Disusun oleh:
2 PGMI C
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya untuk terus berusaha dan berjuang untuk menuntut ilmu. Sehingga
kami dapat menyelesaikan Kompilasi Filsafat Islam.
Kompilasi ini kami susun guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
Filsafat Islam yaitu Bapak Dr. Nurkholis, M.S.I. Dengan ini kami telah menyusun
kompilasi ini secara maksimal dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
pembuatan kompilasi ini.
Akhir kata, kami berharap semoga kompilasi ini dapat memberi manfaat
dan referensi bagi pembaca. Terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar ...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I Pengertian Filsafat Islam dan hubungannya dengan disiplin
Islam lainnya ..............................................................................................4
BAB II Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani .......................................9
BAB III Memahami “Retakanepis Temologis” pemikiraan
Islam dunia Barat dan Timur......................................................................14
BABIV Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur
Islam Al Kindi dan Al Farabi .....................................................................20
BAB V Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur Islam Ibnu Sina .............................28
BAB VI Pemikiran Filsuf Muslim dunia Timur Islam Al Ghazali ...........................35
BAB VII Pemikiran Filsuf Muslim dunia Barat Islam Ibnu Thufail .........................42
BAB VIII Pemikiran Filsuf Muslim dunia Barat Islam Ibnu Rushd .........................46
BAB IX Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Suhrawardi al Maqtul ..........51
BAB X Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Mulla Sadra ...........................58
BAB XI Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rushd; Muhammad Iqbal .................64
BAB XII Memahami Tokoh Filsafat Islam Pasca Ibnu Rushd;
Fahlur Rahman dan pemikirannya ..............................................................68
BAB XIII Tokoh Filsafat Islam Pasca Ibnu Rushd; Sayyid Hosein Nasr dan
pemikirannya ..............................................................................................................72
BAB XIV Memahami Pemikiran Filsafat Islam Hassan Hanafi ...............................77
Biografi Penulis ..........................................................................................................88
iii
PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN
DISIPIN ISLAM LAINNYA
Filsafat Islam
Disusun oleh :
Lutfiana 1817405118
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Maftukhin, Filsafat Islam, h.1
2
Ibid., h.2
3
Loc.cit
5
Dengan demikian, filsafat mempunyai definisi yang beragam,
karena ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Walaupun memiliki
definisi yang beragam, sebenarnya ada aspek pokok yang sama dari semua
definisi yang ada, yaitu pada pokok pembicaraannya. Pokok pembicaraan
filsafat mencakup tiga hal, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Dengan
demikian, jika dikatakan filsafat islam maka sebetulnya adalah pemikiran
rasional, kritis, sistematis, dan radikal tentang seluruh ajaran Islam
mengenai Tuhan, manusia dan alam.
6
1. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Matematika
8
MAKALAH FILSAFAT ISLAM
Disusun Oleh:
2019
9
BAB II
PEMBAHASAN
10
kepada intelektual Islam adalah ilmu hitung, astronomi, ilmu
kedokteran, dan matematika dengan angka-angka yang oleh orang
Arab disebut angka India dan oleh orang Eropa kemudian dikenal
dengan nama angka Arab. Sedangkan dari Persia terdapat ilmu
bumi, logika, filsafat, astronomi, ilmu ukur, kedokteran, sastra, dan
seni. Pemasukan pengaruh Persia, yang dinilai lebih besar daripada
pengaruh India, kedalam islam melalui Baghdad, berada
dilingkungan Persia sebagai ganti ibu kota sebelumnya, Damsyik.
Menurut Harun Nasution peranan yang besar dalam hal ini ialah
keluarga Bermak yang turun temurun menjadi menteri, gubernur,
dan sekretaris khalifah mulai dari zaman Al-Saffah (750-754)
sampai dengan zaman Al-Ma’mun (813-833). Akan tetapi
pengaruh terbesar yang diterima umat islam dalam bidang ilmu dan
filsafat menurut Ahmad Amin, adalah dari Yunani. Karena kontrak
umat islam dengan kebudayaan Yunani bersama waktunya dengan
penulisan ilmu-ilmu islam, maka masuklah kedalamnya unsur-
unsur kebudayaan Yunani bersama yang memberinya corak
tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk, pengaruh
logika Yunani besar sekali, ilmu-ilmu islam diberi warna biru,
ditempa menurut pola Yunani dan disusun sesuai dengan sistem
Yunani. Jadi, logika Yunani mempunyai pengaruh yang sangat
besar pada alam piiran islam di zaman Bani Abbas.
Perlu ditegaskan bahwa pengaruh bukan berarti menjiplak.
Betapa banyaknya filosof baik Islam maupun non-Islam
terpengaruh oleh pemikiran filosof sebelumnya, namun mereka
tidak menyandang predikat penjiplak atau pengembik. Filosof
Amsterdam, Belanda, Burch De Spinoza (1632-1677) dikenal
sebagai pengikut bapak filsafat Modern asal Prancis, Rene
Descartes (1596-1650), namun ia mempunyai filsafat tersendiri.
Demikian pula filosof Muslim Ibnu Sina walaupun terpengaruh
berat oleh Aristoteles, tetapi ia juga memiliki pemikiran filsafat
11
tersendiri , yang tidak memiliki pemikiran filsafat tersendiri, yang
tidak dimiliki oleh al Mu’allim al-Awwal, Aristoteles tersendiri.
Dalam rekaman sejarah, cara terjadinya kontrak atntara
umat Islam dan filsafat Yunani (juga sains) melalui daerah Suria,
Meso-potamia, persia dan Mesir. Filsafat Yunani datang ke daerah-
daerah ini ketika penaklukan Alexander Yang Agung ke Timur
pada abad keempat (331) sebelum Masehi. Ia juga
mempersatuakan orang-orang Yunani dan Persia dalam satu negara
besar dengan cara berikut :
1. Ia angkat pembesar dan pembantunya dari orang
Yunani dan Persia.
2. Ia mendorong perkawinan campuran antara Yunani dan
Persia. Bahkan, ia pernah menyelenggarakan
perkawinan massal 24 jenderal dan 10.000 prajuritnya
dengan wanita-wanita persia di Susa.
3. Sementara itu, ia sendiri kawin dengan Statira, putri
Darius, Raja Persia yang kalah perang.
4. Ia mendirikan kota-kota dan permukiman-permukiman
yang dihuni bersama oleh orang-orang Yunani dan
Persia.
12
lainnya; karya Neo Platonisme, seperti Enneads, Theologia,
Isagoge, Element of Theology, dan lainnya.
13
MAKALAH FILSAFAT ISLAM
1. Anin (1817405093)
2. Dina Nurul Istiqomah (1817405100)
3. Intan Miftahur Rohmah (1817405108)
4. Iryatun Aden (1817405111)
5. Maya Endah Kumala S (1817405119)
2019
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub
sistem dari filsafat, yang sering dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi.
Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J. F. Ferrier pada
tahun 1854. Sebagai sub filsafat, epistemologi ternyata menyimpan misteri
pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian
epistemologi ini, cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka
memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengungkapkannya.
Sehingga didapat pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada
redaksinya melaikan juga pada subtansi persoalan, yang menjadi sentral
dalam memahami pengertian suatu konsep.
Ada beberapa definisi yang diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan sebagai pijakan dalam memahami, apa sebenarnya epistemologi
itu. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. P. Hardono Hadi menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.
2. D. W. Hamlyn mendefinisikan, epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
3. Dagobert D. Runes menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode, dan validitas
pengetahuan.
15
epistemologi berasal dari bahasa yunani “episteme”, yang berarti ilmu dan
“logos” berarti ilmu sistematika atau teori, uraian dan alasan. Jadi
epistemologi adalah teori tentang ilmu yang membahas ilmu dan
bagaimana memperolehnya, kemudian membahasnya secara mendalam
(substansi).
4
Mohammad Fathi Oesman, Islam, Pluralise dan Toleransi Agama (Wasshington DC:
Center for Muslim-Christian Understanding Georgetown University, 1996), hal.100.
16
yang panjang dan membuka lembaran sejarah mereka yang baru.
Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan telah hancur.
Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dengan
pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba
mencari alternatif lain dalam memandang dunia. Maka dari itu,
bermunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit
yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat
muncul adalah aliran yang rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya
telah lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel
dan lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan
positifesmenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya.
