Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang
Filsafat pendidikan merupakan sebagai suatu proses, dimana pendidikan
merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam
membimbing, memimpin, dan mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema
atau persoalan dan pertanyaan yang mungkin timbul dalam pelaksanannya.
Dalam banyak hal pendidikan perlu berlandaskan pada konsep tertentu yang
perumusannya diambil dari filsafat. Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-
cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan, yang terus
berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan sesuai dengan
peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan
pelaksanaan pendidikan. Kedua bidang ini harus menjadi pengetahuan dasar (basic
knowledge) bagi setiap pelasanaan pendidikan, apakah ia guru atau sarjana
pendidikan dengan pendekatan yang komperehensif bukan yang elementer. Karena
filsafat sebagai karya pikir manusia mampu menunjukkan pengertian hakiki tentang
sesuatu dan digunakan oleh manusia.
Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi
manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang
dihadapinya, termasuk dalam problematika dibidang pendidikan. Karena itu, bila
dihubungkan dengan masalah pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa filsafat
merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan
tujuan pendidikan. Oleh sebab itu filsafat pendidikan dapat dikatakan adalah ilmu
yang pada hakekatnya merupakan jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofis dalam lapangan pendidikan.

2) Tujuan
Untuk membina dan mengembangkan kemampuan mengenali dan memahami
peserta didik dan proses pendidikan, yang mendukung pencapaian dan pengembangan
kompetensi pedagogik.

1
3) Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat dan filsafat pendidikan ?
2. Bagaimana konsep filsafat pendidikan ?
3. Apa saja aliran-alairan filsafat pendidikan ?
4. Apa itu filsafat pendidikan pancasila ?
5. Bagaimnaa konsep hakekat ilmu pendidikan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN

1) Pengertian Filsafat
Secara etimologi, kata filsafat dalam bahasa Inggris Philosophy, dan dalam
bahasa Arab falsafash, yang keduanya berasal dari bahasa Yunani yakni, Philosophia.
Philosophia terdiri dari dua suku kata yakni philein dan Sophia. Philein berarti cinta
(love) dan sophia berarti kebijaksanaan (wisdom).
Sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam
arti yang sedalam-dalamnya.
Secara terminologi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan
akal atau pikiran.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya
dengan menggunakan akal atau pikiran.

2) Tujuan dan Ciri-Ciri Kefilsafatan


a. Tujuan
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau
fenomena secara mendalam. Jadi, dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan
integral. Refleksi berarti manusia menangkap objeknya secara internasional
dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna
yang diungkapkan dari objek-objek yang dihadapinya. Radikal berarti mencari
pengetahuan sedalam-dalamnya atau sampai ke akar-akarnya. Sedangkan
integral berarti mempunyai kecendrungan untuk memperoleh pengetahuan
yang utuh sebagai suatu keseluruhan.

3
b. Ciri-ciri pikiran kefilsafatan
Ciri-ciri kefilsafatan, yaitu filsafat merupakan pemikiran tentang hal-
hal serta proses-proses dalam hubungan yang umum. Diantara proses-proses
yang dibicarakan ialah pemikiran itu sendiri, diantara hal-hal yang dipikirkan
adalah si pemikir itu sendiri. Filsafat merupakan hasil menjadi sadarnya
manusia terhadap diri sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang
dipikirkannya. Filsafat bertugas sebagai pengantar, pengiring, dan sekaligus
sebagai hati nurani dari segenap kegiatan ilmiah.

3) Alasan Berfilsafat
Tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat :
a. Keheranan
Awal mulanya filsafat adalah timbulnya rasa heran atau kagum pada
manusia. Misalnya Plato mengatakan; mata kita memberi pengamatan
bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan
untuk menyelidiki. Dari penyelidikan inilah berasal filsafat.
b. Kesangsian
Augustinus (254-430 SM) dan Rene Descartes (1596-1650 M)
berpendapat bahwa kesangsian itu merupakan sumber utama pemikiran atau
penyelidikan. Pada saat manusia melihat atau berhadapan dengan sesuatu yang
baginya merupakan sesuatu yang baru, maka akan timbul rasa heran yang
diikuti dengan keragu-raguan atau rasa sangsi. Sikap ragu-ragu atau sangsi
merupakan awal timbulnya dorongan untuk menemukan agar keragu-raguan
dan kesangsian dapat terjawab.
c. Kesadaran akan keterbatasan
Manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang ada
pasti ada penyebabnya, dan dengan demikian mulailah ia berpikir abstrak, dan
akhirnya menemukan bahwa ada penyebab yang tidak disebabkan apa-apa.
Itulah yang disebut dengan Causa Prima, Pencipta yang menjadikan segala
sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.

4
4) Peranan Filsafat
a. Pendobrak
Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok tradisi begitu
sakral dan selama itu tidak boleh tidak diterima. Pendobrakan itu
membutuhkan waktu yang cukup lama atau panjang namun telah
membuahkan hasil yang mencengangkan, yakni terjadi perubahan dalam
pandangan dan sikap manusia tentang sesuatu.
b. Pembebas
Filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis
dan mite dan dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Filsafat telah, sedang, dan
akan terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan
pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih.
Cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima berbagai
kebenaran semu yang menyesatkan.
c. Pembimbing
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang :
1. Mistis dan mite dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
rasional.
2. Picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
luas dan mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya
mencapai ‘radix’ dan menemukan esensi suatu permasalahnnya.
3. Tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk
berpikir secara sistematis dan logis.
4. Utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk
berpikir secara integral dan koheren.

5) Pengertian Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan dalam arti luas menurut Mudyahardjo (2004,5) dapat
dibedakan menjadi dua macam, yakni :
1. Filsafat praktek pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang
bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam
kehidupan manusia.

5
2. Filsafat ilmu pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang
pendidikan dan konsep-konsep psikologi pendidikan yang berkaitan dengan
teori-teori belajar, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis
tentang penyusunan kurikulum, dan sebagainya yang akhirnya dapat menjadi
teori pendidikan.

KOMENTAR PADA BAB I :

 Kelebihan
Pada BAB I ini, bagian pembahasan tentang pengertian filsafat dan
filsafat pendidikan dibahas lebih rinci. Terdapat lebih banyak pendapat para
tokoh, sehingga dapat menjadi bahan pembanding bagi pembaca. Pada pokok-
pokok pembahasannya pun disajikan dalam bentuk poin-poin, sehingga
pembaca akan mudah menemukan poin-poin pentingnya.

Dan pada BAB I ini, pada bagian akhir pembahasan tentang pengertian
filsafat, penulis menyimpulkan pengertian filsafat secara global dari beberapa
pengertian yang diungkapkan oleh para tokoh. Hal ini berguna bagi pembaca
dalam menarik kesimpulan. Bahasa yang disajikan sangat jelas, runtut, dan
mudah dipahami.

Cakupan yang dibahas pun tidak hanya seputar pengertian filsafat dan filsafat
pendidikan saja, tetapi tujuan dan ciri-ciri pikiran kefilsafatan, alasan
berfilsafat, dan juga peranan filsafat. Jadi, bab ini memiliki cakupan yang
sangat luas.

 Kekurangan

Pada BAB I ini, dalam pembahasan tentang pengertian filsafat pendidikan,


penulis tidak menjelaskan secara global atau menarik kesimpulan definisi dari
filsafat pendidikan. Sehingga pembaca yang dengan penuh keterbatasan akan
sulit menyimpulkan definisi secara global yang ditarik dari pendapat para
tokoh.

6
BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN

1) Filsafat Pendidikan Sebagai Sistem


Filsafat pendidikan mencakup sekurang-kurangnya tiga cabang utama dari
filsafat yakni, ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi membicarakan tenatng tatanan dan struktur kenyataan dalm arti luas.
Pandangan ontologi dari pendidikan adalah manusia, makhluk mulia, potensi,
interaksi, budaya, dan lingkungan. Manusia memiliki susunan hakikat pribadi yang
monoplurali, yakni bertubuh-jiwa, bersifat individu, makhluk sosial, berkedudukan
sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang menimbulkan kebutuhan
kejiwaan dan religius, yang seharusnya secara bersama-sama dipelihara dengan baik
dalam kesatuan yang seimbang, harmonis, dan dinamis.
Epistemologi menyelidiki secara kritis hakikat, landasan, batas-batas, dan patokan
kesahihan pengetahuan. Epistemologi pendidikan dimaksudkan mencari sumber-
sumber pengetahuan dan kebenaran dalam praktel pelaksanaan pendidikan. Sumber
tersebut dapat digolongksn kedalam dua aliran, yakni empirisme dan rasionalisme.
Empirisme dapat diperoleh melalui praktek pelaksanaan pendidikan yang sudah
berlangsung selama ini. Kenyataan praktek pelaksanaan pendidikan menimbulkan
berbagai isu kritis yang masih dipertanyakan atau diperdebatkan dan diseminarkan
untuk mencari solusi yang tepat dan benar.
Pengetahuan dan kebenaran yang bersumber dari rasionalisme adalah hasil
perenungan dan pengkajian yang mendalam dari tokoh-tokoh pendidikan.
Ki Hajar Dewantoro mengemukakan dalam praktek pelaksanaan pendidikan harus
lebih mengutamakan pendidikan budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak.
Filsafat pendidikan terwujud dengan menarik garis linier antara filsafat dan
pendidikan. Dalm hal ini filsafat seolah-olah dijabarkan secara langsung kedalam
pendidikan dengan maksud untuk menghasilkan konsep pendidikan yang berasal dari
satu cabang atau aliran filsafat, misalnya dengan idealism. Bila konsep dasar tentang
kenyataan yang pada hakikatnya, menurut idealism, adalah sama dengan hal-hal yang
bersifat kerohanian ataupun yang lain yang sejenis dengan itu, maka pendidikan yang
tersusun atas idea dan idealisme, maka tujuan dari pada pendidikan itu adalah

7
mengutamakan perkembangan aspek-aspek spiritual dan kerohanian pada peserta
didik.
Selain pendekatan linier, filsafat pendidikan dapat disusun dengan berpangkal
kepada pendekatan tertentu dari pada pendidikan itu sendiri. Misalnya berdasarkan
suatu defenisi, pendidiakn yakni, pendidikan merupakan pemberdayaan
(empowerment) sumberdaya manusia. Maka pendidikan adalah memberikan
kebebasan kepada seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
Pendekatan lain yang akan dikembangkan adalah ketika pendidikan itu
menghadapi masalah atau keadaan yang tidak seperti yang diharapkan, pasti
memerlukan jawaban yang tidak semata-mata berada dalam ruang lingkup
pendidikan. Misalnya tentang manusia seutuhnya, untuk memperjelas konsep ini
memerlukan penjelasan dari filsafat.

