Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDIVIDU

FILSAFAT ILMU

TENTANG

“LAPORAN BUKU (Critical Book Report)”

Dosen Pembina Mata Kuliah:

Prof. Sufyarma Marsidin, M.Pd.


Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed., Ed.D

OLEH

RAHAYU DEWANY

NIM : 21151024

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak kita menapaki bangu sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai ke jenjang
pendidikan selanjutnya kita akan tetap dan pasti selalu bergelut dengan ilmu. Ilmu dalam
berbagai bidang, baik itu matematika dengan konsep penjumlahan, bahasa dengan konsep huruf
dan bidang agama dengan konsep dunia diciptakan Tuhan, ilmu pengetahuan alam dengan
konsep air yang semua itu merupakan ilmu. Berfilsafat tentang ilmu berarti berterus terang
kepada diri kita sendiri untuk mencari tahu tentang ilmu, ciri-ciri ilmu, cara mengetahui bahwa
ilmu itu merupakan pengetahuan yang benar, kriteria yang digunakan untuk menemukan
kebenaran ilmu secara ilmiah, mengapa kita harus menpelajari ilmu dan apa kegunaan ilmu itu
sendiri. (Suriasumantri, 2003:19-20). Kita akan terus bertanya tentang ilmu, bertanya dan
bertanya lagi hal inilah yang dinamakan berfilsafat. Filafat berarti upaya penyeledikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumannya. Filsafat dapat
menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh akal budi kita. Batas ketidak mampuan akal
budi kita menjawab segala pertanyaan yang ada dan berhubungan dengan ilmu itulah merupakan
batas kerja filsafat.

Untuk memperoleh pemahaman bagaimana ilmu, bagaimana filsafat ilmu, apa makna
dari ilmu itu sendiri dan tanggung jawab ilmu terhadap manusia serta tanggung jawab manusia
terhadap ilmu. Maka uraian lebih lanjut didalam buku ini memungkinkan memberi pemahaman
serta penjelasan pada kita (pembaca)

B. Tujuan
1. Memperdalam pengetahuan tentang filsafat dan filsafat ilmu
2. Membangun pola fikir kritis pembaca
C. Manfaat
1. Dengan tugas ini banyak manfaat yang dirasakan baik manfaat internal maupun
manfaat eksternal. Bagi manfaat internal, tugas ini dapat menjadi refresnsi singkat
bilamana suatu hari dibutuhkan dan manfaat eksternalnya, tugas ini dapat
memberikan motivasi bagi kita dalam mencari dan mendalami filsafat ilmu.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identitas Buku
1. Judul buku : Filsafat dan Filsafat Ilmu
2. Penulis : Dr. Aripin Banasuru, M.Pd
3. Penerbit : Alfabeta
4. Tahun terbit : 2014
5. ISBN : 978-602-7825-34-5
6. Cetakan ke :2
7. Tempat terbit : Bandung
8. Halaman isi : 105
9. Daftar pustaka : 4 halaman
10. Data penulis : 2 halaman
11. Topik/isi utama : Filsafat dan Filsafat Ilmu
BAB I : Seputar tentang filsafat
BAB II : kedudukan filsafat ilmu
BAB III : nilai-nilai etika dan estetika
BAB IV : pertanggung jawaban telaah epistemologi

Tentang penulis

Penulis buku ini adalah Dr. Aripin Banasuru, A.Md., S.Pd., M.Pd., lahir di Konawe, 16
Agustus 1968, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Konawe, 1962; SMPN
Wawotobi, 1985; SMAN Wawotobi, 1988; D3 FKIP Universitas Sam Ratulangi Manado, 1992;
S1 Universitas Negeri Gorontalo, 1995; S2 Pasca Sarjana Universitas Negeri Makasar, 2003; S3
Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta Program Studi Pendidikan Bahasa, 2012.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, ia menekuni profesi pendidik mulai dari guru SD
sampai Dosen pada perguruan tinggi. Karya tulis yang telah dibukukan beliau; Seputar
Jurnalistik oleh Aneka Solo, 1996; Bahasa Indonesia oleh Usaha Nasional-Surabaya, 1996;
Pelajaran Bahasa Tolaki Jilid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, oleh FKIP Gorontalo Press, Edisi kedua
cetakan ketiga, 2001; Pedoman Ejaan Bahasa Tolaki oleh Delta Aksara-Jakarta, 2008; Formula

2
Lord dalam Sastra Lisan Tolaki Taenango oleh UMI Makassar, 2012 (Makalah Seminar
Internasional); Nilai-Nilai Etika dan Estetika dalam Epik Naratif Tolaki Taenango, oleh PPs
UNJ-Jakarta (Disertasi), 2012; Pendekatan Struktural dalam Penelitian Sastra, oleh Universitas
Negeri Gorontalo, 2012 (Makalah Seminar Nasional); Keterampilan Berbahas dan
Pembelajarannya dalam proses penerbit; Kemampuan Dasar Guru dalam Pembelajran Bahasa
dalam proses penerbitan. Beberapa tulisan dalam jurnaal ilmiah.

B. Isi Buku
1. BAB I :Seputar Pengantar Filsafat
a. Pengertian Filsafat

Kata filsafat secara etimologi berasal dari bahasa yunani philosophia yang terdiri
atas dua kata, yakni philein yang berarti ‘cinta’ dan kata Sophia yang berarti ‘bijaksana’.
Sehingga arti kata philosophia bermakna ‘cinta kebijaksanaan’. Orang yang senantiasa
berfilsafat disebut filsuf. Seorang filsuf adalah pecinta kebijaksanaan atau seseorang yang
merupakan pencari kebijaksanaan.

Ada beberapa filsuf yang memberi pengertian filsafat salah satunya adalah
Pythagoras 9572-497 sM) yang merupakan filsuf pertama yang menggunakan kata
filsafat. Ia menegaskan bahwa manusia dibagi kedalam tiga tipe. (1) mereka mencintai
kesenangan (2) mereka mencintai kegiatan (3) mereka yang mencintai kebijaksanaan,
selanjut Plato (427-347sM) memberi bahwa pengertian filsafat adalah pengetahaun yang
berminat mencapai pengetahuan kebenaran asli, sedangkan Aristoteles (384-332 sM)
memberi pengertian filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retotika, etika, ekonomi, politik dan estetika.

Masih banyak lagi para filsuf yang mengemukakn pendapatnya mengenai


pengertian filsafat akan tetapi semua pengertian yang dikemukan oleh para filsuf tersebut
tidak lain dan tidak bukan bahwa pengertian filsafat ini merupakan bentuk berpikir,
proses berpikir, dan hasil berpikir tentang Tuhan, alam, dan manusia. Oleh karena itu,
semua pandangan dari para filsuf benar adanya. Perbedaan dari defenisi-defenisi yang
dikemukan oleh pada filsuf hanya terletak pada sudut filsafat itu dilihat dan ditarik
pengertiannya.

3
b. Karakteristik Berpikir Filsafat

Dalam berpikir filsafat tentu harus terkait dengan aturan-aturan atau syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk mengategorikan bahwa berpikir mana yang termasuk berpikir
filsafat. Suriasumantri (2003:20-250 mengemukakan tiga karakteristik berpikir filsafat.
Pertama, sifat menyeluruh. Karakteristik berpikir filsafat menyeluruh ini dimaksudkan
bahwa berpikir dilakukan dengan menghubungkan antar berbagai unsur atau again
sebagai sebuah unsur yang saling berkaitan. Kedua, sifat mendasar. Berpikir yang
bercirikan mendasar adalah proses berpikir yang tidak serta merta menerima sesuatu
benar, melainkan harus berpikir suatu masalah sampai masalahnya yang paling mendasar.
Bertanya dan terus bertanya tentang sesuatu yang dipikirkan. Ketiga, sifat spekulatif.
Dalam berpikir banyak kemungkinan-kemungkinan yang berpeluang benar adanya.
Namun, kita akan menetapkan sebuah pemikiran yang memiliki kemungkinan benar yang
lebih besar. Berkeputusn dengan menyadarkan pemikiran pada kemungkinan yang lebih
besar inilah yang disebutkan dengan berpikir spekulatif.

Selain karakteristik berpikir filsafat menurut suriasumantri diatas, terdapat juga


beberapa para ahli didalam buku ini yang mengemukakan ciri-ciri berpikir fisafat, akan
tetapi dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan berpikir filsafat apabila telah
memenuhi syarat dan aturan yang telah ditetapkan, karena tidak semua orang berpikir itu
disebut dengan berpikir filsafat.

c. Metode Filsafat
Pada ummnya dikenal dua metode ilmiah yang digunakan ilmu pengetahuan alam
dan ilmu-ilmu kemanusiaan, yaitu metode ilmu deduksi dan metode ilmiah induksi.
Metode ilmiah deduksi merupakan metode ilmiah yang bersifat a priori. Metode ilmiah
ini tidak berangkat dari data-data empiris atau pengalaman, melainkan berangkat dari
suatu kebenaran, konsep atau definisi yang diandaikan. Kebenaran atau konsep itu telah
termuat dalam pikiran seseorang.
Metode iliah induksi yang bersifat a posteriori. Proses metode ini berangkat dari
data-data empirisdan melalui proses abstraksi memasuki akal budi. Sebelum akal budi
membentuk keseimpulan sebagai prinsip universal, sejumlah data empiris dikumpulkan,
diobservasi, diteliti, dikaji, dan dianalisis.

4
d. Sejarah Metode Filsafat

Filsuf Pythagoras yang hidup pada tahun 572 sampai dengan 497 sebelum masehi,
sebagai filsuf pertama yang menggunakan kata filsafat dengan membagi tiga tipe
manusia, yakni (1) mereka yang mencintai kesenangan, (2) mereka yang mencintai
kegiatan, (3) mereka yang mencintai kebijaksanaan, sampai saat ini setelah berlangsung
kehidupan lebih dari 2506 tahun filsuf Pythagoras meninggal dunia, konsep dan
pemikirannya tentang tiga tipe manusia masih dimanfaatkan sebagai bahan acuan
pemikiran dalam filsafat.

e. Manfaat Belajar Filsafat

Alwasilah (2008:13-14) menegaskan bahwa seorang filsuf melebihi orang biasa


dalam berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, dia menjadi bijaksana. Lebih lanjut, ia
mengemukakan tiga manfaat mempelajari filsafat, seperti berikut:

1) Menjajagi jawaban (baru) terhadap persoalan filsafat yang terus menerus


dipertanyakan selama ini. Jawaban baru berarti temuan baru dalam ilmu baru.
2) Menunjukkan bahwa ide-ide falsafati memiliki relevansi dengan persoalan masa
kini. Beberapa bidang pengetahuan berkembang terus dengan tradisi filsafat
seperti epistemology, logika, moral, politik, dan estetika. Tanpa tradisi filsafat
bidang-bidang ini akan sulit berkembang.
3) Untuk menjadikan diri kita lebih memiliki kesadaran, lebih kritis, lebih cerdasa,
dan lebih bijaksana. Sekali lagi tugas utama filsafat adalah merefleksi dan
mengintegrasikan hasil-hasil investigasi dalam berbagai bidang untuk membangun
pemahaman utuh, sinambung, kaffah, dan komprehensif ihwal semesta dan peran
kita di dalamnya.
f. Objek Filsafat

Objek kajian adalah fokus sasaran dari keseluruhan dalam suatu kegiatan. Objek
filsafat berarti sasaran kegiatan berfilsafat. Filsafat sebagai proses berpikir yang
sistematis radikal memiliki objek material dan objek formal. Objek material adalah segala
yang ada. Bakhtiar (2006:1) menjelaskan segala yang ada mencakup ada yang tampak da

5
nada yang tidak tampak. Segala yang ada yang tampak adalah menyangkut dunia empiris,
sedangkan segala yang ada yang tidak tampak adalah menyangkut alam metafisika.

Sebagian filsuf membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada
dalam alam empiris, yang ada dalam pemikiran, yang ada dalam kemungkinan. Objek
formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang
segala yang ada.

g. Cabang Filsafat

Filsafat yang mempunyai objek kajian material dan objek kajian formal terbagi
dalam beberapa macam. Secara garis besar filsafat dibagi menjadi kedua kelompok besar,
yakni filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Filsafat sistematis bertujuan dalam
pembentukan dan pemberian landasan pemikiran filsafat. Sejarah filsafat memuat logika,
metodologi, epistemology, filsafat ilmu, etika, estetika, metafisika, filsafat ketuhanan
(teologi), filsafat manusia, dan kelompok filsafat khusus, seperti filsafat sejarah, filsafat
hukum, filsafat komunikasi dan filsafat bahasa. Sejarah filsafat merupakan bagian yang
berusaha meninjau pemikiran filsafat di sepanjang masa. Sejarah filsafat ini meliputi
filsafat Yunani (barat), filsafat India, filsafat China, dan sejarah filsafat Islam (Surajiyo,
2008:20).

h. Filsafat ilmu sebagai Cabang Filsafat

Filsafat ilmu merupakan cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang


sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan
para ilmuan secara umum mengandung tujuan-tujuan seperti: pertama, filsafat ilmu
sebagau sarana pengujian penalaran ilmiah. Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha
merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Ketiga, filsafat ilmu
memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmua. Setiap metode ilmiah yang
dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat
dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan
metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut.

6
2. BAB II : Kedudukan Filsafat
a. Filsafat

Keberadaan filsafat sebagai ilmu menyebabkan banyak ahli yang berpikir dan
mendefinisikannya. Pandangan itu antara lain, seperti berikut :

1) Plato, filsuf besara Yunani mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha mencapai kebenaran. Atau pengetahuan tentang segala yang ada
2) Aristoteles, murid plato mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan estetika.
3) Alfarabi, filsuf besar Muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang yang ada menurut hakikat yang sebenarnya
4) Immanuel Kant, filsuf Barat mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan
pangka segala pengetahuan yang mencakup 4 hal, yakni (a) apa yang dapat kita
ketahui, (b) apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika, (c) apa yang
dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi, dan (d) sampai dimana harapan
kita, dijawab oleh agama
5) Hasbullah Bakry, mengatakan filsafat adalah ilmu yang menyelediki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya, sejauh
hakikat itu dapat dicapai oleh manusia.

Dari kelima definisi di atas, jelaslah bahwa pengertian filsafat mengandung unsur-
unsur (1) filsafat adalah sebuah ilmu, (2) ilmu itu mempelajari hakikat ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sebagai objeknya, (3) filsafat mengkaji hakikat objeknya dengan
kebenaran seseungguhnya, dan (40 hakikat objek didekati sejauh dapat dicapi manusia.
Dengan demikian, maka filsafat adalah pengetahuan tentang metafisika, logika, estetika,
etika, retotika, politik, ekonomi, sosial, budaya, antropologi dan agama.

b. Ilmu
1) Pengertian

7
Menurut Sidarta (2008) pengertian ilmu adalah sebagai akumulasi
pengetahuan yang disistematiskan atau yang terorganisasikan. Ilmu dapat dirumuskan
sebagai pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiric,
yakni dunia yang terikat pada ruang dan waktu atau realistis yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh pancaindra manusia.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ilmu mengandung unsur


yang merupakan sifat yang dimiliki ilmu yaitu, (a) ilmu bersifat rasional, (b) ilmu
bersifat empirical, (c) ilmu bersifat sistematikal, (d) ilmu bersifat umum dan terbuka
dan (e) ilmu bersifat akumulatif.

2) Konstruk

Ilmu dapat dipahami sebagai proses dan sebagai produk. Ilmu sebagai proses
adalah menunjukkan pada kegiatan akal budi manusia untuk memperoleh
pengetahuan dalam bidang tertentu secara bersistem dengan menggunakan perangkat
pengertian yang secara khusus diciptakan untuk mengamati dan mengkaji gejala-
gejala yang relevan pada bidang tertentu. Sedangkan ilmu sebagai produk adalah
pengetahuan yang dusah teruji kebenaran dalam bidang tertentu dan tersusun dalam
suatu sistem.

3) Karakteristik

Ilmu sebagai produk merupakan hasil dari kinerja proses berpikir. Proses
berpikir dilakukan secara sistematis. Proses berpikir yang sistematis ini merupakan
proses berpikir ilmiah. Jadi, berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang
memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itu meliputi dua kriteria utama. Pertama,
berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan pikiran yang logis. Kedua, pernyataan
bersifat logis tersebut harus didukung fakta empiris.

Dari hakikat berpikir ilmiah itu, dapat disimpulkan bahwa karakteristik-


karakteristik ilmu, yakni (a) ilmu mempunyai rasio sebagai alat untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar dengan mengikuti syarat-syarat tertentu agar sampai kepada
kesimpulan yang dapat diandalkan, (b) alur jalan pikiran yang logis dan konsisten

8
dengan pengetahuan yang telah ada, (c) pengujian secara empiris sebagai kriteria
kebenaran objektif, dan (d) mekanisme terbuka terhadap koreksi.

4) Sumber ilmu

Sumber ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh John Hospers (dalam


Kebung, 2011: 43-45) sebagai berikut :

a) Pengalaman inderawi atau sense-experience. Ilmu pengetahuan yang diperoleh


dari pengalaman manusia dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan
pemanfaatan alat indera manusia.
b) Penalawan atau reasoning. Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses
penalaran manusia dengan menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan cara
mempertentangkan pernyataan yang ada dengan pernyataan baru. Kebenarana
dari hasil kontradiksi keduanya merupakan ilmu pengetahuan baru.
c) Otoritas atau authorit. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah kewibawaan
kekuasaan yang diakui oleh anggota kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kebenarannya ini tidak perlu diuji lagi.
d) Intuisi atau intuition. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan
manusia yang memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan kejiwaan.
e) Wahyu atau revelation. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu ilahi
melalui para nabi, dan utusan-Nya demi kepentingan umatnya. Dasar penerimaan
kebenarannya adalah kepercayaan terhadap sumber wahyu itu sendiri. Dari
kepercayaan ini muncullah kenyakinan
f) Keyakinan atau faith. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sebuah keyakinan
yang kuat. Keyakinan yang telah berakar dalam diri manusia atas kebenaran
wahyu ilahi dan pembawa berita wahyu ilahi tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak
perlu diuji kebenarannya. Penganutnya akan serta merta mempercayai sebagai
sebuah keharusan.
5) Batas

Ilmu membatasi diri pada hal-hal yang berada pada batas pengalaman empiris
manusia serta Ilmu juga membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman

9
manusia. Ini juga disebabkan oleh metode yang dipergunakan adalah metode empiris.
Dalam batas pengalaman manusia, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar
atau salahnya suatu pernyataan. Masalah baik dan buruk, semua akan berpaling
kepada sumber-sumber moral. Persoalan indah atau jelek semua akan berpaling
kepada pengkajian estetika.

6) Indikator

Pengetahuan merupakan awal suatu ilmu. Sebuah pengetahuan dapat


dikategorikan sebagai ilmu bila memenuhi syarat-syarat tertentu. Indicator-indikator
itu menurut S. J, Warrow (dalam Junus dan Banasuru, 1996: 3) ialah (1). Bersistem,
(2) progresif dan (3) otonomi.

Pengetahuan bersifat bersistem artinya pengetahuan-pengetahuan memiliki


keteratura atau merupakan seperangkat aturan-aturan. Pengetahuan bersifat progresif,
maksudnya pengetahuan itu senantiasa berkembang secara dinamis, tidak bersifat
statis. Pengetahuan bersifat otonomi, artinya dalam perkembangan pengetahuan itu
memiliki kebebasan dan tidak harus terikat dengan pengetahuan lainnya. Pengetahuan
itu pula berupaa mengembangkan dirinya sendiri. Jadi, pengetahuan-pengetahuan
yang memenuhi syarat-syarat atau indicator-indikator tersbeut dapat dikategorikan
sebagai ilmu.

7) Cabang

Ilmu berkambang dari dua cabang utama, yaitu cabang ilmu dari filsafat alam
dan cabang ilmu dari filsafat etika. Induk ilmu dari filsafat alam melahirkan ilmu-
ilmu alam. Induk ilmu filsafat etika melahirkan ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu alam
memecah algi menjadi dua kelompok yakni ilmu alam dan ilmu hayat. Ilmu alam ini
bercabang lagi menjadi ilmu fisika yang dipelajari massa dan energy, kimia yan
mempelajari substansi zat, astronomi yang mempelajari benda-benda langit, dan ilmu
bumi yang mempelajari bumi.

Ilmu-ilmu sosial cabang utama adalah (a) antropologi, (b) Psikologi, (c)
ekonomi, (d) Sosiologi, dan (e) ilmu politik. Cabang utama ilmu-ilmu sosial ini pecah

10
lagi menjadi ranting-ranting, seperti antropologi terpecah menjadi lima, yakni
arkeologi, antropologi fisik, linguistic, etnologi, antropologi sosial dan antropologi
kultural

8) Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan

The Liang Gie (Kebung, 2011: 68-69) mengemukakan ciri ilmu atas lima
macam yakni:

a) Empiris. Pengetahuan diperleh berdasarkan pengalaman, pengamatan,


percobaan atau eksperimen
b) Sistematis. Berbagai informasi dan data yang dihimpun sebagai pengetahuan
memiliki hubungan ketergantungan dan teratur
c) Objektif. Ilmu harus bebas dari prasangka orang perorangan dan interes
pribadi
d) Analitis. Pengetahuan ilmiah selalu berusaha membeda-bedakan secara jelas
dalam bagian-bagian rinci permasalahan, dengan maksud agar kita bisa
melihat berbagai sifat, relasi dan peranan dari bagian-bagian itu
e) Verifikatif. Pengetahuan ilmiah dapat diperiksa kebenarannya.
c. Filsafat Ilmu
1) Pengantar

Filsafat ilmu menurut Benyamin (Wibisono, 1984) merupakan cabang


pengetahuan filsafat yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-
metodenya, konsep-konsepnya, dan pranggapan-pranggapannya, serta letaknya
dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan inteltual.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi atau filsafat


pengetahuan. Filsafat ilmu secara spesifiknya mengkaji hakikat ilmu
pengetahuann. Filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling
pengaruh antara filsafat dan ilmu

11
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetauan.
Objek filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan, oleh karena itu, setiap saat ilmu itu
berubah mengikuti perkembangan zaman. Ilmu senantiasa lahir setelah
pengetahuan lama melewati pengujian dengan metodologi tertentu. Ilmu
pengetahuan yang ada akan menjadi pijakan untuk mencari ilmu pengetahuan
baru.

2) Perkembangan Filsafat ilmu

Perkembangan filsafat ilmu sejalan dengan perkembangan filsafat.


Perkembangan ilmu yang dalam berbagai literatus disebut perkembangan ilmu
pengetahuan. Perkembangan ilmu meliputi zaman prayunani, zaman yunani
kuno,zaman abad pertengahan, zaman renaissance, zaman modern dan zaman
kontempores

a) Zaman Pra Yunani

Pada abad ke-6 SM di Yunani lahirlah yang disebut filsafat. Tiga factor
yang mendasari lahirnya filsafat dijelaskan berikuti ini:

1) Adanya kesadaran mendalam pada manusia akan kehadiran aktif para


dewa. Dari kesadaran itu lahir kepercayaan religious yang mewujudkan
dalam apa yang disebut ‘mitos’ atau ‘mitologi’ yang karya serta luas.
2) Kesusastraan Yunani ditandai dengan karya puisi Homeros yang masing-
masing berjudul Ilias dan Odysea.
3) Pengaruh ilmu pengetahuan sudah terdapat di timur kuno
b) Zaman Yunani Kuno
Pada zaman pertengahan abad ke-7 SM, Yunani Kuno dikenal pula
dengan zaman peralihan mitos ke logos. Pada masa ini filsafat diartikan
sebagai bertanya secara rasional dan mencari jawaban atas prinsip-prinsip
pertama dari atau arkhe dari realita.
c) Zaman abad pertengahan

12
Pada zaman ini mengalami dua priode yaitu (1) prido patristik (adalah
istilah khas gereja yang bermakna “bapa” atau “para bapa perintis geraja” dan
(2) Skolastik (priode ini berlangsun dari tahun 800-1500 M).
d) Zaman Renaissance
Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan
mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini
adalah manusia yang merindukan pemikiran bebas.
e) Zaman modern
Zaman modern ditandai dengan penemuan dalam berbagai bidang ilmiah.
perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern dirintis oleh Rene
Descartes dan terkenal sebagai filsafat modern.
f) Zaman kontemporer
Zaman kontempores ditandai dengan penemuan berbagai teknologi
canggih. Teknologi komunikasi dan informatika termasuk salah satu yang
mengalami kemajuan sangat pesat.
3) Cabang filsafat ilmu
a) Ontologi
Objek telaah ontology adalah “yang ada” pada tataran studi filsafat pada
umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika.
b) Epistemologi
Epistemology terdiri atas epistemology subjektif dan epistemology
pragmatik.
c) Aksiologi
Aksiologi Scheler menampilkan konsep-konsep etiknya tentang pengalaman
nilai, bedanya yang baik dengan yang mempunyai Value.
d. Berpikir Ilmiah (saintifik): Kadar Kebenaran
1) Pengantar
Berpikir ilmiah dapat didefinisikan sebagai cara mengungkapkan kebenaran
dengan menggunakan bukti sebagai landasan mempercayai kebenaran dari suatu
konsep. Makna kata kebenaran bervariasi. Kata kebenaran dapat diartikan sebagai
kejujuran dapat dipercaya dan tulus hingga kesesuaian dengan fakta atau realita.

13
2) Berpikir ilmiah
Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir secara sistematis untuk tujuan
tertentu. Tujuan yang menjadi sasaran dalam berpikir ilmiah senantiasa dituntun
oleh fakta dan teori.
a) Penalaran
Penalaran menurut suriasumantri adalah suatu proses berpikir dalam
menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan.
b) Metode
Bentuk penalaran dalam filsafat dikelompokkan kedalam penalaran
deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif adalah penalaran yang
melibatkan penggunaan symbol, operator logika, serta seperangkat aturan.
Sedangkan penalaran induktif umumnya dikenal sebagai logika informal atau
berpikir kritis.
c) Sarana berpikir ilmiah
Sarana berpikir ilmiah adalah sarana yang memungkinkan makhluk hidup,
yakni manusia melakukan kegiatan ilmiah.
A. Bahasa
Bahasa merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah. Bahasa memiliki
fungsi membantu proses berpikir ilmiah.
B. Matematika
Matematika merupakan sarana berpikir ilmiah. Dalam memanfaatkan
matematika, emosi dikesampingkan atau emosi tidak memberikan
pengaruh terhadap bentuk maupun isi informasi.
C. Statistika
Statistic mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Melalui
statistic dapat dilakukan pengujian induktif tanpa harus mengambil sampel
yang ada.
e. Kadar kebenaran
1) Pengertian

14
Kebenaran adalah yang berdasarkan pada sebuah fakta yang dirumuskan
melalui pemikiran yang logis dengan suatu standar atau aturan tertentu.

2) Hakikat kebenaran

Kebenaran pada hakikatnya, yakni (1) hasil penyelidikan objek yang menjadi
pengetahuan, digenaralisasikan menjadi teori, teori diuji oleh praktik menjadi
ilmu, kemudian menjadi kepercayaan, dan selanjutnya meningkat menjadi
kenyakinan. Ini proses berpikir ilmuan; (2) pemberitahuan dari pihak lain yang
memiliki pengetahuan dan tahu kebenaran, kemudian menjadi kepercayaan dan
selanjutnya menjadi kenyakinan.

3) Metode penemuan kebenaran


a) Penemuan secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan merupakan penemuan yang
berlangsung tanpa sengaja. Penemuan ini berhasil dilakukan tanpa sebuah
rencana. Ini merupakan cara yang tidak ilmiah, tetapi benar dan bermanfaat.
Misalnya, kesalahan bagian produksi dalam mencampur bahan pembuatan
kertas pada sebuah perusahaan kertas.
b) Penemuan ‘Coba’ dan ‘Ralat’
Penemuan kebenaran melalui ‘coba dan ralat’ atau lebih dikenal dengan
istilah ‘trial and erro’ terjadi tanpa adanya kepastikan akan berhasil atau
tidak berhasil menemukan kebenaran yang dicari dan kebenaran yang dicari
tu belum jelas. Cara penemuan kebenaran seperti ini tidak dapat diterima
secara ilmiah.
c) Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki kebenaran sering diterima sebagai
sebuah kebenaran. Pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
Pendapat ini terutama dimaksudkan untuk merangsang usaha penemuan baru
bagi orang-orang yang menyasikannya. Pendapat yang dinyatakan seseorang
karena kewibawaannya setelah dibuktikan ketidakbenarannya akan tertolak

15
dengan sendiri. Bahkan walaupun pendapat dimaksud terbukti kebenarannya,
kebenarannya pun belum dapat diterima secara ilmiah.
d) Penemuan secara spekulatif
Penemuan kebenaran ini terjadi karena adanya usaha mencari solusi dari
sebuah masalah. Solusi yang diduga dapat memecahkan masalah tertentu
dalam berbagai bentuk. Bentuk-bentuk ini menjadi pilihan solusi. Pilihan
terhadap solusi inilah yang merupakan spekulatif penemuan kebenaran. Cara
penemuan kebenaran ini tidak dapat diterima secara ilmiah.
e) Penemuan kebenaran melalui cara berpikir kritis dan rasional
Penemuan kebenaran ini terjadi karena adanya upaya menggunakan
pengalaman dan kemampuan berpiki seseorang untuk mencari solusi dari
sebuah masalah. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam
memecahlan masalah adalah dengan cara berpikir analitis dan cara berpikr
sintesis.
f) Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah
Penemuan kebenaran melalui sebuah penelitian ilmiah merupakan cara
penemuan kebenaran yang ilmiah. Penelitian merupakan kegiatan penemuan
kebenran yang didasarkan dari hasrat ingin tahu.
4) Jenis-jenis kebenaran
Dalam dunia filsafat ada tiga jenis kebenaran yaitu:
a) Kebenaran relative adalah suatu pernyataan atau proposisi yang dianggap
relatif benar dalam kaitannya dengan standard, konvensi atau sudut pandang
tertentu.
b) Kebenaran absolut memandang bahwa kebenaran haruslah selamanya diterima
di seluruh jagat raya.
c) Kebenaran ilmiah merupakan sesuatu yang dihasilkan dari pendekatan ilmu
pengetahuan terhadap objeknya, kebenaran ini diperoleh melalui metode
ilmaih dengan prosedur tertentu.
5) Sifat kebenaran
Sifat kebenaran menurut Suraji (2007:103-104) meliputi tiga hal yaitu:

16
a) Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya, setiap
pengetahuan yang dimiliki seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik
dari jenis pengetahuan yang dibangun
b) Kebenaran berkaitan dengan karakteristik terbentuknya pengetahuan. Artinya,
suatu kebenaran yang dibangun dengan pengindraan, akal pikiran atau rasio,
intuisi, atau kenyakinan akan memiliki kebenaran berdasarkan karakteristik
yang membangunnya.
c) Kebenaran berkaitan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Artinya,
suatu kebenaran tergantung pada relasi antara subjek dan objek.
6) Kebenaran dan kekhilafan
Suatu kebenaran dapat diverifikasi dengan kriteria kebenaran. Dalam pembuktina
kebenaran, kriteria kebenaran yang digunakan ditentukan oleh pelaku verifikasi
kebenaran.
a) Teori kebenaran
Kebenaran merupakan objek pembicaraan yang menarik dalam ilmu
filsafat. Itu sebabnya, banyak filsuf yang berupaya mengambil bagian untuk
merumuskan teori kebenaran. Suriasumantri (1990:412) mengemukakan tiga
teori kebenaran yaitu:
A. Teori Korespondensi
Teori kebenaran ini adalah keadaan benar itu apabila ada kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau objek yang dituju
oleh pernyataan atau pendapat yang dimaksud.
B. Teori koherensi
Teori kebenaran ini beranggapan bahwa kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan fakta dan realita, tetapi atas hubungan
antar putusan itu sendiri.
C. Teori pragmatisme
Teori ini beranggapan bahwa kebenaran suatu ucapan, dalis atau teori
semata-mata bergantung kepada asas manfaat (bakhtiar, 2004). Sesuatu
dianggap benar jika bermanfaat, sebaliknya akan dinyatakan salah jika
tidak bermanfaat.

17
b) Sifat-sifat kebenaran ilmiah
Sifat dasar kebenaran dikemukan oleh Kebung (2011:152-153) sebagai
berikut:
1) Struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis dari premis-premis
tertentu
2) Isi empiris. Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada yakni
yang bersifat empiris
3) Sifat pragmatis. Penyataan yang logis dan empiris harus bernilai atau
bermanfaat untuk kehidupan manusia terutama dalam memecahkan
masalah persoalaan hidup.
c) Kekhilafan
Kekhilafan terjadi dalam ilmu pengetahuan karena kesalahan
pengambilan kesimpulan yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman.
Khilaf muncul karena adanya pranggapan atau pernyataan yang sudah
dianggap benar secara umum.
d) Kesalahfahaman
Akhadiah dkk. (1988:77) menjelaskan bahwa kesalah penalaran dapat
disebabkan oleh salah satu atau gabungan dari kesalahan dasar pikir, pola
pikir, dan proposisinya. Kesalahan penalaran dapat pula disebabkan oleh
kesalahan yang berhubungan dengan materi dan proses penarikan simpulan,
baik dalam penelaran indutif maupun kesalahan penalaran deduktif. Kesalahan
ini disebut kesalahan formal.
3. BAB III : Nilai-Nilai Etika dan Estetika
a. Nilai-Nilai
1) Pengantar

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang


umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Cabgan-cabang pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah nilai meliputi: ekonomi, estetika, etika, filsafat, agama,
dan epistemology. Epistemology bersangkutan dengan masalah ‘kebenaran’. Etika
bersangkutan dengan masalah ‘kebaikan’ (dalam arti kesesuaian) dan estetika
bersangkutan dengan masalah ‘keindahan’ (Katssof, 2004:309).

18
2) Jenis-jenis nilai
Sutan Takdir Alisjahbana mengemukakan enam gugus nilai seperti
berikut:
a) Nilai-nilai teoritis atau gugus nikai ilmu pengetahuan. Penilaian teoretis
mengikuti tolak ukur benar-salah. Yang bernilai positif adalah kebenaran dan
yang bernilai negatif adalah kekeliruan.
b) Nilai-nilai ekonomis atau gugus nilai-nilai ekonomi. Sesuatu yang bernilai
secara ekonomis tergantung dari apakah sesuatu itu menguntungkan atau
tidak, atau malah merugikan. Jadi, kriterianya adalah untung rugi.
c) Nilai-nilai religious atau gugus nilai agama. Nilai religious yang tertinggi
adalah yang kudus. Lawannya yang profane.
d) Nilai-nilai estetik atau gugus nilai seni. Penilaian estetik adalah mengenai
indah-tidaknya sesuatu. Yang indah bernilai positif, yang jelek bernilai
negative.
e) Nilai-nilai politis atau gugus nilai kuasa. Dalam dimensi nilai-nilai politis
yang bernilai positif adalah kekuasaan, yang bernilai negative adalah
ketertundukan.
f) Nilai-nilai sosial atau gugus nilai solidaritas
3) Ciri-ciri makna nilai

K. Bertens mengemukakan tiga ciri nilai. Pertama, nilai berkaitan dengan


subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Kedua, nilai
tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu. Dalam
pendekatan semata-mata teoretis, tidak akan ada nilai. Ketiga, nilai menyangkut sifat-
sifat yang ‘ditambah’ oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh objek.

Nilai secara singkat dimaknai Louis O. Kattsoff atas empat makna. Keempat
makna itu ialah (1) mengandung nilai (artinya, berguna), (2) merupakan nilai (artinya,
‘baik’, ‘benar’, atau ‘indah’), (3) mempunyai nilai (artinya, merupakan objek
keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap
‘menyetujui’ atau mempunyai sifat nilai tertentu), (4) memberi nilai (artinya,

19
menanggapi sesuatu hal sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang
menggambarkan nilai tertentu) (Katsof, 2004: 324)

b. Nilai-Nilai Etika
1) Pengertian
Istilah ‘etika’ berasal dari bahasa Yunani Kuno. Kata Ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput; kandang;
kebiasaan; adat; akhlak, watak; perasaan, sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamat te
etha artinya adalah adat kebiasaan. Artinya jamak ini menjadi latar belakang
terbentuknya istilah “etika”. Etika bermakna “ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 2007:4). Kata ta etha ini telah dipakai
Aristoteles untuk menunjukkan istilah ‘etika’
2) Ruang lingkup etikaa
Etika sebagai ilmu memiliki beberapa ruang lingkup kajian. Salam
mendeskripsikan ruang lingkup etika sebagai berikut:
a) Etika menyelidiki sejerah dalam berbagai aliran, lama dan baru tentang
tingkah laku manusia.
b) Etika membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruk suatu
pekerjaan
c) Etika menyelidiki factor-faktor penting yang mencetak, memenuhi, dan
mendorong lahirnya tingkah laku manusia.
d) Etika menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk
e) Etika mengajarkan cara-cara yang ditempuh, juga untuk meningkatkan budi
pekertu ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara melatih diri untuk
mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi.
f) Etika menegaskan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya, sehingga dapatlah
manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebiasaan dan menjauhkan
segala kelakukan yang buruk dan tercela (Salam, 2000: 12)
3) Perkembangan etika sebagai ilmu

Etika yang memenuhi syarat sebagai ilmu, yakni bersifat progresif, artinya
senantiasa berkembangan, maka etika sebagai cabang ilmu filsafat senantiasa

20
mengalami perkembangan pula. Perkembangan etika diikuti pula perkembangan jenis
etika yang dihasilkan. Etika yang bermula dari etika klasik pada abd ke-5 SM, yakni
etika Socrates, Plato dan Aristoteles.
4) Teori etika
Prawironegoro (2010: 81-82) menunjukkan teori etika atasblima jenis. Teori
etika itu seperti berikut:
a) Utilitarianisme, yaitu suatu tindakan dianggap benar dan baik jika tindakan itu
ebrmanfaat bagi dirinya dan orang lain.
b) Deontology, yaitu suatu tindakan dianggap benar dan baik jika tindakan itu
didasarkan pada suatu kewajiban.
c) Teori hak, yaitu suatu tindakan dianggap benar dan baik jika didasarkan
martabat manusia, dimana setiap kewajiban terdapat hak.
d) Teori keutamaan, yaitu suatu tindakan dianggap benar dan jika didasarkan
pada kejujuran, kewajaran, kepercayaan dan keuletan.
5) Pendekatan dalam etika
Kebung (2011: 16-17) menemukan tiga pendekatan dalam etika. Ketiga
pendekatan itu meliputi berikut:
a) etika deskriptif merupakan pendekatan yang menyangkut cara melukiskan
prilaku moral dalam arti luas, seperti tata adat, perbuatan baik dan buruk.
b) Etika normatif merupakan pendekatan yang mendasarkan pandanganya pada
norma.
c) Metaetika mengkaji ungkapan-ungkapan etis, istilah-istilah teknis etika, dan
bahasa-bahasa etis yang kajiannya didasarkan pada kelogisannya.
c. Nilai-Nilai Estetika
1) Pengertian Estetika
Menurut Shipley (1957:21) estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu aistheta,
yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indera,
tanggapan indera). Kata aistheta dalam bentuk adjektiva berbentuk Aesthesis, yang
bermakna “perasaan” atau “sensitivitas” itulah sebabnya, maka estetika erat sekali
hubugannya dengan selera perasaan. Dalam bahasa inggris aesthetics atau esthetics
(studi tentang keindahan.

21
2) Ciri Estetika
Ciri-ciri keindahan yang paling awal dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles,
yaitu teratur, simestris, dan proporsional. Sementara The Liang Gie (1976)
mengajukan lima syarat yang ahrus dipenuhi, yaitu (1) kesatuan, totalitas atau unity,
(2) keharmonisan, keserasian, atau harmony, (3) kesimetrisan, atau symmetry, (4)
keseimbangan, atau balance, dan (5) pertentangan, perlawanan, kontradiksi, atau
contrast (Ratna, 2007:19)
3) Estetika dalam filsafat
Ketertarikan para ahli filsafat membicarakan keindahan menyebabkan
lahirnya filsafat estetika. Lewis (1973) mengemukakan bidang kajian filsafat yang
meliputi lima bidang yaitu:
a) Metafisika, mempermasalahkan keberadaan Tuhan, manusia, alam semesta,
realitas, dan sebagainya
b) Epistemology, mempertanyakan sumber dan batas-batas pengetahuan
mansuia.
c) Logika, membicarakan mengenai daya nalar, asas untuk mencapai kesimpulan
yang paling tepat
d) Etika, berhubungan dengan prilaku manusia, dengan moral, misalnya ukuran
bagi perbuatan yang dikategorikan baik.
e) Estetika, berhubungan dengan keindahan, seperti apakah keindahan itu,
ukuran-ukurannya, hubungannya dengan kebenaran dan kebaikan (Ratna,
2007:23-24)
4) Refleksi Estetika
Croce membedakan empat tahap dalam refleksinya mengenai estetika
yaitu:
a) Tahap pertama, pengalaman estetis merupakan pengalaman pengetahuan non-
konseptual, dapat juga disebut instuisi; sesuai dengan inspirasi filsafat Croce.
b) Tahap kedua, menyangkut pengetahuan non-konseptual, sebuah instuisi yang
bercorak lirico (Inggris: lyruc) yaitu; ‘curahan rasa’ dalam bentu sastra puisi.

22
Jadi, Croce mengenyampingkan kontemplasi intelektual yang masih melekat
pada kata intuisi liris.
c) Tahap ketiga dalam konteks yang seluas-luasnya, yaitu seluas manusia secara
universal, sebagai ungkapan roh universal, yang ditemukan pada saat tertentu
dalam sejarah.
d) Tahap keempat tahap terakhir, Croce menambahkan bahwa banyak karya seni
yang biasanya dianggap sebagai suatu pengalaman estetis, sebenarnya tidak
boleh digolongkan dalam karya seni, karena kemurnian intuisi pengetahuan
dicemari oleh tujuan-tujuan dari luar kemurnian itu, seperti demi hiburan atau
demi pendidikan dan moral (Ali, 2011:194-195).
Jadi karya seni mampu memberikan pengalaman keindahan dari zaman ke zaman.
Para pemikir modern lebih menaruh perhatian pada pendekatan subjektif. Pengalaman
estetis seseorang dengan orang lain tidaklah sama. Maka pengalaman seni adalah
pengalaman yang sangat pribadi.
5) Perkembangan Estetika sebagai ilmu
Djelantik mengemukakan bahwa suatu benda atau peristiwa seni mengandung
tiga aspek dasar. Aspek dasar ini merupakan unsur estetika. Ketiga unsur estetika
dimaksud ialah (1) wujud dan rupa, (2) bobot atau isi, dan (3) penampilan atau
penyajian. Estetika sebagai bidang ilmu yang bersifat progresif senantiasa
berkembang dari zaman kezaman.
6) Pendekatan dalam Estetika
Estetika sebagai ilmu memberikan makna bahwa estetika memungkinkan
untuk dipelajari. Dalam estetika ada dua pendekatan untuk pemahaman karya seni.
a) Pendekatan yang berlangsung melihat atau meneliti keindahan dalam karya
seni itu sendiri.
b) Pendekatan yang melihat situasi rasa indah yang dialami oleh si subjek
(pengalaman keindahan dalam diri orangnya), sering dikenal dengan
pendekatan subjektif.
4. BAB IV : Pertanggung Jawaban Telaah epistemologi
a. Prinsip Humanistik

23
Prinsip humanistik menekankan bahwa manusia memiliki kedudukan sentral
dalam rangka pengembangan epistemologi. Epistemology dalam prinsip humanistik ini,
tidak saja dipandang sebagai tindakan rohani manusia yang lepas dari eksistensinya, akan
tetaoi epistemology merupakan hasil dari proses berpikir.
b. Prinsip Holistik
Pengembangan epistemology berwawasan holistik mengandung pengertian bahwa
kebenaran pengetahuan selalu bersifat intersubjektif. Pengetahuan manusia selalu
dikaitkan dengan ekspresi mengetahui yang sifatnya relasional. Pengetahuan dalam hal
ini bukan hanya bersifat mengalami, tetapi juga mengekspresikan pengalaman sendiri
bagi dirinya sendiri. Perhatian utama bagi epistemology sangat berhubungan dengan
kodrat, jangkauan, da nasal dari evidensi pengetahuan. Prinsip ini beranggapan bahwa
pikiran manusia senantiasa ditandai oleh adanya perbedaan antara kesan dan kenyataan.
c. Prinsip Tanggung Jawab
Aspek tanggung jawab sebagai sikap dasar keilmuan menjadikan satu paket
dengan pengembangan epistemologi. Akibatnya, tanggung jawab menjadi landasan
prinsipil dalam pengembangan epistemology. C. Semiawan (1988:122-127) menegaskan
bahwa tanggung jawab ilmuan tidak dapat lepas dari perkembangan pengetahuan itu
sendiri dari abad ke abad.

d. Prinsip Kontekstualisasi

Pengembangan epistemology perlu memperhatikan budaya-budaya kultural


masyarakat setempat. Masalah-masalah dalam pergolakan kultural dapat teratasi dengan
pengembangan epistemology berdasarkan prinsip konstekstualisasi ini. Nilai-nilai dalam
suatu kultural akan terjaga dan terwariskan. Nilai-nilai kultural dalam masyarakat dapat
pula dimanfaatkan sebagai komponen pembentukan dalam pengembangan epistemology.

Akhirnya, dengan memperhatikan dan taat kepada prinsip-prinsip pengembangan


epistemology, akan menjadikan ilmuwan sebagai ilmuwan sejati. Ilmuan yang dirahmati.
Ilmuan yang benar-benar tanggung jawab secara komprehensif. Ilmuan yang abadi dalam
pergolakan kultural dan pergolakan dalam pengembangan epistemology.

24
BAB III

PENILAIAN

A. Kelebihan Buku

Secara membaca dan meringkas buku filsafat yang berjudul filsafat dan filsafat ilmu
oleh Dr. Aripin Banasuru. M.Pd ini, pembaca menemukan beberapa kelebihan, yaitu:

1. