanlah hal yang mustahil kini dan di
masa mendatang.
BAB III
PENUTUP
1210
Tjahjadi, S. P. Lili. Petualangan Intelektual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.
93.
12
A. Kesimpulan
Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya
mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan
pendekatan filosofis dalam memahami ajarannya, seperti contoh-contohnya
yang telah dikemukakan di atas. Meskipun secara teoretis bisa
memberikan harapan dan kesejukan, namun secara luas belum dapat
dipahami dan diterima kecuali oleh sekelompok kecil saja, terutama bagi
kaum tradisionalis formalistis yang cenderung memahami agama terbatas
pada ketetapan melaksanakan aturan-aturan formalistik dari pengalaman
agama.
Dalam ranah ilmu pengetahuan modern, refleksi filosofis
menghadirkan ragam perspektif yang mencerahkan. Sebab tanggung jawab
ilmu atau ilmu pengetahuan bukan sekedar keluasannya dalam membantu
memahami varian dan dimensi sectoral yang ditelisiknya, melainkan juga
mengandung obligasi dan garansi bahwa ilmu pengetahuan adanya untuk
manusia, dan bukan manusia untuk ilmu pengetahuan. Di sini humanisme
ilmu menjadi acuan filsafat, minimal untuk meletakkan landas moral atas
pencapaian kedigdayaan akal budi manusia. Dengan demikian dia tidak
berdiri sebagai menara gading, bebas nilai, nilai dan lepas kendali dari
tanggung jawabnya untuk meletakkan harkat dan martabat universal
manusia sebagai persona humana. Menempatkan nilai kemanusiaan di atas
capaianan ilmu dan ilmu pengetahuan saat ini telah menjadi condition sine
qua non, yang tak boleh diabaikan begitu saja.
B. Saran
Mudah-mudahan uraian makalah ini, dalam batasan sistemik dan
uraian logisnya, membawa manfaat, khususnya bagi mereka yang sedang
bergelut dalam dunia kampus, lebih khusus lagi bagi mereka yang mencoba
meneropang kedalaman isi dari filsafat ilmu yang dipelajari. Semoga!
DAFTAR PUSTAKA
13
Abuddin Nata. 2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Supiana. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Ditjen Pendis Kemenag RI.
14