2) Substansi Filsafat Pendidikan


Kedudukan filsafat pendidikan dalam jajaran ilmu pendidikan adalah sebagai
bagian dari fundasi-fundasi pendidikan. Berarti bahwa filsafat pendidikan perlu
mengetengahkan tentang konsep-konsep dasar pendidikan.
Dalam memperhatikan kedudukan filsafat pendidikan secara fungsional
terhadap keadaan atau perubahan serta perkembangan zaman dan alam, maka tidak
jarang filsafat pendidikan merupakan tumpuan atas berbagai pertanyaan yang bersifat
makro. Misalnya, bagaimanakah seyogyanya pendidikan itu mengembangkan konsep
terhadap pengaruh ynag bertubi-tubi yang berasal dari ilmu pengetahuan, teknologi,
dan industrialisasi. Kesemuanya ini mempunayi nilai-nilai yang otonom sifatnya,
yang akan berpengaruh terus menerus terhadap pendidikan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa jawaban yang datang dari filsafat pendidikan bukanlah satu,
melainkan tercermin dalam berbagai aliran. Oleh sebab itu pemahaman tentang aliran-
aliran filsafat pendidikan perlu diperhatikan.

3) Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan


Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah :
1. Filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai
dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori
pendidikan oleh para ahli.

8
2. Filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut
aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kebutuhan yang nyata.
3. Filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam mengembangkan teori-teori pendidikan
menjadi ilmu pendidikan (Jalaluddin, 1997, 23).

Dapat disimpulkan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat


suatu hubungan erat sekali dan tidak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam suatu sistem pendidikan, karena filsafat
merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan,
meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya isstem pendidikan.

KOMENTAR PADA BAB II :

 Kelebihan
Pada BAB II ini selalu menyajikan materi dalam bentuk poin-poin
penting sehingga lebih memudahkan pembaca untuk cepat dan mudah dalam
mengambil hal-hal penting pokok pembahasan. Pada bab ini, penulis juga
membahas tentang hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan. Hal ini sangat
menguntungkan bagi pembaca sehingga dapat mengetahui kaitan dan juga
membedakan antara filsafat dengan filsafat pendidikan.

 Kekurangan
Pada BAB II ini terlalu ringkas dalam membahas seputar filsafat
pendidikan. Kajiannya pun kurang luas dan mendalam. Ada juga beberapa
kalimat/kata yang sulit untuk dipahami. Seperti, bertubuh-jiwa.

9
BAB III

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

1) Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat yang berarti bahwa filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan
hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas,
pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan
pendidikan. Dalam filsafat terdapat berbagai aliran; sehubungan dengan itu maka
dalam filsafat pendidikanpun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada
dalam filsafat.
1. Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas gagasa-gagasan (ide-
ide). Kebudayaan selalu berkembang dan perkembangan itu adalah ide. Dimana
ide itu bertujuan untuk mencari kenyataan tertinggi atau kenyataan terakhir; yaitu
kenyataan yang abadi.
Aliran idealisme kenyataannya tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita; pertama, yang nampak yaitu apa yang
dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya; Kedua,
adalah realitas sejati yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna, gagasan dan
pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yag murni dan asli, kemudian
kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak karena
idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya aliran idealisme mendasari semua yang ada dan yang nyata di alam
ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya
tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche
yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia idea
dengan Tuhan, arche bersifat kekal.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma
lebih berharga atau lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia,
roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda

10
atau materi disebut dengan penjelmaan roh atau sukma. Pada dasarnya aliran ini
mebicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita dimana manusia berpikir kepuasan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian dalam yang disebut dengan idea.
Menurut paham idealisme, guru harus membimbing atau mendiskusikan dengan
peserta didik bukan prinsip-prinsip eksternal, melainkan sebagai kemungkinan-
kemungkinan yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan sedapat mungkin
watak terbaik. Socrates, Plato dan Kant berpendapat bahwa pengentahuan yang
terbaik adalah pengalaman yang dikeluarkan dari dalam diri peserta didik, bukan
dimasukkan atau dijejalkan ke dalam diri pesrta didik. Pendidikan bukan
menjejalkan ilmu pengetahuan dari luar ke dalam diri seseorang, melainkan
memberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pengalaman dalam diri
seseorang.
2. Filsafat Pendidikan Realisme
Definisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran
sesuatu gagasan mengenai barang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu
benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu
sendiri ataukah tidak dengan membedakan pembedaan antara apakah sesuatu itu
yang senyatanya dengan bagaimanakah tampak barang sesuatu itu.
Johan Amos Comenius mengemukakan bahwa manusia selalu berusaha untuk
mencapai tujuan hidup berupa, kebahagiaan dan keselamatan hidup yang abadi
dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.
Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenisu adalah:
 Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik.
 Setiap mata pelajaran harus memiliki out line, garis besar proses belajar
mengajar, silabus dan rencana pembelajaran sejak awal pebelajaran.
 Pada permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan informasi tentang
garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
 Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil
karya peserta didik atau sejenisnya yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar.
 Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan.

11
 Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya
membantu untuk pengembangan hakikat manusia, dan kepada peserta didik
ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai.
 Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua peserta didik.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Aliran materialisme adalah aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran
kebendaan, di mana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang
dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme.
Pada fokusnya aliran materialisme sebagaimana ditegaskan Jalaluddin dan Idi
mengutamakan benda dan segala berawa dari benda demikian juga yang nyata
hanya dunia materi.
Bila materi dihubungkan dengan sejarah bersama-sama dengan alamnya, yang
digambarkan oleh kehidupan masyarakat, yang dihubungkan individu dengan
individu maka akan melahirkan kebutuhan, serta akan memberikan gaya hidup,
yang disebabkan oleh materi dan kecenderungan untuk memilikinya. Demikian
halnya dengan Thomas Hobbes yang disebut dengan materialismus monistis, yaitu
mengagung-agungkan materi atau kebendaan materi atau kebendaan.
Karakteristik umu materialisme berdasarkan suatu asumsi bahwa realitas dapat
dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang megalami perubahan gerak dala
ruang. Asumsi tersebut adalah:
 Semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.
 Jiwa (mind) dan segala kegiatannya adalah merupakan suatu gerakan yang
kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ lainnya.
 Apa yang dimaksud dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama
atau semboyan, simbol subyektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik
yang berbeda. Jadi, semua fenomena merupakan bentuk-bentuk tersebunyi
dari realitas fisik. Hubungannya dapat berubah secara kausal.
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar mengajar, merupakan kondisionisasi
lingkungan, yakni perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik melalui
pembiasaan. Perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati dan dapat
diukur. Hal ini mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan penting
keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains,

12
serta perilaku sosial sebagai hasil belajar. Disamping itu dalam pendidikan sangat
diperlukan adanya penguatan yang akan meningkatkan hubungan antara stimulus
dan respon, aksi dan reaksi.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” yang berartipraktik atau aku berbuat.
Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.
Pendidikan menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu
pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-
kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses
reoorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu; yang
berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut John Dewey, pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok
pemikiran., yakni:
 Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
 Pendidikan sebagai pertumbuhan
 Pendidikan sebagai fungsi sosial.
Sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan dan sekaligus sebagai alat
transmisi, memiliki tiga fungsi, yakni:
 Menyederhanakan dan mengarahkan faktor-faktor bawaan yang diharapkan
untuk berkembang
 Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan
yang diharapkan.
 Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik yang
diperuntukkan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka.
Dalam praktek pelaksanaan pendidikan sangat dianjurkan agar guru dalam
menghadapi peserta didik dalam kelas memperhatikan saran berikut ini:
 Guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan minat dan
kemampuan peserta didik.
 Peserta didik harus dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan
mereka merasakan adanya suatu masalah yang dihadapi sehingga timbul minat
untuk menyelesaikannya.

13
 Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka
dalam pembelajaran.
 Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan
kerja sama antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan
guru maupun sebaliknya.
Dalam pembelajaran, guru harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
belajar sambil bekerja. Guru hendaknya memfasilitasi, mendorong dan
mengarahkan peserta didik agar dapat belajar menyelidiki dan mengamati sendiri,
menemukan sendiri, berpikir dan menarik kesimpilan sendiri serta bekerjasama
memecahkan atau mengatasi masalah yang dihadapi.
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi
adalah cara manusia ada di dunia. Ada beberapa pandangan penganut filsafat ini
sehubungan dengan eksistensi, yakni:
 Eksistensi adalah cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi,
manusialah sebagai pusat perhatian, sehingga bersifat humanistis.
 Bereksistensi tidak statis tetapi dinamis, yang berarti menciptakan dirinya
secara aktif, merencanakan, berbuat dan menjadi.
 Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi, belum selesai, terbuka, serta
realistis. Namun demikian manusia terikat dengan dunia sekitarnya terutama
sesama manusia.
Sikun Pribadi, 1971 mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan pendidikan
sangat berhubungan erat, karena kedua-duanya sama-sama membahas masalah
yang sama yakni, manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian,
dan kebebasan.
Pendidikan harus berlangsung sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Guru diharapkan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan
memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu menemukan
makna dari kehidupan.
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme
Menurut aliran ini bahwa kehidupan manusia berkembang terus-menerus
dalam suatu arah yang positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu
benar pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, peserta ddik bukan

14
dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, tetapi mereka dipersiapkan
untuk kehidupan masa yang akan datang. Guru atau pendidik harus memfasilitasi
peserta didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau
kooperatif dalam kelompok, memecahkan masalah yang dianggap penting oleh
kelompok, bukan oleh guru, dalam kelompoknya.
Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknya diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya pada peserta didik untuk menemukan pengalaman-
pengalaman yang tepat dalam belajar. Dapat dikatakan bahwa, pengalaman belajar
memecahkan atau mengatasi permasalahan pada usia dini, merupakan persiapan
dan sekaligus modal yang terbaik untuk hidup menghidupi kehidupan masa
depan.
7. Filsafat Pendidikan Perenialisme.
Ciri utama perenialisme adalah bahwa keadaan sekarang adalah sebagai
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan,
kebingungan, dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman
yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual, dan
lingkungan sosial kultural yang lain.
Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme:
 Pada hakekatnya manusia adalah sama di manapun dan kapanpun ia berada,
yang walaupun lingkungannya berbeda,
 Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yang paling tinggi. Karena itu
manusia harus menggunakan pikirannya untuk mengembangkan bawaannya
sesuai denga tujuannya.
 Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran
yang pasti dan abadi.
 Pendidikan adalah persiapan untuk hidup bukan peniruan untuk hidup.
 Peserta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang
menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan
ekonomi.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, melainkan suatu
gerakan dalam pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme. Esensi

15
ialah hakikat sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai
satuan yang konseptual dan kali.
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang dapat
berkembang dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh
semangat dan motivasi dala aktivitas pembelajaran
Penganut faham esensialisme mengemukakan beberapa prinsip pendidikan:
 Pendidikan dilakukan dengan usaha yang keras.
 Inisiatif pelaksanaan datang dari guru bukan peserta didik.
 Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah
ditentukan.
 Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
 Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteraan atau kebahagiaan
sesuai dengan tuntutan demokrasi.
9. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir
progresivisme dalam pendidikan. Tidak cukup kalau individu hanya belajar dari
pengalaman-pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Sekolah bukan hanya
masyarakat dalam ukuran mikro. Sekolah haruslah mempelopori masyarakat ke
arah masyarakat baru yang diinginkan. Tujuan pendidikan adalah untuk
menumbuhkan kesaadaran peserta didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi,
dan politik yang dihadapi manusia secara global.
Brameld mengemukakan bahwa pendidikan rekonstruksionisme terdiri atas 5
tesis, yaitu:
 Pendidikan berlangsung untuk menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi
nilai-nilai dasar budaya masa kini.
 Segala harapan dan kepentingan/kebutuhan masyarakat menjadi tanggung
jawab rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih.
 Anak, sekolah dan pendidikan diatur oleh kekuatan budaya dan sosial.
 Guru memegang peranan penting dalam pendidikan di sekolah akan tetapi
dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur yang
demokratis.
 Tujuan pendidikan adalah menemukan kebutuhan-kebutuhan yang
berhubungan dengan krisis budaya.

16
 Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih sebaiknya harus ditinjau
kembali dan disesuaikan dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia
secara rasional dan ilmiah.

KOMENTAR PADA BAB III :

 Kelebihan
Pada BAB III ini, pembahasannya sangat luas. Sistematika. Dan
struktur bab yang disajikan tertata baik.

 Kekurangan
Bahasanya sulit untuk dipahami. Dan pendapat para ahli yang
dikemukakan sangat sedikit serta penunjang dari buku lain pun hanya tersaji
sedikit saja.

17
BAB IV

FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

1) Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia, masyarakat. Pendidikan, dan Nilai


Pancasila merupakan dasar dari pembentukan negara . Fungsi dari ideologi adalah
serangkaian nilai-nilai yang dijadikan pegangan oleh setiap warga negara untuk
mengikat setiap anggotanya dalam suatu organisasi.
1. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia
Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk
tertinggi ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia yang dianugerahi
kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial.
Paulus Wahana mengemukakan gambaran manusia Pancasila:
 Manusia adalah makhluk yang monopluralitas.
 Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi yang dikaruniakan
memiliki kesadaran dan kebebasan dalam menentukan pilihan.
 Mampu menentukan sikapnya terhadap hubungannya dengan Penciptanya.
 Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
 Menghargai martabat sesama manusia.
 Mampu menjadi makhluk sosial.
 Menghargai satu sama lain dan tetap membina rasa persatuan dan kesatuan.
 Menjadi makhluk yang dinamis.
 Saling menghargai, memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan
mengembangkan kehidupannya.
 Menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi
peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia Pancasila adalah
manusia yang bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan dirinya
sebagai individu dan perkembangan masyarakat Indonesia.

18
2. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Masyarakat
Untuk menghindarkan masalah etnonasionalisme yang dapat berakibat
disintegrasi bangsa, Hamdi Muluk mengemukakan program-program sebagai
berikut:
 Di dalam menyikapi dorongan etnonasionalisme yang negatifmaka
dihindarkan cara-cara pemecahan koersif, tetapi dengan menggunakan metode
persuasif dan dialogis, serta mengikutsertakan masyarakat setempat.
 Perlu diakui identitas etnis dalam arti curtural bukan dalam arti politik.
 Menyadarkan kelompok-kelopok yang berkeinginan kepada separatisme.
 Menghindarkan berbagai pelanggaran HAM dan menghormati HAM.
Sesuai dengan keberagaman etnis dan budaya bangsa Indonesia, maka pendidikan
adalah salah satu wahana penting untuk menigkatkan solideritas dan rasa
nasionalisme tinggi bagi setiap warga negara, masyarakat, bangsa dan negara.
3. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan
Pendidikan berlangsung di keluarga, di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.
Dala pendidikan berlangsung komunikasi jujur, terbuka, fungsional, dan produktif
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan. Pendidik harus memiliki
kemampuan atau kompetensi untuk berkomunikasi.
4. Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai
Menurut Kaelan Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus
merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Pancasila sebagai sumber nilai bagi pembangungan bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa, sebagai
landasan, arah, dan etos, serta sebagai moral pembangunan nasional.
2) Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional
Dengan tidak adanya perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945,
menunjukkan bahwa bangsa indonesia tetap memiliki komitmen yang kuat untuk
melakukan upaya sebagai langkah mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka
mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Mastuhu menawarkan gagasan-gagasan untuk mengantisipasi pendidikan abad 21,
yakni:

19
 Pendidikan yang tidak diskriminatif.
 Pendidikan dijadikan panglima pembangunan Indonesia.
 Pemerintahan yang demokratis, terbuka, adil, jujur, dan memiliki tatanan yang
berada di tangan rakyat.
 Pendidikan diatur kewenangan akademik.
 Menggunakan pendekatan yang beragam bukan yang diseragamkan.
 Pendidikan hendaknya berorientasi pada siswa.
 Pendidikan diubah untuk mengarahkan siswa menjadi menjadi bukan hanya
memiliki.
 Pendidikan perlu membentuk hubungan dengan berbagai sumber.
 Pendidikan harus mampu mengembangkan budaya akademik.
Sistem pendidikan selalu dalam proses pengembangan dengan paradigma-paradigma
baru sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kemajuan zaman untuk mencapai
masyarakat aman, damai, tenteram, toleran, saling mengasihi, sejahtera, makmur, dan
berkeadilan.

KOMENTAR PADA BAB IV :

 Kelebihan
1. Urutan materi terurut dan sistematis.
2. Banyak mengambil pendapat para tokoh.
3. Pembahasan materi luas
4. Banyak mengambil referensi dari buku lain

 Kekurangan
1. Bahasa yang digunakan cukup membingungkan
2. Banyak kata yang diulang-ulang
3. Banyak pengulangan definisi sehingga menyebabkan keraguan memilih
definisi yang baku dan benar.

20
BAB V

HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN

1) Hakekat pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi serikali kita menujmpai yang namanya paedogogie dan
paedogogiek.
Paedogogiek berasal dari bahasa Yunani yaitu paedogogia , yang terdiri dari
dua kata yakni paedos yang artinya anak dan agoge yang artinya memimpin.
Paedagogiek dapat diartikan sebagai pergaulan dengan anak anak. Paedagogiek
atau ilmu pendidikan adalah ilmupoengetahuan yang menyelidiki, merenungkan
tentang perbuatan gejala gejala mendidik. Paedagogie artinya adalah pendidikan
Dalam hal ini ada yang dikenal sebagai paedogogos yakni orang yang bekerja
dalam bidang pendidikan yakni untuk membimbing anak anak atau dengan kata
singkat dapat dikatakan sebagi tenaga pengajar atau yang lebih sering dikenal
dengan Guru.
Dalam bahsa Belanda pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya
memberi makan, dalam bahasa inggris pendidikan berasal dari kata education
yang artinya adalah the process of traning and developping the knowledge, skill,
mind, character, etc, by formal schooling ; traning.
Dalam arti singkat bahwa pendidikan tersebut bukan hanya sekedar menuntut
pengetahuan saja melainkan menuntut skill, karakter dan kemampuan dalam
bermasyarakat dal lain sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan tugas pendidikan
yakni untuk menarik keluar potensi yang ada didalam diri individu itu dan
membawa kedalam realita diri yang sebenarnya. Sehingga mampu untuk
mengubah perilaku kearah yang lebih baik lagi dan lebih dewasa serta lebih
matang.selain itu pendidikan juga harus memberika suatu kebebasan utuk
mengembangkan dirinya namun kebebasan tersebut harus dibarengi dengan
tanggungjawab agar kebebasan tersebut dapat menjadi suatu pemberdayaan yang
baik untuk generasi selanjutnya. Maka dalam proses Pemberdayaan ini perlu 4
dimensi yakni realita, visi, orang lain dan keberanian.
Realita, dalam hal ini peserta didik harus mampu menerima kenyataan bahwa
dalam kehidupan sekarang p[enuh dengan persaingan dan kompetisi serta dengan

21
penuh masalah hari demi hari. Oleh sebab itu perlu yang namanya visi, peserta
didik harus mempunyai visi yang tajam untuk mengontrol perkembangan peserta
didik dalam realita yang ada. Dimana untuk mewujudkan rtealita tersebut kita
membutuhkan orang lain karena kita tidak mampu hidup tanpa orang lain. Dan
dari semua itu tentu perlu yang namanya keberaniaan untuk melakukan semua
yang ingin kita coba agar pemberdayaan itu benar benar efektiv dalam kehidupan
peserta didik.
Sehingga pada hakekatnya pendidikan itu bukan untuk membentuk ataupun
untuk menciptakan apa yang ingin kita inginkan melainkan untuk membantu
peserta didik mengoptimalkan apa yang ada padanya, membantu menyadari
segala kemampuan yang dapat dia peroleh dan membantu untuk mengubah
pandangan diri seoarang anak bahwasana dia seorang anak yang tidak berpotensi
melaikan dia adalah orang yang akan mengubh dunia ini dengan segala metodse
metode yang diberikan seperti latihn latihan, menumbuhkan nafsu untuk
menguasai materi tersebut dan mengontrol si anak agar menjauh dari
p[enyimpangan penyimpangan yangada.