D. Epistemologi Timur
Pemahaman ilmu pengetahuan pada dunia timur lebih
mementingkan keselarasan, harmoni dan kesatuan antara manusia dengan
lingkungan eksternal baik secara ekologi maupun sosial. Disamping itu,
peran dari masing-masing organisme baik sebagai subjek maupun sebagai
objek mendapatkan porsinya secara proporsional. Pandangan hidup pada
dunia timur, melihat dunia dalam pengertian hubngan dan intregasi.
Hubungan sebagai sistem adalah suatu keseluruhan yang terintergrasi yang
mana sifat-sifatnya tidak dapat direduksi menjadi sifat-sifat unik yang
lebih kecil. Pendekatan sistem ini tidak memusatkan pada balok-balok
bangunan dasar atau zat-zat dasar, melainkan lebih menekankan pada
prinsip-prinsip organisasi dasar.
E. Epistemologi Barat
Perspektif Rene Descartes yang dianggap sebagai pendiri filsafat
modern barat, mengemukakan pandangannya bahwa organisme hidup
merupakan sebuah mesin yang terbangun atas bagian-bagian yang terpisah
yang masih memiliki kerangka konseptual yang dominan. Descartes
mendasarkan pandangannya terhadap alam pada bagian fundamental
17
antara dua bidang yang bebas dan terpisah menyangkut ranah materi dan
ranah pikiran. Alam semesta material yang meliputi organisme-organisme
hidup, bagi descartes adalah sebuah mesin yang pada prinsipnya dapat
dimengerti seluruhnya dengan menganalisa bagian-bagiannya yang
terkecil. Pandangan mekanistik apabila dikaitkan dengan ilmu ekonomi
saat ini ditandai dengan pendekatan-pendekatan reduksionis dan terpecah-
pecah yang merupakan simbol bagi kebanyakan ilmu-ilmu sosial. Menurut
Ziauddin Sardar menyebutkan ada 9 ciri dasar epistemologis islam yang
tidak dimiliki barat:
1. Didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak
2. Bersifat aktif
3. Objektifitas sebagai masalah umum
4. Bersifat deduktif
5. Memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai islam
6. Pengetahuan yang bersifat inklusif dan bukan eksklusif
7. Pengalaman subjektif dan mendorong pencarian akan pengalaman-
pengalaman
8. Adanya konsep-konsep dari tingkat kesadaran
9. Tidak bertentangan dengan pandangan holistik.
F. Epistemologi dalam Perspektif Barat dan Timur
Pengetahuan rasional merupakan sistem konsep dan simbol
abstrak, dengan ciri struktur sekuensial linier yang khas sebagai cara kita
berpikir dan berbicara. Rasionalitas cenderung dianggap amat terkait
dengan perkara bahasa. Bahasa pulalah yang memungkinkan kita berpikir
tentang kemungkinan-kemungkinan, kualitas, hubungan, nilai, dan dsb.
Maka rasionalitas kini cenderung dilihat tidak bisa lagi bersifat mutlak dan
universal, melainkan bersifat sementara dan konvensional saja. Jadi
perkara argumen, validitas dan klaim tentang kebenaran hanya bisa
dianggap berkarakter “lokal” tindakan dasar manusia di dalam
kehidupannya. Tindakan rasional bertujuan mampu tindakan komunikatif
dengan bahasa adalah tindakan dasar manusia di dalam kehidupannya.
18
Pelaku tindakan komunitas ini memiliki orientasi pada pencapaian
pemahaman.
Pengetahuan intuitif adalah membaca, menemukan dan
memanfaatkan realitas keteraturan esensial dan membuat rekayasa
keteraturan esensial ciptaan Tuhan. Berarti bahwa berilmu pengetahuan
adalah mengagungkan sang pencipta dengan memanfaatkan keteraturan
orang semesta bagi rahmat seluruh makhluk.
19
FILSAFAT ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam
Dosen pengampu :
Di susun oleh :
2 PGMI C
2019
20
BAB II
PEMBAHASAN
1) Al kindi
a. Riwayat hidup
Nama al-kindi adalah nisbat pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya,
yaitu Banu Kindah. Banu kindah adalah suku yang menempati daerah selatan
jazirah arab. Daerah ini memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi
dan banyak dikagumi orang. Nama lengkap al- kindi adalah Abu Yusuf
Ya’qub ibn ishaq al sabbah ibn Imran ibn isma’il ibn al-asy’ats ibn qais al
kindi. Dilahirkan dikuffah tahun 185/801. Ayahnya, ishaq al- sabbah adalah
gubernur kuffah pada masa pemerintahan al Mahdi dan harun al rasyid dari
bani abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir.
Dengan demikian, Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim. Al-Kindi
memperoleh pendidikan di Basrah. Al- Kindi mempelajari ilmu-ilmu yang
sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari Al-Quran,
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran
dasarnya di Basrah, ia melanjutkan studi ke Baghdad hingga tamat. Ia
mahir dalam berbagai macam cabang ilmu yangada pada waktuitu, seperti
ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, mantiq (logika), geometri,
astronomi, dan sebagainya. Ada salah satu bahasa yang ia kuasai dengan
baik, yaitu bahasa suryani. Nama Al-Kindi menanjak semenjak setelah hidup
di istana pada masa pemerintahan al-Ma’mun pada tahun 218/833. Hal ini
disebabkan karena Al-Kindi dipercaya sebagai guru pribadi puteranya,
yaitu Ahmad Ibn Mu’tasim.
21
b. Karya-karya Al-Kindi
Epistemologi
Pengetahuan inderawi
22
rasional bukan individu,tetapi genus dan species.
Pengetahuan isyraqi
Metafisika
Filsafat jiwa
23
sempurna dan mulia. Subtansinya (al-jauhar) berasal dari substansi
Tuhan.
Jiwa juga mengandung tiga potensi, yaitu daya nafsu, daya pemarah,
daya berfikir (al-quwwah al-syahwatiyah, al- quwwah al ghadabiyah, al
quwwah al-‘aqilah; appetitive- irascible dan cognitive faculty).
Etika
2) Al-Farabi
a) Riwayat hidup
24
Dalam perjalan hidupnya al-Farabi pernah menjadi hakim. Dari farab ia
pindah ke Baghdad, disana ia belajar kepada abu bisr mattaibn yunus
(penerjemah) dan tinggaldi Baghdad selama 20 tahun. Kemudian ia pindah
ke Alepo dan tinggal istana saif al daulah, memusatkan perhatian pada ilmu
pengetahuan dan filsafat.
b) Filsafat Emanasi Al-farabi
Akal kesepuluh itu dapat disamakan dengan malaikat dalam faham islam.
Para filosof dapat mengetahui mengenai hakikat-hakikat karena dapat
berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Nabi atau Rasul demikian pula dapat
menerima wahyu karena mempunyai kesanggupan untuk mengadakan
komunikasi dengan akal kesepuluh. Tetapi kedudukan rosul atau nabi
lebih tinggi daripada filosof. Oleh karena filosof dan Nabi atau Rosul
mendapat pengetahuan mereka dari sumber yang satu yaitu akal kesepuluh,
maka pengetahuan filsafat dan wahyu yang diterima Nabi tidak bisa
bertentangan. Mukjizat terjadi karena hubungan dengan akal kesepuluh
dapat mewujudkan hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan. Filsafat
25
ini dimajukan al-farabi untuk menentang aliran yang tidak percaya
kepada Nabi atau Rosul (wahyu) sebagaimana yang dibawa al-Razi.
Hal ini dapat diketahui dari dua hal, yaitu manusia dipengaruhi oleh masyarakat
dalam pembentukan pribadinya, dan individu memengaruhi masyarakat dan
bahkan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan besar bagi tatanan
masyarakat. Keterkaitan individu dengan sosialnya memerlukan adanya
sosialisasi.
26
Interaksi social merupakan kunci dari semua kehidupan social karena tanpa
ineraksi social, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi
social, merupakan dasar proser social, yang menunjuk pada hubungan-
hubungan social yang dinamis. Bagi Al-Farabi surge dan neraka adalah soal
spiritual.
27
IBNU SINA
2-PGMI C
2019
28
BAB II
PEMBAHASAN
5
Maftukhin, Filsafat Islam (Yogyakarta:Teras,2012), Hlm.107
29
sangat besar bagi generasi sesudahnya baik dikawasan barat maupun
timur. Ibn Sina mempunyai pandangan tersendiri dan mandiri dalam usaha
menemukan hakikat kebenaran, baik dibidang filsafat maupun dibidang
keagamaan.
Pada akhir hayatnya beliau menjadi guru filsafat dan dokter di
Iahfahan. Pada 428 H (1037 M) dalam usia 57 tahun beliau meninggal di
Hamadzan. Beliau meninggal karena penyakit perut (maag) sebagai
dampak dari kerja kerasnya untuk urusan negara dan ilmu pengetahuan.
B. Karya-Karya yang dihasilkan oleh Ibn Sina
1. Al-Syifa`
Dalam bahasa latin Al-Syifa’ yakni Sanatio yang artinya
“Penyembuhan”. Kitab ini ditulis pada waktu menjadi menteri Syams
al-Daulah dan selesai masa `Ala `u al-Daulah di Isfahan. Kitab ini
adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibn Sina yang
terdiri dari ilmu Logika dan Geometri, Fisika dan Matematika. Dan
dijadikan sebagai ensiklopedi dalam bidang filsafat metafisika, fisika,
logika dan matematika.
2. Al-Qanun fi al-Thibb
Kitab ini adalah buku yang berisi tentang ilmu kedokteran. Orang
barat menyebut buku ini dengan Canon of Medicine6. Buku ini telah
diterjemahkan oleh Gerard of Cremona pada abad ke II dengan judul
Canon yang diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M. Kitab ini telah
menjadi rujukan diberbagai Universitas barat hingga abad ke 15 dan
juga dijadikan sebagai ensiklopedi kedokteran.
3. Al-Najah
Dalam bahasa latin Al-Najah yakni Salus yang artinya
“Penyelamat”, atau kata ganti dari al-Syifa` dan pernah diterbitkan
bersama dengan buku al-Qanunfial-Thibb dalam ilmu kedokteran
tahun 1593 M di Roma dan tahun 1331 M di Mesir, India pada tahun
6
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 67.
30
1892 M. Buku ini disusun kembali oleh Ibn Sina untuk memberi
penjelasan secara lebih luas dan sistematis tentang as-Syifa`
4. Al-Isyarat wa al-Tanbihah
Karya ini memiliki arti yakni “Isyarat dan Peringatan”. Kitab ini
adalah yang terakhir ditulis oleh Ibn Sina dan paling indah dalam ilmu
hikmah. Kitab ini mengandung banyak perkataan mutiara dari berbagai
ahli fikir dan rahasia yang berharga yang tidak terdapat dalam kitab
lain, diantaranya uraian tentang logika dan hikmah serta pengalaman
keidupan rohani. Kitab ini pernah dicetak di Leiden pada tahun 1892
M dan telah diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.
31
maksudnya bukan ia pergi ketempat tidur atau memejamkan mata dan
tidak menggerakan anggota badan, tetapi adalah seluruh pribadi yang
merupakan aku. Aku dalam pandangan Ibn Sina bukanlah yang terjadi
pada fisik, tetapi jiwa dan kekuatannya. Kekuatan jiwa menimbulkan
sesuatu yang berbeda-beda seperti benci-cinta, susah-gembira,
menolak-menerima. Semua itu merupakan satu kesatuan, sebab jika
saling bermusuhan tidak akan timbul keharmonisan. Jika kesatuan ini
lemah maka lemah juga kehidupan dan begitu pula sebaliknya.
Dalam pembuktian ketiga, Ibn Sina mengatakan bahwa hidup
rohaniah kita hari ini berkaitan dengan hidup kita kemrin tanpa ada
tidur atau kekosongan. Jadi, hidup itu berubah dalam satu untaian yang
tidak putus-putus. Untuk membuktikan bahwa jiwa itu tidak putus
yakni dengan menggunakan daya ingat manusia tentang masa-masa
yang telah lewat baik tingkah laku maupun hal yang lainnya. Sebagai
contoh, Ibn Sina membandingkan antara jiwa dan badan. Badan jika
tidak diberi makan dalam waktu tertentu akan berkurang beratnya
karena badan mengalami penyusutan, sedangkan jiwa tetap tidak
berubah. Dengan demikian jiwa tidak berbeda dengan badan.
Dan pembuktian keempat, Ibn Sina mengatakan andai kata ada
seorang lahir dengan dibekali akal dan jasmani yang sempurna,
kemudia ia menutup matanya sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa
yang ada disekelilingnya. Kemudian ia diletakkan diudara dan diatur
supaya tidak terjadi benturan dengan apa yang ada disekelilingnya.
Tanpa ragu-ragu orang tersebut akan mengatakan dirinya ada. Pada
saat itu boleh jadi ia tidak bisa menetapkan bahwa badannya ada.
Kalau ia mampu menetapkan adanya badan dan anggota badan, maka
wujud yang diagambarkan itu tidak mempunyai tempat. Kalau ia saat
melayang ia memperkirakan ada tangan atau kakinya, dia tidak
mengira apakah itu tangan atau kakinya. Dengan demikian, penetapan
tentang wujud dirinya tidak timbul dari indera melainkan dari sumber
yang berbeda sama sekali dengan badan, yaitu jiwa.
32
Pembagian jiwa manusia menurut Ibn Sina, yakni:
1) Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya-daya diantaranya: makanan,
tumbuh, dan berkembangbiak7.
2) Jiwa binatang dengan daya-daya diantaranya: gerak dan
menangkap. Menangkap dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
menangkap dari luar dengan panca indera dan menangkap dari
dalam dengan indera dalam.
3) Jiwa manusia dengan daya-daya diantaranya: praktis yakni yang
hubungannya dengan badan dan teoritis yang berhubungan dengan
hal-hal abstrak.
3. Kenabian
Ibn Sina berpendapat bahwa Nabi bertitik tolak dari tingkatan akal.
Akal materil merupakan yang terendah dan dianugerahkan tuhan
kepada manusia, akal materil yang besar dinamakan intuisi oleh Ibn
Sina.
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, Ibn Sina
membagi manusia kedalam 4 kelompok. Yang pertama, mereka yang
kecakapan teoritisnya mencapai tingkat penyempurnaan sehingga
mereka tidak membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan
mereka yang kecakapan praktisnya telah mencapai suatu tingkat yang
demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif yang tajam
mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang
peristiwa masa kini dan yang akan datang, berkemampuan untuk
menimbulkan gejala aneh didunia. Yang kedua mereka yang memiliki
kesempurnaa daya intuitif tetapi tidak mempunyai daya imajinatif.
Yang ketiga yakni orang-orang yang daya teoritisnya sempurna tetapi
tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya
hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syaratbyang dibutuhkan sebagai
seorang nabi yaitu, memiliki imajinasi yang kuat dan hidup, bahkan
7
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 109.
33
fisiknya kuat sehingga ia harus mempengaruhi pikiran orang juga
seluruh materi pada umumnya.
Dengan demikian, tidak ada agama yang hanya berdasarkan akal
murni karena dalam rangka mencapai kualitas yang diperlukan, juga
tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut
tidak memberikan kebenaran yang benar tetapi kebenaran dalam
selubung simbol-simbol.
4. Tasawuf
Menurut Ibn Sina tasawuf tidak dimulai dengan suhud, beribadah
dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-
orang sufi. Ia memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu oleh hati,
dengan kebersihan hati dan pancaran akal lalu akal akan menerima
ma’rifah dari akal fa’al.
Mengenai bertempatnya Tuhan dihati manusia tidak diterima oleh
Ibn Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada tuhannya, tetapi
melalui perantara untuk menjaga kesucian tuhan. Ia berpendapat
bahwa puncak kebahagiaan tercapai jika terdapat hubungan antara
manusia dengan tuhan. Karena manusia mendapat sebagia pancaran
dari perhubungan tersebut. Pancaran ini tidak langsung keluar dari
Allah tetapi melalui akal fa’al.
Berkaitan dengan anggapan bahwa itihad dapat membawa
bersatunya makhluk dengan penciptanya tidak dapat diterima akal
sehat karena hal ini mengharuskan sesuatu menjadi satu dan banyak
pada waktu yang sama.
34
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA TIMUR AL-GHAZALI
Disusun oleh :
35
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al – Ghazali
Oleh karena itu, al-Ghazali banyak keahlian yang dikuasai. Maka tidaklah
mengeherankan jika kemudian ia mendapat berbagai macam gelar, seperti
Hujjatul Islam(pembela islam), Syaikh al-Sufiyyin(guru besar dalam Tasawuf),
dan Imam al-Murabin(pakar bidang pendidikan).
