Anda di halaman 1dari 36

CRITICAL BOOK REPORT (CBR)

FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Oleh :

Nama : William Januario Manik (5233142028)


Mata Kuliah : Pendidikan Filsafat
Dosen Pengampu : Dr. Farihah, M.Pd.
PENDIDIKAN TATA BOGA
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa karena berkatrahmat dan karunia-Nya kepada
kita semua, sehingga kita dapat terus beraktivitas dan berkaryaapa
yang telah kita rencanakan dapat berhasil sesuai dengan rencana.

Rasa bahagia saya yang tak terhingga karena saya telah


dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pengampu
mata kuliah Filsafat Pendidikan.

saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna. Oleh karena itu, kritik dansaran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu di harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Sehingga dikemudian hari makalah
berikutnya akan menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua


pihak yang telah berperan sertadalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Saya berharap makalah ini bermanfat
bagi pembaca. Demikian yang dapat saya sampaikan terima
kasih.
DAFTAR ISI

1. BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang…………………………………
…………………

1.2. Rumusan
Masalah……………………………………
…………...

1.3. Tujuan……………………………………
……………………….

2. BAB II RINGKASAN BUKU


3. BAB III PEMBAHASAN
4. BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, kata


berangkai dari kata philein yang berarti mencitai, dan sophia
berarti kebijaksanaan. Philosophia berarti: Cinta atau
kebijaksanaan (Inggeris: Love of wisdom, Belanda Wijsbegeerte.
Arab: Muhibbu al- Hikmah). Orang yang berfilsafat atau orang
yang melakukan filsafat disebut “filsuf” atau “filosof”, artinya
pencinta kebijaksanaan.Versi lain menjelaskan bahwa: Filsafat
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi semantik dan segi
praktis.

Kata filsafat berasal dari bahasa Arab: falsafah (hikmah),


yang berasal dari bahasa Yunani, philo sophia = pengetahuan,
hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Inggris philosophy
yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.
Maksudnya semua orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana
dan disebut “filosuf”.
Filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan, seorang filosuf
adalah pencari kebijaksanaan, ia adalah pencinta kebijaksanaan
dalam arti hakikat. Seorang filosuf mencintai atau mencari
kebijaksanaan dalam arti yang mendalam atau mencari kebenaran
sampai ke dasar-dasarnya. Orang yang cinta kepada pengetahuan
disebut philosopher, dalam bahasa arabnya disebut failasuf.
Pencinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan tujuan
hidupnya, atau mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Filsafat dan pengetahuan saling berkaitan antara keduanya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


A. Apa itu filsafat Pendidikan?
B. Bagaimana pandangan dari orang yang berbeda
tentang filsafat Pendidikan?
C. Bagaimana perbandingan antara buku filsafat dari
2(dua) sumber yang berbeda?
D. Apa kelebihan dan kekurangan dari masing masing
buku filsafat yang berbeda?
1.3. TUJUAN
A. Diharapkan dapat mengerti tentang filsafat
Pendidikan.
B. Diharapkan dapat memperluas pengertian filsafat
Pendidikan dari sumber yang berbeda.
C. Diharapkan dapat menganalisis filsafat Pendidikan
dari buku yang berbeda dengan baik.
BAB II

RINGKASAN BUKU

2.1. PENGERTIAN UMUM

Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang


mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang
dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan. Metode yang dilakukan yaitu dengan analisis secara
kritis struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat pendidikan
berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan

Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang


mempunyai makna sendiri. akan tetapi ketika digabungkan akan
menjadi sebuah tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum.
2.2. PENGERTIAN MENURUT BEBERAPA AHLI

Adapun pengertian filsafat menurut beberapa ahli yaitu sebagai


berikut:

1. Plato, mengatakan bahasa filsafat tidaklah lain dari pada


pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah
menyelidiki sebab dan asal segala benda. Dengan
demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
3. Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan
pangkal ssegala pengetahuan dan pekerjaan.
4. Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre:
ilmu dari ilmu-ilmu yakni ilmu yang umum, yang menjadi
dasar segala ilmu.
5. Ibnu Sina, membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori
dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama,
di mana dasarnya terdapat dalam syari’at tuhan, yang
penjelasan dan kelengkapanya diperoleh dengan tenaga
akal manusia.

