Anda di halaman 1dari 88

KOMPILASI FILSAFAT ISLAM

Dosen Pengampu: Dr. Nurkholis, M.S.I

Disusun oleh:

Anis Dwi Oktafiani (1817405094)

2 PGMI C

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya untuk terus berusaha dan berjuang untuk menuntut ilmu. Sehingga
kami dapat menyelesaikan Kompilasi Filsafat Islam.

Kompilasi ini kami susun guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
Filsafat Islam yaitu Bapak Dr. Nurkholis, M.S.I. Dengan ini kami telah menyusun
kompilasi ini secara maksimal dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
pembuatan kompilasi ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam


kompilasi ini baik dari segi susunan kata maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
kami membutuhkan saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaikinya.

Akhir kata, kami berharap semoga kompilasi ini dapat memberi manfaat
dan referensi bagi pembaca. Terimakasih.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar ...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I Pengertian Filsafat Islam dan hubungannya dengan disiplin
Islam lainnya ..............................................................................................4
BAB II Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani .......................................9
BAB III Memahami “Retakanepis Temologis” pemikiraan
Islam dunia Barat dan Timur......................................................................14
BABIV Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur
Islam Al Kindi dan Al Farabi .....................................................................20
BAB V Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur Islam Ibnu Sina .............................28
BAB VI Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur Islam Al Ghazali ...........................35
BAB VII Pemikiran Filsuf Muslim dunia Barat Islam Ibnu Thufail .........................42
BAB VIII Pemikiran Filsuf Muslim dunia Barat Islam Ibnu Rushd .........................46
BAB IX Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Suhrawardi al Maqtul ..........51
BAB X Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Mulla Sadra ...........................58
BAB XI Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Muhammad Iqbal .................64
BAB XII Memahami Tokoh Filsafat Islam Pasca Ibnu Rushd;
Fahlur Rahman dan pemikirannya ..............................................................68
BAB XIII Tokoh Filsafat Islam Pasca Ibnu Rushd; Sayyid Hosein Nasr dan
pemikirannya ..............................................................................................................72
BAB XIV Memahami Pemikiran Filsafat Islam Hassan Hanafi ...............................77
Biografi Penulis ..........................................................................................................88

iii
PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN
DISIPIN ISLAM LAINNYA

Dosen Pengampu: Dr. Nurkholis,M.S.I.

Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah

Filsafat Islam

Disusun oleh :

Fatimah Suyekti 1817405104

Fatin Luthfi Nur Azizah 1817405105

Isnaeni Apriana Sukma. 1817405113

Lutfiana 1817405118

Qorina Nadiatus Salamah 1817405126

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2019

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Islam

Untuk memahami sebauh pengertian, ada banyak cara yang bisa


dilakukan. Salah satunya dengan melacak dari arti katanya. Ditinjau dari
aspek ini, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia ternyata berasal dari
bahasa Arab “falsafah ” yang diturunkan dari bahasa Yunani philosophia.
Kata philosophia terdiri dari dua kata, yaitu kata philos yang berarti cinta
atau philia yang berarti senang, sangat suka dan kata sophos yang berarti
suatu bijaksana atau sophia yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan,
keahlian, kebijaksanaan atau pengalaman praktis, intelegensi.1 Secara
singkat dapat dikatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan.

Dalam bahasa Arab, disamping digunakan kata falsafah –sebagai


padan kata philosophy dalam bahasa Inggris –juga digunakan kata al-
hikmah.2 Kata al-hikmah berarti pembicaraan yang sesuai dengan
kebenaran, filsafat, kebenaran akan sesuatu, keadilan, ilmu pengetahuan,
dan kebijaksanaan.3

Selain dengan melacak arti kata, cara lain memahami filsafat


adalah dengan meninjau dari aspek terminologi. Secara termnologi, ada
banyak definisi yang diberikan oleh para ahli atau filosof mengenai
pengertian filsafat. Beragamnya definisi ini bisa dimaklumi mengingat
setiap filosof yang memuat definisi memiliki pertimbangan tertentu
sekaligus dipengaruhi oleh berbagai aspek. Implikasinya, tidak ada definisi
yang sama persis yang dibuat. Masing-masing definisi mencerminkan
karakteristik pembuatnya.

1
Maftukhin, Filsafat Islam, h.1
2
Ibid., h.2
3
Loc.cit

5
Dengan demikian, filsafat mempunyai definisi yang beragam,
karena ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Walaupun memiliki
definisi yang beragam, sebenarnya ada aspek pokok yang sama dari semua
definisi yang ada, yaitu pada pokok pembicaraannya. Pokok pembicaraan
filsafat mencakup tiga hal, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Dengan
demikian, jika dikatakan filsafat islam maka sebetulnya adalah pemikiran
rasional, kritis, sistematis, dan radikal tentang seluruh ajaran Islam
mengenai Tuhan, manusia dan alam.

B. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Lainnya


Pada hakekatnya filsafat dan ilmu saling berkaitan satu sama lain,
keduanya tumbuh dari sikap refleksi, ingin tahu, dan di landasi kecintaan
pada kebenaran. Filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan
keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mampu
mempertanyakan asumsi, kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri.
Ilmu merupakan masalah yang hidup bagi filsafat dan membekali filsafat
dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual yang sangat perlu untuk
membangun filsafat. Filsafat dapat memperlancar integrasi antara ilmu-
ilmu yang di butuhkan. Filsafat dapat di lihat dan di kaji sebagai suatu
ilmu, yaitu ilmu filsafat. Sebagai ilmu, filsafat memiliki objek yang khas
dan bahkan dapat di rumuskan secara sistematis. Ilmu filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji seluruh fenomena yang di hadapi manusia
secara kritis refleksi, integral, radikal, logis, sistematis dan universal
(kesemestaan).

6
1. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Matematika

Banyak filsuf telah menggunakan matematika untuk membangun


teori pengetahuan dan penalaran yang dihasilkan dengan memanfaatkan
bukti-bukti matematika dianggap telah dapat menghasilkan suau
pencapaian yang memuaskan. Matematika telah menjadi sumber inspirasi
yang utama bagi para filsuf untuk mengembangkan epistemologi dan
metafisik pada taraf tertentu matematika dan filsafat mempunyai
persoalan-persoalan bersama. Hannes Leitgeb telah menyelidiki aspek-
aspek dalam mana matematika dan filsafat mempunyai derajat yang sama
ketika melakukan penelaahan yaitu kesamaan antara objek, sifat-sifat
objek, logika, sistem-sistem, makna kalimat, hukum sebab-akibat,
paradoks, teori permainan dan teori kemungkinan.

2. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Kimia

Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu


sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai
masa. Pada filsafat kimia ada dua hal yang mempunyai perhatian yaitu isu-
isu konseptual yang timbul dalam kimia secara hati-hati diartikulasikan
dan dianalisa.

Filsafat sebagai fasilisator ilmu kimia hanyalah sebatas untuk


mengorek isi yang terkandung dalam wilayah kimia serta mencari gejala-
gejala ilmiah yang ada di alam semesta ini yang akhirya di masukan ke
dalam ilmu kimia. Tanpa filsafat yang mengorek tentang sesuatu yang
tersembunyi di tubuh alam semesta ini maka perkembangan ilmu,
khususnya kimia, hanya akan mengalami stagnansi, kemandegan.

3. Hubungan lmu Filsafat Dengan Ilmu Biologi

Ilmu Biologi mempelajari tentang sesuatu yang hidup serta


masalah-masalah yang menyangkut hidupnya. Ilmu filsafat mempelajari
tentang alam semesta mulai dari benda, tumbuhan, hewan, manusia,
sampai pada sang pencipta (primacausa). Biologi merupakan buah dari
7
pemiikiran filsafat yag detail dan mendalam yang dapat dibuktikan secara
empiris dan komprehemsif yang kemudian secara jelas dapat di
pertanggungjawabkan keabsahan-nya oleh penggguna ilmu tersebut.

4. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Sains

Sains merupakan suatu metode berfikir yang bersifat objektif untuk


menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia nyata, yang di
artikan juga sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan,
mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa
dengan menggunkan metode observasi yang teliti dan kritis, Titus (1956)
dalam Uyoh Sadulloh (2012).

Perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh sains. Sains sangat


mempengaruhi pemikiran filsafat dalam mengembangkan sejumlah
pemikiran sang deskriptif dan nyata. Dengan di buktikan dengan sains,
filsafat menjadikan buah pemikiran filsuf menjadi suatu kebenaran karena
di buktikan secara ilmiah. Filsafat membantu memikirkan dan menjawab
apa yang tak dapat dipikirkan dan di jawab oleh sains. Sains menyediakan
pertanyaan bagi filsafat. Filsafat menyediakan konsep-konsep yang
gejalanya dapat di teliti oleh sains.

8
MAKALAH FILSAFAT ISLAM

HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM DENGAN FILSAFAT YUNANI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam

Dosen pengampu: Dr.Nurkholis,M.S.I.

Disusun Oleh:

1. Annisa Nur Wafiq A (1817405095)

2. Diah Ayu yulia W (1817405099)

3. Lulu Munawaroh (1817405116)

4. Nur Baeti Atik (1817405125)

5. Retno Ismaryatin (1817405127)

6. Siti Yuliati (1817405131)

7. Sri Indah Darmaningrum (1817405133)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

9
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Filsafat Islam dan Filsafat Yunani Kuno

Perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat


dipisahkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani). Dalam
sejarah filsafat biasanya filsafat yunani dimajukan sebagai
pangkal sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Eropa Barat)
dalam alam pikirannya berpangkal kepada pemikiran yunani.
Selain itu, para orientalis juga mengatakan bahwa filsafat
Islam itu tidak lain dari filsafat Yunani yang ditulis dalam bahasa
Arab atau Filsafat Yunani yang diislamkan. Tuduhan seperti ini
juga sulit diterima bahkan tidak beralasan sama sekali dan
bertentangan dengan fakta sejarah. Apalagi sebagai payung ilmu
pengetahuan filsafat adalah kreasi semua umat manusia dalam
seluruh generasinya dan tidak bisa dibangun oleh seorang atau satu
bangsa saja. Perkembangan filsafat tidak dapat diletakkan pada
satu ras manusia saja, seperti ras Aria (Yunani), karena filsafat
adalah salah satu tanda dari tanda kebijaksanaan (al-hikmat)
kemanusiaan yang tidak ada hubungannya dengan masalah ras,
agama, dan warna kulit. Filsafat Yunani di kembangkan ke Timur
oleh kaum emigran Kristen Barat akibat pertentangan sekte sejak
abad ke-3 M.

B. Hubungan Filsafat Islam dengan FilsafatYunani


Suatu kebenaran yang tidak dapat ditolak adalah pengaruh
yang tidak dapat ditolak adalah pengaruh peradaban Yunani,
Persia, dan India. Diantara imu-ilmu India yang besar pengaruhnya

10
kepada intelektual Islam adalah ilmu hitung, astronomi, ilmu
kedokteran, dan matematika dengan angka-angka yang oleh orang
Arab disebut angka India dan oleh orang Eropa kemudian dikenal
dengan nama angka Arab. Sedangkan dari Persia terdapat ilmu
bumi, logika, filsafat, astronomi, ilmu ukur, kedokteran, sastra, dan
seni. Pemasukan pengaruh Persia, yang dinilai lebih besar daripada
pengaruh India, kedalam islam melalui Baghdad, berada
dilingkungan Persia sebagai ganti ibu kota sebelumnya, Damsyik.
Menurut Harun Nasution peranan yang besar dalam hal ini ialah
keluarga Bermak yang turun temurun menjadi menteri, gubernur,
dan sekretaris khalifah mulai dari zaman Al-Saffah (750-754)
sampai dengan zaman Al-Ma’mun (813-833). Akan tetapi
pengaruh terbesar yang diterima umat islam dalam bidang ilmu dan
filsafat menurut Ahmad Amin, adalah dari Yunani. Karena kontrak
umat islam dengan kebudayaan Yunani bersama waktunya dengan
penulisan ilmu-ilmu islam, maka masuklah kedalamnya unsur-
unsur kebudayaan Yunani bersama yang memberinya corak
tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk, pengaruh
logika Yunani besar sekali, ilmu-ilmu islam diberi warna biru,
ditempa menurut pola Yunani dan disusun sesuai dengan sistem
Yunani. Jadi, logika Yunani mempunyai pengaruh yang sangat
besar pada alam piiran islam di zaman Bani Abbas.
Perlu ditegaskan bahwa pengaruh bukan berarti menjiplak.
Betapa banyaknya filosof baik Islam maupun non-Islam
terpengaruh oleh pemikiran filosof sebelumnya, namun mereka
tidak menyandang predikat penjiplak atau pengembik. Filosof
Amsterdam, Belanda, Burch De Spinoza (1632-1677) dikenal
sebagai pengikut bapak filsafat Modern asal Prancis, Rene
Descartes (1596-1650), namun ia mempunyai filsafat tersendiri.
Demikian pula filosof Muslim Ibnu Sina walaupun terpengaruh
berat oleh Aristoteles, tetapi ia juga memiliki pemikiran filsafat

11
tersendiri , yang tidak memiliki pemikiran filsafat tersendiri, yang
tidak dimiliki oleh al Mu’allim al-Awwal, Aristoteles tersendiri.
Dalam rekaman sejarah, cara terjadinya kontrak atntara
umat Islam dan filsafat Yunani (juga sains) melalui daerah Suria,
Meso-potamia, persia dan Mesir. Filsafat Yunani datang ke daerah-
daerah ini ketika penaklukan Alexander Yang Agung ke Timur
pada abad keempat (331) sebelum Masehi. Ia juga
mempersatuakan orang-orang Yunani dan Persia dalam satu negara
besar dengan cara berikut :
1. Ia angkat pembesar dan pembantunya dari orang
Yunani dan Persia.
2. Ia mendorong perkawinan campuran antara Yunani dan
Persia. Bahkan, ia pernah menyelenggarakan
perkawinan massal 24 jenderal dan 10.000 prajuritnya
dengan wanita-wanita persia di Susa.
3. Sementara itu, ia sendiri kawin dengan Statira, putri
Darius, Raja Persia yang kalah perang.
4. Ia mendirikan kota-kota dan permukiman-permukiman
yang dihuni bersama oleh orang-orang Yunani dan
Persia.

Dengan demikian, bercampurlah kebudayaan Yunani dan


kebudayaan Persia. Sebagai bukti dalam hal ini kota Alexanderia di
Mesir, yang dalam bahasa Arab disebut al-Iskandaria, merupakan
warisan dari usaha di atas.

Dalam era penerjemahan ini bermacam-macam buku filsafat


dalam pelbagi bidang diterjemahkan ke dalam bahasa arab,baik
dalam siryani,Persia,maupun yang berbahasa yunani sendiri.Di
antaranya karya Plato seperti Thaetitus, Cratylus, Parmenides,
Tunaenus, Phaedo, Politicus, dan lainnya; karya Aristoteles,
seperti, Categoriae, Rethorica, De Caelo, Ethica Nichomachaea dan

12
lainnya; karya Neo Platonisme, seperti Enneads, Theologia,
Isagoge, Element of Theology, dan lainnya.

Telah di paparkan,dengan adanya era penerjemahan ini


umat islam telah mampu menguasai intelektual dari tiga
kebudayaan yang sudah tinggi krtika itu, yakni,yunani,Persia,dan
india. Para intelektual islam tidak hanya mampu menguasai filsafat
dan sains,tetapi mereka juga mampu mengembangkan dan
menambahkan hasil observasi mereka kedalam sains dan hasil
pemikiran mereka kedalam lapangan filsafat.

13
MAKALAH FILSAFAT ISLAM

RETAKAN EPISTEMOLOGI PEMIKIRAN ISLAM

DUNIA BARAT (MAGHRIB) DAN TIMUR (MASHRIQ)

Disusun guna untuk memenuhi tugas terstruktur

Mata Kuliah: Filsafat Islam

Dosen Pengampu: Nurkholis, M.S.I.

Disusun oleh kelompok 3:

1. Anin (1817405093)
2. Dina Nurul Istiqomah (1817405100)
3. Intan Miftahur Rohmah (1817405108)
4. Iryatun Aden (1817405111)
5. Maya Endah Kumala S (1817405119)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

14
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi
Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub
sistem dari filsafat, yang sering dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi.
Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J. F. Ferrier pada
tahun 1854. Sebagai sub filsafat, epistemologi ternyata menyimpan misteri
pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian
epistemologi ini, cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka
memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengungkapkannya.
Sehingga didapat pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada
redaksinya melaikan juga pada subtansi persoalan, yang menjadi sentral
dalam memahami pengertian suatu konsep.
Ada beberapa definisi yang diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan sebagai pijakan dalam memahami, apa sebenarnya epistemologi
itu. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. P. Hardono Hadi menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.
2. D. W. Hamlyn mendefinisikan, epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
3. Dagobert D. Runes menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode, dan validitas
pengetahuan.

Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas dan mudah


dipahami ditinjau dari etimologi dan terminologinya. Secara etimologi,

15
epistemologi berasal dari bahasa yunani “episteme”, yang berarti ilmu dan
“logos” berarti ilmu sistematika atau teori, uraian dan alasan. Jadi
epistemologi adalah teori tentang ilmu yang membahas ilmu dan
bagaimana memperolehnya, kemudian membahasnya secara mendalam
(substansi).

B. Tradisi Dalam Epistemologi


Tradisi merupakan suatu pola pikir. Epistemologi ilmu meliputi
sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan. Paradigma dalam membangun ilmu pengetahuan
khususnya pada zaman pra modern, nampak jelas akan adanya pendekatan
serta strategi yang berbeda antara dunia barat dan dunia timur. Dalam
pemikiran barat, menurut Capra konsep yang memadukan antara dua hal
yang berbeda adalah sangat sulit diterima, karena budaya barat yang
rasional dan materialis senantiasa melihat sesuatu secara linier.
Maksudnya saling keergantungan antara dua hal yang berbeda. Sebaliknya
dalam tradisi timur, Taoist meyakinkan adanya saling berbagi peran
(interplay) yang dinamis antara dua eksistensi yang berbeda, yaitu yin dan
yang, yang membentuk harmoni dan kesatuan.

C. Diskursus Epistemologi Barat dan Islam


Dunia Barat mengalami ledakan kebebasan berekspresi dalam
segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah cara berpikir
mereka. Begitu juga corak berpikirnya yang pluralise membawa kepada
kekayaan ilmu pengetahuan. Karena dalam pluralisme global
mensyaratkan pengetahuan dan pengertian di kalangan manusia yang
beraneka ragam.4 Mereka telah bebas dari trauma intelektual. Renaissance
yang paling berjasa bagi mereka dalam menutup abad kegelapan eropa

4
Mohammad Fathi Oesman, Islam, Pluralise dan Toleransi Agama (Wasshington DC:
Center for Muslim-Christian Understanding Georgetown University, 1996), hal.100.

16
yang panjang dan membuka lembaran sejarah mereka yang baru.
Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan telah hancur.
Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dengan
pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba
mencari alternatif lain dalam memandang dunia. Maka dari itu,
bermunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit
yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat
muncul adalah aliran yang rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya
telah lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel
dan lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan
positifesmenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya.

D. Epistemologi Timur
Pemahaman ilmu pengetahuan pada dunia timur lebih
mementingkan keselarasan, harmoni dan kesatuan antara manusia dengan
lingkungan eksternal baik secara ekologi maupun sosial. Disamping itu,
peran dari masing-masing organisme baik sebagai subjek maupun sebagai
objek mendapatkan porsinya secara proporsional. Pandangan hidup pada
dunia timur, melihat dunia dalam pengertian hubngan dan intregasi.
Hubungan sebagai sistem adalah suatu keseluruhan yang terintergrasi yang
mana sifat-sifatnya tidak dapat direduksi menjadi sifat-sifat unik yang
lebih kecil. Pendekatan sistem ini tidak memusatkan pada balok-balok
bangunan dasar atau zat-zat dasar, melainkan lebih menekankan pada
prinsip-prinsip organisasi dasar.
E. Epistemologi Barat
Perspektif Rene Descartes yang dianggap sebagai pendiri filsafat
modern barat, mengemukakan pandangannya bahwa organisme hidup
merupakan sebuah mesin yang terbangun atas bagian-bagian yang terpisah
yang masih memiliki kerangka konseptual yang dominan. Descartes
mendasarkan pandangannya terhadap alam pada bagian fundamental

17
antara dua bidang yang bebas dan terpisah menyangkut ranah materi dan
ranah pikiran. Alam semesta material yang meliputi organisme-organisme
hidup, bagi descartes adalah sebuah mesin yang pada prinsipnya dapat
dimengerti seluruhnya dengan menganalisa bagian-bagiannya yang
terkecil. Pandangan mekanistik apabila dikaitkan dengan ilmu ekonomi
saat ini ditandai dengan pendekatan-pendekatan reduksionis dan terpecah-
pecah yang merupakan simbol bagi kebanyakan ilmu-ilmu sosial. Menurut
Ziauddin Sardar menyebutkan ada 9 ciri dasar epistemologis islam yang
tidak dimiliki barat:
1. Didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak
2. Bersifat aktif
3. Objektifitas sebagai masalah umum
4. Bersifat deduktif
5. Memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai islam
6. Pengetahuan yang bersifat inklusif dan bukan eksklusif
7. Pengalaman subjektif dan mendorong pencarian akan pengalaman-
pengalaman
8. Adanya konsep-konsep dari tingkat kesadaran
9. Tidak bertentangan dengan pandangan holistik.
F. Epistemologi dalam Perspektif Barat dan Timur
Pengetahuan rasional merupakan sistem konsep dan simbol
abstrak, dengan ciri struktur sekuensial linier yang khas sebagai cara kita
berpikir dan berbicara. Rasionalitas cenderung dianggap amat terkait
dengan perkara bahasa. Bahasa pulalah yang memungkinkan kita berpikir
tentang kemungkinan-kemungkinan, kualitas, hubungan, nilai, dan dsb.
Maka rasionalitas kini cenderung dilihat tidak bisa lagi bersifat mutlak dan
universal, melainkan bersifat sementara dan konvensional saja. Jadi
perkara argumen, validitas dan klaim tentang kebenaran hanya bisa
dianggap berkarakter “lokal” tindakan dasar manusia di dalam
kehidupannya. Tindakan rasional bertujuan mampu tindakan komunikatif
dengan bahasa adalah tindakan dasar manusia di dalam kehidupannya.

18
Pelaku tindakan komunitas ini memiliki orientasi pada pencapaian
pemahaman.
Pengetahuan intuitif adalah membaca, menemukan dan
memanfaatkan realitas keteraturan esensial dan membuat rekayasa
keteraturan esensial ciptaan Tuhan. Berarti bahwa berilmu pengetahuan
adalah mengagungkan sang pencipta dengan memanfaatkan keteraturan
orang semesta bagi rahmat seluruh makhluk.

19
FILSAFAT ISLAM

PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA TIMUR ISLAM AL KINDI DAN


AL FARABI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam

Dosen pengampu :

Di susun oleh :

1. Irma Purnama Sari (1817405111)


2. Lutfiah Aris Widianti (1817405117)
3. Merna Sofiah Mufidah (1817405120)
4. Mey Labanina (1817405121)
5. Zakiyah Nurul Hidayah (1817405136)

2 PGMI C

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

20
BAB II

PEMBAHASAN

1) Al kindi

a. Riwayat hidup

Nama al-kindi adalah nisbat pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya,
yaitu Banu Kindah. Banu kindah adalah suku yang menempati daerah selatan
jazirah arab. Daerah ini memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi
dan banyak dikagumi orang. Nama lengkap al- kindi adalah Abu Yusuf
Ya’qub ibn ishaq al sabbah ibn Imran ibn isma’il ibn al-asy’ats ibn qais al
kindi. Dilahirkan dikuffah tahun 185/801. Ayahnya, ishaq al- sabbah adalah
gubernur kuffah pada masa pemerintahan al Mahdi dan harun al rasyid dari
bani abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir.
Dengan demikian, Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim. Al-Kindi
memperoleh pendidikan di Basrah. Al- Kindi mempelajari ilmu-ilmu yang
sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari Al-Quran,
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran
dasarnya di Basrah, ia melanjutkan studi ke Baghdad hingga tamat. Ia
mahir dalam berbagai macam cabang ilmu yangada pada waktuitu, seperti
ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, mantiq (logika), geometri,
astronomi, dan sebagainya. Ada salah satu bahasa yang ia kuasai dengan
baik, yaitu bahasa suryani. Nama Al-Kindi menanjak semenjak setelah hidup
di istana pada masa pemerintahan al-Ma’mun pada tahun 218/833. Hal ini
disebabkan karena Al-Kindi dipercaya sebagai guru pribadi puteranya,
yaitu Ahmad Ibn Mu’tasim.

21
b. Karya-karya Al-Kindi

Karya ilmiah Al-Kindi kebanyakan berupa makalah-makalah. Ibn Nadim,


dalam kitabnya al-fihrits, menyebutkan jumlahnya lebih dari 230 buah.
George N. Atiyeh menyebutkan judul makalah dan kitab karangan Al-Kindi
sebanyak 270 buah. Dalam bidang filsafat pernah diterbitkan oleh Abu
Raidah (1950) dengan judul Rasa’il al-kindi al-falasifah yang berisi 29
makalah. Ahmad Fu’ad al-Ahwani pernah menerbitkan makalah Al-Kindi
tentang filsafat pertamanya dengan judul kitab al-kindi ila al-mu’tasim billah
fi al falsafah al-ula. Dari karanganya dapat diketahui bahwa ia menganut
aliran eklektisisme. Meskipun demikian, al-kindi sebagai filosof muslim
tetap bertahan.

Epistemologi

 Pengetahuan inderawi

Pengetahuan inderawi terjadi secara langsungketika orang mengamati


terhadap obyek-obyek material, kemudian tanpa proses tenggang waktu
dan tanpa berupaya berpindah keimajinasi (musyawirah), diteruskan
ketempat penampungannya yang disebut hafizah (recollection).
 Pengetahuan Rasional

Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal


bersifat universal, tidak parsial, dan bersifat immaterial. Obyek
pengetahuan

22
rasional bukan individu,tetapi genus dan species.
 Pengetahuan isyraqi

Iluminasi merupakan pengetahuan yang langsung diperoleh dari


pancaran nur illahi. Puncak dari jalanini adalah apa yang diperoleh para
nabiuntuk membawakan ajaran yang berasal dari wahyu Allah kepada umat
manusia.

Metafisika

 Menurut alkindi pengetahuan dibagi kedalam dua bagian, Yaitu:


pertama, pengetahuan illahi (ilm al-illahi;divine science) sebagaimana
tercantum dalam alquran, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi
dari Tuhan. Dasar penetahuan ini ialah keyakinan.
 Kedua, pengetahuan manusiawi (‘ilm insan; human science) atau
filsafat.
Dasarnya ialah pemikiran (ratio-reason).

Filsafat jiwa

Jiwa merupakan aspek terpenting yang menjadi topic pembahasan para


filosof. Jiwa dipandang sebagi intisari dari manusia. Menurut alkindi jiwa
manusia berasal dari jiwa-dunia. Al kindi merasa kesulitan dalam
menjelaskan persemayaman jiwa manusia yang bersifat spiritual dalam
tubuh manusia yang sifatnya temporal-material. Bagi al kindi jiwa itu tidak
tersusun ( basitah; simple, sederhana), tetapi mempunyai arti penting,

23
sempurna dan mulia. Subtansinya (al-jauhar) berasal dari substansi
Tuhan.

Jiwa juga mengandung tiga potensi, yaitu daya nafsu, daya pemarah,
daya berfikir (al-quwwah al-syahwatiyah, al- quwwah al ghadabiyah, al
quwwah al-‘aqilah; appetitive- irascible dan cognitive faculty).

Etika

Filasafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat


dijangkau oleh kemampuan manusia. Al kindi berpendapat bahwa
keutamaan manusiawi tidak lain “ budi pekerti yang terpuji”. keutamaan
ini kemudian dibagi menjadi tigs bagian. Pertama, merupakan asas dalam
jiwa, tetapi bukan asas negative, yaitu pengetahuan dan perbuatan (ilmu dan
amal). Bagian ini dibagi menjadi tiga yaitu, kebijaksanaan (hikmah),
keberanian (najdah), kesucian (iffah). Kedua, keutamaan- keutamaan
manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapi merupakan hasil dan buah dari tiga
macam keutamaan tersebut. Ketiga, hasil keadaan lurus tiga macam
keutamaan itu tercermin dalam keadilan.

2) Al-Farabi

a) Riwayat hidup

Abu Nasr muhammadal- farabi lahir diwasij, suatu desa difarab


(transoxania) tahun 870 M. Ia berasal dari turki dan orang tuanya adalah
seorang jendral. Pendidikannya dimulai dengan mempelajari dasar-dasar
ilmu agama dan bahasa, ia juga mempelajari matematika dan filsafat serta
melakukan penggambaran untuk mendalami ilmu-ilmu yang lain.

24
Dalam perjalan hidupnya al-Farabi pernah menjadi hakim. Dari farab ia
pindah ke Baghdad, disana ia belajar kepada abu bisr mattaibn yunus
(penerjemah) dan tinggaldi Baghdad selama 20 tahun. Kemudian ia pindah
ke Alepo dan tinggal istana saif al daulah, memusatkan perhatian pada ilmu
pengetahuan dan filsafat.
b) Filsafat Emanasi Al-farabi

Al-Farabi mencoba menjelaskan bagaiman yang banyak bisa timbul dari


yang satu. Tuhan sebagai akal, berfikir tentang diri-Nya, dan dari
pemikiran ini timbul suatu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama
(al-wujud al-awwal) dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua (al-
wujud al-sani) yang juga menjadisubstansi. Akal potensial menangkap
bentuk- bentuk dari benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca
indera, akal aktuil menangkap arti-arti dan konsep-konsep dan akal mustafad
mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan atau
menangkap inspirasi dari akal yang diatas dan diluar diri manusia yaitu akal
dari kesepuluh yang diberi nama Akal aktif (al-‘aql al-fa’al, active
intellect) yang didalamnya terdapat bentuk-bentuk segala yang ada semenjak
zaman azal.
c) Filsafat kenabian al-farabi

Akal kesepuluh itu dapat disamakan dengan malaikat dalam faham islam.
Para filosof dapat mengetahui mengenai hakikat-hakikat karena dapat
berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Nabi atau Rasul demikian pula dapat
menerima wahyu karena mempunyai kesanggupan untuk mengadakan
komunikasi dengan akal kesepuluh. Tetapi kedudukan rosul atau nabi
lebih tinggi daripada filosof. Oleh karena filosof dan Nabi atau Rosul
mendapat pengetahuan mereka dari sumber yang satu yaitu akal kesepuluh,
maka pengetahuan filsafat dan wahyu yang diterima Nabi tidak bisa
bertentangan. Mukjizat terjadi karena hubungan dengan akal kesepuluh
dapat mewujudkan hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan. Filsafat

25
ini dimajukan al-farabi untuk menentang aliran yang tidak percaya
kepada Nabi atau Rosul (wahyu) sebagaimana yang dibawa al-Razi.

a. Teori Politik al-Farabi

Filsafat kenabian erat hubungannya dengan teori politik al-farabi. Uraian


mengenai hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudul Ara’ Ahl al-Madinah
al-Fadilah (model city). Kota digambarkan oleh al- Farabi seperti badan
manusia yang mempunyai bagian-bagian tertentu. Antara anggota badan
yang satu dengan yang lain memiliki hubungan erat dan mempunyai fungsi-fungsi
tertentu yang harus dijalankan untuk kepentingan keseluruhan badan. Tugas
kepala Negara bukan hanya sekedar mengatur Negara tetapi mendidik manusia
mempunyai akhlak yang baik. Manusia bersifat social sebagai makhluk social,
manusia tidak dapat hidup sendiri. Keutamaan manusia hanya dapat dicapai
dengan berinteraksi, berproses,dan berkembang bersama dengan manusia-
manusia lainnya. Dalam masyarakat demokratik, masyarakat dan individu saling
melengkapi.

Hal ini dapat diketahui dari dua hal, yaitu manusia dipengaruhi oleh masyarakat
dalam pembentukan pribadinya, dan individu memengaruhi masyarakat dan
bahkan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan besar bagi tatanan
masyarakat. Keterkaitan individu dengan sosialnya memerlukan adanya
sosialisasi.

Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan


penyesuaian diri bagaimana cara hidup dan cara berpikir kelompok agar
supaya ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompok. Individu yang
tidak dapat melakukan penyesuaian disebut maladjustment. Maladjustment
akan dialamioleh individu yang lemah, sedangkan individu yang kuat,
ketidaksesuaian masyarakat dengan sendirinya justru akan
mendorongnyauntuk berusaha mengubahnya kearah yang lebih baik.

26
Interaksi social merupakan kunci dari semua kehidupan social karena tanpa
ineraksi social, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi
social, merupakan dasar proser social, yang menunjuk pada hubungan-
hubungan social yang dinamis. Bagi Al-Farabi surge dan neraka adalah soal
spiritual.

27
IBNU SINA

Disusun dan diajukan guna memenuhi tugas terstruktur

Mata Kuliah : Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Dr. Nurkholis, M.S.I.

Disusun Oleh Kelompok 1

2-PGMI C

ANNISA NURUL FAJRIAH 1817405096

DINI RIZQI ARIFTIANI 1817405101

ELVI DAMAYANTI 1817405102

FELINDA NURUL AMALIA 1817405106

ISNA LUTHFIYAH RETNO PANGESTI 1817405112

NIA FITRIANI 1817405122

SITI ZULAIKHAH 1817405132

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

2019

28
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Ibn Sina


Nama lengkap Ibn Sina adalah Abu Ali Husein Ibn Abdullah Ibnu
Sina. Beliau lahir di Afsyana, dekat Kawasan Bukhara pada tahun 370 H
atau 980 M. Ia dibesarkan di Bukhara pada umur 10 tahun, alam fikiran
Ibn Sina telah mempelajari ilmu-ilmu agama, kesustraan serta telah hafal
al-Quran.
Ayahnya bernama Abdullah, berasal dari kota Balakh kemudian
pindah ke Bukhara pada masa raja Nuh ibn Manshur dan diangkat oleh
raja sebagai penguasa di Harmaitsan. Lewat usaha ayahnya ibn Sina
tertarik untuk mempelajari ilmu filsafat dengan menekuni alam fikiran
Yunani, islam, dan berbagi materi filsafat lainnya. Selain itu, ibn Sina juga
mempelajari ilmu astronomi, logika, dan geeometri secara otodidak dari
Abu Abdillah.
Diusia 16 tahun ibn Sina telah dikenal sebagai seorang dokter yang
ahli dalam berbagai macam penyakit. Sewaktu masih berumur 18 tahun
beliau pernah mengobati pangeran Nuh ibn Mansyur atas panggilan istana
dan beliau berhasil memulihkan kembali kesehatannya5. Pada usia ini juga
beliau telah menguasai berbagai ilmu pengetahuan seperti filsafat, musik,
bahasa, ilmu hukum islam, astronomi, mistik, dan logika.
Ketika ia berusaha memahami teori metafisika Aristoteles, beliau
mengalami kesulitan, konon katanya sampai 40 kali. Tetapi dengan sebuah
rissalah pendek karangan Alfarabi beliau akhirnya terbantu dalam
memahami teori tersebut. Sejak itulah ibn Sina mengakui bahwa Alfarabi
adalah guru ke-2 setelah ayahnya
Ibn Sina merupakan seorang filosof muslim yang sangat produktif
dengan menulis lebih dari seratus buah buku. Buku-buku itu ditulis dalam
bahasa arab maupun persia sehingga meninggalkan sebuah pengaruh yang

5
Maftukhin, Filsafat Islam (Yogyakarta:Teras,2012), Hlm.107

29
sangat besar bagi generasi sesudahnya baik dikawasan barat maupun
timur. Ibn Sina mempunyai pandangan tersendiri dan mandiri dalam usaha
menemukan hakikat kebenaran, baik dibidang filsafat maupun dibidang
keagamaan.
Pada akhir hayatnya beliau menjadi guru filsafat dan dokter di
Iahfahan. Pada 428 H (1037 M) dalam usia 57 tahun beliau meninggal di
Hamadzan. Beliau meninggal karena penyakit perut (maag) sebagai
dampak dari kerja kerasnya untuk urusan negara dan ilmu pengetahuan.
B. Karya-Karya yang dihasilkan oleh Ibn Sina
1. Al-Syifa`
Dalam bahasa latin Al-Syifa’ yakni Sanatio yang artinya
“Penyembuhan”. Kitab ini ditulis pada waktu menjadi menteri Syams
al-Daulah dan selesai masa `Ala `u al-Daulah di Isfahan. Kitab ini
adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibn Sina yang
terdiri dari ilmu Logika dan Geometri, Fisika dan Matematika. Dan
dijadikan sebagai ensiklopedi dalam bidang filsafat metafisika, fisika,
logika dan matematika.
2. Al-Qanun fi al-Thibb
Kitab ini adalah buku yang berisi tentang ilmu kedokteran. Orang
barat menyebut buku ini dengan Canon of Medicine6. Buku ini telah
diterjemahkan oleh Gerard of Cremona pada abad ke II dengan judul
Canon yang diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M. Kitab ini telah
menjadi rujukan diberbagai Universitas barat hingga abad ke 15 dan
juga dijadikan sebagai ensiklopedi kedokteran.
3. Al-Najah
Dalam bahasa latin Al-Najah yakni Salus yang artinya
“Penyelamat”, atau kata ganti dari al-Syifa` dan pernah diterbitkan
bersama dengan buku al-Qanunfial-Thibb dalam ilmu kedokteran
tahun 1593 M di Roma dan tahun 1331 M di Mesir, India pada tahun

6
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 67.

30
1892 M. Buku ini disusun kembali oleh Ibn Sina untuk memberi
penjelasan secara lebih luas dan sistematis tentang as-Syifa`
4. Al-Isyarat wa al-Tanbihah
Karya ini memiliki arti yakni “Isyarat dan Peringatan”. Kitab ini
adalah yang terakhir ditulis oleh Ibn Sina dan paling indah dalam ilmu
hikmah. Kitab ini mengandung banyak perkataan mutiara dari berbagai
ahli fikir dan rahasia yang berharga yang tidak terdapat dalam kitab
lain, diantaranya uraian tentang logika dan hikmah serta pengalaman
keidupan rohani. Kitab ini pernah dicetak di Leiden pada tahun 1892
M dan telah diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.

C. Filsafat Ibn Sina


1. Metafisika
Dalam metafisika, ibn sina membecitrakan mengenai sifat
wujudiah sebagai sifat yang terpenting dan mempunyai kedudukan
diatas segala sifat yang lain. Dalam metafisika ini, Ibn Sina membahas
mengenai esensi, dimana dalam esensi ini, ilmu didapatkan dari dalam
akal, sedangkan wujud yakni ilmu yang didapatkan dari luar akal.
Wujud akan membuat esensi yang letaknya didalam akal mempunyai
kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh
karena itu, wujud dinilai lebih penting dari esensi.
2. Jiwa
Dalam pemikiran Ibn Sina beliau mengajukan beberapa argumen
yakni argumen psiko fisik, argumen “Aku” dan kesatuan fenomena
psikologis, argumen kontinuitas, argumen manusia terbang di udara.
Untuk pembuktian pertama Ibn Sina mengatakan bahwa gerak dapat
dibedakan kepada gerak terpaksa.
Untuk pembuktian kedua, Ibn Sina membedakan aku sebagai jiwa,
dan badan sebagai alat. Ketika seseorang berkata, dia akan tidur,

31
maksudnya bukan ia pergi ketempat tidur atau memejamkan mata dan
tidak menggerakan anggota badan, tetapi adalah seluruh pribadi yang
merupakan aku. Aku dalam pandangan Ibn Sina bukanlah yang terjadi
pada fisik, tetapi jiwa dan kekuatannya. Kekuatan jiwa menimbulkan
sesuatu yang berbeda-beda seperti benci-cinta, susah-gembira,
menolak-menerima. Semua itu merupakan satu kesatuan, sebab jika
saling bermusuhan tidak akan timbul keharmonisan. Jika kesatuan ini
lemah maka lemah juga kehidupan dan begitu pula sebaliknya.
Dalam pembuktian ketiga, Ibn Sina mengatakan bahwa hidup
rohaniah kita hari ini berkaitan dengan hidup kita kemrin tanpa ada
tidur atau kekosongan. Jadi, hidup itu berubah dalam satu untaian yang
tidak putus-putus. Untuk membuktikan bahwa jiwa itu tidak putus
yakni dengan menggunakan daya ingat manusia tentang masa-masa
yang telah lewat baik tingkah laku maupun hal yang lainnya. Sebagai
contoh, Ibn Sina membandingkan antara jiwa dan badan. Badan jika
tidak diberi makan dalam waktu tertentu akan berkurang beratnya
karena badan mengalami penyusutan, sedangkan jiwa tetap tidak
berubah. Dengan demikian jiwa tidak berbeda dengan badan.
Dan pembuktian keempat, Ibn Sina mengatakan andai kata ada
seorang lahir dengan dibekali akal dan jasmani yang sempurna,
kemudia ia menutup matanya sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa
yang ada disekelilingnya. Kemudian ia diletakkan diudara dan diatur
supaya tidak terjadi benturan dengan apa yang ada disekelilingnya.
Tanpa ragu-ragu orang tersebut akan mengatakan dirinya ada. Pada
saat itu boleh jadi ia tidak bisa menetapkan bahwa badannya ada.
Kalau ia mampu menetapkan adanya badan dan anggota badan, maka
wujud yang diagambarkan itu tidak mempunyai tempat. Kalau ia saat
melayang ia memperkirakan ada tangan atau kakinya, dia tidak
mengira apakah itu tangan atau kakinya. Dengan demikian, penetapan
tentang wujud dirinya tidak timbul dari indera melainkan dari sumber
yang berbeda sama sekali dengan badan, yaitu jiwa.

32
Pembagian jiwa manusia menurut Ibn Sina, yakni:
1) Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya-daya diantaranya: makanan,
tumbuh, dan berkembangbiak7.
2) Jiwa binatang dengan daya-daya diantaranya: gerak dan
menangkap. Menangkap dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
menangkap dari luar dengan panca indera dan menangkap dari
dalam dengan indera dalam.
3) Jiwa manusia dengan daya-daya diantaranya: praktis yakni yang
hubungannya dengan badan dan teoritis yang berhubungan dengan
hal-hal abstrak.
3. Kenabian
Ibn Sina berpendapat bahwa Nabi bertitik tolak dari tingkatan akal.
Akal materil merupakan yang terendah dan dianugerahkan tuhan
kepada manusia, akal materil yang besar dinamakan intuisi oleh Ibn
Sina.
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, Ibn Sina
membagi manusia kedalam 4 kelompok. Yang pertama, mereka yang
kecakapan teoritisnya mencapai tingkat penyempurnaan sehingga
mereka tidak membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan
mereka yang kecakapan praktisnya telah mencapai suatu tingkat yang
demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif yang tajam
mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang
peristiwa masa kini dan yang akan datang, berkemampuan untuk
menimbulkan gejala aneh didunia. Yang kedua mereka yang memiliki
kesempurnaa daya intuitif tetapi tidak mempunyai daya imajinatif.
Yang ketiga yakni orang-orang yang daya teoritisnya sempurna tetapi
tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya
hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syaratbyang dibutuhkan sebagai
seorang nabi yaitu, memiliki imajinasi yang kuat dan hidup, bahkan

7
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 109.

33
fisiknya kuat sehingga ia harus mempengaruhi pikiran orang juga
seluruh materi pada umumnya.
Dengan demikian, tidak ada agama yang hanya berdasarkan akal
murni karena dalam rangka mencapai kualitas yang diperlukan, juga
tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut
tidak memberikan kebenaran yang benar tetapi kebenaran dalam
selubung simbol-simbol.

4. Tasawuf
Menurut Ibn Sina tasawuf tidak dimulai dengan suhud, beribadah
dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-
orang sufi. Ia memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu oleh hati,
dengan kebersihan hati dan pancaran akal lalu akal akan menerima
ma’rifah dari akal fa’al.
Mengenai bertempatnya Tuhan dihati manusia tidak diterima oleh
Ibn Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada tuhannya, tetapi
melalui perantara untuk menjaga kesucian tuhan. Ia berpendapat
bahwa puncak kebahagiaan tercapai jika terdapat hubungan antara
manusia dengan tuhan. Karena manusia mendapat sebagia pancaran
dari perhubungan tersebut. Pancaran ini tidak langsung keluar dari
Allah tetapi melalui akal fa’al.
Berkaitan dengan anggapan bahwa itihad dapat membawa
bersatunya makhluk dengan penciptanya tidak dapat diterima akal
sehat karena hal ini mengharuskan sesuatu menjadi satu dan banyak
pada waktu yang sama.

34
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA TIMUR AL-GHAZALI

(Disusun guna memenuhi tugas terstruktur)

Dosen Pengampu : Dr. Nurkholis, M.S.I

Disusun oleh :

1. Cindy Feby Saufika (1817405098)


2. Fitriani (1817405107)
3. Jihan Laily Hanin (1817405114)
4. Nisa Az-Zahra Salsabila (1817405123)
5. Rizqie Azizah Nuramanah (1817405130)
6. Wiwin Haruminigsih (1817405135)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2019

35
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Al – Ghazali

Imam al – Ghazali nama lengkap adalah Abu Hamid Muhammad bin


Muhammad al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H/1059 M di Ghazaleh, kota kecil
yang terletak di Tus, wilayah Khurasan. Dan wafat di Tabristan wilayah propinsi
Tus paa tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H/1 Desember 1111 M.

Al – Ghazali memulai pendidikannya dengan mempelajari dasar-dasar


pengetahuan. Selanjutnya ia pergi ke Nisyafur dan Khurasan yang pada waktu itu
kedua kota teresebut dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan terpenting di dunia
Islam. Di kota Nisyafur, al – Ghazali berguru kepada Imam al-Haramain Abi al-
Ma’ali al-Juwainy, seorang ulama yang bermahdzab Syafi’i.

Diantara mata pelajaran yang dipelajari al-Ghazali adalah teologi,hukum


islam,falsafat,logika,sufisme dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu yang dipelajari
mempengaruhi sikap dan pandangan ilmiahnya dikemudian hari. Hal ii terlihat
dari karya tulisnya yang dibuat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam
ilmu kalam, al-Ghazali misalnya menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi Ilm
al-Kalam (Tujua Mulia dari Ilmu Kalam); dalam bidang tasawuf menulis buku
Ihya’ Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama); dalam ilmu
Hukum Islam menulis kitab al-Musytasyfa’ (Yang Menyembuhan), dan filsafat ia
menulis Muqasidal-Falasifah (Tujuan dari Filsafat) dan Tahafut al-Falasifah
(Kekacauan dari Filsafat). 8

Oleh karena itu, al-Ghazali banyak keahlian yang dikuasai. Maka tidaklah
mengeherankan jika kemudian ia mendapat berbagai macam gelar, seperti
Hujjatul Islam(pembela islam), Syaikh al-Sufiyyin(guru besar dalam Tasawuf),
dan Imam al-Murabin(pakar bidang pendidikan).

8
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.1997. Hlm. 159

36
Pada sat itu, sejarah filsafat Islam mencatat bahwa al-Ghazali pada mulanya
dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu
yang dicapai melalui panca indra maupun akal pikiran. Ia misalnya ragu terhadap
ilmu kalam (teologi) yang dipelajarinya dari al-Juwaini. Hal ini disebabkan karena
dalam ilmu kalam terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan, sehingga
dapat membingungkan dalam menteapkan aliran mana yang betul-brtul benar
diantara semua aliran.

Sebagaimana halnya dalam ilmu kalam, dalam falsafat pun sebagaimana


dikemukakan diatas, al-Ghazali meragukannya karena dalam falsafat dijumpai
argumen-argumen yang tidak kuat, dan menurut keyakinannya ada yang
bertentangan dengan ajaran islam. Ia akhirnya mengambil sikap menentang
filsafat. Pada saat inilah al-Ghazali menulis buku yang berjudul Maqasid al-
Falasifah (Pemikiran Kaum Filosof). Buku ini dikarang untuk kemudian
mengkritik dan menghantam filsafat. Kritik itu muncul dalam buku lainyya yang
berjudul Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Pemikiran Filosof).

Al-Ghazali tidak hanya menentang pengetahuan yang dihasilkan akal pikiran,


tetapi ia juga menentang pengetahuan yang dihasilkan panca indra. Menurutnya
panca indra tidak dapat dipercaya karena mengandung kedustaan. 9

Pada akhirnya, tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama
mengganggu dir al-Ghazali. Dalam tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang

dicari-carinya. Pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan Tuhan


kedalam dirinya, itulah yang membuat al-Ghazali memperoleh keyakinannya
kembali. 10

A. Karya-Karya Al Ghazali
Al Ghazali dikenal sebagai sosok inteektual multidimensi dengan penguasaan
ilmu multidisplin. Hampir semua aspek keagamaan dikajinya secara mendalam.
Aktivitasnya bergumul dengan ilmu pengetahuan berlangsung tidak pernah surut

9
Ibid. Hlm: 160
10
Ibid. Hlm: 161

37
hingga ajal menjemputnya. Dalam ranah keilmuan islam, sebuah bukti pengakuan
atas kapaitas keilmuan dan tingkat penerimaan para ulama terhadapnya.
Abdurrahman Badawi dalam bukunya Muallafah Al-Ghazali mencapai 457 buku.
Al-Washiti dalam al-Thabaqat al-‘Aliyah fi Manaqib al-Syafi;iyah menyebutkan
98 judul buku. Beberapa karya Imam Al Ghazali antara lain :
1. Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh
a. Al-Basith fi al-Furu’ ‘ala Nihayah al-mathlab li Iman al-Haramin.
b. Al-Wasith al-Muhith bi Iqthar al-basith
c. Al-Waiiz fi al-Furu’
d. Al Mustashfa fi ‘ilm al Ushul
e. Al-Mankhul fi ‘ilm al Ushul
2. Bidang Tafsir
a. Jawahir al-Qur’an
b. Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al Tanzil
3. Bidang aqidah
a. Al- Iqhtishad al-I’tiqad
b. Al-ajwibah al-Ghaziliyah fi al-masail al-Ukrawiyah
c. Al-Risalah al Qudsiyah fi Qawaid al Aqaid
d. Aqidah ahl al sunnah
e. Al-Qaul al-Jamil al-Radd ‘ala man Ghayyara al-injil
4. Bidang Filsafar dan Logika
a. Misykah al-Anwar
b. Tahafut al-falasifah
c. Risalah al-Thair
d. Mihak al-Nadzar fi al-Mantiq
e. Mi’yar al-ilmi
f. Al-Mutha fi ilm al-jidal
5. Bidang Tasawuf
a. Adab al-Shufiyah
b. Ihya ‘umuluddin
c. Bidayah al-Hidayah wa Tahdzib al- Nufus bi al-Adab al-Sariyyah

38
d. Al- Adab fi al-Din
e. Ayuuhal Walas
f. Al-Risalah al-Ladunniyah
g. Minhaj al-Abidin ila al-Jannah
h. Mukasyafah al-Qulub al-Muqorrsb ila Hadrah Alami-al-Gaibi.
i.
B. Pemikiran Filsafat Al-Ghazali
A. Metafisika
Pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat
terutama karangan Ibnu Sina. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al Djalal
menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan (metafisika),maka
disinilah terdapat sebagian besar tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut
syarat-syarat yang mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
B. Iradat Tuhan

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia


itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semata-mata,tidak bisa terjadi dengan
sendirinya.Firasat tuhan itulah yang diartikan penciptaan.Iradat itu menghasilkan
ciptaan yang berganda,di satu pihak merupakan undang-undang,dan di lain pihak
merupakan zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang itulah yang
merupakan dunia dan kebiasaannya yang kita lihat ini.

Iradat tuhan adalah mutlak,bebas dari ikatan waktu dan ruang,tetapi dunia
yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal
(intelek) manusia,terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali
menganggap bahwa tuhan adalah transendenl,tetapi kemauan ibaratnya imanen di
atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.
Pengikut Aristoteles,menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti
sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy'ri
berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat tuhan. Sebagai contoh,kertas
tidak mesti terbakar oleh api,air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya

39
merupakan adat (kebiasaan) alam,bukan suatu kemestian. Terjadinya segala
sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata.
C. Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali adalah teori tasawuf. Mengenai tujuan
pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada temui pada semboyan tasawuf yang
terkenal "Al-tampaklah Bi Rangkaian 'Ala Thaqah Al-basyariyah,atau Al-Ishaf Bi
Sholat al Rahman 'Ala Thariqah Al-basyariyah". Maksudnya adalah agar sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti
pengasih,pemaaf, sifat-sifat yang disukai Tuhan,jujur,sabar,ikhlas,dan sebagainya.
Bagi Al-Ghazali, tasawuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah
sari syariat, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya'nya
yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang
berarti kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat
kesempurnaan.

C. PANDANGAN AL-GHAZALI TERHADAP FILSAFAT

Dalam buku Tahafut al-Falasifah al-Ghazali juga diterangkan tentang


keremehan pemikiran-pemikiran filsafat. Bahkan al-ghazali beberapa kali
menyatakan, bahwa tujuan penyusunan buku tersebut untuk menghancurkan
filsafat dan menggoyahkan kepercayaan orang terhadap filsafat. Dalam bukunya
yang berjudul Munqiz min al-Dhalal, al-ghazali mengelompokan filosof menjadi
3 golongan:

1. Filosof Materialis (Dhariyyun)


Mereka adalah para filosof yang menyangkal adanya Tuhan.

2. Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)


Mereka adalah para filosof yang melaksanakan berbagai penelitian di alam
ini. Melalui penyelidikan mereka banyak menyaksikan keajaiban.
Walaupun demikian, mereka tetap mengingkari Allah, Rasul, dan hari

40
kebangkitan. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya
memuaskan nafsu seperti hewan.
3. Filosof Ke-Tuhanan ( Ilahiyun)
Mereka adalah filosofis Yunani. Aristoteles telah menyanggah pemikiran
filosof sebelumnya (Materialis dan Naturalis), namun ia sendiri tidak dapat
membebaskan diri dari sia-sia kekafiran dan keherodoksian. Dalam bidang
ketuhanan, al-ghazali memandang para filosof sebagai ahl al-bid’at dan
kafir.

41
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA BARAT ISLAM

IBNU THUFAIL

Disusun guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Nurkholis, M.S.I.

Disusun oleh :

1. Anggun Diana (1817405092)


2. Anis Dwi Oktafiani (1817405094)
3. Annisa Yuliana Dwi Astuti (1817405097)
4. Esa Melinia Wati (1817405103)
5. Noviatun (1817405124)

Kelas 2 PGMI C

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

42
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Ibnu Thufail


Ibnu Thufail memiliki nama asli Abu Bakar Muhammad Bin
Abdul Malik Bin Thufail, dilahirkan di Wadi Asy dekat Geranda, pada
tahun 506 H/1110 M11. Kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran,
kesusastraan, matematika, dan filsafat. Ia menjadi dokter di kota tersebut
dan berulang kali menjadi penulis penguasa negerinya. Setelah terkenal, ia
menjadi dokter pribadi Abu Ya’qub Yusuf Almansur khalifah kedua dari
daulat muwahidin. Ibnu Thufail pernah belajar ilmu kedokteran dan
filsafat di Seville dan Kordoba.Hubungannya dengan khalifah Abu Ya’qub
Yusuf dari dinasti al-muwahhidun yang bersimpati pada studi filsafat dan
sains,membuatnya diangkat menjadi tabib dan penasehat istana. Ketika
sang khalifah wafat pada 1184,Ibnu Thufail tetap bekerja kepada
pengganti sang khalifah hingga meninggal dunia pada usia yang cukup tua
yaitu tahun 118512.

2. Karya Ibnu Thufail


Hay bin Yaqzdan (kehidupan anak kesadaran)
Buku hay bin yaqdhan tersebut mendapat perhatian banyak kaum
intelektual baiak dibarat maupun didalam kalangan umat islam sendiri.
Pada prinsipnya ibnu thufail melalui karangannya ingin mengemukakan
kebenaran-kebenaran antara lain :
a. Urutan-urutan tangga makrifat (pengetahuan) yang ditempuh oleh akal,
dimulai dari objek-objek indrawi yang khusus sampai kepada pikiran-
pikiran universal.

11
Drs. Sudarsono SH, M.Si, Filsafat Islam ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004) hlm. 80.
12
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis ( Bandung : Mizan, 2001) hlm. 35.

43
b. Tanpa pengajaran dan petunjuk, akal manusia bisa mengetahui wujud
tuhan, yaitu dengan melalui tanda tandanya pada makhluknya dan
menegakan dalil-dalil atas wujudnya itu.

c. Akal manusia ini kadang kadang mengalami ketumpulan dan ketidak


mampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika
hendak menggambarkan keazalian mutlak, ketidak akhiran, zaman,
qodim, hudus, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.

d. Baik akal menguatkan kodimnya alam atau kebaruanya, namun


kelanjutan dari kepercayaan tersebut adalah satu juga, yaitu adanya
Tuhan.

e. Manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan


dan dasar-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan serta
berhiasakan diri dengan keutamaan dasar akhlak tersebut, disamping
mendundukan keinginan-keinginan badan kepada hukum pikiran,
tanpa melalaikan hak badan, atau meninggalkannya sama sekali.

f. Apa yang diperintahkan oleh syariat islam, dan apa yang diketahui
oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan
dan keindahan dapat bertemu keduanya dalam satu titik, tanpa
diperselisihkan lagi.

3. Pemikiran kefilsafatan Ibnu Thufail


Sebagai seorang filosof Ibnu Thufail bukan hanya berfikir secara
kefilsafatan, akan tetapi juga banyak merenungkan kembali pemikiran
filosof yang lain seperti Aristoteles, Al-Faribi, dan Ibnu Sina, Ibnu Thufail

44
mengatakan bahwa dalam buku-buku mereka itu juga belum kita dapatkan
gambaran filsafat yang menemukan hakekat kebenaran itu.

Kesimpulan kritik-kritiknya terhadap filosof-filosof Timur ialah


Ibnu Thufail memberi kesan bahwa apaa yang telah dijelaskan oleh
mereka itu belumlah memberi kepuasan. Dan karena itu pula Ibnu Thufail
lalu mencoba menerangkan pendapat filsafatnya dalam cerita ibarat Hayy
bin Yaqdhan itu. Maksud menulis cerita itu adalah sebagaai jalan untuk
menyampaikan hasrat orang yang bertanya tentang derajat kepuasan yang
selalu dibayangkan oleh kaum filsafat dan tasawuf.

45
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA BARAT

IBNU RUSYD

Disusun dan diajukan guna memenuhi tugas terstruktur

Mata Kuliah : Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Dr. Nurkholis, M.S.I.

Disusun Oleh Kelompok 1

2-PGMI C

ANNISA NURUL FAJRIAH 1817405096

DINI RIZQI ARIFTIANI 1817405101

ELVI DAMAYANTI 1817405102

FELINDA NURUL AMALIA 1817405106

ISNA LUTHFIYAH RETNO PANGESTI 1817405112

NIA FITRIANI 1817405122

SITI ZULAIKHAH 1817405132

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

2019

46
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Rusyd


Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhamad ibn Ahmad ibn Rusyd.
Ia dilahirkan di Cordoba pada 520 H/1126 M dari keluarga ulama cendekiawan
dan hakim - hakim. Kakeknya Muhammad ibn Rusyd menjabat sebagai hakim
agung (qadi qudat) di Andalusia. Ayahnya, Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd,
pernah menjabat hakim di Cordova. Nama ibn Rusyd dipergunakan oleh
kakeknya (ibn Rusyd al-Jaad), juga dipergunakan oleh Ayahnya (ibn Rusyd al-
Ibn), dan oleh Ibn Rusyd sendiri (al-Hafiz). Ibn Rusyd inilah yang sekarang kita
kaji pemikiran filsafatnya.13
Pada waktu kecilnya Ibn Rusyd mempelajari teologi islam menurut
konsep Asy’ariyah, mendalami ilmu fiqih menurut madzhab Maliki, dan
memperluas pengetahuannya tentang sya’ir-sya’ir arab dan kesusanteraannya. Di
samping itu, ia juga mencurahkan perhatiannya pada ilmu kedokteran,
matematika, dan filsafat.14
B. Karya-Karya Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibn Rusyd benar-bear membuat sudut pandang ke arah filsafat.
Diantara karya-karya nya adalah :
1. Tahafut at-Tahafut.
Kitab ini berupaya menjabarkan dengan menyanggah butir demi butir
keberatan terhadap al-Ghazali. Tahafut at-Tahafut lebih luwes daripada fashl
dalam menegaskan keunggulan agama yang didasarkan pada wahyu atas akal
yang dikaitkan dengan agama yang murni rasional.
Akan tetapi, Tahafut at-Tahafut juga setia kepada Fashl, melalui
pandangan terhadap diri nabi yang mempunyai akal aktif untuk melihat
gambaran-gambaran secara rasional. Seperti halnya juga para filusuf, dan
yang mengubah gambaran-gambarahn htersebut dengan mengubah imajinasi
dengan symbol-simbol yang sesuai kebutuhan orang awam.

13
Hana al-Farukhi, et.all., Tarikh al-Falasifah al-Arabiyah, jilid II (Beirut: Dar al-Ma’arif, 1957), h.
281-282.
14
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990) h. 186.

47
Dengan demikian, rasionalisme religious Ibnu Rusyd bukan sekedar
reduksionisme, seperti halnya paham al-Muwahhidun, ini merupakan
keyakinan pada kemungkinan untuk membangun kembali rantai penalaran
secara aposteriori.15
2. Fash al-Maqal fi ma Bainn al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal ( Kitab
ini berisikan tentang hubungan antara filsafat dn agama.)
3. Al-Kasyf’an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’idal-Millat, ( Berisikan kritik
terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.)
4. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid,(Berisikan uraian-uraian di
bidang fikih.)
C. Pemikiran Ibnu Rusyd Antara Agama Dan Filsafat
Seperti halnya al-farabi dan ibn Sina, ibn Rusyd berangkat dari asumsi
dasar bahwa kebenaran agama dan kebenaran filsafat adalah satu, meskipun
dinyatakan dalam lambang berbeda - beda. Hal ini dapat ditangkap dari kata -
kata ibn Rusyd, “karena syari’at ini benar dan ia menyeru untuk mempelajari
sesuatu ke arah yang benar, maka kita kaum Muslimin dengan pasti mengetahui
bahwa pembahasan demonstratif tidak akan membawa pertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh syar’. Sebab kebenaran tidak akan berlawanan dengan
kebenaran yang lain, melainkan mencocoki dan menjadi saksi atasnya.”16
Ibn Rusyd menyebutkan bahwa adanya tiga wujud yang disepakati
mutakalimi dan para filosof. Dua wujud berada di dua ujung dan sebuah lagi
berada di tengah. Wujud pada ujung pertama ialah wujud yang adanya dari
sesuatu yang lain dan dari sebab aktif, serta dari materi yang didahului oleh
zaman. Wujud macam ini ialah keadaan semua benda yang terjadinya dapat
disaksikan dengan indera, seperti terjadinya air, udara, bumi, binatang, tumbuh -
tumbuhan, dan lain - lain. Wujud seperti ini disepakati oleh semua pihak untuk
dinyatakan sebagai wujud yang baru.
Ujung yang berlawanan adalah wujud yang tidak terjadi dari sesuatu
yang lain, tidak dari sebab aktif (tanpa sebab) dan tidak didahului oleh zaman.
Wujud macam ini disepakati untuk disebut wujud yang qadim (tanpa awal).
Wujud ini dapat diketahui dengan bukti rasional yaitu wujud Allah SWT yang

15
Dedi Supriyadi, pengantar filsafat islam……., hlm.229
16
Ibn Rusyd, Fasl al-Maqal, terjemahan Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Muslim (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h. 215-216.

48
membuat segala sesuatu, yang mewujudkan segala sesuatu dan yang memelihara
segala sesuatu.
Wujud macam ketiga ini telah mengandung keserupaan dari wujud yang
aktual dan hakiki. Juga dari wujud yang qadim. Yang meneknkan pada unsur
keserupaan dari wujud yang qadim, menamakannya qadim, dan yang lebih
menekankan keserupaannya dari wujud yang baru, menyebutnya muhdas (baru).
Pada hakikatnya wujud macam ketiga itu tidak muhdats hakiki dan tidak qadim
hakiki. Sebab muhadas hakiki tidak bertahan secara pasti dan yang qadim hakiki
tidak bersebab adanya. Ada pula yang menyebut bahwa alam itu muhdas azali
yaitu Plato dan para pengikutnya, sebab menurut mereka zaman terbatas dari
yang lewat.
Ibn Rusyd kemudian menyimpulkan bahwa tentang terjadinya alam yang
diperselisihkan ta’wilnya itu pada hakikatnya tidak berjauhan, sehingga tidak
beralasan untuk sebagian mengkafirkan sebagian yang lainnya. Menyebut alam
qadim atau hadits hanya karena perbedaan sudut pandang saja. Dinisbatkan
kepada Allah yang menciptakan alam, maka adalah ciptaanNya yang ada setelah
diciptakan. Tetapi ditinjau dari segi alam sendiri, karena adanya zaman sebagai
akibat adanya gerak dalam alam , maka tidak dapat dikatakan terjadinya alam
adalah dalam zaman tertentu. Karena tidak dapat dikatakan terjadinya zaman
tertentu maka alam disini disebut qadim (tanpa awal).17
D. Pembelaan Terhadap Filsafat
Untuk itu ibn Rusyd mengadakan pembelaan terhadap para filosof
dengan membuat kritik terhadap al-Ghazali. Jawaban ibn Rusyd terhadap kritik
al-Ghazali memuat tiga hal, yaitu :
1. Masalah Alam Qadim
Al-Ghazali berpendapat bahwa alam ini bersifat baru, alam diciptakan
dari tiada sama sekali (creatio ex nihilo).18 Ibn Rusyd mengkritik al-Ghazali
bahwa argumen al-Ghazali tidak tepat yaitu menyamakan adat kebiasaan
dengan sebab - sebab alami. Selanjutnya ia menegaskan bahwa argumen al-

17
Ibn Rusyd, Fasl, h. 40-43.
18
Al-Ghazali, Tahafut al Falasifah (Cairo: Dar al-Ma’arif. 1119 H), h. 96-97.

49
Ghazali adalah argumen ahl zahir.19 Di samping itu ibn Rusyd menunjukan
ayat - ayat al Qur’an yang menurutnya alam ini qadim.20
2. Masalah Tuhan Tidak Mengetahui yang Juz’iyat
Mengenai tuduhan al-Ghazali bahwa filosof berpendapat bahwa Tuhan
tidak mengetahui juz’iyat , ibn Rusyd menjawab bahwa para filosof tidak
mungkin berpendapat demikian. Oleh karena itu ibn Rusyd beranggapan
bahwa al-Ghazali keliru dalam menyimpulkan pendapat para filosof. Karena
yang demikian itu tidak pernah dikatakan oleh para filosof. Yang dikatakan
oleh para filosof , menurut ibn Rusyd adalah bahwa pengetahuan Tuhan
tentang perincian yang terjadi di alam ini tidak sama dengan pengetahuan
manusia tentang perincian itu.
3. Masalah Tuduhan bahwa Para Filosof Mengingkari Adanya Hari
Kebangkitan Jasmani
Ibn Rusyd balas menuduh al-Ghazali telah mengatakan hal - hal yang
saling bertentangan. Di dalam tahafut al-falasifah, tidak ada orang islam yang
mengatakan bahwa kebangkitan akan terjadi hanya dalam bentuk rohani.
Pernyataan ini menurut ibn Rusyd, bertentangan dengan beliau tidak
menyebutkan nama buku atau kitab yang dimaksudkan. Dalam buku al-
Ghazali menyebutkan bahwa kebangkitan bagi kaum sufi akan terjadi hanya
dalam bentuk rohani dan tidak dalam bentuk jasmani. Oleh karena itu tidak
terdapat jima’ ulama tentang kebangkitan di hari akhir atau kiamat. Dengan
demikian, kaum filosof yang berpendapat bahwa pembangkitan jasmani itu
tidak ada tidaklah dapat dikafirkan.21

Demikian Ibnu Rusyd berpendapat bahwa bagi orang awam soal


pembangkitan itu perlu digambarkan dalam bentuk jasmani dan tidak
dalam bentuk rohani, karena pembangkitan jasmani akan mendorong
mereka untuk melakukan perbuatan - perbuatan yang baik dan menjauhi
perbuatan - perbuatan maksiat.

19
Q.S. Hud: 7, Fusilat: 11, al-anbiya:30.
20
Ibn Rusyd, Tahafut, h. 38.
21
Ibid, h. 873-874.

50
PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA
DENGAN DISIPIN ISLAM LAINNYA

Dosen Pengampu: Dr. Nurkholis,M.S.I.

Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah

Filsafat Islam

Disusun oleh :

Fatimah Suyekti 1817405104

Fatin Luthfi Nur Azizah 1817405105

Isnaeni Apriana Sukma. 1817405113

Lutfiana 1817405118

Qorina Nadiatus Salamah 1817405126

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH ILMU DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

51
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas Suhrawardi Al-Maqtul dan Pemikirannya

Suhrawardi merupakan ilmuwan muslim yang ikut andil mengantarkan


kepada kejayaan ilmu pengetahuan Islam, berbagai pemikiaran telah beliau
cetuskan untuk kemaslahatan keilmuan Islam. Nama lengkap Suhrawardi adalah
Syekh Syihab al Din Abu al Futuh Yahya bin Habsy bin Amirak al Suhrawad,
yang bergelar Syihabuddin. Beliau dilahirkan di daerah Suhrawad, Iran Barat
Laut, dekat Zanjan pada tahun 548 H/1153 M. Suhrawardi dikenal sebagai Syekh
al Isyraq atau Master of Illuminasionist (bapak pencerahan), Al Hakim (sang
bijak), Al-Syahid (sang martir), dan Al Maqtul (yang tebunuh). Julukan Al-maqtul
berkaitan dengan kematiannya melalui eksekusi, juga sebagai pembeda dari dua
tokoh yaitu Abu al Qahir Al Najib al Suhrawardi (wafat 563 H/1168 M), dan Abu
Hafs Umar Syihab al Din al Suhrawardi al Baghdadi (1145 – 1234 M).
Suhrawardi dengan buku “Awarif al Ma'arif‟ di kenal sebagai guru sufi resmi
syekh al Syuyukh, selain juga sebagai praktisi politik di Baghdad.

Suhrawardi belajar di Maragha yang kelak menjadi lokasi bagi astronomi


al Thusi, dan juga di Isfahan, tempat Suhrawardi menjadi teman sekelas
Fakhruddin al-Razi dan belajar kepada Majid Killi. Beliau pergi ke Isfahan untuk
memperdalam kajian filsafat kepada Zhahir al Din al Mardani (wafat 594 H/1198
M), setelah itu belajar kepada Zhahir al Din al Qari al Faris dengan mengkaji kitab
al Bashair al Nashiriyah karangan Umar Ibn Sahlan al Sawi, yang juga dikenal
sebagai komentator Risalah al Thair karangan Ibn Sina. Setelah belajar kepada
Zhahir al Din al Qari al Faris, Suhrawardi banyak melawat ke Persia, Anatolia,
Damascus, dan Syiria. Dalam pengembaraannya, Suhrawardi banyak bergaul
dengan kalangan sufi dan menjalani kehidupan zahid, sembari memperdalam
ajaran-ajaran tasawuf. Akhirnya beliau menetap di Aleppo atas undangan
Pangeran Al Malik al Zahir, Putra Sultan Shalah al Din yang tertarik dengan
pemikiran-pemikiran Suhrawardi dan membangun persepektif filosofis besar

52
kedua dalam Islam, yakni aliran Illuminasionis yang menjadi tandingan aliran
Paripatetis pendahulunya. Keberhasilan itu berkat penguasaannya yang mendalam
bidang filsafat dan tasawuf.

Suhrawardi diantara para sahabatnya dikenal sebagai seorang pemikir


dunia Islam yang "tak tertandingi" pada masanya. Namun kepiawian Suhrawardi
mengeluarkan pernyataan doktrin esoteris yang tandas, dan kritik yang tajam
terhadap para ahli fiqih menimbulkan reaksi keras, terutama dimotori Abu al
Barakat al Baghdadi yang anti terhadap Arestotelian.

Pada akhirnya tepatnya tahun 587 H/1191 M atas desakan fuqoha',


pangeran Malik al Zhahir Syah anak dari Sultan Shalah al Din al Ayyubi al Kurdi
menyeret Suhrawardi ke penjara, dan menghantarkan kematiannya di usia 38
tahun. Persoalan wujud membawa Suhrawardi secara logis kedalam diskusi
tentang Wujud Niscaya. Suhrawardi bersikap sangat kritis terhadap pembuktian
Ibnu Sina tentang eksistensi “Wujud Niscaya”, atas dasar bahwa wujud adalah
sebuah aksiden yang dibubuhkan kepada esensi dan bahwa karena itu esensi
mendahului eksistensi, yang terbukti salah. Pembuktiannya sendiri, sekalipun
tidak secara tajam berbeda, tetapi bersifat langsung. Bahwa segala sesuatu (yang
mungkin) membutuhkan sebuah sebab, karena seluruh rangkaian entitas (yang
mungkin) didunia ini membutuhkan sebab. Materi dan bentuk benda-benda
tidaklah niscaya, karena itu benda menggantungkan eksistensinya kepada sebuah
Wujud yang niscaya dalam segala hal.

Suhrawardi menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang berbeda


dari yang biasa difahami orang banyak, seperti Barzah, tetapi tidak berkaitan
dengan persoalan kematian. Istilah ini adalah ungkapan pemisah antara dunia
cahaya dengan kegelapan. Timur (Masyriq) dan Barat (Maghrib), tetapi tidak
berhubungan dengan letak geogafis, melainkan berlandaskan pada penglihatan
horizontal yang memanjang dari Timur ke Barat. Jadi, makna Timur beliau artikan
sebagai Dunia Cahaya atau Dunia Malaikat yang bebas dari kegelapan materi,
sedangkan Barat adalah dunia kegelapan atau Materi. Barat Tengah adalah langit-
langit yang menampakkan gabungan antara cahaya dan sedikit kegelapan. Timur

53
yang sebenarnya adalah semua yang berada di balik langit yang kelihatan, maka
batas antara timur dan barat bukanlah falak bulan, seperti dalam filsafat
Aristotelian, tetapi langit bintang-bintang tetap, atau penggerak yang tidak
bergerak. Selain itu Suhrawardi menyebut sumber dan hasil illuminasi
menggunakan istilah „Nur‟ (cahaya). Istilah susunan dan cahaya-cahaya
disamakan dengan susunan kemalaikatan. Istilah cahaya dan gelap berarti juga ruh
dan materi. Cahayacahaya (anwar) adalah nama lain dari akal-akal, al Anwar al
Qahirah untuk menyebut akal-akal planet, al Anwar al Mujarradat untuk jiwa-jiwa
manusia, dan Nur ala Nur untuk menyebut Allah, al Jauhar al Ghasiq sebagai
tubuh (jism), dan alam barzah-bazrah sebagai alam tubuh-tubuh (al 'Alam al
Ajsam).

Ada dua sisi yang menonjol pada Surawardi secara metodologis dalam membangun
karakteristik pemikirannya, yaitu :

1. Tradisi filsafat (Metode Diskurtif)


Dalam merumuskan berbagai gagasannya , Suhrawardi banya
dipepngaruhi oleh filosof-filosof Muslim sebelumnya, terutama Ibn Sina. Filsafat
paripatetik Ibn Sina dipandang dari berbagai asas yang penting untuk memahami
keyakinan-keyakinan emanasi, meskipun ia mengkritik sebagainya. adapun
sumber-sumber tertentu sebelum Islam, yang juga mempengaruhi pemikirannya
adalah
Disamping sumber-sumber Yunani kuno Mediterania itu, Suhrawardi
juga mengambil pemikiran Iran kuno dikaitkan dengan para penditaraja Persi
kuno, seperti Kai Khusrau. Ia memandang peikir Iran kuno sebagai pewaris
langsung hikmah yang turun kepada nabi Idiris. Ia mengidentkkan Hermes
dengan Nabi Idirs, yang telah diberi gelar sebagaiBapak Filosof (walid al-
hukuma) dan dianggap menjadi penerima kebijaksanaan “angkasawi” yang
merupakan permulaan filsafat. Akhirnya dalam islam, agama primodial direstorsi
oleh Suhrawardi sebagai ajaran iluminasi (al-isyraq)

2. Tradisi Tasawwuf (metode Eksperensial)

54
Suhrawardi benyak mengutip ayat al-Quran, hadits, dan ajaran-ajaran
sufi terdahulu. Ia mencoba mentransformasikan semua gagasan yang bersumber
bayak itu secara baik dalam kerangka Islam. Pengutipan al_Quran dan Hadits
serta ajaran sufi, sebagaimana dikemukakan Nasr, yang menegaskan bahwa sejak
semula telah ada suatu “olahan abadi” yang tidak ada sesuatu dalam subtansi
manusia yang siap diolah dan diaktualisasikan melalui latihan intelektual dan
penyucian hati. Ia adalah olahan abadi yang diaktulisasikan dan
ditransformasikan oleh filosof. Pythagorean dan Plato kepda sufi Abu Yazid al-
Bustami dan Abu Mnasur al-Hallaj direstorsi dalam keagungan penuh oleh
Suhrawardi, yang mengkombinasikan pengetahuan batin dari guru-guru tersebut
dengan disiplin intelektual seperti filosof al-Farabi dan Ibn Sina. Suhrawardi,
bagaimanapun tidak pernah menguasi rantai sejarah yang berhubungan dengan
diriny pada tradisi panjang kebijaksanaan, tetapi menegaskan bahwa makna
sesungguhnya pencapaian pengetahuan ini adalah melalui Tuhan dan kitab suci-
Nya itulah mengapa ia mendasarkan dirinya sendiri begitu banyak pada al-Quran
secara ketensif dalam karya-karya filosofinya.

C. Pokok-Pokok Ajaran Suhrawadi

Suhrawardi menegaskan, sebab penamaan dan penggambaran filsafat ini


dengan isyraq adalah bahwafilsafat yang membawa kepada kebenaran ini
menjadikan kebenaran puncak kebersihan, kejelasan dan terang. Inti seluruh
filsafat isyraq adalah sifat dan penggambaran cahaya. Cahaya tidak bersifat
material dan tidak dapat didefinisikan.

Cahaya (nur) suatu essensi tidak memerlukan definisi karena is merupakan


sesuatu yang amat nyata. Sifatnya telah nyata pada dirinya sendiri; ia ada, karena
ketiadaanya, yaitu kegelapan, adalah keadaan tidak ada apa-apa. Semua realitas
terdiri ‘dari tingkatan-tingkatan cahaya dan kegelapan. Suhrawardi
menyebutkannya Realitas Absolut, yaitu realitas ketuhanan yang tak terbatas dan
tak dibatasi, cahaya dari cahaya-cahaya (nur al-anwar).

Nur al-anwar bersifat Esa dan merupakan sumber munculnya wujud-


wujud lain. Essensi Cahaya Absolut Yang Pertama, Tuhan, selalu memberi

55
iluminasi dan dengannya mewujudkan dan membawa segala sesuatu menjadi
wujud, serta memberi kehidupan kepada wujud-wujud itu dengan sinarnya.

Akan tetapi, kata Zuhrawadi, segala sesuatu dapat dibagi menjadi “cahaya
dalam hakikat dirinya. Dan “sesuatu yang bukan cahaya hakikat dirinya, yakni
kegelapan atau bukan cahaya. Cahaya itu bertingkat-tingkat yang berbeda
kekuatan dan kelemahannya, kejelasan dan ketidakjelasannya, terang dan
redupnya. Cahaya itu sendiri mempunyai dua jenis, ada yang fakir dan
membutuhkan, seperti cahaya akal dan jiwa manusia, ada yang kaya dan absolut,
yang tidak mebutuhkan sama sekali, karena tidak ada lagi cahaya diatasnya, yaitu
al-Haqq yang maha suci.

Adapun pemancaran nur al anwar berproses secara emanasi dengan ciri-


ciri dan karakteristik sebagai berikut:

a. Cahaya pertama tidak tersusun dari cahaya dan kegelapan, karena


entitas yang tersusun seperti itu tidak mungkin memancar dari
realitas yang sama sekali bebas dari kegelapan.
b. Memancar tidak dengan cara seperti terlepasnya sesuatu atau
berpindahnya sesuatu daripadanya.
c. Cahaya pertama sangat tergantung kepada nur al-anwar.
d. Masing-masing cahaya menyaksikan secara langsung nur al-anwar
dan memperoleh sinarnya.
e. Masing-masing kemudian memantulkan sinar yang diterimanya
langsung dari nur al-anwar kepada cahaya dibawahnya.
f. Hubungan antara nur yang satu dengan yang lain dilukiskan dengan
cara yang berbeda. Hubungan cahaya yang lebih tinggi dengan
yang lebih rendah disebut dominasi (qahr) dan sebaliknya disebut
cinta (mahabbah) atau kerinduan (isyq, syauq)

Suhrawardi mengembangkan dua ajaran pertama, yakni tentang tingkatan-


tingkatan wujud dan teori kognisi yang menekankan persamaan pikiran dengan
wujud. Ia menolak pembedaan antara essensi dan eksistensi, menyingkirkan dasar

56
pembedaan yang, dibuat para filosof untuk membedakan Tuhan dengan manusia.
Menurutnya, pembedaan ini semata-mata bersifat mental dan subyektif. Dengan
begitu Suhrawardi mengakui bahwa realitas ini rangkaian kesatuan yang satu lagi
homogenyang hanya diputus-putus oleh”lebih atau kurang” atau “tingkat-tingkat
wujud”.

57
Mullasadra

Disusun guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Nurkholis, M.S.I.

Disusun oleh :

1. Anggun Diana (1817405092)


2. Anis Dwi Oktafiani (1817405094)
3. Annisa Yuliana Dwi Astuti (1817405097)
4. Esa Melinia Wati (1817405103)
5. Noviatun (1817405124)

Kelas 2 PGMI C

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

58
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Mullasadra
Sadr al-Din Muhammad b. Ibrahim b. Yahya Qawami Shirazi
(1571-1636) yang lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra pada dasarnya
dapat dikatakan sebagai filsuf Islam yang paling penting setelah Ibnu Sina.
Filsuf ini diberi gelar juga sebagai Sadr al-Muta’allihin atas pendekatan
yang digunakannya dalam mengombinasikan filsafat, teologi, dan intuisi
mistik. Ia memperjuangkan sebuah metode filosofis radikal yang
melampaui dikotomi sederhana antara model pengetahuan melalui
penalaran rasional-diskursif dengan model pengetahuan yang lebih intuitif,
puitis, dan non-proporsional. Inilah yang kemudian membuat Sadra
kemudian menjadi terkenal sebagai pemikir yang sanggup merevolusi
doktrin eksistensi metafisika Islam, sehingga Sayyed Hossein Nasr dan
Henry Corbin menyebutnya sebagai “School of Isfahan”.
Mulla Sadra adalah anak tunggal yang lahir dari keluarga
terpandang di daerah Shiraz, Iran Selatan, sekira tahun 979 H/1571-72 M.
Ia merupakan anak yang cerdas dan memiliki minat yang tinggi untuk
belajar segala disiplin keilmuan. Pada tahun 1000 H/1591 M Sadra
berangkat ke daerah Qazvin dan kemudian bertolak lagi ke Isfahan pada
tahun 1006 H/1597 M untuk belajar filsafat, teologi, tradisi kenabian
(prophetic tradition), dan hermeneutika al-Qur’an pada dua orang guru
utama, yakni Mir Muhammad Baqir Damad Astrabadi dan Syakh Baha’
al-Din ‘Amili yang dikenal sebagai Syakh Baha’i (w.1030 H/1620-21 M),
seorang ahli hukum unggulan di Isfahan pada masa pemerintahan Shah
Abbas I.
Sadra belajar filsafat dan teologi, khususnya filsafat peripatetik
melalui telaah atas karya-karya dan pemikiran Ibn Sina (w. 428 H/1037)
dan Bahmanyar (w. 458 H/1066 M) dari Mir Damad. Ia juga mengkaji
filsafat pseudo-Aristotelian dan Plotiniana Arabika (khususnya yang

59
disebut sebagai Teologi Aristoteles), dan karya-karya Illuminationist dari
Suhrawardi (w. 586 H/1191). Sedangkan dari Shaykh Baha’i, seperti
halnya murid-muridnya yang lain, Sadra mempelajari ilmu tafsir al-Qur’an
dan tradisi para Imam Shi’ah beserta segenap doktrin Shi’ah.22 sumber lain
dikatakan banwa Sadra adalah seorang filosof yang paling dihormati
dalam Islam, khususnya di kalangan intelektual Muslim sekarang ini.
Gelar kehormatannya Shadr al-Din (ahli agama), menunjukkan derajat
tingginya di dalam lingkaran teologis tradisional, smentara sebutannya
sebagai “Teladan” atau Otoritas Filosof-filosof Ilahi (Sadr al-
Muta’allihin) memandakan posisi uniknya dimata generasi-generasi
filosof yang datang setelahnya.

B. Karya-Karya Mullasadra

Mullasadra adalah seorang filsuf yang telah menulis banyak karya


diantaranya adalah :

1. Al-Hikmah al-Muta’aliyyah fi al-Ashfar al-aqliyyah al-arba’ah atau lebih


dikenal sebagai kitab Asfar Al-Arba’ah
Kitab asfaar Al-Arba’ah ( empat perjalanan ) yang meliputi bidang
metafisika, teologi, juga jalan sufi (thariqah), yang pertama perjalanan
penciptaam dimana disini menceritakan perjalanan mahkluk menuju
kepada penciptaan kebenaran (Al-Haqq) didalamnya mullasadra
meletakan dasar metafisika eksistensialisnya yang mencerminkan tahapan
dalam jalan sufi (thariqah) diaman ia berusaha mengendalikan nafsu
dibawah pengawasan seorang guru/syekh.
2. Syawahid al-rububiyyah fi al-manahij al sulukiyyah

22
(jurnal Dalam eksistensialisme mulla sadra fak.tarbiyah IAI Nurul jadid Probolinggo, Faiz hal
438-439)

60
Merupakan salah satu masterplace yang paling terkenal dari
mullasadra. Bisa dinilai sebagai ringkasan dari Al-Hikmah al-muta’aliyyah
karena mengandung seluruh aspek penting dari doktrin-doktrinnya.
3. Al-Mafatih al-Gharib
Berisi doktrin-doktrin ‘irfani tentang metafisika, kosmologi, dan
eskatologi serta banyak berisi rujukan terhadap Al-Qur’an dan Hadis.
Karya ini ditulis sebagai pendahuluan terhadap karyanya yang lain dalam
bidang tafsir
4. Kitab al-Masyair
Mengandung sinopsis dari pandangan ontologisnya karena
didalamnya terkumpul fondasi filsafatnya yang fundamental.
5. Al-hisyr (tentang kebangkitan)
Kitab ini terdiri atas delapan bab yang menjelaskan hari
kebangkitan dan semua ciptaan Tuhan, benda materi, manusia, dan
tumbuhan akan kembali kepada-Nya.
6. Al-Hikmah Al ‘Arsyiyah (hikmah yang diturunkan dari ‘Arsy illahi)
Kitab ini menjelaskan Tuhan dan kebangkitan (resurrection) dan
kehidupan manusia setelah mati.
7. Hudust Al-Alam
Kitab ini membicarakan asal muasal penciptaan alam dan
kejadiaanya dalam waktu berlandaskan atas al-harakah al-jauhariyh dan
penolakan atas pemikiran Mir Damad.
8. Kasr Al-ashnam al-Jahiliyah fi Dhaimni al-mutashawifin
Pemusnahan berhala jahiliyah dalam mendebati mereka yang
berpura-pura menjadi ahli sufi. Kitab ini adalah mereka yang berpura-pura
menjadi sufi dan meningkatkan syariat.
9. Kalq Al-A’mal
Kitab ini membicarakan sifat kejadian perbuatan manusia,
kebiasaan atau ketentuan atas tindakan manusia.
10. Al-Lama’ah Al-Masyiriqin Fi Al-Funun Al-Mantiqiyah (percikan cahaya
illuminasiois dalam seni logika)

61
Kitab ini terdiri atas sembilan bab dan merupakan modofikasi dari
hikmat Al-irsyraq nya Suhrawardi.
11. Al-Mabda’wa Al- Ma’ad (permulaan dan pengembalian)
Kitab ini berisikan tentang metafisika, kosmologi, dan eskatologi.
12. Al-mizaj tentang perilaku persaan)
Kitab ini membicarakan perilaku akibat dari bawaan, perangai, dan
sifat sebagai cabang dari ilmu jiwa.
13. Mutasyabihat Al-Qur’an (ayat-ayat Mutasuabihat dalam Al-Qur’an)
Kitab ini membicarakan ayat-ayat Qur’an yang sukar dipahami
dan metafosis dari sudut gnosis.
14. Al-Qadha wa Al-Qadar fi Af’ali Al-Basyar (tentang masalah Qadha dan
Qadar dalam perbuatan manusia)
Kitab ini membahas tentang ketetapan, kebebasan, dan bagaimana
pemberian illahi dapat dilihat dari kacamata manusia.
15. Asy-syawahid Ar-Rububiyah fi Al-manahij as-sulukiyah (penyaksian
illahi akan jalan kearah kesederhanaan rohani)
Kitab ringkasan doktrin-doktrin mullasadra yang paling lengkap
yang ditulis berdasarkan tinjauan gnosis.

C. Pemikiran-Pemikiran Mullasadra

1. Wahdah al-Wujud ( Kesatuan Wujud )

2. Mulla Sadra membedakan dengan tegas antara konsep tentang mafhum al-
wujud (wujud) dan haqiqah al-wujud (realitas wujud)23. Yang pertama,
adalah konsep yang terjelas dan yang paling mudah dipahami dari semua
konsep, sedangkan yang kedua, adalah yang terkabur dan tersulit karena ia
mensyaratkan persiapan mental ekstensif dan juga penyucian jiwa agar
memungkinkan intelek yang berada dalam diri seseorang berfungsi
sepenuhnya tanpa selubung-selubung nafsu, dan agar dapat melihat wujud
sebagai realitas.

23
Abdullah, dalam jurnal (Menelaah Sisi Eksistensialisme Teosofi Transenden Mullasadra),
Volume 7 Nomer 2 Tahun 2012, hlm. 8.

62
3. Tasykik al-Wujud ( Gradasi Wujud )

Seperti disinggung di atas, Sadra berpendapat bahwa semesta ini


bukanhanya ilusi tetapi benar-benar mempunyai eksistensi sama seperti
eksistensi Tuhan. Namun demikian, Sadra tidak menyimpulkan sebagai
wahdah al-wujud, tetapi mengajukan tasykik al-wujud, yakni bahwa
eksistensi ini mempunyai gradasi yang kontinu. Jelasnya, menurut Sadra,
dari Ada Mutlak hingga Tiada Mutlak terdapat gradasi “ada-ada nisbi”
yang tak terhingga. Dengan kata lain, realitas ini terbentang dari kutub
Tiada mutlak sampai kutub Ada mutlak dengan perbedaan tingkat
kualitas dan intensitasnya.

4. Ashalah al-Wujud ( Keutamaan Wujud )

Pandangan tentang wujud di atas dilengkapi dengan prinsip ashalah al-


wujud atau keutamaan eksistensi. Untuk memahami doktrin ini, pertama-
tama kita perlu beralih ke perbedaan klasik dalam Filsafat Islam antara
eksistensi (wujud dalam maknanya yang terkait dengan dunia yang
majemuk) dan mahiyyah atau kuiditas yang dalam bentuk orisinal
Latinnya diturunkan langsung dari bahasa Arab, mahiyyah.

5. Gerak substansi (al-harakah al-jauhariyah)

Teori gerak substansial (al-harakah al-jauhariyah), menurut Rahman,


adalah sumbangan orisinal Sadra terhadap filsafat Islam. Ajaran ini
merupakan uraian lebih lanjut dari pandangan Sadra bahwa gradasi wujud
tidak bersifat statis tetapi dinamis, bergerak dari eksistensi tingkat rendah
menuju eksistensi tingkat tinggi.

63
MAKALAH FILSAFAT ISLAM

PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM PASCA IBNU RUSHD;

“MUHAMMAD IQBAL”

Disusun oleh : Kelompok 4

Anin (1817405093)

Dina Nurul Istiqomah (1817405100)

Intan Miftahur Rohmah (1817405108)

Iryatun Aden Suhana (1817405111)

Maya Endah Kumala S (1817405119)

2 PGMI C

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PURWOKERTO

2019

64
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Muhammad Iqbal


Namanya Muhammad Iqbal akan tetapi lebih sering di panggil
Iqbal saja. Ia lahir di Sialkot Punjab India, pada tahun 1878 M dan wafat
pada tahun1938 M. Seorabg penyiar yang sangat peka dan sarjana yang
mempunyai wawasan budaya filosofis yang sangat luas.

B. Karya-karya Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala
pemikiran dan perjuangannya terpancar dalam puisinya yang bernafaskan
Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh karena
itu, beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar Islam. Antara karya
puisinya yang dianggap besar pernah diterbitkan ialah Asrari Khudi
(Rahasia Pribadi) terbit pada tahun 1915, diikuti dengan Rumuz bi Khudi
(Rahasia tdak mementingkan diri sendiri) pada tahun 1917, Fayami
Mashriq (Pesan untuk Timur), Tulu’ul Islam (Munculnya Islam), dan
banyak lagi pada tahun berikut-berikutnya. Bukunya yang dianggap
penting iaah Reconstruction of Religius Thought in Islam, merupakan
sumbangan terutamanya kepada usaha menyadarkan kembali teman teman
seagamanya untuk memikirkan islam dalam kategori-kategori dinamis.
Kemudian ada Develoment of Methaphysies in Persia : A Contribution to
the History of Moslem Philosophy (perkembangan metafisika Persia suatu
sumbangan untuk sejarah filsafat Islam) dan sebuah lagi yang tidak dapat
disiapkannya karena sakit tua yang dideritanya ialah The Reconstruction
of Moslem Jurisprudence. Kebanyakan sajak-sajaknya ditulisnya dalam
bahasa Parsi dan Urdu.

65
C. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal
1. Ego
Konsep dasar dari filsafat Iqbal adalah konsep tentang hakikat
ego. Bahkan, konsep ini dijadikan pondasi bagi pemikirannya.
Pembahasan berkaitan dengan ego dikupas dalam karyanya Asrar-I
Khudi. Iqbal mengemasnya dalam berbagai puisi dan kumpulan
ceramahnya yang kemudian dibukukan dengan judul The
Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Pencarian ego adalah pencarian untuk mendapatkan definisi
yang lebih tepat untuk dirinya. Tindakan tersebut tidak terbatas pada
tindakan intelektual, melainkan suatu tindakan fundamental yang
kreatif untuk memperdalam seluruh wujud ego dan mempertajam
kemauannya. Inilah saat kebahagiaan terginggi dan juga percobaan
besar bagi eo ketika ego menyadari bahwa dirinya bukanlah sesuatu
yang dikenal melalui konsep, melainkan sesuatu yang harus dibangun
secara terus meneruas agar mengalami perkembangan.

2. Ketuhanan

Pemahaman Iqbal berkaitan dengan ketuhanan mengalami tiga


tahap perkembangan. Tahap pertama, dari periode 1901 hingga tahun
1908-an, Iqbal cenderung berpandangan mistik-panteistik.

Tahap Kedua, dari periode 1908 sampai 1902, Iqbal mulai


menyangsikan tentang kekekalan yang melekat pada keindahan dan
efisiensinya, serta kausalitas akhirnya. Sebaliknya, tumbuh keyakinan
akan keabadian vinta, hasrat, dan upaya atau gerak. Kondisi ini
tergambar dari karyanya, Haqiqat-I Husna (Hakikat Keindahan). Pada
tahapan ini, Iqbal menjadikan Rumi sebagai pembimbing spiritualnya.
Tuhan dalam hal ini menjadi asas rohaniah tertinggi dari kehidupan .
Tuhan menyatakan diri-Nya dalam pribadi terbatas.

66
Tahap Ketiga, periode ini berlangsung dari tahun 1920 sampai
1983. Tahapan ini merupakan pengembangan menuju kematangan
konsepsi Iqbal tentang ketuhanan. Menurutnya, Tuhan adalah
“Hakikat sebagai suatu keseluruhan”. Lalu, Hakikat sebagai suatu
keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu
dan suatu ego. Dengan kata lain, Ia merupakan Ego Mutlak, karena
Dia meliputi segalanya; tidak ada sesuatu pun di luar Dia. Ego Mutlak
juga merupakan Ego Tertinggi yakni suatu Pribadi (individualitas).

3. Materi dan Kausalitas

Menurut Iqbal, kodrat realitas yang sesuangguhnya adalah


rohaniah dan semua yang sekuler sebenarnya adalah suci dalam akar-
akar perwujudannya. Adapun materi adalah suatu kelompok ego yang
memiliki derajat (tingkatan) yang rendah. Dari situlah muncul ego
yang berderajat lebih tinggi. Hal itu terjadi apabila penggabungan dan
interaksi mereka mencapai suatu derajat koordinasi tertentu. Iqbal
menunjuk pada evolusi kehidupan bahwa sekalipun pada mulanya
berasal dari hal yang fisik, tetapi pada akhirnya sampai pada kondisi
dimana ia mencapai kebebasan sepenuhnya.

4. Insan Kamil (Manusia Sempurna)

Iqbal menafsirkan Insan Kamil (Manusia Sempurna) yaitu setiap


manusia potensial merupakan mikrokosmos. Selain itu, insane yang
telah mencapai tingkat kesempurnaan rohaniah menjadi cermin dari
sifat-sifat Tuhan. Sehingga, sebagai orang suci dia menjadi khalifah
atau wakil Tuhan di muka bumi.

67
FAZLUR RAHMAN

Disusun dan diajukan guna memenuhi tugas ilmu pendidikan

Dosen Pengampu :

Dr. Nurkholis, M.S.

Disusun Oleh :

1. Annisa Nur Wafiq Azizah (1817405095)


2. Diah Ayu Yulia Wartono (1817405099)
3. Lulu Munawoh (1817405116)
4. Nur Baeti Atiq (1817405125)
5. Retno Ismaryanti (1817405127)
6. Siti Yuliati (1817405131)
7. Sri Indah Darmaningrum (1817405133)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2018/2019

68
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Fazlur Rahman

Fazlur Rahman lahir di daerah Hazrah 21 September 1919. Ayahnya


Maulana Sahab al-Dinadlah adalah seorang alim terkenal lulusan Douband.
Ayahnya memperhatikan Rahman dalam mengaji dan menghafal al-Qur’an,
sehingga pada usia 10 tahun, Rahman telah menghafal al-Qur’an seluruhnya.
Pendidikan dalam keluarganya benar-benar efektif dalam membentuk watak dan
kepribadiannya untuk dapat menghadapi kehidupan nyata. Menurut Rahman ada
beberapa faktor yang mempengaruhi karakter dan kedalaman keagama’annya.
Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah ketekunan ayahnya yang
mengajarkannya agama kepadanya di rumah dengan disiplin tinggi sehingga dia
mampu menghadapi berbagai macam peradaban dan tantangan di alam modern,
disamping pengjaran dari ibunya, terutama tentang kejujuran, kasih sayang serta
ketulusan dari hatinya. Hal lain yang mempengaruhi pemikiran keagama’an
Rahman adalah bahwa ia dididik dalam keluarga dengan tradisi madzhab Hanafi
yang banyak menggunakan rasio (ra’yu) dibanding mdzhab sunni lainnya. Setelah
itu di India ketika itu telah berkembang pemikiran yang agak liberal seperti yang
dikembangkan oleh syikh waliyullah Sa’id ahmad khan, Sir sayyid, Amir ali, dan
Muhammad Iqbal.

Fazlur Rahman adalah seorang pemikir Islam yang lahir pada saat umat Islam
sedang mengalami tantangan yang demikian besar dari arus modernitas yan terjadi
di dunia Islam. Umat Islam dituntut untuk segera mencari bentuk peran,
menetapkan posisi dan mengokohkan landasan ideologis dalam menhadpi
tantanan modernitas dan masa depan yang akan dialaminya. Rahman adalah
seoran filosof, pendidik dan pemikir modernis muslim, pemikir yang sangat
menyadari karakter radikal modernitas dan kemungkinan-kemungkinan eksplosif
terhadap umat Islam serta meyakini bahwa agama dapat menyelamatkan manusia
modern ini, lahir dalam keluarga muslim yang sangat saleh dan taat menjalankan

69
ibadah. Tidak heran jika pada usia sepuluh tahun ia telah mampu melafalkan al-
Qur’an di luar kepala.

B. Dasar pemikiran pendidikan


Pemikiran Fazlul Rahman baik dalam bidang pendidikan maupun yang
lainnya dibangun atas dasar pemahamannya yang mendalam tentang
khazanah intelektual islam di zaman klasik untuk ditemukan spiritnya guna
menyelesaikan beragi masalah kehidupan modern. Hal ini misalnya dapat
dilihat dari analisis yang diberikannya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan islam yang dilaksanakan mulai zaman rosulullah
SAW. Sampai pada zaman abbasiyah ia misalnya mengatakan pendidikan
islam di zamn klasik itu merupakan metode membaca dan menulis tetapi
yang paling lazim ialah mengafal Al-qur’an dan al-hadist. Namun ada juga
kelompk kecil yang berusaha mengembangkan kemampuan intelektual.
Melalui kajian terhadap berbagai literatur klasik Fazlul Rahman
memperkenalkan gagsan dan pemikirannya tentang pebaruan pendidikan
bagi dia pembaruan pendidikan islam dapat dilakukan dengan menerima
pendidikan sekuler modern kemudian berusaha memasukinya dengan
konsep-konsep islam
Menurut Rahman, tujuan pendidikan islam selama ini lebih
cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata, dan bersifat
defensif, hal ini sebagaimana di katakannya. Strategi pendidikan islam
yang ada selama ini tidklh benar-benar di arahkan kepada tujuan yang
positif, tetapi lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan
pikiran kaum muslim dari kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak
gagasan-gagasan barat yang datang melalui disiplin ilmu, terutama
gagasan-gagasan yang akan meletakkn standar moralitas islam. Tujuan
pendidikan islam dalm al-Qur’an adalah untuk mengembangkan
kemampuan inti manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh
ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan kepribadian
kreatifnya.

70
E. Metode Pendidikan

Konsep metode pemikiran pendidikan Fazlur Rahman yang berorientasi pada


Al-Quran, terkait dengan usaha pemecahan masalah di atas. Dari
pencariannya itu ditemukan moral dan keadilan sosial. Dari sini kemudian ia
temuka tiga kata kunci etika Al-Quran yaitu: iman,islam, dan takwa. Ketiga
kata kunci tersebut mengandung maksud yang sama yaitu percaya,
menyerahkan diri, dengan mentaati segala yang diperintah Allah swt dan
meninggalkan segala yang dilarangnya. Pendidikan Islam pangkalnya adalah
mengarahkan peserta didik untuk memiliki etika Al-Quran. Dengan
kemampuan untuk mengatur segala yang ada di ala mini untuk kemaslahatan

seluruh kehidupan umat manusia. Islam mengebangkan ilmu bertolak dari


iman, islam dan takwa. Ilmu dan teknologi dikembangkan untuk mamupuk
keimanan, bukan untuk mengerosikannya. Metode berpikir harus tertata
dengan baik, sinkron dan sekaligus konheren dengan keimanan kepada Allah,
Rasul, Kitabullah,Malaikat,Hari Akhir dan takdir keimana bukan dipupuk
secara dokmatis, melainkan di pupuk secara rasional. Bukan rasional
pasivistik (yang hanya menyangkut keimanan empiric sensual), tetapi rasional
entologis (yang mengakui kebenaran empiric sensual, Logoik, dan etik); yang
aksiologos, yaitu mengakui nilai-nilai sensual, logic dan transcendental; dan
yang epistemologis yang menggunakan pembuktian kebenaran yang bukan
hanya menjangkau yang sosial dan logic saja, melainkan juga mengguankan
metode berpikir yang mampu menjangkau etik, dan kebenaran transdental.

71
FILSAFAT ISLAM

TOKOH FILSAFAT ISLAM PASKA IBNU RUSYD :

SAYYID HOSEIN NASR

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam

Dosen pengampu :

Di susun oleh :

1. Irma Purnama Sari (1817405111)


2. Lutfiah Aris Widianti (1817405117)
3. Merna Sofiah Mufidah (1817405120)
4. Mey Labanina (1817405121)
5. Zakiyah Nurul Hidayah (1817405136)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH (PGMI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2019

72
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Seyyed Hossein Nasr


Seyyed Hossein Nasr adalah salah seorang filosof muslim
terkemuka yang namanya telah diabadikan dalam serial The Living
Philosepher (Fakih Sutan Harahaf, 2003 : xxi). Ahli di bidang filsafat
ilmu, teknologi, dan ilmu-ilmu tradisional Islam serta salah satu penulis
terkemuka di Barat dengan penjelmaan akan nilai-nilai Islam tradisional
(Jane, 1995: 230).24 Seyyed Hossein Nasr lahir pada tanggal 17 April
1933 di Teheran Iran, dari keluarga Ahli bait yang terpelajar. Ibunya
terdidik dalam keluarga ulama, sedangkan ayahnya, Seyyed Waliyullah
Nasr, adalah seorang dokter dan pendidik pada dinasti Qajar yang
diangkat sebagai pejabat setingkat menteri pada masa Reza Pahlevi
(Khudori Sholeh., 2003:.380-381). Setelah Nasr mendapatkan
pendidikan dasar tradisional Iran yang masih mengakar kuat di
dalamnya nilai-nilai Islam tradisional dia pindah ke Qum untuk
mengkaji ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat. Selanjutnya menempuh
pendidikan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Harvard
University Amerika Serikat. Di Massachusetts of Technology (MIT)
Seyyed Hossein Nasr memperoleh gelar B.S.dan M.A dalam bidang
fisika, sedangkan di Harvard University dalam bidang geologi dan
geofisika (Khudori Sholeh., 2003: 37). Pendidikan yang dilaluinya di
dua Universitas ini dan pertemuannya dengan Bertrand Russel telah
mengubah haluan pendidikan dengan memilih Philosophy and History
of Science dalam spesialisasi Islamic Science and Philosophy, sampai
meraih gelar Ph.D. pada tahun 1958, dengan disertasi berjudul Science
and Civilzation in Islam. Spesialisasi tersebut memberi academic
credential pada Sayyed Hossein Nasr untuk berbicara tentang diskursus

24
Ibid, hlm. 78

73
intelektual Barat. Setelah itu kembalai ke Iran dan mengajar di
Universitas Teheran bersama beberapa tokoh terkemuka.

B. Corak Pemikiran Sayyed Hossein Nasr


Mengategorikan seorang tokoh dalam suatu pemikiran tertentu
tidaklah begitu mudah. Salah satu alasan kesulitannya adalah banyaknya
hasil-hasil pemikiran yang disampaikannya. Begitu pula dengan jalur
pemikiran Sayyed Hossein Nasr. Pemikiran Seyyed Hossein Nasr sangat
komplek dan multidimensi.25 Ini dapat dilihat dari karya-karya tulisannya
yang membahas berbagai topik mulai dari persoalan manusia modern,
sains, ilmu pengetahuan, seni sampai sufisme. Mengingat kompleksitas
pemikirannya, harus diakui, sangat sulit memasukkan Sayyed Hossein
Nasr ke dalam suatu tipologi tertentu yang pernah dibuat beberapa ahli
(Azyumardi Azra, 2002: 193)
Munculnya ketegangan-ketegangan dalam pemikiran Sayyed
Hossein Nasr menggiringnya untuk beralih studi dari bidang geologi dan
geofisika yang diraihnya ke bidang Philosopy and The History of Science
dengan spesialisasi Islamic Science and Philosopy. Bidang studinya yang
baru inilah telah memberikan sumbangan yang sangat berartu kepadanya
untuk lebih berbbicara tentang diskusi intelektual Barat, khususnya
pertemuan dengan Islam. Sebagai senjata utamanya dalam analisisnya
terhadap Barat: Seyyed Hossein Nasr menggunakan kerangka sufisme
yang menyoroti apa yang ia lihat sebagai krisis manusia Barat Modern
yang menderita kekosongan spiritual (Dawam Rahardjo, 1985: 7).
Keterpanggilan Seyyed Hossein Nasr terhadap tradisi sufisme
merupakan pangkal dari analisanya terhadap Barat: “Modern” krena bagi
Sayyed Hossein Nasr sufisme bukan saja sekedar mengimbangi

25
Ahmad Fikri R. 2 November 2011. Jurnal Penelitian. 8 (2): 307-324.

74
rasionalisme, positivisme, atau empirisme, bukan pula sekedar
mengimbangi materialisme (sebagai sikap hidup) dengan spiritualisme.
Tetapi lebih dari itu jiwa dan inti ajaran sufisme diletakkan sebagai aksis
atau pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Dawam
Rahardjo, 1985: 593). Lebih lanjut, Sayyed Hossein Nasr mendudukkan
sufisme sebagai puncak esensi spiritual dan dimensi esoteris Islam yang
menarik perhatian hampir semua pihak yang merasa perlu menemukan
kembali pusat eksistensi, dengan menaati pesan dari pusat tersebut dalam
bentuk kesuciannya (Sayyed Hossein Nasr, 1983: 77).
Sayyed Hossein Nasr lebih senang menyebut dirinya seorang
“neotradisionalis” atau penganut filsafat perennial (Sayyed Hossein Nasr,
1983: xxxiii) dengan mengedepankan asas-asas tradisi yang senantiasa
berada dalam dimensi ajaran-ajaran yang suci yang universal dan akan
senantiasa ada bersama eksisnya seluruh alam semesta.26 Pengembaraan
yang dilalui oleh Seyyed Hossein Nasr dalam pencarian konsep
keabadian mempertemukannya dengan tulisan-tulisan A.K.
Coomaraswamy yang membawanya kepada samudra pemikirannya atas
konsep filsafat perennial disamping juga ajaran Hindualisme dan tradisi
India. Kekayaan terhadap tulisan-tulisan Aurobindo, S. Radhakrishnan
dan S. Dagupta (Adnan Aslan,2004: 23).
C. Karya-Karya Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr merupakan salah satu tokoh uang produktif
dalam mewadahi semua pemikiran yang dimilikinya, banyak karya-
karyanya yang dijadikan rujukan pemikiran para ilmuwan, akan tetapi
pembahasan terhadap karya-karya Sayyed Hossein Nasr dalam bagian ini
tidak akan dicantumkan seluruhnya kaena sebagian besar dari karya-
karyanya yang ada baik dalam bentuk artikel maupun jurnak banyak
bermuara dari buku-buku berikut ini: 27

26
Loc.Cit, hal 25.
27
Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), 71.

75
1. An Introduction to Islamic Cosmological Doctrin: Conseption
of Nature and Methodes for studyy ikhwan ash-Shafa, al-Birani
and Ibn-Sina (1964).
2. Three Muslim Sages; Ibn-Sina, Subrawardi dn Ibn-Sina (1961-
1962).
3. Science and Civiization in Islam (1968).
4. Idealis and Realias of Islam (1964-1965).
5. Man and Nature (1968).
6. Ialam and the Plight of Modern Man (1975).
7. Sufi Essays (1972).
8. Knowledge and Sacred (1981).
9. Islamic life and Thought (1981).
10. Traditional Islam in the Modern World (1987).
11. Islam, Art an Spiritualty (1987).
12. The Need for Sacred Science (1993)
13. A Young Muslim’s Guide to the Modern World (1993).
14. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (2002).
15. Islam: Relegion, History, and Civilization (2003).
Dari buku-buku diatas sumber-sumber pemikiran Syyed
Hossein Nasr dalam dimensi perennial banyak
diperbincangkan, dari konsepsinya atas makna Islam yang
universal, dengan pesan-pesannya untuk kemanusiaan, serta
dilema manusia modern dan alternatif untuk keluar dari dilema
itu sendiri Sayyed Hossein Nasr telah membahasnya dalam
beberapa bukunya diatas

76
HASAN HANAFI

(Disusun guna memenuhi tugas terstruktur)

Dosen Pengampu : Dr. Nurkholis, M.S.I

Disusun oleh :

1. Cindy Feby Saufika (1817405098)


2. Fitriani (1817405107)
3. Jihan Laily Hanin (1817405114)
4. Nisa Az-Zahra Salsabila (1817405123)
5. Rizqie Azizah Nuramanah (1817405130)
6. Wiwin Haruminigsih (1817405135)

FILSAFAT ISLAM
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2019

77
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Hasan Hanafi

Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia

lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah

perkampungan Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak

terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara

historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban

besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan

sampai dengan Eropa moderen.[1] Hal ini menunjukkan bahwa Mesir, terutama

kota Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan

Hasan Hanafi. Selain itu ia juga mempelajari pemikiran sayyid Quthub tentang

keadilan sosial dan keislaman.

Tahun 1952 itu juga, tamat Tsanawiyah, Hanafi melanjutkan studi di

Departemen Filsafat Universitas Kairo, selesai tahun 1956 dengan menyandang

gelar Sarjana muda, kemudian ia melanjutkan study ke Universitas Sorbone,

Prancis. Pada tahun 1966 ia berhasil menyelesaikan progam Master dan

Dokternya sekaligus dengan tesis. Disamping dunia akademik Hanafi juga aktif

dalam organisasi ilmiah dan kemasyarakatan. Aktif sebagai sekertaris umum

Persatuan Masyarakat Fislafat Islam Mesir, anggota Ikatan Penulis asia-afrika dan

menjadi wakil presiden Persatuan Masyarakat Filsafat Arab. Pemikirannya

[1]
‘Iwad, Dirasat fi al-Hadlarat, Kairo: Dar al-Mustaqbal al-‘Arabiy, 1989, h. 133

78
tersebar di dunia Arab dan Eropa. Tahun 1981 memprakarsai dan sekaligus

sebagai pimpinan redaksi penerbitan jurnal ilmiah Al-Yasar Al-Islamai.

Ituah Hanafi, ayah dari tiga orang anak. Ia sekurang-kurangnya pernah

menulis 20 buku dan puluhan makalah ilmiah yang lain. Karyanya yang popular

ialah Al-Yasar al-Islami (Islam kiri), Min al-`Aqidah ila al-Thawrah (Dari

Teologi ke Revolusi), Turath wa Tajdid (Tradisi dan Pembaharuan), Islam in The

Modern World (1995), dan lainnya. Ternyata, Hasan Hanafi bukan sekadar

pemikir revolusioner, tapi juga reformis tradisi intelektual Islam klasik.

Hasan hanafi adalah guru besar pada fakultas filsafat Universitas Kairo. Ia

lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, didekat benteng salahin, daerah

perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan bertemunya para mahasiswa

muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar.

D. Karya-Karya Hasan Hanafi

Karya-karya yang ia tulis adalah Religious Dialogue and Revolutiondan

dan Dirasat al-Islamiyyah. Buku pertama berisi pikiran-pikiran yang ditulisnya

antara tahun 1972-1976 ketika ia berada di Amerika Serikat, dan terbit pertama

kali pada tahun 1977. Pada bagian pertama buku ini ia merekomendasikan metode

hermeneutika sebagai metode dialog antara Islam, Kristen, dan Yahudi.

Sedangkan bagian kedua secara khusus membicarakan hubungan antara agama

79
dengan revolusi, dan ia menawarkan fenomenologi sebagai metode untuk

menyikapi dan menafsirkan realitas umat Islam.28

Sementara itu Dirasat Islamiyyah, yang ditulis sejak tahun 1978 dan terbit

tahun 1981, memuat deskripsidan analisis pembaruan terhadap ilmu-ilinu

keislaman klasik, seperti ushul fikih, ilmu-ilmu ushuluddin, dan filsafat. Dimulai

dengan pendekatan 63SulesanaVolume 6 Nomor 2 Tahun 2011 historis untuk

melihat perkembangannya, Hanafi berbicara tentang upaya rekonstruksi atas ilmu-

ilmu tersebut untuk disesuaikan dengari realitas kontemporer.

Periode selanjutnya, yaitu dasawarsa 1980-an sampai dengan awal 1990-

an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-

masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-

Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis

yang memuat dasar-dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian,

ia menulis Al-Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan

sebuah “manifesto politik” yang berbau ideologis, sebagaimana telah saya

kemukakan secara singkat di atas.

Jika Kiri Islam baru merupakan pokok-pokok pikiran yang belum


memberikan rincian dari program pembaruannya, buku Min Al-Aqidah ila Al-
Tsaurah (5 jilid), yang ditulisnya selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit
pada tahun 1988. Buku ini memuat uraian terperinci tentang pokok-pokok
pembaruan yang ia canangkan dan termuat dalam kedua karyanya yang terdahulu.
Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika buku ini dikatakan sebagai karya Hanafi
yang paling monumental.

28
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolosi, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 13

80
Selanjutnya, pada tahun-tahun 1985-1987, Hanafi menulis banyak artikel

yang ia presentasikan dalam berbagai seminar di beberapa negara, seperti

Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timur Tengah, Jepang, termasuk Indonesia.

Kumpulan tulisan itu kemudian disusun menjadi sebuah.buku yang berjudul

Religion, Ideology, and Development yang terbit pada tahun 1993.

Beberapaartikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the

Modern World (2 jilid). Selain berisi kajian-kajian agama dan filsafat, dalam

karya-karyanya yang terakhir pemikiran Hanafi juga berisi kajian-kajian ilmu

sosial, seperti ekonomi danteknologi. Fokus pemikiran Hanafi pada karya karya

terakhir ini lebih tertuju pada upaya untuk meletakkan posisi agama serta

fungsinya dalam pembangunan di negara-negara dunia ketiga.

E. Pemikiran Hasan Hanafi

Pemikiran Hassan Hanafi merupakan salah satu pemikiran dari seorang

filsuf muslim yang menarik untuk dikaji. Ada beberapa hal yang menarik dari

pemikiran Hanafi.

Pertama, di satu sisi menampilkan kritik terhadap tradisi keIslaman,tetapi

disisi lain mampu menyediakan alternatif pemikiran serta terobosan pemikiran

untuk memecahkan kebuntuan teologi serta memberikan solusi bagi pemikiran

sosial berbasiskan pada teologi yang kemudian menciptakan simbol-simbol

pembaruan dan revolusioner,seperti Kiri Islam,Oksidentalisme,Hermeneutika, dan

lain sebagainya.Tema-tema tersebut

81
Kedua, teologi tradisional Islam lahir dalam konteks sejarah ketika sistem

kepercayaan,yakni transendensi Tuhan,diserang oleh wakil-wakil dari sekte-sekte

dan budaya lama.Teologi itu dimaksudkan untuk mempertahankan doktrin utama

dan untuk memelihara kemurniannya.Sementara itu konteks sosio-politik

sekarang sudah berubah.Islam mengalami berbagai kekalahan diberbagai medan

pertempuran sepanjang periode kolonisasi. Menurutnya, kerangka konseptual

lama masa-masa permulaan,yang berasal dari kebudayaan klasik harus diubah

menjadi kerangka konseptual baru,yang berasal dari kebudayaan modern.

Ketiga,dari pemikiran Hassan Hanafi terdapat pendapat umat Islam yang

mengkritik pemikirannya yang terlalu mengedepankan akal karena yang

dipercayai termasuk dalam aliran mu’tazilah dan juga pemikirannya yang masih

terpengaruh oleh pemikiran Barat karena Hassan Hanafi menempuh pendidikan di

Barat. Dari pendapat yang berbeda, ada yang pro dan kontra terhadap pemikiran

Hassan Hanafi, semakin menarik untuk dikaji guna menyingkap pemikirannya.

Dari sekian pengalaman yang diperoleh, dapat ditegaskan bahwa Hassan

Hanafî adalah seorang ilmuwan yang aktif, gigih, dan memiliki perhatian besar

bagi kehidupan beragama (Islam) dan bangsa. Perhatiannya itu ia tuangkan dalam

gagasan “Kiri Islam”. Oleh karena itu, kiranya dipandang perlu mengetahui

tentang bagaimana kemunculan “Kiri Islam” dalam tradisi pemikiran intelektual

muslim.

82
a) Pikiran Pokok Kiri Islam

Tema sentral dari pemikiran Hassan Hanafî yang terdapat dalam gagasan Kiri

Islam dapat dikategorikan menjadi agenda besar pembaruannya. Seluruhnya dapat

diklasifikasi pada tiga isu besar, yakni (1) revitalisasi khazanah Islam klasik; (2)

Urgensi penentangan atas peradaban Barat; dan (3) realitas faktual dunia Islam.

Revitalisasi Khazanah Islam Klasik. Bagi Hassan Hanafî, rekonstruksi,

pembangunan, dan pemurnian khazanah (Islam) klasik sangat penting dilakukan.

Sebab Kiri Islam sendiri berakar pada dimensi revolusioner dan juga khazanah

Islam klasik.

Dalam hal ini, Hanafî membagi khazanah Islam klasik menjadi beberapa ilmu

pengetahuan, yaitu, pertama, ilmu-ilmu rasional-tradisional, seperti ilmu ushûl al-

dîn, ushûl al-fiqh, filsafat, dan sufisme. Kedua, ilmu-ilmu rasional, seperti

matematika, astronomi, fisika, kedokteran, dan farmasi. Ketiga, ilmu-ilmu

tradisional seperti ilmu al-Qur‟an, ilmu hadîst, sirah Nabi Muhammad saw, fiqh,

dan tafsîr. 24 Dalam hal itu, yang ia maksudkan dengan “revolusi khazanah Islam

klasik” adalah unsur rasionalistik yang dapat mendukung paham kebebasan

manusia dan demokrasi. Unsur tersebut itulah yang dimaksudkan dengan ke-

“kiri”-an yang dalam hal ini, antara lain, menunjuk kelompok Mu„tazilah.

Sementara, lawannya adalah Asy‟ariyah, sebagai kelompok “kanan”.

Demikian juga dalam hal fiqh, madzhab Mâlikiyah sebagai “kiri”, dan fiqh

Hanafiyah sebagai “kanan”. Kemudian dalam bidang tafsir, tafsîr bi al-Ra‟y

sebagai “kiri” dan tafsîr bi al-Ma‟tsur sebagai “kanan”. Kiri Islam, sebagai

83
paradigma yang independen dalam pemikiran, memandang Mu’tazilah sebagai

refleksi gerakan rasionalisme dan kebebasan manusia. Konsep tawhîd, misalnya,

menurut Hanafî adalah lebih merupakan prinsip rasional murni daripada konsep

personifikasi, sebagaimana yang menjadi keyakinan Asy’ariyah. Kiri Islam

berupaya mengenal dan menghidupkan kembali pemikiran Mu„tazilah untuk

membangun rasionalisme dalam paham kebebasan.

Perlunya Menentang Peradaban Barat. Menurut Hanafî, sebagai kelanjutan

al- Ur’wah al-Wutsqa, Kiri Islam memiliki keterkaitan dengan agenda al-Afghânî,

yaitu melawan kolonialisme dan keterbelakangan, yang menyerukan kebebasan

dan keadilan sosial, serta (berhasrat) mempersatukan kaum muslim yang telah

terpecah-belah dalam banyak blok. Tugas Kiri Islam adalah mengembalikan

kebudayaan Barat ke batas alamiah dan mengakhiri mitosnya yang (telah)

mendunia.

Dengan kata lain, tugas Kiri Islam adalah mendorong peradaban Barat
sebagai tema studi khusus, objek telaah, bagi peradaban non-Barat. Berkaitan
dengan hal itu, Hanafî lalu mengusulkan “oksidentalisme” sebagai (kajian)
tandingan bagi “orientalisme” dalam rangka mengakhiri mitos Barat dimaksud.
Hal itu dapat dilakukan dengan memperhatikan dua arah; aspek perkembangan
dan strukturnya. Sebab, biasanya suatu perkembangan melahirkan struktur, tapi
peradaban Barat berkembang sebelum adanya struktur, sehingga struktur
dilahirkan oleh perkembangannya.

Peradaban itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) sentripetal
di mana ilmu berkeliling di seputar satu pusat, dan (2) sentrifugal di mana ilmu itu
keluar dari pusat. Dalam konteks ini, tandas Hanafî, peradaban Islam bersifat
sentripetal dan peradaban Barat bersifat sentrifugal. Realitas Dunia Islam.

84
Gagasan Kiri Islam sesungguhnya memberikan gambaran riil situasi dunia Islam,
bukan gambaran secara normatif. Realitas dan angka-angka statistik dibiarkan
berbicara sendiri tentang dirinya. Sementara, pemikiran keagamaan selama ini
hanya bertumpu pada model “pengalihan” yang hanya memindahkan bunyi teks
kepada realitas, padahal metode teks seperti itu membutuhkan pembuktian. Sebab,
ia hanya memperjuangkan orang-orang Islam sebagai suatu prinsip, tetapi tidak
memperjuangkan muslim sebagai rakyat.

Terakhir, walaupun mengarah pada realitas, metode teks secara maksimal


hanya akan memberikan status tapi tidak menjelaskan perhitungan kuantitatif.
Padahal, sesungguhnya umat Islam membutuhkan penjelasan terhadap realitas
sampai kepada fakta “siapa milik apa”. Metode Kiri Islam adalah metode
kuantitatif dengan angka-angka dan statistik sehingga realitas dapat berbicara
mengenai dirinya sendiri.29 Demikianlah sekelumit pemikiran Hanafî dalam
mengembangkan dan mengusung gagasan Kiri Islam sebagai bentuk pemikiran
independen dalam tradisi pemikiran. Hal itu dilakukan tentunya dalam rangka
membangun umat Islam pada kondisi dunia yang lebih meyakinkan, sehingga
dapat mengejar ketertinggalannya dari dunia lainnya (terutama Barat).

b) Pemikiran Hasan Hanafi tentang Teologi Tradisional Islam

Telah kita lihat, meskipun dalam beberapa hal menolak dan mengkritik Barat,
Hanafi banyak menyerap dan mengonsentrasikan diri pada kajian pemikir Barat
pramodern dan modern. Oleh karena itu, Shimogaki mengkatagorikan Hanafi
sebagai seorang modernis-liberal, karena ide-ide liberalisme Barat, demokrasi,
rasionalisme dan pencerahan telah banyak mempengaruhinya.

Pemikiran Hanafi sendiri, menurut Isaa J. Boulatta dalam Trends and lssues
in Contemporary Arabs Thought bertumpu pada tiga landasan: 1) tradisi atau
sejarah Islam; 2) metode fenomenologi, dan; 3) analisis sosial Marxian Dengan
demikian dapat dipahami bahwa gagasan semacam Kiri Islam dapat disebut
sebagai pengetahuan yang terbentuk atas dasar watak sosial masyarakat (socially
contructed) berkelas yang merupakan ciri khas tradisi Marxian.

85
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradsional, Hanafi
menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem
kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks sosial-politik yang terjadi.
Teologi tradisional, kata Hanafi, lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman
sistem kepercayaan, yakni transendensi Tuhan, diserang oleh wakil-wakil dari
sekte-sekte dan budaya lama.

Teologi itu dimaksudkan untuk mempertahankan doktrin utama dan untuk


memelihara kemurniannya. Dialektika berasal dari dialog dan mengandung
pengertian saling menolak; hanya merupakan dialektika kata-kata, bukan
dialektika konsep-konsep tentang sifat masyarakat atau tentang sejarah. Sementara
itu konteks sosio-politik sekarang sudah berubah. Islam mengalami berbagai
kekalahan di berbagai medan pertempuran sepanjang periode kolonisasi. Karena
itu, Hanafi berpendapat,bahwa kerangka konseptual lama yang berasal dari
kebudayaan klasik harus diubah menjadi kerangka konseptual baru, yang berasal
dari kebudayaan modern.

Teologi merupakan refleksi dari wahyu yang memanfaatkan kosa kata


zamannya dan didorong oleh kebutuhan dan tujuan masyarakat; apakah kebutuhan
dan tujuan itu merupakan keinginan obyektif atau semata-mata.manusiawi, atau
barangkali hanya merupakan cita-cita dan nilai atau pernyataan egoisme murni.
Dalam konteks ini, teologi merupakan basil proyeksi kebutuhan dan tujuan
masyarakat manusia ke dalam teks-teks kitab suci. Ia.menegaskan, tidak ada arti-
arti yang betul-betul berdiri sendiri untuk setiap ayat Kitab Suci. Sejarah teologi,
kata Hanafi, adalah sejarah proyeksi keinginan manusia ke dalam Kitab Suci itu.
Setiap ahli teologi atau. penafsir melihat dalam Kitab Suci itu sesuatu yang ingin
mereka lihat. Ini menunjukkan bagaimana manusia menggantungkan kebutuhan
dan tujuannya pada naskah-naskah itu.

Teologi dapat berperan sebagai suatu ideologi pembebasan bagi yang tertindas
atau sebagai suatu pembenaran penjajahan oleh para penindas. Teologi
memberikan fungsi legitimatif bagi setiap perjuangan kepentingan dari masing-
masing lapisan masyarakat yang berbeda. Karena itu, Hanafi menyimpulkan

86
bahwa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang berdiri sendiri, terlepas dari
keinginan manusiawi.

Hanafi menegaskan bahwa rekonstruksi teologi tidak harus membawa


implikasi hilangnya tradisi-tradisi lama. Rekonstruksi teologi untuk
mengkonfrontasikan ancaman-ancaman baru yang datang ke dunia dengan
menggunakan konsep yang terpelihara murni dalam sejarah. Tradisi yang
terpelihara itu menentukan lebih banyak lagi pengaktifan untuk dituangkan dalam
realitas duniawi yang sekarang. Dialektika harus dilakukan dalam bentuk
tindakan-tindakan, bukan hanya terdiri atas konsep-konsep dan argumen-argumen
antara individuindividu, melainkan dialektika berbagai masyarakat dan bangsa di
antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan.

Rekonstruksi itu bertujuan untuk mendapatkan keberhasilan duniawi dengan


memenuhi harapan-harapan dunia muslim terhadap kemendekaan, kebebasan,
kesamaan sosial, penyatuan kembali identitas, kemajuan dan mobilisasi massa.
Teologi baru itu harus mengarahkan sasarannya pada manusia sebagai tujuan
perkataan (kalam) dan sebagai analisis percakapan. Karena itu pula harus tersusun
secara kemanusiaan.

Asumsi dasar dari pandangan teologi semacam ini adalah bahwa Islam, dalam
pandangan Hanafi, adalah protes, oposisi dan revolusi. Baginya, Islam memiliki
makna ganda. Pertama, Islam sebagai ketundukan; yang diberlakukan oleh
kekuatan politik kelas atas. Kedua, Islam sebagai revolusi, yang diberlakukan oleh
mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin. Jika untuk
mempertahankan status-quo suatu rezim politik, Islam ditafsirkan sebagai tunduk.
Sedang jika untuk memulai suatu perubahan sosial politik melawan status-quo,
maka harus menafsirkan Islam sebagai pergolakan.

87
BIOGRAFI PENULIS

Saya adalah seorang perempuan kelahiran Kota Purbalingga dan dilahirkan tepat
pada tanggal 7 Oktober 2000. Bapak dan ibu saya memberi nama Anis Dwi
Oktafiani. Ayah saya bernama Margianto dan ibu saya bernama Sunarti.
Dikeluarga, saya adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak saya bernama Fajar
Mu’alif dan adiksaya bernama Hanif Ferdiansyah.

Saya menempuh pendidikan di Kota Purbalingga sejak SD/MI, SMP/MTs dan


SMA. MI P2A Meri adalah tempat dimana saya menyelesaikan pendidikan dasar.
Setelah lulus, saya melanjutkan ke jenjang SMP di MTs Muhammadiyah 06
Karangreja. Selepas jenjang SMP saya menempuh pendidikan di SMA
Muhammadiyah 1 Purbalingga. Selepas SMA, saya melanjutkan kuliah di Institut
Agama Islam Negeri Purwokerto Fakultas Tarbiyah Ilmu dan Keguruan Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

88

Anda mungkin juga menyukai