8
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.1997. Hlm. 159
36
Pada sat itu, sejarah filsafat Islam mencatat bahwa al-Ghazali pada mulanya
dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu
yang dicapai melalui panca indra maupun akal pikiran. Ia misalnya ragu terhadap
ilmu kalam (teologi) yang dipelajarinya dari al-Juwaini. Hal ini disebabkan karena
dalam ilmu kalam terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan, sehingga
dapat membingungkan dalam menteapkan aliran mana yang betul-brtul benar
diantara semua aliran.
Pada akhirnya, tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama
mengganggu dir al-Ghazali. Dalam tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang
A. Karya-Karya Al Ghazali
Al Ghazali dikenal sebagai sosok inteektual multidimensi dengan penguasaan
ilmu multidisplin. Hampir semua aspek keagamaan dikajinya secara mendalam.
Aktivitasnya bergumul dengan ilmu pengetahuan berlangsung tidak pernah surut
9
Ibid. Hlm: 160
10
Ibid. Hlm: 161
37
hingga ajal menjemputnya. Dalam ranah keilmuan islam, sebuah bukti pengakuan
atas kapaitas keilmuan dan tingkat penerimaan para ulama terhadapnya.
Abdurrahman Badawi dalam bukunya Muallafah Al-Ghazali mencapai 457 buku.
Al-Washiti dalam al-Thabaqat al-‘Aliyah fi Manaqib al-Syafi;iyah menyebutkan
98 judul buku. Beberapa karya Imam Al Ghazali antara lain :
1. Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh
a. Al-Basith fi al-Furu’ ‘ala Nihayah al-mathlab li Iman al-Haramin.
b. Al-Wasith al-Muhith bi Iqthar al-basith
c. Al-Waiiz fi al-Furu’
d. Al Mustashfa fi ‘ilm al Ushul
e. Al-Mankhul fi ‘ilm al Ushul
2. Bidang Tafsir
a. Jawahir al-Qur’an
b. Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al Tanzil
3. Bidang aqidah
a. Al- Iqhtishad al-I’tiqad
b. Al-ajwibah al-Ghaziliyah fi al-masail al-Ukrawiyah
c. Al-Risalah al Qudsiyah fi Qawaid al Aqaid
d. Aqidah ahl al sunnah
e. Al-Qaul al-Jamil al-Radd ‘ala man Ghayyara al-injil
4. Bidang Filsafar dan Logika
a. Misykah al-Anwar
b. Tahafut al-falasifah
c. Risalah al-Thair
d. Mihak al-Nadzar fi al-Mantiq
e. Mi’yar al-ilmi
f. Al-Mutha fi ilm al-jidal
5. Bidang Tasawuf
a. Adab al-Shufiyah
b. Ihya ‘umuluddin
c. Bidayah al-Hidayah wa Tahdzib al- Nufus bi al-Adab al-Sariyyah
38
d. Al- Adab fi al-Din
e. Ayuuhal Walas
f. Al-Risalah al-Ladunniyah
g. Minhaj al-Abidin ila al-Jannah
h. Mukasyafah al-Qulub al-Muqorrsb ila Hadrah Alami-al-Gaibi.
i.
B. Pemikiran Filsafat Al-Ghazali
A. Metafisika
Pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat
terutama karangan Ibnu Sina. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al Djalal
menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan (metafisika),maka
disinilah terdapat sebagian besar tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut
syarat-syarat yang mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
B. Iradat Tuhan
Iradat tuhan adalah mutlak,bebas dari ikatan waktu dan ruang,tetapi dunia
yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal
(intelek) manusia,terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali
menganggap bahwa tuhan adalah transendenl,tetapi kemauan ibaratnya imanen di
atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.
Pengikut Aristoteles,menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti
sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy'ri
berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat tuhan. Sebagai contoh,kertas
tidak mesti terbakar oleh api,air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya
39
merupakan adat (kebiasaan) alam,bukan suatu kemestian. Terjadinya segala
sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata.
C. Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali adalah teori tasawuf. Mengenai tujuan
pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada temui pada semboyan tasawuf yang
terkenal "Al-tampaklah Bi Rangkaian 'Ala Thaqah Al-basyariyah,atau Al-Ishaf Bi
Sholat al Rahman 'Ala Thariqah Al-basyariyah". Maksudnya adalah agar sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti
pengasih,pemaaf, sifat-sifat yang disukai Tuhan,jujur,sabar,ikhlas,dan sebagainya.
Bagi Al-Ghazali, tasawuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah
sari syariat, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya'nya
yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang
berarti kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat
kesempurnaan.
40
kebangkitan. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya
memuaskan nafsu seperti hewan.
3. Filosof Ke-Tuhanan ( Ilahiyun)
Mereka adalah filosofis Yunani. Aristoteles telah menyanggah pemikiran
filosof sebelumnya (Materialis dan Naturalis), namun ia sendiri tidak dapat
membebaskan diri dari sia-sia kekafiran dan keherodoksian. Dalam bidang
ketuhanan, al-ghazali memandang para filosof sebagai ahl al-bid’at dan
kafir.
41
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA BARAT ISLAM
IBNU THUFAIL
Disusun oleh :
Kelas 2 PGMI C
2019
42
BAB II
PEMBAHASAN
11
Drs. Sudarsono SH, M.Si, Filsafat Islam ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004) hlm. 80.
12
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis ( Bandung : Mizan, 2001) hlm. 35.
43
b. Tanpa pengajaran dan petunjuk, akal manusia bisa mengetahui wujud
tuhan, yaitu dengan melalui tanda tandanya pada makhluknya dan
menegakan dalil-dalil atas wujudnya itu.
f. Apa yang diperintahkan oleh syariat islam, dan apa yang diketahui
oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan
dan keindahan dapat bertemu keduanya dalam satu titik, tanpa
diperselisihkan lagi.
44
mengatakan bahwa dalam buku-buku mereka itu juga belum kita dapatkan
gambaran filsafat yang menemukan hakekat kebenaran itu.
45
PEMIKIRAN FILSUF MUSLIM DUNIA BARAT
IBNU RUSYD
2-PGMI C
2019
46
BAB II
PEMBAHASAN
13
Hana al-Farukhi, et.all., Tarikh al-Falasifah al-Arabiyah, jilid II (Beirut: Dar al-Ma’arif, 1957), h.
281-282.
14
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990) h. 186.
47
Dengan demikian, rasionalisme religious Ibnu Rusyd bukan sekedar
reduksionisme, seperti halnya paham al-Muwahhidun, ini merupakan
keyakinan pada kemungkinan untuk membangun kembali rantai penalaran
secara aposteriori.15
2. Fash al-Maqal fi ma Bainn al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal ( Kitab
ini berisikan tentang hubungan antara filsafat dn agama.)
3. Al-Kasyf’an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’idal-Millat, ( Berisikan kritik
terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.)
4. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid,(Berisikan uraian-uraian di
bidang fikih.)
C. Pemikiran Ibnu Rusyd Antara Agama Dan Filsafat
Seperti halnya al-farabi dan ibn Sina, ibn Rusyd berangkat dari asumsi
dasar bahwa kebenaran agama dan kebenaran filsafat adalah satu, meskipun
dinyatakan dalam lambang berbeda - beda. Hal ini dapat ditangkap dari kata -
kata ibn Rusyd, “karena syari’at ini benar dan ia menyeru untuk mempelajari
sesuatu ke arah yang benar, maka kita kaum Muslimin dengan pasti mengetahui
bahwa pembahasan demonstratif tidak akan membawa pertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh syar’. Sebab kebenaran tidak akan berlawanan dengan
kebenaran yang lain, melainkan mencocoki dan menjadi saksi atasnya.”16
Ibn Rusyd menyebutkan bahwa adanya tiga wujud yang disepakati
mutakalimi dan para filosof. Dua wujud berada di dua ujung dan sebuah lagi
berada di tengah. Wujud pada ujung pertama ialah wujud yang adanya dari
sesuatu yang lain dan dari sebab aktif, serta dari materi yang didahului oleh
zaman. Wujud macam ini ialah keadaan semua benda yang terjadinya dapat
disaksikan dengan indera, seperti terjadinya air, udara, bumi, binatang, tumbuh -
tumbuhan, dan lain - lain. Wujud seperti ini disepakati oleh semua pihak untuk
dinyatakan sebagai wujud yang baru.