Dalam upaya pembelajaran perlu yang namanya wahana tempat kita menuntut
ilmu yakni sekolah. Sekolah berfungsi sebagai sarana tempat upaya belajar untuk
menghadapi segala bentuk permasalahan dalam kehidupan sehari hari.
Berdasarkan keterkaitan pendidikan dengan sekolah kita dapt mengatakan bahwa
pendidikan yang dikembanghkan berdasarkan hubungan tersebut adalah usaha
mempersiapkan pesrta didik semaksimal mungkin untuk dapat mengikuti
perubahn zaman dan dapat mengatasi masalah masalah yang dihadapi dalam
hidupnya.
Pendidikan membantu orang untuk menemukan dirinya, dan menemukan potensi
yang ada pada dirinya serta mengembangkan potensi peserta didik secara efektif.
Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa proses belajar harus dilakukan
sepanjang hayat karena setiap permasalahan datang dalam diri kita sepanjang
hayat kita. Dari segala penjelasan tetang pendidikan kita dapat
membandingakanya dengan engertian pendidikan yang di kemukakan oleh para
ahli sebagai berikut:

22
1. Pendidikan ialah proses perubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok
orang dalam usaha medewasakan manusia mellui upaya pembelajaran dan
pembelajaran( Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2. Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses
perbuatan untuk memperoleh pengetahuan( McLeod, 1989).
3. Pendidikn ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup dan pendidikan dapat diartikan sebagai
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal ( Mudyaharjo 2001:6).
Jadi pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik
agar menjadi dewasa yang mamapu hidup mandiri dan sebagai anggota dalam
masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.
Pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektualitas saja,
akantetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi dewasa. Jadi dapat dikatakan bahwasanya
pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab membimbing anak anak ( peserta didik) mencapai kedewasaan.
Rumusan pendidikan yang baik adalah :
1. Adanya bentuk pendidikan itu, apakah bentuk usaha, pertolongan dan lain lain
2. Adanya pelaku pendidikan, orang dewasa, guru dan lain lain
3. Adanya sasaran pendidikan, yakni anak anak atau orang yang belum dewasa
4. Adanya sifat pelaksanaan pendidikan, dengan sadar, derngan sengaja dan
dengan tanggung jawab serta terencana
5. Adanya tujuan yang ingin di capai

2. Tujuan Pendidikan
Pendidikan harus memiliki tujan agar peserta didik tahu apa yang hendak
mereka capai. Dan tujuan pendidikan harus lah diperhatikan oleh seluruh
pendidik dan peserta didik. Mengapa tujuan pendidikan harus diperhatikan?
Tujuan pendidikan itu harus diperhatikan karena tjuan pendidikan merupakan
dasar utama bagai mana nantinya peserta didik menentukan model
pembelajarannya, mengetahui materi dan bahan pembelajaran serta alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran berlangsung.

23
Rabet F. Mager mengatakan ada 3 alasan utama mengapa tujuan pendidikan harus
diperhatikan :
Pertama, dengan merumuskan tujuan pendidikan dengan jelas dan baik maka
peserta didik akan mampu mengetahui materi apa saja yang akan mereka hadapi
dan metode apa yang baik dalam pembelajaran itu.
Kedua, keberhasialan pembelajaran ditentukan oleh sejauhmana tujuan yang
telah ada terpenuhi.karena kita sangat penting dalam pembelajaran amakan tujuan
nya juga harus lah jelas dan terencana.
Ketiga, jika tujuan tidak dirumuskan maka tentu saja pendidik akan
mengalami kesulitan dan bahkan tidak akan dapat mengorganisasikan materi atau
bahan pembelajaran dan kegiatan kegiatan dan usaha usaha peserta didik dalam
pencapaian tujuan pembelajaran.
Berdasarkan luas sempitnya isi tujuan serta jauh dekatnya jarak waktu untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka dapat disusun menurut hirarkinya
seperti berikut ini: Tujuan Pendidikan Nasional, Satandar Kompetensi Lulusan,
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Idikator.
1. Tujuan Pendidikan Nasional, tujuan ini diberlakukan untuk seluruh instansi
pendidikan yang ada pada suatu negara.
2. Standar Kompetensi Lulusan, tujuan ini merupakan tujuan masing-masing
sekolah atau instansi.
3. Kompetensi Inti, merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai tingkat
Standar Kompetensi Lulusan. Kompetensi Inti yang dimaksud adalah:
a. Sukap spiritual,bermain dan bertakwa kepada Tuhan.
b. Sikap sosial, berhak mulia,sehat, mandiri dan demokratis.
c. Pengetahuan, berilmu.
d. Keterampilan, cakap dan kreatif.
4. Kompetensi Dasar, merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan
pembelajaran, pengalaman belajar atau mata pembelajaran yang mengacu pada
kompetensi inti.
5. Indikator, inilah tujuan yang lansung dimiliki oleh para peserta didik setelah
selesai pembelajaran, maka perumusan tujuan ini harus jelas dan spesifik.

24
3. Pilar Pendidikan
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran diman ada pendidikan
disitu pula ada pembelajaran. UNESCO mengemukakan bahwa pendidikan
disokong oleh empat pilar yakni :
1. Learning to know
2. Learning to do
3. Learning to be
4. Learning to live togther
Learning to know, salah satu pilar untuk mengetahui banyak hal yang sangat
diperluka di hidup ini.
Learning to do, salah satu pilar pendidikan yang menekankan pada aktivitas
kemampuan atau mengaktualisasikan dalam hidup ini apa yang sudah
diketahuinya.
Learning to be, aktualisasi diri merupakan perwujudan dari leraning to be,
karena dalam proses kedewasaan manusia ingin selalu menjadi apa yang ia cita
citakan semenjak dia tahu sesuatu yang dia inginkan itu.
Learning to live together, merupakan pilar pendidikan yang mengacu pada
pembinaan dan pembentukan kemampuan untuk menghidupi kehidupan bersama
dengan orang lain.
Dengan demikian pendidikan harus didasarkan pada cinta kasih, agar terbentuk
dalam diri individu cinta sesama sebagai modal dasar timbulnya dan
berkembangnya pengapdian masing masing warga negara menuju masyarakat
yang adil dan sejahtera.

4. Aliran-aliran Pendidikan
Dalam segala perkembangannya, pendidikan poada setiap tempat akan
memiliki perbedaan dan keunikan masing masing. Berikut ini akan dibahas
tentang pendapat para ahli tentang pelaksanaan pendidikan terhadap anak yang
dikemukakan dalam beberapa aliran berikut.
a. Nativisme
Aliran ini dikemukakan oleh Schopenheur filsuf bangsa Jerman yang
menyatakan bahwa manusia lahir dengan pembawaan baik dan buruk. Jadi
singkatnya ia mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sia sia untuk

25
mengubah perilaku individu karena telah dibawa sejak lahir, jika dia terlahir
dengan pembawaan baik maka dia akan baik dan sebaliknya
b. Naturalisme
Aliran ini dikemukakan oleh J.J Rousseau filsuf asal perancis ini yang
menyatakan bahwa semua pada awalnya adalah baik dari sang Pencipta dan
buruk ketika amnusia menjamahnya. Jadi aliran ini menyarankan agar manusia
itu dibiarkan hidup seturut dengan alam jangan ada ikut campur dari orang lain
atau singkatnya biarlah dia tumbuh dan berkembang tanpa ada pendidikan
yang diberikan dari orang lain
c. Empirisme
Aliran ini dikemukakan oleh Jhon Locke yang menyatakan p[endapat yang
berlawanan dengan aliran nativisme yakni bahwa individu terlahir kedunia
tanpoa membawa sifat pembawaan dan terlahir seperti kertas putih tinggal
penulis melukis di atasnya, singgkatnya bahwa aliran ini mengatakan bahwa
baik buruknya individu tergantung pada lingkungannya dan bagaimana
oranglain mendidiknya dalam masyarakat.
d. Konvergensi
Aliran ini dikemukakan oleh William Stren seorang ahli jiwa jerman yang
mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan kedua duanya menentukan
perkembangan manusia.teori ini menggabung teori dari nativisme dan
empirisme yang menuju pada satu t5itik pusat.
Jadi menurut teori ini :
a. Pendidikan sangat perlu diberikan
b. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
itu sendiri serta interaksi individu terhadap diri dan lingkungannya
c. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan
kepada peserta didik untuk menggembangkan pembawaan yang baik dan
mencegah berkembangnya hal hal yang buruk

5. Lingkungan Pendidikan
Sartain , ahli psikologi Amerika ini mengatakan bahwa lingkungan merupakan
suatu kondisi dimana kita dapat terpengaru tingkah laku dalam perkembangan
keseharian kita. Maka yang disebut dengan lingkungan pendidikan adalah semua
kondisi yang mempengaruhi perkembangan tingkah laku kita dimana saja.

26
Pengaruh yang diberikan dapar secara langsung dan dapat pula secara tidak
langsung.
Lingkungan pendidikan dapat dibagi atas lingkungan yang bersifat sosial dan
lingkugan yang bersifat alam. Lingkuna yang bersifat alam contohnya adalah
keadaan geografis, iklim, lapangan kehidupan apakah bertani, nelayan , dan
budaya budaya yang ada disekitar kita. Sedangkan lingkungan yang bersifat
sosial berupa lingkungan keluarga, sekolah, masyrakat dan lain sebagainya.
Menurut Ki Hajar Dewantoro ada Tri Pusat pendidikan, yakni lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sedangkan Sartain membaginya menjadi
1. Lingkungan alam atau luar
2. Lingkungan dalam
3. Lingkungan sosial
Penjelasan tentang lingkungan alam dan sosil sama denganpenjelasan diatas,
sedangkan lingkungan dalam adalah hal hal yang mempengaruhi dari dalam diri
individu itu sendiri seperti makanan yang masuk kedalam diri individu itu, yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan selnya dan perkembangan organ tubuhnya.
Berikut akan dijelaskan Tri Pusat Pendidikan yang menjadi faktor besar dalah
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dalam rohani dan pribadinya.
a) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama. Seorang
anak dilahirkan dalam suatu keluarga melalui buah kasih sayang dan sebagai
kodrati anugrah dari Tuhan. Kasih sayang pertamakali dirasakan setiap
individu berasal dari keluarga. Pada hakekatnya orangtua merupakan pendidik
yang tidak dapat digantikan oleh siapapun karena kasih sayangnya dan
kodratinya sebagai orangtua yang emikul tanggung jawab yang besar sebagai
pendidik pribadi dan moral sang anak. Seperti salah satu pendapat para tokoh
dunia tentang lingkungan kelurga yakni J.J Rosseau( 1712-1778) yang
memesankan anak itu bukan orang dewasa dalam bentuk jasmani kecil.
Pikiran, perasaan, keinginan dan kemampuan anak anak tidak sama dengan
orang dewasa. Jadi dia mengharapkan bahwa seorang anak benar benar dididik
dalam lingkungan yang benar benar baik dan mendasar terutama dalam
lingkungan pertamanya yakni lingkungan keluarga. Jadi gambaran kepribadian
anak dapat dilihat dari keadaan keluarganya, dimana jika dalam keluarga

27
tersebut saling menghormati, jujur dan bertanggung jawab,dan sebagainya
maka si anak kemungkinan besar akan juga seperti itu dan sebaliknya juga
keluarga yang buruk.
b) Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah disebut sebagi lingkungan kedua dalam pelaksanaan
pendidikan anak. Lingkungan sekolah berbeda dengan lingkungan keluarga
yang dapat dilihat dari :
1. Lingkunan keluarga adalah lingkungan yang sewajarnya
Pendidikan yang terjadi di dalam keluarga merupakan pendidikan
yang dilaksanakan tanpa ada permintaan dari oranglain melainkan karena
tanggung jawab sebagai kodrati orang tua yang di anugrahkan buah cinta
dari Tuhan dan harus memberinya kasih sayang dan mendidiknya dengan
kasih sayang sebagaimana layaknya orang tua yang sebenarnya
Sedangkan sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang
didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Seiring dengan kebutuhan
keluarga yang semakin kompleks maka dibutuhkan sekola untuk melayani
kebutuhan dan mendidik ank anak sesuai dengan perkembangan yang
terjadi. Dan juga oangtua mendidik sebagai kodrati dari Tuhan sedangkan
guru mendidik karena diminta oleh masyarakat dan diperintahkan oleh
pemerintah.
2. Perbedaan Suasana
Dalam keluarga suasana lebih beabas karena tidak ada aturan yang
benar benar sah untuk mengatur segala tindakan anak dalam keluarga.
Sedangkan dalm lingkungan sekolah sifatnya lebih formal yakni terstuktur
baik dalam jadwal pembelajaran dan kegiatan lainya serta lebih terkoordinir
dengan segala aturan aturan yang ditetapkan, dan apabila anak melanggar
maka akan diberika suatu sanksi.
3. Perbedaan Tanggung Jawab
Dalam hal ini keluarga merupan penanggung jawab pertama dan
utama sedangkan lingkungan sekolah hanya mampu membantu anak untuk
mengoptimalkan kemampuan dan mengoptimalkan perilaku mereka.
Tanggung jawab keluarga lebih utama karena didasari pada kasih sayang.

28
c) Lingkungan Masyarakat

Merupakan lingkungan ketiga dalam proses pembentukan kepribadian


anak anak sesuai dengan keberadaanya. Pendidikan dalam masyaraka akan
berfungsi sebagai pelengkap( complement), pengganti (substitute) dan
tambahan (suplement) terhadap pendidikan yag diberikan oleh orang lain.

Kegiatan pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap perkembangan


kepribadian secara individual maupun kelompok ialah pendidikan ketrampilan,
sebagai akibat belum mantapnya apa yang telah mereka terima pada sekolah
atau dalam keluarga. Kegiatan ini dapt mencakup komunikasi sosial terhadap
oranglain, sikap kerjasama terhadap orang lain dan pembinaan keterampilan
dan kecakapan.

Lingkungan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti hanya menyediakan


pendidikan yang berungsi sama dengan lembaga pendidikan formal disekolah.

Lingkungan masyarakat juga mampu menyediakan pendidikan tambahan yang


berfungsi sebagai tambahan seperti bimbingan belajar dan bimbingan masuk
perguruan tinggi.

2) Pendidikan Karakter
Undang undang No 20 tahun2003 tentang Pendidikan Nasional pasal 3,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta dalam peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.pendidikan nasional ertujuan untuk berkembangnya potensi didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat , kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab.
Saat ini pendidikan yang berlangsung di Indonesia kurang memperhatikan
pengembangan emosi dan spiritual, dimana saat ini setiap jenjang pendidikan mulai
dari jenjang paling randah hingga jenjang paling tinggi selalu mementingkan
pengembangan kognitif. Sementa penelitian yang dilakukan paraa ahli menunjukkan
bahwa keberhasilan seseorang itu ditentukan oleh 20% hardskill atau pengetahuan
kognitif dan 80% oleh softskill atau kemampuan mengolah diri dan orang lain.

29
Contoh nyata yang dapat kita lihat pada saat ini adalah banyanya tauran antar sekolah,
dimana mereka tidak menyadari status mereka sebagai siswa dan bahkan mahasiswa
sekalipun sangat sering melakukan tauran. Dari contoh tersebut tampak jelas bahwa
softskill masyarakat Indonesia sangat rendah.
1. Pengertian Karakter
Dalam hal ini pendidikan karakter memiliki makna yang jauh lebih dalam
bila dibangdingkan dengan pendidikan moral. Pendidikan moral berkaitan dengan
baik buruknya atau benar salahnya perilaku seseoarang. Sedangkan pendidikan
karakter berusaha untuk menanamkan kebiasaan dalam diri seorang peserta didik
agar memiliki kebiasaan tenteng hal baik dalam kehidupanya , sehingga seseorang
memiliki kesadaran dan prmahaman yang tinggi untuk mewujudkan kebijakn
dalam kehidupan sehri hari.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia(2008) karakter adalah sifat
sifat kejiwaan, akhlak atau budi ekerti yang menbedakan seseorang dari yang lain.
Karakter berasal dari bahasa Yunani “ to mark” yang berarti menandai dan
memfokuskan bagaimna mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tinggkah laku. Orang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas
moral positif. Dimanan dia akan menunjukkan dalam hidupnya perbuatan yang
bermakkna dan bermanfaat pada sesamanya, linkunganya, keluarganya, dan dirinya
sendiri yang didasari oleh kekuatan spiritualnya. Berarti karakter perilaku yang
tampak dalam interaksi kehidupan sehari-hari oleh diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya.
Karakteristik tidak lepas dari pengaruh lingkungan dan keturunan, artinya
bahwa seorang anak seringkali tidak jauh beda dari orangtuanya. Lingkungan juga
berperan serta dalam pembentukan karakter, baik lingkungan alam maupun
lingkungan sosial. Dalam ligkungan alam yang mempengaruhi karakter adalah
iklim. Seperti orang yang tinggal di daerah katulistiwa akan sedikit lebih santai
pola pikirnya karena cuaca yang terjadi tidak melibatkan musim salju yang dapt
menghentikan pekerjaan untuk beberapa bulan, sedangkan orang yang tingal di
daerah utara dan selatan memiliki pola pikir yang keras karena harus memikirkan
persediaan amakan untuk musim salju karena mereka akan akan sangat sulit untuk
beraktifitas pada saat itu. Di lingkungan sosial yang keras para remaja cenderung
berperilaku antisosial, keras, tega, dan suka bermusuhan. Dilingkungan perkotaan,
biasanya setiap individu akan kurang bersahabat dan cenderung egois.

30
Maka dapat disimpulkan, karakter adalah sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, yang terbentuk melalui pengaruh keturungan dan
lingkungan, yang membedakan seseorang dengan orang lain yang sifatnya khas
atau unik dan diwujudkan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari hari.
2. Pendidikan Karakter
Dalam negara Indonesia yang merupakan negara dengan ideologi
Pancasila, maka setiap aspek karakter harus dijiwai dengan oleh kelima sila
Pancasila secara utuh dan komprehensif.
a. Bangsa yang ber-Ketuhan-an Yang Maha Esa
Berkesadaran kesadaran sebagai makhluk ciptaan Tuhan Allah, dengan
iman dan takwa. Dalam hubungan manusia dengan penciptaNya, tercermin
karakter saling hormat-menghormati dan hidup rukun serta tentram, damai
dalam perbedaan sebagai bangsa yang ber-Ketuhan-an.
b. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Adil dan beradab diwujudkan dalam perbuatan dalam perbuatan saling
hormat menghormati sesama warga masyarakat tanpa memandang adanya
perbedaan latar belakang status sosial ekonomi, pendidikan, kedudukan
dan lainnya, sehingga timbul suasana kewargaan yang saling bertanggung
jawab.
c. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Persatuan dan Kesatuan bangsa terwujud apabila kita mampu rela
berkorbang demi kepentingan bangsa dan negara agar lebih maju dan lebih
bersatu tanpa mendahulukan urusan pribadi, kelompok dan golongan.
d. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Bangsa Indonesia didasrkan pada nilai kerakyatan yang dipinpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang tercermin
dalam menghargai pendapat orang lain. Dalam hal ini sangat menjunjung
tinggi menghormati hak orang lain dimana hak setiap individu dibatasi
oleh hak orang lain tau individu lainya.
e. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter berkeadilan sosial tampak melalui tingkah laku yang menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghargai hak-hak orang lain,

31
suka hemat, bergaya hidup sederhana, bekerja keras dan menghargai karya
orang lain.
Membangun karakter ( character building) merupakan proses yang
berjalan secara terus-menerus dengan penuh kesadaran dan kemauan untuk
belajar. Lickona(1992) dalam Mulyasa(2012:4-5) menjelaskan ada tiga
komponen yang harus diperhatikan dalam pendidikan karakter, yaitu :
(1) pengetahuan tentang moral, mencakup kesadaran akan moral,
pengetahuan nilai moral, pertimbangan moral, keputusan dan pemahaman
diri.
(2) persaan tentan moral, meliputi kesadaran, empati, mencintai kebaikan
dan kontrol diri.
(3) Tindakan moral, yakni perpaduan dari pengetahuan tentang moral dan
perasaan tentang moral yang diwujudkan dalam bentuk kompetensi,
keinginanm dan kebiasaan. Karakter dikembangkan melalui tahapan
pengetahuan, perbuatan, dan pembiasaan.
Pembentukan karakter melalui proses pendidikan meliputi empat
bagian yang harus diasah dalam kehidupan seseorang sehingga makhluk
individu yang terdiri dari fisik dan phisikis seperti yang dikemukakan oleh
Muclas Samani dan Hariyanto. Keempat bagian tersebuat adalah :
(1) Olah ahti, berkenaan dengan perasaan, sikap dan keyakinan atau iman.
(2) Olah Pikir, berkenaan dengan proses nalar, kritis, kreatif, tingkah laku
cerdas, dan yang lainya.
(3) Olah Rasa dan Karsa, berhubungan dengan motivasi, kemauan,
kepedulian dan citra.
(4) Olah Raga, berkenaan dengan persepsi, kesiapan, peniruan,
manipulasi, sportivitas, dan penciptaan aktivitas baru.
Muchlas Samani dan Hariyanto menjelaskan bahwa pendidikan
karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang memiliki karakter dalam dimensi hati,
pikir, raga, rasa, dan karsa. Dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter
adalah pendidikan budi pekerti , pendidikan nilai atau norma, pendidikan
watak dengan maksud mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan
sikap.

32
Pendidikan karakter sangat perlu dikembangkan melalui pendidikan
ditengah keluarga, sekoah dan masyarakat. Karakter sangat penting dalam
menentukan dalam mencapai tujuan hidup, baik secara pribadi, kelompok
masyarakat atau golongan dan bangsa.

3) Hakekat Manusia
1. Latar belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana juga makhluk yang lain
di muka bumi ini dan setiap makhluk yang dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertantu
yang membedakannya dengan makhluk lainya.
2. Beberapa pandangan tentang manusia sebagai berikut:
a. manusia itu adalah makhluk berpikir ( homo sapins), biasanya
berpikirnyamanusia itu adalah kalau dihadapkan pada masalah-maslah terutama
masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari, dari masalah yang sederhana
sampai kepada masalah yang rumit, berpikir juga tentang gejaka gejala alam yang
diamatinya, dan menyelidiki sesuatu sampai menemukan sesuatu.
b. manusia adalah makhluk yang suka berbuat, suka menciptakan dan
menghasilkan sesuatu( homo Faber), memiliki kreatifitas yang tinggi dan rajin
bekerja.
c. manusia juga disebut sebagai makhluk animal educandum, makhluk yang dapat
dididik, karena ia mampu berkata kata dan berbahasa, mapu berkomunikasi dan
menerima pesan pesan, mempunyai potensi untuk mengerti, memahami, mengingat
dan berpikir.
d. manusia adlah makhluk yang suka berkawan, butuh mempunyai teman sehingga
dikatan manusia itu adalah suka bekelompok mengadaakan hubungan sosial( zoon
politicon).

3. Eksistensi Manusia
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Tidak ada orang yang dilahirkan persis sama, walaupun [ada anak kembar
sekalipun. Jadi, dari lahir sudah ada pembawaannya masing masing. Setiap
orang ingin menguaktualisasi dirinya, artinya mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada dirinya sendiri. Sebagai seorang individu, anak akan memerlukan
pendidikan untuk megaktualisasikan rinya sebagai individu dan akan membatasi

33
dirinya dengan prinsip dirinya sendiri terhadap pengaruh pengaruh yang datang
dari lingkungannya.
b. Manusia sebagai makhluk sosial
Anak menemukan akunya, membedakan akunya dengan aku orang lain yang
ada disekitarnya dalam pergaulan. Semenjak kecil yakni mulai dari bayi
manusia sudah dididik, diajari, diajak komunikasi yang menandakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial. Manusia itu adalah mahkluk sosial sekaligus
makhluk individu, sebagai manusia dia kedua duanya dalalam kesatuannya
sebagai suatu pribadi.
c. Manusia sebagai mahkluk susila
Telah dikemukakan bahwa manusia dapat menbedakan antar baik dan jahat,
antara pantas dengan tidak pantas yang diperoleh dari perkembangan
pengetahuannya. Sehigga kita menilai seseorang itu melalui tindakan susilanya
bukan pengetahuan susilanya. Manusia susila adalah manusia yang memilki,
menghayati dan melakukan nilai nilai kemanusiaan.
d. Manusia sebagai makhluk religious
Manusia sejak jaman dahulu sudah memiliki kepercayaan terhadap suatu
kekeuatan supranatural. Hingga pada akhirnya manusia dianugerahi wahyu
untuk percaya kepada Tuhan Allah melalui ajaran ajaran para nabi. Memang,
pada dasarnya manusia adalah homo Religioso( makhluk yang religious). Tugas
dari pendidikan adalah untuk mendalami baik buruknya tindakan melalui
pengkajian agama, dan mengajarkanya untuk dilakukan. Untuk dapat
menjalankan kehidupan religius, jelas anak memerlukan pendidikan yan
mengandung pengkajian-pengkajian, latihan-latihan, dan ritual-ritual, yang
akhirnya diharapkan akan membantu dia kearh penyatuan diri dengan Tuhan.

4. Perkembangan Dimensi-Dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan


a. Pengembangan diri sebagai individu
Pengembangan diri sebagai makhluk individu, berarti pendidikan membantu
anak itu menjadi dirinya sendiri, dia dikembangakan menjadi suatu pribadi
yang utu karena tidak ada orang yang dilahirkan persis sama, setiap individu
itu berbeda. Mengembangakan manusia sebagai makhluk individu bukan
berarti mengembangkan sifat egoisme dalam dirinya akan tetapi agar seorang

34
pribadi individu itu menjadi dirinya sendiri bukan jiplakan dari orang lain,
singkatnya dia memiliki pendirian sendiri tentang gaya dan keadaan hidupnya.

b. Perkembangan manusia sebagai makhluk sosial


Untuk memebimbing anak dalam pengembangan sikap sosial, yang diperlukan
juga untuk menjamin kemajuan masyarakat mereka memerlukan pendidikan,
warisan sosial, warisan budaya sehingga merangsang perkembangan sosial
anak sebaik baiknya. Manusia adalah makhluk yang selalu berinterakasi
dengan sesamanya, tidak dapat mencapai apa yang selalu diinginkan secara
seorang saja.
c. Perkembangan manusia sebagai makhluk susila
Hanyalah manusia yang dapa mengetahui dan menghayati norma norma dan
nilai nilai dimana yang baik dan mana yang tidak baik. Pentingnya
pengetahuan dan tingkah laku susila secar nytata dalam masyarakat
mempunyai dua alasan pokok yaitu:
1. Untuk kepentinganya sebagai individu
Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya denga
norma, nilai dan kaidah yang ada di masyarakat dimana ia hidup, maka dia
tidak dapat penerimaan dari masyarakat.
2. Upaya kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat.
Norma, nilai, dan kaidah merupakan hasil persetujuan bersama uyntuk
dilakukan dalam kehidupan bersama untuk mencapai tujuan bersama.
d. Pengembangan manusia sebagai makhluk religius
Penddikan agama lebih dari tentang pengkajian tentan agama, yang dituju
bukan saja agar individu dapat berbicara tentang agama tetapi bagai mana
individu itu berjalan dalam kehidupan agama, artinya dia bertindak dan
berbuat dalam kehidupannya sesuai dengan pengetahuan agamanya. Sehingga
disisni pendidikan agama tidak berfokus pada pengetahuan tetapi pada
pengembangan mannya.
Keempat dimensi tersebut hanya dapat diwujudkan dan dilaksanakan melalui
pendidikan, sehingga dapat disimpulkan tanpa pendidikan tidak dapat
diaktualisasikan keempat aspek eksistensi manusia tersebut.

35
4) Hakekat Masyarakat
Perubahan perubahan sosial di dalam masyarakat indonesia tidak dapat lagi
diputar kembali dan bertujuan untuk membangun masyarakat indonesia yang baru.
Dimana perubahan yang terjadi merupakan pengaruh dari pendidikan. Perkebangan
pendidikan membuat pola pikir masyarakat menjadi leih maju sehingga pelaksanaan
demokratis akan semak baik, karena masyarakat akan selalu berpikir kritis terhadap
setiap keputusan dalam masyarakat. Perkembangan pendidikan membuat teklnologi
dan komunikasi semakin canggih sehingga batas antar negara atau wilayah seakan
akan tidak adalagi. Hal ini membuat komunikasi dan relasi setiap individu akan
semakin luas dan sangat mudah untuk dijangkau dimanapun berada.
Masyarakat indonesia yang dulunya mengalami masa Orde Bru yang sangat
otoriter berusaha untuk menentangnya sejalan dengan pengetahuan yang semakin
berkembang terutama dikalangan npara mahasiswa sehingga muncullah Reformasi
yang lebih demokratis dan sesuai dengan harapan masyarakat. Dari hal tersebut
muncul visi baru Masyarakat Indonesia yakni : mengembangkan kualitas manusia
indonesia. Yang diikuti dengan misinya yakni :
1. Memberdayakan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai. Di dalam
usaha tersebut perlu melibatkan dan meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat.
2. Pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan yang berdasarkan kepada
prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
Mencermati kembali pendidikan kita selama ini ada dua hal yang sangat penting
dikemukakan di dalam pembangunan pendidikan nasional, yaitu:
a. Lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai, dan
b. Prinsip prinsip pengelolaan pendidikan yaitu desentralisasi serta pengakuan
kembali terhadap otonomi keilmuan serta manajemen yang efisien dan efektif.

5) Hakekat Peserta Didik


Pada penjelasan sebelumnya, dikatakan bahwa pendidikan itu adalah usaha
menyadarkan anak tentang potensi yang ada padanya, membantu mengembangkan
potenmsi yang ada seoptimal mungkin, memberikan engetahuan dan keterampilan,
memberikan latihan-latihan, motivasi untuk terlibat dalam pengalaman-pengalaman
yang berguna, mengusahakan lingkungan yang serasi dan kondusif untuk belajar,

36
mengarahkan bila ada penyimpangan, mengolah materi pebelajaran sehingga peserta
didik bernafsu untuk menguasainya dan meningkatkan intensitas proses pembelajaran.
Dalam proses pendidikan harus disadaribahwa peserta didik bukanlah manusia
dewasa dalam bentuk jasmani kecil, akan tetapi peserta didik memang manusia yang
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Disamping itu perlu disadari bahwa proses pendidikan harus dilakasanaka
secara umum karena tidak ada peserta didik yang persis sama.
Karena itu dalam praktek pelaksanaan pendidikan sebaiknya disadari setiap
pelaksanaan pendidikan hal hal sebagai berikut :
1. Setiap peserta didik memiliki kebutuhan fisik dan psikologi yang berbeda beda
2. Peserta didik memerlukan pemberlakuan yang manusiawi dalam proses pendidikan
3. Peserta didik merupakan individu yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya
4. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikanya sendiri sesuai dengan wawasan
belajar sepanjang hayat

6) Hakekat Guru atau Pendidik


1. Guru merupakan agen pembaharuan.
2. Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat.
3. Guru memahami karakteristik unik dan berupaya memenuhi kebutuhan
pendidikan yang bersifat khusus dari masing-masing peserta didik yang memiliki
minat dan potensi yang perlu diwujudkan secara optimal.
4. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru menciptakan kondisi yang menggugah dan
menyediakan kemudahan bagi subyek didik.
5. Pendidik tenaga kependidikan dituntut menjadi contoh dalam pengelolaan proses
belajar-mengajar bagi calon guru yang menjadi subyek didiknya.
6. Guru bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan
kemampuannya.
7. Guru menjunjung tinggi kode etik profesional.

7) Hakekat Pembelajaran
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia.sadar atau tidak, kegiatan belajar sebenarnya telah dilakukan manusia sejak
lahir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan mausia sejak lahir untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

37
Sedangkan pembelajaran adalah suatu aktivitas yang melibatkan berbagai
komponen untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran merupakan sesuatu yang
kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran harus
merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan
(Miarso, 2009: 550-551).
Berbagai pengertian belajar yang telah dikemukakan terdapat beberapa hal pokok
didalamnya yaitu :
1) Bahwa belajar itu membawa perubahan aktual maupun potensial,
2) Perubahan itu menimbulkan kecakapan baru,
3) Perubahan terjadi karena usaha sadar atau dengan sengaja.

Dari berbagai definisi belajar, ada empat rujukan yang terkandung didalamnya, ialah :
1) Adanya perubahan atau kemampuan baru
2) Berlangsung menetap dan dapat disimpan
3) Terjadi karena adanya usaha
4) Dan tidak hanya timbul karena adanya pertumbuhan

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap meliputi
ranah kognitif, efektif, dan psikomotor. Perubahan tingkah laku tersebut diperoleh
setelah mahasiswa menyelesaikan program pembelajaran melalui interaksi dengan
berbagai sumber dan lingkungan belajar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakekatnya adalah :
1. Peristiwa belajar-mengajar (pembelajaran) terjadi apabila subyek didik secara
aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. Di dalam
interaksi belajar-mengajar tersebut, setiap peserta didik diperlakukan sebagai
manusia yang bermartabat, yang minat dan potensinya perlu diwujudkan secara
optimal.
2. Proses belajar-mengajar (pembelajaran) yang efektif memerlukan strategi dan
media/teknologi pendidikan yang tepat.
3. Program belajar-mengajar dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem.
4. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
5. Pembentukan kemampuan profesional keguruan memerlukan pengintegrasian
fungsional antara teori dan praktek serta materi dan metodologi penyampaiannya.

38
6. Pembentukan kemampuan professional keguruan memerlukan pengalaman
lapangan yang bertahap secara sistematis, mulai dari pengenalan medan, latihan
keterampilan terbatas, sampai dengan pelaksanaan dan penghayatan tugas-tugas
kependidikan secara utuh dan actual.
7. Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan professional adalah peragaan
penguasaan kemampuan melalui unjuk kerja.
8. Materi pembelajaran dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.

8) Landasan-Landasan Pendidikan
1. Landasan Agama
Agama sebagai landasan pendidikan, bukan hanya berlaku pada pendidikan
formal di lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi, melainkan juga harus melandasi pendidikan dalam keluarga
sebagai lembaga pendidikan informal, dan dalam masyarakat atau pendidikan
nonformal. Ajaran dan nilai agama menjadi dasar atau landasan terhadap
pelaksanaan proses kegiatan pendidikan yang mencakup, tujuan, materi, metode,
sistem, pengelolaan, dan pembangunan pendidikan. Dalam pendidikan harus
diutamakan pemenuhan dan pengembangan kebutuhan material dan spiritual
secara seimbang, tidak sesuai bila salah satu dikesampingkan dan satunya
diutamakan. Kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani harus diperhatikan, karena
itu pendidikan harus dapat mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi, spiritual tinggi, dan kecerdasan emosional tinggi.
Salah satu dasar Negara Republik Indonesia, sebagai dasar pertama, adalah
Kebutuhan Yang Maha Esa. Hal ini menyatakan bahwa Negara Republik
Indonesia menjamin setiap warga negara memeluk agama masing-masing sesuai
dengan kepercayaan mereka, tidak dapat memaksakan agama dan kepercayaan
kepada orang lain. Keuddukan hidup dan kehidupan manusia dihadapan Tuhan
Yang Maha Esa adalah sama, tidak membedakan ras, suku, golongan, tua ataupun
muda, kaya ataupun miskin. Nilai ini harus menjiwai pelaksanaan proses kegiatan
pendidikan, dimana peserta didik adalah sama di hadapan pendidiknya, dan
mendpaatkan hak dan kesempatan yang sama dalam pelayanan pendidikan bagi
setiap warga negara.

39
2. Landasan Filsafat
Landasan filsafat merupakan salah satu dasar yang harus dipegang dalam
pelaksanaan proses kegiatan pendidikan. Landasan ini berkenaan dengan sistem
nilai, yaitu merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan
dengan arti kehidupan, sehingga filsafat disebut juga sebagai pandangan hidup.
Filsafat dan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, karena
kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat normative (sarat, penuh
dengan masalah nilai) dan kegiatan yang bertujuan. Seorang pendidik harus
memahami betul filsafat bangsanya, dan harus memahami betul ke arah mana
tujuan pendidikannya, ke mana murid-murid akan diarahkan, corak masyarakat
yang bagaimana yang ingin dicapai (indrakusuma 1973:44).
Pendidikan sebgai proses kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi
sumber daya manusia yang manusiawi, secra mendasar harus dilandasi oleh nilai-
nilai filsafat yang meyakinkan. Nilai-nilai fiksafat meliputi makna-makna tentang
alam, kehidupan, ilmu, moral sampai padaa agama dan ketuhanan.

3. Landasan Sosiologi
Sekolah sebagi lembaga pendidikan secra historis dibentuk atau didirikan oleh
dan untuk masyarakat. Guru dipilih oleh anggota masyarakat untuk mendidik dan
membimbing peserta didik menajdi anggota masyarakat kelak. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan bagi anak-anak mereka,
karena pendidikan informal yang mereka laksanakan selama ini pada masing-
masing keluarga dirasakan tidak lagi memadai karena selama ini pada masing-
masing keluarga dirasakan tidak lagi memadai karena kemajuan zaman (Wuraji.
1998: 69). Karena itu sekolah mempunyai struktur, sistem, proses, dan pelaku-
pelaku kegiatan serta pola-pola interaksi yang semuanya itu kaan menentukan
jalannya aktivitas yang dilakukan di sekoalh. Sebagai suatu sistem sosial, sekoalh
mempunyai pola-pola interaksi seperti :
a. Interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru, dengan
staf administrasi dan pimpinan sekolah.
b. Adanya dinamika kelompok yang terjadi di dalam maupun di luar kelas.
c. Adanya struktur dan fungsi-fungsi sistem pendidikan di sekolah tersebut
(Sudarjo. 1998: 27).

40
4. Landasan Hukum
Pancasila seperti tercantum dalam UUD 1945 merupakan kepribadian, tujuan,
dan pandangan hidup bangsa Indonesia, oleh karena itu acuan yang harus menjadi
dasar landasan hukum sistem pendidikan nasioanal adalah Pancasila.
Landasan hukum utama dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional bagi
masyarakat bangsa dan negara Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 dan
didukung oleh undang-undang dan Keputusan-Keputusan yang dibuat oleh
pemerintah.

5. Landasan Moral
Agama, filsafat, sosial, dan hukum adalah sebagai sumber nilai bagi individu
dan masyarakat, perwujudannya muncul dari perilaku, perbuatan, serta tindakan
manusia dalam bentuk reaksi emosional, intelektual, spiritual, sosial, dan
keterampilan terhadap lingkungannya.
Manusia yang menghendaki hidup damai, aman, tentram, nyaman, dan penuh
kepuasan, serta sejahtera, modal dasarnya terletak pada kadar serta bobot moral
(akhlak) yang melekat pada dirinya.
Moral (akhlak) mulia itu harus terintegrasi dalam totalitas kehidupan manusia
itu yang meliputi, mulia dalam bercucap, mulia dalam bergaul, mulia dalam
bergagasan, mulia dalam bekerja, mulia dalam berbisnis, mulia dalam berpolitik,
mulia dalam bergaul, mulia dalam bermasyarakat (Nursid Sumaatmadja.
2002:53).

9) Asas-asas Pendidikan

1. Asas Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education)


Manusia tidak pernah berhenti mengembangkan dirinya menuju
kedawasaan dalam arti luas. Oleh karena itulah maka dikatakan bahwa manusia
selalu dalam proses menjadi. Pendidikan sepanjang hayat bukan hanya untuk
pesera didik saja, tetapi juga untuk guru, orang tua, tokoh atau pemuka
masyarakat termasuk juga para pemipin. Bersikap terus terang, keterbukaan, tidak
ada kebohongan, jujur, berdedikasih tinggi, berdisiplin, dan menghargai
perbedaan, merupakan sikap keteladanan yang terpancar dari diri pribadi pendidik
sehingga merupakan perilaku sehari-hari dalam berbuat dan bertindak. Hal ini

41
merupakan keteladanan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu yang selalu mengalami proses pendidikan dalam
hidupnya.
2. Asas Kasih Sayang
Kasih sayang hakekatnya adalah kerelaan mengabdi atau berkorban demi
kebahagiaan orang lain. Kehidupan yang dilandasi kasih sayang bukan mencari
kesalaha melainkan memaafkan kesalahan dan mencari solusi untuk mengatasi
masalah tersebut. Interaksi yang terjadi dalam proses pendidikan harus didasarkan
pada:
a. Kelemahlembutan
b. Kemurahan hati
c. Kesabaran
d. Kesederhanaan
e. Ketulusan
f. Kejujuran
Asas kasih sayang memiliki makna yang sangat berarti dalam proses
kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh tanggung jawab menciptakan dan
membina sumber daya manusia yang perilakunya berpijak pada kasih sayang.
3. Asas Demokrasi
Demokrasi adalah kesetaraan hak dan kewajiban sebagai umat manusia
serta upaya bersama untuk mencapai kesejahteraan bersama. Penerapan
demokrasi dalam pendidikan menjadi sarana pembinaan peserta didik menjadi
manusia yang demokratis sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara dan kedudukannya sebagai manusia yang beradab. Oleh karena itu semua
unsur pendidik di masyarakat hendaknya benar-benar memahami dan
menghayati makna demokrasi dalam pendidikan.
4. Asas Keterbukaan dan Transparansi
Keterbukaan mengandung makna bahwa apa yang dilakukan dan apa yang
ada dalam diri seseorang dapat dan harus diketahui orang lain, tidak ada yang
tersembunyi atau rahasia. Sedangkan transparansi dapat diartikan dengan bening,
walaupun ada yang menghalangi namun tetap terlihat dengan jelas. Keterbukaan
dan transparansi sering disatukan karena memiliki makna dan tujuan yang sama
yaitu kejujuran. Dengan demikian, keputusan atau tindakan maupun perbuatan

42
yang dilakukan, dilakukan denga tulus, jujur, senang hati, dan bertanggung
jawab.
5. Asas Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya. Aktivitas
yang dilakukan dalam proses pendidikan harus selalu didasarkan pada tanggung
jawab, karena kegiatan apapun yang dilakukan dalam pendidikan selalu diarahkan
untuk mencapai tujuan yakni mendidik dan membimbing peserta didik agar dapat
tumbuh dan berkebang secara optimal sesuai dengan kemampuan dan segala
potensi yang dimiliki. Sekecil apapun tindakan atau perbuatan yang dilakukan
dalam proses pendidikan harus dapat dipertanggungjawabkan.
6. Asal Kualitas
Asas kualitas dalam proses dan kegiatan pendidikan, dapat dikatakan
sebagai muara dari asas-asas pendidikan sepanjang hayat, kasih sayang,
demokrasi, keterbukaan, dan transparansi, serta tanggung jawab. Pendidikan yang
berlandaskan kualitas akan dapat melahirkan peserta didik yang berkualitas dan
bermakna bagi hidup sendiri, dan kehidupan orang lain.
7. Panca Darma Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Nasional Indonesia, menerapkan
Panca Darma pada perguruan yang didirakan beliau. Dalam pelaksanaannya,
Taman Siswa menerapkan lima asas yang disebut Panca Darma, yaitu:
a. Asas kodrat alam
b. Asas kemerdekaan
c. Asas kebudayaan
d. Asas kebangsaan
e. Asas kemanusiaan
Beliaulah yang pertama melaksanakan pendidikan dengan berlandaskan
pada kebudayaan bangsa Indonesia, dan karenanya beliau dianugrahi sebagai
bapak pendidikan dan hari lahirnya ditetapkan menjadi hari pendidikan nasional.
8. Dasar-dasar Pendidikan Mohammad Sjafei
Menurut tokoh pendidikan yang mendirikan “Ruang Pendidikan INS”
dasar-dasar pendidikan republik Indonesia adalah:
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa d. Ke-Rakyatan
b. Ke-Manusiaan e. Ke-Bangsaan
c. Ke-Sosialan f. Dst...........

43
KOMENTAR PADA BAB V :

 Kelebihan
1. Materi yang dijelaskan cukup luas
Hal ini dapat kita lihat dari setiap sub materi yang dijelaskan, dimana
setiap sub materi yang dijelaskan dalam bab HAKEKAT ILMU
PENDIDIKAN boleh dikatan luas karena baik dalam materi hakekat
pendidikan, pendidikan karakter, hakekat manusia, hakekat masyarakat,
hakekat peserta didik, hakekat guru atau pendidik, landasan landasn
pendidikan, dan asas-asas pendidikan dijelaskan secara luas.
2. Contoh yang diberikan sangat mengena dengan materi yang bersangkutan
Kita dapat melihat hal ini dari setiap contoh yang diberikannya pada setiap
sub materi. Contoh, pada materi pendidikan karakter tepatnya pada sub
materi pengertian karakter, diberikan contoh contoh yang sangat jelas
bagaimana lingkungan alam dan sosial mempengaruhi karakter seseorang.
Lihat halan 80
3. Struktur buku atau struktur sub materi yang disajikan tertata baik
Ini bisa kita lihat dari daftar isi buku tersebut dimana setiap materi
dijelaskan per sub materi dengan baik mulai dari pengertian, atau latar
belakang, tujuan dan aspek aspeknya.
4. Dilengkapi dengan pendapat pendapat para ahli yang cukup banyak
Kita lihat dalam materi Hakekat Pendidikan dimana pengertian
pendidikan dijelaskan lebih lanjut lagi dengan menambahkan pengertian
pendidikan menurut para ahli yang cukup banyak. Lihat halaman 57.

 Kekurangan
1. Dalam penjelasannya seringkali mengulang ulang penjelasan yang telah
ada
Contohnya dalam materi hakekat pendidikan kita akan sering membaca atau
menemukan bahwa pendidikan itu bukan menciptakan apa yang diinginkan
melaikan membantu peserta didik dapat kita lihat di halaman 51 hingga 55
2. Banyak pengertian pengertian suatu hal yang berbeda beda sehingga
membuat bingung dan ragu akan kepastian pengertian tertentu

44
Contohnya pengertian pendidikan yang sangat banyak membuat sulit untuk
menyimpulkan apa sebenarnya pendidikan itu, pengertan karakter dan
masih ada beberapa kata kunci yang didefenisikan menjadi beberapa bagian
yang menyulitkan memahami pengertiannya sebenarnya
3. Banyak kata kata yang sulit dimengerti dalam penjelasanya
Banyak dijumpai kata kata yang sulit dimengerti seperti psikomotorik,
faedah, dedikasi, aferktif, dan beberapa kata lainya sehingga mempersulit
pemahaman.

45
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Bahwa setiap bab pembahasan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Namun, pada setiap bab memiliki kekurangan hanya sedikit. Dibanding
kelebihan yang sangat banyak. Ini artinya, buku tersebut diatas rata-rata atau cukup
baik untuk menjadi sumber referensi belajar bagi mahasiswa.
Karena pada dasarnya setiap mahasiswa membutuhkan buku yang sangat
akurat. Terjamin mutunya. Dan memiliki kelengkapan atau kerincian dalam
pembahasannya.
Pada buku ini, tim dosen UNIMED sudah sangat mengupayakan memberikan
buku yang terbaik bagi seluruh mahasiswanya. Dan harapan itu sudah terpenuhi
meskipun tidak seluruhnya. Karena pada dasarnya, setiap karya yang dibuat oleh
tangan manusia, tidak pernah tercipta sempurna. Selalu memiliki kekurangan
tersendiri. Meskipun itu terbilang hanya sedikit.
Meskipun memiliki beberapa kekurangan secara tertulis. Namun, buku filsafat
pendidikan ini sudah tepat untuk menjadi bahan ajar bagi mahasiswa. Sebagai sumber
referensi ataupun pembanding.

2) Saran
Jika seluruh kekurangan dapat terpenuhi, maka buku ini terbilang sempurna.
Agar sekiranya tim penulis tidak banyak menyajikan kata-kata yang sulit untuk
dipahami. Karena pada dasarnya, buku ini disajikan bagi mahasiswa baru yang masih
sangat kurang penguasaan kosa katanya. Sehingga dapat menyulitkan para pembaca
yang objeknya adalah mahasiswa baru.
Pada buku ini juga tersaji setiap definisi yang diambil dari para tokoh.
Alangkah lebih sempurnanya serta lebih memudahkan dan menyenangkan pembaca,
jika tim penulis menyajikan dan menarik kesimpulan definisi diakhir pembahasan.
Sehingga diperoleh lah definisi secara umumnya.

46

Anda mungkin juga menyukai