Maka dari pengertian-pengertian diatas dapat kita simpulkan


bahwa filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara
menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara logis, kritis,
rasional, dan spekulatif. Alat yang digunakan untuk mencari
kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam
berpikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran
berpikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan
universal.

2.3. FUNGSI DAN MANFAAT


Filsafat adalah akar dari semua ilmu. Pernyataan itu akan
memberikan banyak jawaban dari pertanyaan perihal kegunaan
filsafat. Tanpa pertanyaan filosofis, tidak akan ada persoalan baru
yang harus dipecahkan dan menjadi ilmu yang berguna bagi
kehidupan manusia. Masalah adalah salah satu pemicu terbesar
dari perubahan. Tanpa masalah, suatu kelompok tidak akan
mampu berkembang. Jika manusia terus mengangkat paham
kolonialisme, maka perang tidak akan pernah berhenti di muka
bumi. Ya, pada masanya kolonialisme adalah paham yang
dianggap tepat guna, sehingga semua peradaban terbesar di dunia
berlomba-lomba untuk mengolonialisasi setiap ujung dunia yang
belum terjamah oleh peradaban canggih.

Selain itu, mempermasalahkan hakikat persoalan dan


mempertanyakan jawaban yang dikembangkan, akan membuat
kita lebih arif dan bijaksana dalam mengarungi kehidupan dan
memahami alam dunia. Contoh manfaat lainnya adalah
bagaimana filsafat ilmu membentuk ilmu pengetahuan yang
berawal dari hipotesis semata,

2.4. FILSAFAT MENURUT BUKU

BUKU 1

Judul Buku : FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN


Penulis : Drs. H. Abdul Muis Thabrani, MM
Editor : Drs. Ainur Rafik, M.A
Penerbit : IAIN Jember Pres
Tahun Terbit : OKTOBER 2015
ISBN : 978-602-414-018-2
BAB 1
LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Landasan filosofis pendidikan perlu dikuasai oleh para
pendidik, adapun alasannya antara lain: Pertama, karena pen
didikan bersifat normatif, maka dalam rangka pendidikan
diperlukan asumsi yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi
pendidikan yang bersifat normatif itu antara lain dapat ber
sumber dari filsafat. Landasan filosofis pendidikan yang ber
sifat preskriptif dan normatif akan memberikan petunjuk tentang
apa yang seharusnya di dalam pendidikan atau apa yang dicita-
citakan dalam pendidikan. Kedua, bahwa pendidikan tidak
cukup dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat
parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang pula
secara holistik. Adapun kajian pendidikan secara holistik dapat
diwujudkan melalui pendekatan filosofis.

B. Karaktristik Filsafat Dalam Pendidikan


Mendeskripsikan filsafat sering dikonotasikan dengan
sesuatu yang besifat prinsip dan sering juga dikaitkan pada
pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar. Padahal
semua yang ada di alam ini sudah sejak awal menjadi pemikiran
dan teka-teki yang tak ada habis-habisnya untuk diselidiki
sehingga menjadi fundamen timbulnya filsafat. Dengan kata lain,
filsafat adalah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budi-
nya untuk memahami secara radikal, integral dan universal
tentang hakikat Tuhan, alam, dan manusia, serta sikap manusia
dengan konsekuensinya tentang pemahamannya terhadap filsafat.

C. Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan


Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam empat macam,
yaitu:
A. Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat
subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan;
B. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang
hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan;
C. Metodologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang
hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu
pendidikan;
D. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang
hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.
BAB 2

HUBUNGAN FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A. Hakikat Manusia dalam Pandangan Filsafat


Upaya pemahaman hakikat manusia sudah dilakukan sejak
dahulu, namun sampai sekarang belum mendapat pernyataan
yang benar-benar tepat dikarenakan manusia itu sendiri yang
memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain
berbeda-beda. Para filosof memberikan sebutan kepada
manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan
manusia di bumi ini;
1. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang
mempunyai budi,
2. Manusia adalah Animal Rational, artinya inatang yang
berpikir,
3. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang
pandai menciptakan inata dan menjelmakan pikiran manu
sia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
4. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang
terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga
Tool making Animal yaitu inatang yang pandai membuat
alat,
5. Manusia adalah Zoon politicon, yaitu makhluk yang
pandai bekerja sama, bergaul dengan orang lain dan
mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
6. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk
yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat
ekonomis.
7. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang
beragama.
.
B. Manusia dan Sistem Nilai
Nilai atau value, berasal dari bahasa Latin valare atau
bahasa Prancis Kuno valoir yang artinya nilai. Sebatas arti
denotatifnya, valare, valoir, value atau nilai dapat dimaknai
sebagai harga. Hal ini selaras dengan definisi nilai menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diartikan sebagai harga.
Namun kalau kata tersebut sudah dihubungkan dengan suatu
obyek atau dipersepsi dari suatu sudut pandang tertentu, harga
yang terkandung di dalamnya memiliki tafsiran yang bermacam-
macam. Harga suatu nilai hanya akan menjadi persoalan ketika
hal itu diabaikan sama sekali.
BAB 3
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DALAM
PENDIDIKAN

A. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme


Aliran progresivisme mengakui dan berusaha
mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita
kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua
tantangan hidup.
B. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak
awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada
zaman Renaisance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan
progesivisme.
C. Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kem- bali
atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialis- me
memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori mau- pun
praktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari
pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil
pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seorang untuk
bersikap tegas dan lurus.
D. Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris re-
construct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsa- fat
pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern.

E. Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme


Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid
Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli
yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di an- tara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditang- kap
oleh panca indera.

F. Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme


Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris re- construct,
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsa- fat
pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern.
BAB 4

PERANAN, FUNGSI PENDEKATAN FILSAFAT


DALAM MEMECAHKAN MASALAH PENDIDIKAN

A. Peranan Filsafat Dalam Pendidikan


Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan mempunyai
peranan untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengemba-
ngan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan mengha-
silkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala
kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data
kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.

B. Pendekatan Filsafat Dalam Pendidikan

Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk mene-


laah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan
menggunakan metode filsafat.
Pendekatan filsafat memiliki beberapa jenis pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan progresif

Pendekatan dalam disiplin ilmu yang disebut filsafat


pendidikan akan lebih mudah di pahami arti
pengertian bila diajukan pandangan Dewey tentang
pokok masalah, yaitu tentang permasalahan filsafat
pendidikan yang berarti hubu- ngan antara filsafat
dan pendidikan

2. Pendekatan tradisional

Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif


se- cara sederhana dapat dijelaskan dengan bahwa
pada pen- dekatan mengakui dan mementingkan
dunia sana yang trans- cendental metafisis yang
langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan
sekaligus tujuan pendidikan manusia,
BUKU 2

Judul Buku : PHILOSOPHY OF EDUCATION

Nama Penulis : T.W. MODRE

Editor : -

Penerbit : Routledge & Kegan Paul Ltd

Tahun Terbit : 2010

ISBN : 0-203-86110-8
BAB 1

- Filsafat dan Filsafat pendidikan


Filsafat yang memandang pendidikan sebagai proses
memanusiakan peserta didik sehingga mampu berkembang dan
beraktualisasi diri dengan segenap potensi asli yang ada dalam
dirinya. Filsafat pendidikan berhubungan dengan filsafat umum,
sebagian karena tujuannya, tetapi lebih langsung karena
metodenya. Untuk menjelaskan hal ini kita perlu melihat hakikat
filsafat sebagai suatu usaha. Di masa lalu, tugas filsuf dianggap
sebagai tugas untuk memberikan penjelasan yang komprehensif
dan rasional tentang hakikat realitas dan tempat manusia dalam
skema segala sesuatu, dan untuk menangani isu-isu seperti
keberadaan Tuhan, keabadian jiwa dan kehidupan. tujuan alam
semesta. Filsafat yang dilakukan dengan cara ini dan sampai pada
tujuan ini dikenal sebagai metafisika dan sejak zaman Plato
hingga saat ini metafisika dalam satu atau lain bentuk telah
menjadi bidang utama aktivitas filsafat tradisional. Plato,
Aristoteles, Descartes, Spinoza, dan Hegel, misalnya, sebagian
besar sibuk memberikan gambaran keseluruhan tentang realitas
yang didukung oleh argumen-argumen rasional. Masalahnya
dengan filsafat jenis ini, bagaimanapun, adalah bahwa masing-
masing filsuf memberikan penjelasan yang berbeda dan tidak ada
satupun penjelasan yang secara umum memuaskan. Setelah lebih
dari dua ribu tahun spekulasi metafisik, pertanyaan tentang
hakikat realitas yang sebenarnya, keberadaan Tuhan, hakikat
manusia dan jiwanya, serta tujuan alam semesta masih ditanyakan
dan memerlukan jawaban yang dapat diterima secara umum.
Permasalahan yang masih ada dalam filsafat dipandang sangat
kontras dengan sejarah permasalahan yang dihadapi dalam sains.

BAB 2

- Tujuan Pendidikan
Asumsi terpenting yang dibuat dalam teori umum
pendidikan adalah asumsi tentang tujuan yang ingin dicapai, yaitu
tujuan. Ini adalah komitmen terhadap nilai dan prasyarat logis
untuk adanya sebuah teori. Semua teori praktis, terbatas atau
umum, harus dimulai dengan gagasan tentang tujuan yang ingin
dicapai. Secara formal suatu teori umum tentang pendidikan
dapat dikatakan mempunyai satu tujuan saja: menghasilkan
manusia dengan tipe tertentu, yaitu manusia yang terpelajar.
Pertanyaan yang menarik adalah bagaimana memberikan isi
substansial pada tujuan formal ini.
Yang pertama adalah mengembangkan analisis konsep
pendidikan, untuk menguraikan secara rinci kriteria yang
mengatur penggunaan sebenarnya istilah tersebut. Kriterianya
adalah kriteria yang memungkinkan kita membedakan orang
terpelajar dari orang yang tidak terpelajar. Tugas untuk menyusun
kriteria ini jatuh ke tangan filsuf analitis pendidikan. Pada awal
usaha ini kita menemui kesulitan. Istilah 'pendidikan' dapat
digunakan dalam lebih dari satu cara. Dalam salah satu
kegunaannya, ia berfungsi kurang lebih deskriptif. Orang seperti
itu akan mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya memiliki
pengetahuan dan keterampilan tertentu, dan mempunyai sikap-
sikap tertentu yang dianggap berharga. Orang terpelajar adalah
orang yang kemampuan intelektualnya telah dikembangkan, yang
peka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral dan estetika,
yang dapat menghargai sifat dan kekuatan pemikiran matematis
dan ilmiah, yang dapat memandang dunia berdasarkan perspektif
sejarah dan geografis dan yang, terlebih lagi, menghargai
pentingnya kebenaran, keakuratan, dan keanggunan dalam
berpikir.

BAB 3

- Pengetahuan secara umum


Pertanyaan yang kami coba jawab di sini adalah: tentang
apakah pengetahuan itu? apa yang kita bicarakan ketika kita
berbicara tentang pengetahuan? Salah satu jawaban atas
pertanyaan ini diberikan oleh Plato yang membuat perbedaan
yang jelas antara pengetahuan dan keyakinan dan membatasi
pengetahuan pada pemahaman objek-objek tertentu yang tidak
masuk akal yang disebutnya 'Bentuk' atau 'Ide'. Objek-objek ini
berada di luar dunia sehari-hari, di luar ruang dan waktu, dan
hanya dapat diketahui melalui semacam pemahaman intuitif
yang, pikir Plato, berasal dari jenis pelatihan kuasi-matematis
khusus. Benda-benda di dunia sehari-hari, pohon, batu, awan,
manusia, dan sejenisnya tidak dapat diketahui secara pasti, karena
bagi Plato, pengetahuan mencakup semacam kepastian khusus.
Apa pun yang diketahui, pikirnya, pasti diketahui, dan
tampak jelas baginya bahwa kita tidak bisa mempunyai kepastian
mengenai dunia keseharian yang selalu berubah. Tentang dunia
ini, dunia yang penuh fenomena atau penampakan, kita hanya
bisa mempunyai pendapat atau kepercayaan. Pengetahuan adalah
soal memahami kebenaran-kebenaran penting tentang dunia yang
non-fenomenal, penting dalam artian bahwa tidak mungkin ada
kesalahan mengenai hal-hal tersebut. Perkembangan pandangan
ini, pada abad ketujuh belas, mengarah pada apa yang disebut
tradisi rasionalis, yang diasosiasikan dengan filsuf seperti
Descartes, Spinoza, dan Leibnitz, yang menganggap pengetahuan
sebagai analogi pemahaman kebenaran matematika. Pandangan
ini dapat dicirikan dengan mengatakan bahwa ia menganggap
matematika sebagai contoh paradigma pengetahuan. Sangat
mudah untuk melihat mengapa matematika harus dipilih sebagai
paradigma. Karena kebenaran matematika bersifat universal:
kebenaran selalu ada, di mana saja. Terlebih lagi, itu adalah
kebenaran yang perlu. Tiga kali tiga haruslah sembilan: sudut-
sudut dalam sebuah segitiga harus berjumlah 180 derajat.
Menyangkal proposisi-proposisi ini bukan sekadar kesalahan: hal
ini merupakan kontradiksi diri. Penalaran matematis bersifat
demonstratif, atau deduktif. Ia memiliki karakteristik yang
menenangkan bahwa jika premis awalnya diterima dan prosedur
yang benar diikuti, maka kesimpulannya adalah suatu keharusan.
Para filsuf rasionalis tertarik dengan model pengetahuan ini
dan mereka mencoba menggunakannya untuk menetapkan
kebenaran-kebenaran tertentu dan perlu tentang dunia nyata,
kebenaran-kebenaran yang mereka pikir dapat diperoleh dari
prinsip-prinsip yang terbukti dengan sendirinya dan dipahami
sebagaimana kita memahami kebenaran-kebenaran matematika.
dan logika.

BAB 4
MENGAJAR DAN MENDIDIK

>Mengajar dan Mendidik


Mengajar jelas berkaitan erat dengan pendidikan. Masih
diperdebatkan apakah pendidikan dapat berjalan atau tidak jika
tidak ada pendidikan, namun dalam praktiknya pengajaran
merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan.
Konsep mengajar, bagaimanapun, bukanlah sesuatu yang mudah
untuk ditangani. Salah satu alasannya adalah kata ‘mengajar’
bukanlah nama suatu kegiatan. Mengajar mungkin melibatkan
berbagai jenis kegiatan: berbicara, mengajukan pertanyaan,
menulis di papan tulis, menyiapkan situasi di mana siswa dapat
belajar, dan banyak lainnya. Seringkali sulit untuk menarik garis
yang memisahkan pengajaran dari kegiatan lain yang serupa.
Misalnya, apakah memberi informasi berarti mengajar? Apakah
menghukum anak merupakan salah satu bentuk pengajaran?
Apakah seorang guru mengajar dengan sikapnya, cara hidupnya,
teladannya? Apakah berpakaian secara konvensional atau tidak
konvensional merupakan suatu bentuk pengajaran? Dapatkah
seseorang mengajar secara tidak sengaja, secara kebetulan? Ini
bukanlah pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting. Seorang
guru akan bertanggung jawab atas pengajarannya sehingga ia
juga harus jelas mengenai apa yang dianggap sebagai pengajaran
dan apa yang tidak. Analisis yang diberikan pada bagian ini akan
menghasilkan dua kesimpulan.

Pertama, pengajaran itu tentu melibatkan niat agar seseorang


belajar sebagai hasil dari apa yang dilakukannya; kedua, bahwa
pengajaran memerlukan pengakuan baik oleh guru maupun murid
mengenai hubungan khusus yang ada di antara mereka. Mengajar
adalah hal yang disengaja. Mengajar berarti bermaksud agar
seseorang mempelajari sesuatu. Jika niat ini tidak ada, maka apa
pun yang dilakukan agen—bertindak, menghibur, menghibur
dirinya sendiri dia tidak terlibat dalam pengajaran meskipun dia
mungkin sedang mengajar

Suatu Pengantar berpura-pura menjadi. Tentu saja, siswa


tidak perlu belajar apa pun. Mengajar tidak harus berhasil. Tetapi
jika guru melaksanakan tugasnya dengan cara yang sesuai dengan
keadaannya, sesuai dengan usia dan kemampuan murid-
muridnya, dengan maksud agar mereka mempelajari sesuatu,
maka sejauh itulah dia mengajar. Artinya, meskipun seseorang
dapat mengajar namun tidak berhasil, ia tidak dapat mengajar
secara kebetulan atau tidak disengaja. Bisa jadi murid akan
mempelajari sesuatu yang tidak diinginkan oleh gurunya untuk
dipelajari. Dia mungkin belajar sesuatu dari aksen gurunya, atau
tingkah lakunya, atau gaya berpakaiannya, tetapi tidak berarti
bahwa gurunya mengajarinya berbicara atau bertingkah laku atau
berpakaian dengan cara tertentu. Seseorang bisa belajar tanpa
diajar. Guru yang tidak simpatik atau pemarah tidak akan
‘mengajarkan’ seorang anak untuk tidak menyukai sejarah atau
matematika, meskipun anak tersebut mungkin tidak menyukai
mata pelajaran tersebut hanya karena dia tidak menyukai
gurunya.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Filsafat Pebdidikan Menurut :


BUKU 1
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memandang pendidikan
sebagai proses memanusiakan peserta didik sehingga mampu
berkembang dan beraktualisasi diri dengan segenap potensi asli
yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan berkembang dari rasa
ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Ilmu pengetahuan
merupakan upaya khusus manusia untuk menyingkapkan realitas,
supaya memungkinkan manusia berkomunikasi satu sama lain,
membangun dialog dengan mengakui yang lain, dan
meningkatkan harkat kemanusiaannya.

BUKU 2
mampu menjaga kesehatan akal dan jasmani seseorang. Dalam
sebuah negara yang salah satunya Indonesia, keberadaan dan
peranan penting pendidikan diatur oleh Undang-Undang.
filsafat yang memandang pendidikan sebagai proses
memanusiakan peserta didik sehingga mampu berkembang dan
beraktualisasi diri dengan segenap potensi asli yang ada dalam
dirinya.
3.2. PERBANDINGAN KEDUA BUKU
A. Kelebihan
> BUKU 1
- Kelengkapan pembahasannya tentang filsafat Pendidikan sudah
sangat lengkap.
- Banyak bahasa dari filsuf yang dapat dipelajari
- Lebih banyak referensi tentang filsafat Pendidikan yang diambil
dari berbagai sumber
- Cara penyampaian yang dipakai mudah untuk diterima/dicerna
- Pembahasannya mencakup ahli filsuf dari luar Indonesia dan
dari dalam Indonesia
- Penyusun bab dan subbab sudah sistematis

> BUKU 2
- Cover yang cukup berwarna yang membuatnya menjadi lebih
menarik untuk dibaca
- Referensi bukunya mencakup ahli-ahli filsuf dunia secara rinci
- Penjelasannya cukup bisa dimengerti untuk umum
- Pembahasannya langsung ke inti permasalahan.
- Penyusunan setiap bab dan subbab cukup sistematis

B. KEKURANGAN
> BUKU 1
- Cover yang cukup polos yang bisa saja membuat orang kurang
tertarik
- Pemilihan kata yang cukup sulit dimengerti karena ada beberapa
yang sangat asing didengar
- Buku yang sulit dipahami bagi para pemula karena bahasa yang
dipakai sulit dimengerti

>BUKU 2
- Pembahasannya tidak cukup luas, hanya teori para ahli yang
dibahas
- Tidak ada kata kata pengantar, yang ada catatan dari penulis
- Cukup membosankan karena cara penyampaian kata kurang
menarik.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Jika di hubungkan antar buku 1 dan buku 2 ,maka
pengertian filsafat Pendidikan memiliki tujuan yang
sama yaitu mendidik. Namun jika kita perhatikan lagi
maka kita akan melihat perbedaan cara penyampaian
setiap penulis sangat berbeda ,ada yang memekai kata
yang mudah dimengerti bagi pemula, ada juga yang
sulit dimengerti pemula. Karena pasti setiap penulis
buku memiliki tujuan konsumen yang berbeda.
Namun terlepas dari itu setiap buku memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing baik dari
cover cara penyampaian dan lainnya.

B. Saran
Mungkin saran untuk para penulis buku untuk bisa
meminimalkan bahasa yang sulit dimenegerti ,dan
kalau ada sebisa mungkin untuk dijelaskan apa arti
dari bahasa yang di pakai. Dan saran untuk pembaca
banyak bayaklah membaca dengan baik ,maka kita
sebagai pembaca dapat dengan mudah menelaah
setiap buku yang kita baca apalagi yang berhubungan
dengan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

https://serupa.id/filsafat-umum/
https://www.academia.edu/34272244/
PHILOSOPHY_OF_EDUCATION_pdf
http://digilib.uinkhas.ac.id/424/1/9.%20Buku%3B%20Filsafat
%20Dalam%20Pendidikan.pdf
Awing, A.C., The Fundamental Questions of Philosophy,
London: Routledge and Kegan Paul, 1951.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara,
cet. iii, 1995.
Butler, J. Donald, Four Philosophies and Their Practice in
Educa- tion and Religion, New York: Horper and
Brothers, 1951.
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II,
Yogyakarta: Kanisius, 1980.
InukencanaSyafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar Ilmu dan
Filsafat, Jakarta: Bina Aksara. 1987.
Jujun S. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Perspektif,
Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985.
———-, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pus- taka Sinar harapan, 1990.
Kneller, George F., Movement of Thought in Modern Education,
New York: John Witey and Sound, 1984
Koento Wibisono, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positi- visme Auguste Comte,
Yogyakarta: Gadjah Mada Univerci- ty Press, cet. ke 2, 1982.
———–, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Budaya, ma- kalah Pengantar kuliah
Filsafat Ilmu, (t.t., t.tp.).
Rapar, Jan Hendrik, PengantarFilsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996
Richard Pratte, Contemporary Theories of Education, Scranton,
N. J: Intext International Publisher, 1977.
Titus, Harold H., dkk., Living Issues in Philosophy, Terj. H. M. Ra- syidi, Persoalan-
Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bin- tang, 1987.
Abu Ahmadi (2005). Ilmu Pendidikan. Penerbit Reka Cipta Ja- karta
Agus Marsidi, H. (2008). Pendidik dan Filsafat Pendidikan. http:
//elearn.bpplsp reg5.go.id/cetak.php?id=22 diakses 9 Ja- nuari 2009.
Aljufri B. Syarif. (2005). Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Teknik dan
Kejuruan Berbasis Kompeten- si. Makalah. FT UNP Padang.
Anwar, (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Educa- tion). Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Australian National Training Authority.(2003). Defining Generic Skills. Adelaide:
NCVER .(on-line). Diakses pada tanggal 18-6-2005 dari www.ncver.edu.au
Barry,U.P.(2000). Final Report World Forum Education. France.
Graphoprint.

Depdiknas .Pengembangan Model Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta, Balitbang


Depdiknas (on-line).Diakses pada tang- gal 27-10-2010 dari www.puskur.net
Desk (2003). Higher Education and graduate employability. (On- line). Diakses pada
tanggal 24-5-2008 dari aair.org. au/jir/2007 Papers/thasnapark.pdf
Gibb, J.(ed) ( 2003). Generic Skills through the eyes of displaced worker Adelaide:
NCVER
Hager, Paul & Holland, Susan.(ed).(2006). Graduate Attributes Learning and
Employability. Dordrectht: Springer.
Hasbullah.(2008). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Ra- ja Grafindo Persada
http://pakguruonline.pendidikan. net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html
diakses 19
Nopember 2014.
Jalius Jama. (2007). Bahan Kajian Perkuliahan Filsafat Ilmu. Pa- dang: Universitas Negeri
Padang
John Dewey. (1944). Democracy And Education. The Free Press.
London.
Jujun Suriasumantri. S., (1990), Filsafat Ilmu (Sebuah Pengan- tar Populer). Penerbit Sinar
Harapan. Jakarta.
Kearns ,P, (2001). Review Of Research Generic Skills for New Economy. Adelaide:
NCVER.
Norman, N.M &Jordan, C.J. Targeting Life Skills In 4-H. Gaines- ville. University of
Florida.(on-line). http://4h.ifas.ufl.edu (Diakses pada tanggal 13-10-2014).
Prayitno.(2008). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang.

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


Redja Mudyahardjo (2006). Pengantar Pendidikan. Penerbit Ri- neka Cipta. Jakarta
Sidi Gazalba, (1990). Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Yog- yakarta: Kanisius.
Sudarsono, Drs., S.H., M. Si. (2001). Ilmu Filsafat (Suatu Pengan- tar). Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Umar Tirtarahardja (2008) http://dedihendriana.wordpress.- com/category/filsafat-
pendidikan/ diakses 13 Oktober 2014.
Uyoh Sadulloh. (2010). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Jalaluddin dan Abdullah Idi.tt. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama

Prasetya. 2002. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Purwanto, Ngalim. Ilmu
Pendidikan, Teoritis dan Praktis. tt. Ban-
dung: Rosdakarya
Saifullah, Ali. tt. Antara Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usa- ha Nasional. Posted by
Iyanalbalangi at 5:46 AM
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1996.
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakar- ta, 2001.

Louis O. Kattsouff, Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta Sidi Gazalba, Sistematika
filsafat II, Yogyakarta, 1995.
Wikipedia.Epistemologi.http//wikipedia/epistemologi

Anda mungkin juga menyukai