Ujung yang berlawanan adalah wujud yang tidak terjadi dari sesuatu
yang lain, tidak dari sebab aktif (tanpa sebab) dan tidak didahului oleh zaman.
Wujud macam ini disepakati untuk disebut wujud yang qadim (tanpa awal).
Wujud ini dapat diketahui dengan bukti rasional yaitu wujud Allah SWT yang
15
Dedi Supriyadi, pengantar filsafat islam……., hlm.229
16
Ibn Rusyd, Fasl al-Maqal, terjemahan Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Muslim (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h. 215-216.
48
membuat segala sesuatu, yang mewujudkan segala sesuatu dan yang memelihara
segala sesuatu.
Wujud macam ketiga ini telah mengandung keserupaan dari wujud yang
aktual dan hakiki. Juga dari wujud yang qadim. Yang meneknkan pada unsur
keserupaan dari wujud yang qadim, menamakannya qadim, dan yang lebih
menekankan keserupaannya dari wujud yang baru, menyebutnya muhdas (baru).
Pada hakikatnya wujud macam ketiga itu tidak muhdats hakiki dan tidak qadim
hakiki. Sebab muhadas hakiki tidak bertahan secara pasti dan yang qadim hakiki
tidak bersebab adanya. Ada pula yang menyebut bahwa alam itu muhdas azali
yaitu Plato dan para pengikutnya, sebab menurut mereka zaman terbatas dari
yang lewat.
Ibn Rusyd kemudian menyimpulkan bahwa tentang terjadinya alam yang
diperselisihkan ta’wilnya itu pada hakikatnya tidak berjauhan, sehingga tidak
beralasan untuk sebagian mengkafirkan sebagian yang lainnya. Menyebut alam
qadim atau hadits hanya karena perbedaan sudut pandang saja. Dinisbatkan
kepada Allah yang menciptakan alam, maka adalah ciptaanNya yang ada setelah
diciptakan. Tetapi ditinjau dari segi alam sendiri, karena adanya zaman sebagai
akibat adanya gerak dalam alam , maka tidak dapat dikatakan terjadinya alam
adalah dalam zaman tertentu. Karena tidak dapat dikatakan terjadinya zaman
tertentu maka alam disini disebut qadim (tanpa awal).17
D. Pembelaan Terhadap Filsafat
Untuk itu ibn Rusyd mengadakan pembelaan terhadap para filosof
dengan membuat kritik terhadap al-Ghazali. Jawaban ibn Rusyd terhadap kritik
al-Ghazali memuat tiga hal, yaitu :
1. Masalah Alam Qadim
Al-Ghazali berpendapat bahwa alam ini bersifat baru, alam diciptakan
dari tiada sama sekali (creatio ex nihilo).18 Ibn Rusyd mengkritik al-Ghazali
bahwa argumen al-Ghazali tidak tepat yaitu menyamakan adat kebiasaan
dengan sebab - sebab alami. Selanjutnya ia menegaskan bahwa argumen al-
17
Ibn Rusyd, Fasl, h. 40-43.
18
Al-Ghazali, Tahafut al Falasifah (Cairo: Dar al-Ma’arif. 1119 H), h. 96-97.
49
Ghazali adalah argumen ahl zahir.19 Di samping itu ibn Rusyd menunjukan
ayat - ayat al Qur’an yang menurutnya alam ini qadim.20
2. Masalah Tuhan Tidak Mengetahui yang Juz’iyat
Mengenai tuduhan al-Ghazali bahwa filosof berpendapat bahwa Tuhan
tidak mengetahui juz’iyat , ibn Rusyd menjawab bahwa para filosof tidak
mungkin berpendapat demikian. Oleh karena itu ibn Rusyd beranggapan
bahwa al-Ghazali keliru dalam menyimpulkan pendapat para filosof. Karena
yang demikian itu tidak pernah dikatakan oleh para filosof. Yang dikatakan
oleh para filosof , menurut ibn Rusyd adalah bahwa pengetahuan Tuhan
tentang perincian yang terjadi di alam ini tidak sama dengan pengetahuan
manusia tentang perincian itu.
3. Masalah Tuduhan bahwa Para Filosof Mengingkari Adanya Hari
Kebangkitan Jasmani
Ibn Rusyd balas menuduh al-Ghazali telah mengatakan hal - hal yang
saling bertentangan. Di dalam tahafut al-falasifah, tidak ada orang islam yang
mengatakan bahwa kebangkitan akan terjadi hanya dalam bentuk rohani.
Pernyataan ini menurut ibn Rusyd, bertentangan dengan beliau tidak
menyebutkan nama buku atau kitab yang dimaksudkan. Dalam buku al-
Ghazali menyebutkan bahwa kebangkitan bagi kaum sufi akan terjadi hanya
dalam bentuk rohani dan tidak dalam bentuk jasmani. Oleh karena itu tidak
terdapat jima’ ulama tentang kebangkitan di hari akhir atau kiamat. Dengan
demikian, kaum filosof yang berpendapat bahwa pembangkitan jasmani itu
tidak ada tidaklah dapat dikafirkan.21
19
Q.S. Hud: 7, Fusilat: 11, al-anbiya:30.
20
Ibn Rusyd, Tahafut, h. 38.
21
Ibid, h. 873-874.
50
PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA
DENGAN DISIPIN ISLAM LAINNYA
Filsafat Islam
Disusun oleh :
Lutfiana 1817405118
2019
51
BAB II
PEMBAHASAN
52
kedua dalam Islam, yakni aliran Illuminasionis yang menjadi tandingan aliran
Paripatetis pendahulunya. Keberhasilan itu berkat penguasaannya yang mendalam
bidang filsafat dan tasawuf.
53
yang sebenarnya adalah semua yang berada di balik langit yang kelihatan, maka
batas antara timur dan barat bukanlah falak bulan, seperti dalam filsafat
Aristotelian, tetapi langit bintang-bintang tetap, atau penggerak yang tidak
bergerak. Selain itu Suhrawardi menyebut sumber dan hasil illuminasi
menggunakan istilah „Nur‟ (cahaya). Istilah susunan dan cahaya-cahaya
disamakan dengan susunan kemalaikatan. Istilah cahaya dan gelap berarti juga ruh
dan materi. Cahayacahaya (anwar) adalah nama lain dari akal-akal, al Anwar al
Qahirah untuk menyebut akal-akal planet, al Anwar al Mujarradat untuk jiwa-jiwa
manusia, dan Nur ala Nur untuk menyebut Allah, al Jauhar al Ghasiq sebagai
tubuh (jism), dan alam barzah-bazrah sebagai alam tubuh-tubuh (al 'Alam al
Ajsam).
Ada dua sisi yang menonjol pada Surawardi secara metodologis dalam membangun
karakteristik pemikirannya, yaitu :
54
Suhrawardi benyak mengutip ayat al-Quran, hadits, dan ajaran-ajaran
sufi terdahulu. Ia mencoba mentransformasikan semua gagasan yang bersumber
bayak itu secara baik dalam kerangka Islam. Pengutipan al_Quran dan Hadits
serta ajaran sufi, sebagaimana dikemukakan Nasr, yang menegaskan bahwa sejak
semula telah ada suatu “olahan abadi” yang tidak ada sesuatu dalam subtansi
manusia yang siap diolah dan diaktualisasikan melalui latihan intelektual dan
penyucian hati. Ia adalah olahan abadi yang diaktulisasikan dan
ditransformasikan oleh filosof. Pythagorean dan Plato kepda sufi Abu Yazid al-
Bustami dan Abu Mnasur al-Hallaj direstorsi dalam keagungan penuh oleh
Suhrawardi, yang mengkombinasikan pengetahuan batin dari guru-guru tersebut
dengan disiplin intelektual seperti filosof al-Farabi dan Ibn Sina. Suhrawardi,
bagaimanapun tidak pernah menguasi rantai sejarah yang berhubungan dengan
diriny pada tradisi panjang kebijaksanaan, tetapi menegaskan bahwa makna
sesungguhnya pencapaian pengetahuan ini adalah melalui Tuhan dan kitab suci-
Nya itulah mengapa ia mendasarkan dirinya sendiri begitu banyak pada al-Quran
secara ketensif dalam karya-karya filosofinya.
55
iluminasi dan dengannya mewujudkan dan membawa segala sesuatu menjadi
wujud, serta memberi kehidupan kepada wujud-wujud itu dengan sinarnya.
Akan tetapi, kata Zuhrawadi, segala sesuatu dapat dibagi menjadi “cahaya
dalam hakikat dirinya. Dan “sesuatu yang bukan cahaya hakikat dirinya, yakni
kegelapan atau bukan cahaya. Cahaya itu bertingkat-tingkat yang berbeda
kekuatan dan kelemahannya, kejelasan dan ketidakjelasannya, terang dan
redupnya. Cahaya itu sendiri mempunyai dua jenis, ada yang fakir dan
membutuhkan, seperti cahaya akal dan jiwa manusia, ada yang kaya dan absolut,
yang tidak mebutuhkan sama sekali, karena tidak ada lagi cahaya diatasnya, yaitu
al-Haqq yang maha suci.
56
pembedaan yang, dibuat para filosof untuk membedakan Tuhan dengan manusia.
Menurutnya, pembedaan ini semata-mata bersifat mental dan subyektif. Dengan
begitu Suhrawardi mengakui bahwa realitas ini rangkaian kesatuan yang satu lagi
homogenyang hanya diputus-putus oleh”lebih atau kurang” atau “tingkat-tingkat
wujud”.
57
Mullasadra
Disusun oleh :
Kelas 2 PGMI C
2019
58
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Mullasadra
Sadr al-Din Muhammad b. Ibrahim b. Yahya Qawami Shirazi
(1571-1636) yang lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra pada dasarnya
dapat dikatakan sebagai filsuf Islam yang paling penting setelah Ibnu Sina.
Filsuf ini diberi gelar juga sebagai Sadr al-Muta’allihin atas pendekatan
yang digunakannya dalam mengombinasikan filsafat, teologi, dan intuisi
mistik. Ia memperjuangkan sebuah metode filosofis radikal yang
melampaui dikotomi sederhana antara model pengetahuan melalui
penalaran rasional-diskursif dengan model pengetahuan yang lebih intuitif,
puitis, dan non-proporsional. Inilah yang kemudian membuat Sadra
kemudian menjadi terkenal sebagai pemikir yang sanggup merevolusi
doktrin eksistensi metafisika Islam, sehingga Sayyed Hossein Nasr dan
Henry Corbin menyebutnya sebagai “School of Isfahan”.
Mulla Sadra adalah anak tunggal yang lahir dari keluarga
terpandang di daerah Shiraz, Iran Selatan, sekira tahun 979 H/1571-72 M.
Ia merupakan anak yang cerdas dan memiliki minat yang tinggi untuk
belajar segala disiplin keilmuan. Pada tahun 1000 H/1591 M Sadra
berangkat ke daerah Qazvin dan kemudian bertolak lagi ke Isfahan pada
tahun 1006 H/1597 M untuk belajar filsafat, teologi, tradisi kenabian
(prophetic tradition), dan hermeneutika al-Qur’an pada dua orang guru
utama, yakni Mir Muhammad Baqir Damad Astrabadi dan Syakh Baha’
al-Din ‘Amili yang dikenal sebagai Syakh Baha’i (w.1030 H/1620-21 M),
seorang ahli hukum unggulan di Isfahan pada masa pemerintahan Shah
Abbas I.
Sadra belajar filsafat dan teologi, khususnya filsafat peripatetik
melalui telaah atas karya-karya dan pemikiran Ibn Sina (w. 428 H/1037)
dan Bahmanyar (w. 458 H/1066 M) dari Mir Damad. Ia juga mengkaji
filsafat pseudo-Aristotelian dan Plotiniana Arabika (khususnya yang
59
disebut sebagai Teologi Aristoteles), dan karya-karya Illuminationist dari
Suhrawardi (w. 586 H/1191). Sedangkan dari Shaykh Baha’i, seperti
halnya murid-muridnya yang lain, Sadra mempelajari ilmu tafsir al-Qur’an
dan tradisi para Imam Shi’ah beserta segenap doktrin Shi’ah.22 sumber lain
dikatakan banwa Sadra adalah seorang filosof yang paling dihormati
dalam Islam, khususnya di kalangan intelektual Muslim sekarang ini.
Gelar kehormatannya Shadr al-Din (ahli agama), menunjukkan derajat
tingginya di dalam lingkaran teologis tradisional, smentara sebutannya
sebagai “Teladan” atau Otoritas Filosof-filosof Ilahi (Sadr al-
Muta’allihin) memandakan posisi uniknya dimata generasi-generasi
filosof yang datang setelahnya.
B. Karya-Karya Mullasadra
22
(jurnal Dalam eksistensialisme mulla sadra fak.tarbiyah IAI Nurul jadid Probolinggo, Faiz hal
438-439)
60
Merupakan salah satu masterplace yang paling terkenal dari
mullasadra. Bisa dinilai sebagai ringkasan dari Al-Hikmah al-muta’aliyyah
karena mengandung seluruh aspek penting dari doktrin-doktrinnya.
3. Al-Mafatih al-Gharib
Berisi doktrin-doktrin ‘irfani tentang metafisika, kosmologi, dan
eskatologi serta banyak berisi rujukan terhadap Al-Qur’an dan Hadis.
Karya ini ditulis sebagai pendahuluan terhadap karyanya yang lain dalam
bidang tafsir
4. Kitab al-Masyair
Mengandung sinopsis dari pandangan ontologisnya karena
didalamnya terkumpul fondasi filsafatnya yang fundamental.
5. Al-hisyr (tentang kebangkitan)
Kitab ini terdiri atas delapan bab yang menjelaskan hari
kebangkitan dan semua ciptaan Tuhan, benda materi, manusia, dan
tumbuhan akan kembali kepada-Nya.
6. Al-Hikmah Al ‘Arsyiyah (hikmah yang diturunkan dari ‘Arsy illahi)
Kitab ini menjelaskan Tuhan dan kebangkitan (resurrection) dan
kehidupan manusia setelah mati.
7. Hudust Al-Alam
Kitab ini membicarakan asal muasal penciptaan alam dan
kejadiaanya dalam waktu berlandaskan atas al-harakah al-jauhariyh dan
penolakan atas pemikiran Mir Damad.
8. Kasr Al-ashnam al-Jahiliyah fi Dhaimni al-mutashawifin
Pemusnahan berhala jahiliyah dalam mendebati mereka yang
berpura-pura menjadi ahli sufi. Kitab ini adalah mereka yang berpura-pura
menjadi sufi dan meningkatkan syariat.
9. Kalq Al-A’mal
Kitab ini membicarakan sifat kejadian perbuatan manusia,
kebiasaan atau ketentuan atas tindakan manusia.
10. Al-Lama’ah Al-Masyiriqin Fi Al-Funun Al-Mantiqiyah (percikan cahaya
illuminasiois dalam seni logika)
61
Kitab ini terdiri atas sembilan bab dan merupakan modofikasi dari
hikmat Al-irsyraq nya Suhrawardi.
11. Al-Mabda’wa Al- Ma’ad (permulaan dan pengembalian)
Kitab ini berisikan tentang metafisika, kosmologi, dan eskatologi.
12. Al-mizaj tentang perilaku persaan)
Kitab ini membicarakan perilaku akibat dari bawaan, perangai, dan
sifat sebagai cabang dari ilmu jiwa.
13. Mutasyabihat Al-Qur’an (ayat-ayat Mutasuabihat dalam Al-Qur’an)
Kitab ini membicarakan ayat-ayat Qur’an yang sukar dipahami
dan metafosis dari sudut gnosis.
14. Al-Qadha wa Al-Qadar fi Af’ali Al-Basyar (tentang masalah Qadha dan
Qadar dalam perbuatan manusia)
Kitab ini membahas tentang ketetapan, kebebasan, dan bagaimana
pemberian illahi dapat dilihat dari kacamata manusia.
15. Asy-syawahid Ar-Rububiyah fi Al-manahij as-sulukiyah (penyaksian
illahi akan jalan kearah kesederhanaan rohani)
Kitab ringkasan doktrin-doktrin mullasadra yang paling lengkap
yang ditulis berdasarkan tinjauan gnosis.
C. Pemikiran-Pemikiran Mullasadra
2. Mulla Sadra membedakan dengan tegas antara konsep tentang mafhum al-
wujud (wujud) dan haqiqah al-wujud (realitas wujud)23. Yang pertama,
adalah konsep yang terjelas dan yang paling mudah dipahami dari semua
konsep, sedangkan yang kedua, adalah yang terkabur dan tersulit karena ia
mensyaratkan persiapan mental ekstensif dan juga penyucian jiwa agar
memungkinkan intelek yang berada dalam diri seseorang berfungsi
sepenuhnya tanpa selubung-selubung nafsu, dan agar dapat melihat wujud
sebagai realitas.
23
Abdullah, dalam jurnal (Menelaah Sisi Eksistensialisme Teosofi Transenden Mullasadra),
Volume 7 Nomer 2 Tahun 2012, hlm. 8.
62
3. Tasykik al-Wujud ( Gradasi Wujud )
63
MAKALAH FILSAFAT ISLAM
“MUHAMMAD IQBAL”
Anin (1817405093)
2 PGMI C
2019
64
BAB II
PEMBAHASAN
65
C. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal
1. Ego
Konsep dasar dari filsafat Iqbal adalah konsep tentang hakikat
ego. Bahkan, konsep ini dijadikan pondasi bagi pemikirannya.
Pembahasan berkaitan dengan ego dikupas dalam karyanya Asrar-I
Khudi. Iqbal mengemasnya dalam berbagai puisi dan kumpulan
ceramahnya yang kemudian dibukukan dengan judul The
Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Pencarian ego adalah pencarian untuk mendapatkan definisi
yang lebih tepat untuk dirinya. Tindakan tersebut tidak terbatas pada
tindakan intelektual, melainkan suatu tindakan fundamental yang
kreatif untuk memperdalam seluruh wujud ego dan mempertajam
kemauannya. Inilah saat kebahagiaan terginggi dan juga percobaan
besar bagi eo ketika ego menyadari bahwa dirinya bukanlah sesuatu
yang dikenal melalui konsep, melainkan sesuatu yang harus dibangun
secara terus meneruas agar mengalami perkembangan.
2. Ketuhanan
66
Tahap Ketiga, periode ini berlangsung dari tahun 1920 sampai
1983. Tahapan ini merupakan pengembangan menuju kematangan
konsepsi Iqbal tentang ketuhanan. Menurutnya, Tuhan adalah
“Hakikat sebagai suatu keseluruhan”. Lalu, Hakikat sebagai suatu
keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu
dan suatu ego. Dengan kata lain, Ia merupakan Ego Mutlak, karena
Dia meliputi segalanya; tidak ada sesuatu pun di luar Dia. Ego Mutlak
juga merupakan Ego Tertinggi yakni suatu Pribadi (individualitas).
67
FAZLUR RAHMAN
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
68
BAB II
PEMBAHASAN
Fazlur Rahman adalah seorang pemikir Islam yang lahir pada saat umat Islam
sedang mengalami tantangan yang demikian besar dari arus modernitas yan terjadi
di dunia Islam. Umat Islam dituntut untuk segera mencari bentuk peran,
menetapkan posisi dan mengokohkan landasan ideologis dalam menhadpi
tantanan modernitas dan masa depan yang akan dialaminya. Rahman adalah
seoran filosof, pendidik dan pemikir modernis muslim, pemikir yang sangat
menyadari karakter radikal modernitas dan kemungkinan-kemungkinan eksplosif
terhadap umat Islam serta meyakini bahwa agama dapat menyelamatkan manusia
modern ini, lahir dalam keluarga muslim yang sangat saleh dan taat menjalankan
69
ibadah. Tidak heran jika pada usia sepuluh tahun ia telah mampu melafalkan al-
Qur’an di luar kepala.
70
E. Metode Pendidikan
71
FILSAFAT ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam
Dosen pengampu :
Di susun oleh :
2019
72
BAB II
PEMBAHASAN
24
Ibid, hlm. 78
73
intelektual Barat. Setelah itu kembalai ke Iran dan mengajar di
Universitas Teheran bersama beberapa tokoh terkemuka.
25
Ahmad Fikri R. 2 November 2011. Jurnal Penelitian. 8 (2): 307-324.
74
rasionalisme, positivisme, atau empirisme, bukan pula sekedar
mengimbangi materialisme (sebagai sikap hidup) dengan spiritualisme.
Tetapi lebih dari itu jiwa dan inti ajaran sufisme diletakkan sebagai aksis
atau pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Dawam
Rahardjo, 1985: 593). Lebih lanjut, Sayyed Hossein Nasr mendudukkan
sufisme sebagai puncak esensi spiritual dan dimensi esoteris Islam yang
menarik perhatian hampir semua pihak yang merasa perlu menemukan
kembali pusat eksistensi, dengan menaati pesan dari pusat tersebut dalam
bentuk kesuciannya (Sayyed Hossein Nasr, 1983: 77).
Sayyed Hossein Nasr lebih senang menyebut dirinya seorang
“neotradisionalis” atau penganut filsafat perennial (Sayyed Hossein Nasr,
1983: xxxiii) dengan mengedepankan asas-asas tradisi yang senantiasa
berada dalam dimensi ajaran-ajaran yang suci yang universal dan akan
senantiasa ada bersama eksisnya seluruh alam semesta.26 Pengembaraan
yang dilalui oleh Seyyed Hossein Nasr dalam pencarian konsep
keabadian mempertemukannya dengan tulisan-tulisan A.K.
Coomaraswamy yang membawanya kepada samudra pemikirannya atas
konsep filsafat perennial disamping juga ajaran Hindualisme dan tradisi
India. Kekayaan terhadap tulisan-tulisan Aurobindo, S. Radhakrishnan
dan S. Dagupta (Adnan Aslan,2004: 23).
C. Karya-Karya Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr merupakan salah satu tokoh uang produktif
dalam mewadahi semua pemikiran yang dimilikinya, banyak karya-
karyanya yang dijadikan rujukan pemikiran para ilmuwan, akan tetapi
pembahasan terhadap karya-karya Sayyed Hossein Nasr dalam bagian ini
tidak akan dicantumkan seluruhnya kaena sebagian besar dari karya-
karyanya yang ada baik dalam bentuk artikel maupun jurnak banyak
bermuara dari buku-buku berikut ini: 27
26
Loc.Cit, hal 25.
27
Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), 71.
75
1. An Introduction to Islamic Cosmological Doctrin: Conseption
of Nature and Methodes for studyy ikhwan ash-Shafa, al-Birani
and Ibn-Sina (1964).
2. Three Muslim Sages; Ibn-Sina, Subrawardi dn Ibn-Sina (1961-
1962).
3. Science and Civiization in Islam (1968).
4. Idealis and Realias of Islam (1964-1965).
5. Man and Nature (1968).
6. Ialam and the Plight of Modern Man (1975).
7. Sufi Essays (1972).
8. Knowledge and Sacred (1981).
9. Islamic life and Thought (1981).
10. Traditional Islam in the Modern World (1987).
11. Islam, Art an Spiritualty (1987).
12. The Need for Sacred Science (1993)
13. A Young Muslim’s Guide to the Modern World (1993).
14. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (2002).
15. Islam: Relegion, History, and Civilization (2003).
Dari buku-buku diatas sumber-sumber pemikiran Syyed
Hossein Nasr dalam dimensi perennial banyak
diperbincangkan, dari konsepsinya atas makna Islam yang
universal, dengan pesan-pesannya untuk kemanusiaan, serta
dilema manusia modern dan alternatif untuk keluar dari dilema
itu sendiri Sayyed Hossein Nasr telah membahasnya dalam
beberapa bukunya diatas
76
HASAN HANAFI
Disusun oleh :
FILSAFAT ISLAM
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2019
77
BAB II
PEMBAHASAN
Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia
besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan
sampai dengan Eropa moderen.[1] Hal ini menunjukkan bahwa Mesir, terutama
kota Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan
Hasan Hanafi. Selain itu ia juga mempelajari pemikiran sayyid Quthub tentang
Dokternya sekaligus dengan tesis. Disamping dunia akademik Hanafi juga aktif
Persatuan Masyarakat Fislafat Islam Mesir, anggota Ikatan Penulis asia-afrika dan
[1]
‘Iwad, Dirasat fi al-Hadlarat, Kairo: Dar al-Mustaqbal al-‘Arabiy, 1989, h. 133
78
tersebar di dunia Arab dan Eropa. Tahun 1981 memprakarsai dan sekaligus
menulis 20 buku dan puluhan makalah ilmiah yang lain. Karyanya yang popular
ialah Al-Yasar al-Islami (Islam kiri), Min al-`Aqidah ila al-Thawrah (Dari
Modern World (1995), dan lainnya. Ternyata, Hasan Hanafi bukan sekadar
Hasan hanafi adalah guru besar pada fakultas filsafat Universitas Kairo. Ia
muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar.
antara tahun 1972-1976 ketika ia berada di Amerika Serikat, dan terbit pertama
kali pada tahun 1977. Pada bagian pertama buku ini ia merekomendasikan metode
79
dengan revolusi, dan ia menawarkan fenomenologi sebagai metode untuk
Sementara itu Dirasat Islamiyyah, yang ditulis sejak tahun 1978 dan terbit
keislaman klasik, seperti ushul fikih, ilmu-ilmu ushuluddin, dan filsafat. Dimulai
an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-
masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-
Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis
ia menulis Al-Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan
28
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolosi, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 13
80
Selanjutnya, pada tahun-tahun 1985-1987, Hanafi menulis banyak artikel
Beberapaartikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the
Modern World (2 jilid). Selain berisi kajian-kajian agama dan filsafat, dalam
sosial, seperti ekonomi danteknologi. Fokus pemikiran Hanafi pada karya karya
terakhir ini lebih tertuju pada upaya untuk meletakkan posisi agama serta
filsuf muslim yang menarik untuk dikaji. Ada beberapa hal yang menarik dari
pemikiran Hanafi.
81
Kedua, teologi tradisional Islam lahir dalam konteks sejarah ketika sistem
dipercayai termasuk dalam aliran mu’tazilah dan juga pemikirannya yang masih
Barat. Dari pendapat yang berbeda, ada yang pro dan kontra terhadap pemikiran
Hanafî adalah seorang ilmuwan yang aktif, gigih, dan memiliki perhatian besar
bagi kehidupan beragama (Islam) dan bangsa. Perhatiannya itu ia tuangkan dalam
gagasan “Kiri Islam”. Oleh karena itu, kiranya dipandang perlu mengetahui
muslim.
82
a) Pikiran Pokok Kiri Islam
Tema sentral dari pemikiran Hassan Hanafî yang terdapat dalam gagasan Kiri
diklasifikasi pada tiga isu besar, yakni (1) revitalisasi khazanah Islam klasik; (2)
Urgensi penentangan atas peradaban Barat; dan (3) realitas faktual dunia Islam.
Sebab Kiri Islam sendiri berakar pada dimensi revolusioner dan juga khazanah
Islam klasik.
Dalam hal ini, Hanafî membagi khazanah Islam klasik menjadi beberapa ilmu
dîn, ushûl al-fiqh, filsafat, dan sufisme. Kedua, ilmu-ilmu rasional, seperti
tradisional seperti ilmu al-Qur‟an, ilmu hadîst, sirah Nabi Muhammad saw, fiqh,
dan tafsîr. 24 Dalam hal itu, yang ia maksudkan dengan “revolusi khazanah Islam
manusia dan demokrasi. Unsur tersebut itulah yang dimaksudkan dengan ke-
“kiri”-an yang dalam hal ini, antara lain, menunjuk kelompok Mu„tazilah.
Demikian juga dalam hal fiqh, madzhab Mâlikiyah sebagai “kiri”, dan fiqh
sebagai “kiri” dan tafsîr bi al-Ma‟tsur sebagai “kanan”. Kiri Islam, sebagai
83
paradigma yang independen dalam pemikiran, memandang Mu’tazilah sebagai
menurut Hanafî adalah lebih merupakan prinsip rasional murni daripada konsep
al- Ur’wah al-Wutsqa, Kiri Islam memiliki keterkaitan dengan agenda al-Afghânî,
dan keadilan sosial, serta (berhasrat) mempersatukan kaum muslim yang telah
mendunia.
Dengan kata lain, tugas Kiri Islam adalah mendorong peradaban Barat
sebagai tema studi khusus, objek telaah, bagi peradaban non-Barat. Berkaitan
dengan hal itu, Hanafî lalu mengusulkan “oksidentalisme” sebagai (kajian)
tandingan bagi “orientalisme” dalam rangka mengakhiri mitos Barat dimaksud.
Hal itu dapat dilakukan dengan memperhatikan dua arah; aspek perkembangan
dan strukturnya. Sebab, biasanya suatu perkembangan melahirkan struktur, tapi
peradaban Barat berkembang sebelum adanya struktur, sehingga struktur
dilahirkan oleh perkembangannya.
Peradaban itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) sentripetal
di mana ilmu berkeliling di seputar satu pusat, dan (2) sentrifugal di mana ilmu itu
keluar dari pusat. Dalam konteks ini, tandas Hanafî, peradaban Islam bersifat
sentripetal dan peradaban Barat bersifat sentrifugal. Realitas Dunia Islam.
84
Gagasan Kiri Islam sesungguhnya memberikan gambaran riil situasi dunia Islam,
bukan gambaran secara normatif. Realitas dan angka-angka statistik dibiarkan
berbicara sendiri tentang dirinya. Sementara, pemikiran keagamaan selama ini
hanya bertumpu pada model “pengalihan” yang hanya memindahkan bunyi teks
kepada realitas, padahal metode teks seperti itu membutuhkan pembuktian. Sebab,
ia hanya memperjuangkan orang-orang Islam sebagai suatu prinsip, tetapi tidak
memperjuangkan muslim sebagai rakyat.
Telah kita lihat, meskipun dalam beberapa hal menolak dan mengkritik Barat,
Hanafi banyak menyerap dan mengonsentrasikan diri pada kajian pemikir Barat
pramodern dan modern. Oleh karena itu, Shimogaki mengkatagorikan Hanafi
sebagai seorang modernis-liberal, karena ide-ide liberalisme Barat, demokrasi,
rasionalisme dan pencerahan telah banyak mempengaruhinya.
Pemikiran Hanafi sendiri, menurut Isaa J. Boulatta dalam Trends and lssues
in Contemporary Arabs Thought bertumpu pada tiga landasan: 1) tradisi atau
sejarah Islam; 2) metode fenomenologi, dan; 3) analisis sosial Marxian Dengan
demikian dapat dipahami bahwa gagasan semacam Kiri Islam dapat disebut
sebagai pengetahuan yang terbentuk atas dasar watak sosial masyarakat (socially
contructed) berkelas yang merupakan ciri khas tradisi Marxian.
85
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradsional, Hanafi
menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem
kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks sosial-politik yang terjadi.
Teologi tradisional, kata Hanafi, lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman
sistem kepercayaan, yakni transendensi Tuhan, diserang oleh wakil-wakil dari
sekte-sekte dan budaya lama.
Teologi dapat berperan sebagai suatu ideologi pembebasan bagi yang tertindas
atau sebagai suatu pembenaran penjajahan oleh para penindas. Teologi
memberikan fungsi legitimatif bagi setiap perjuangan kepentingan dari masing-
masing lapisan masyarakat yang berbeda. Karena itu, Hanafi menyimpulkan
86
bahwa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang berdiri sendiri, terlepas dari
keinginan manusiawi.
Asumsi dasar dari pandangan teologi semacam ini adalah bahwa Islam, dalam
pandangan Hanafi, adalah protes, oposisi dan revolusi. Baginya, Islam memiliki
makna ganda. Pertama, Islam sebagai ketundukan; yang diberlakukan oleh
kekuatan politik kelas atas. Kedua, Islam sebagai revolusi, yang diberlakukan oleh
mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin. Jika untuk
mempertahankan status-quo suatu rezim politik, Islam ditafsirkan sebagai tunduk.
Sedang jika untuk memulai suatu perubahan sosial politik melawan status-quo,
maka harus menafsirkan Islam sebagai pergolakan.
87
BIOGRAFI PENULIS
Saya adalah seorang perempuan kelahiran Kota Purbalingga dan dilahirkan tepat
pada tanggal 7 Oktober 2000. Bapak dan ibu saya memberi nama Anis Dwi
Oktafiani. Ayah saya bernama Margianto dan ibu saya bernama Sunarti.
Dikeluarga, saya adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak saya bernama Fajar
Mu’alif dan adiksaya bernama Hanif Ferdiansyah.
88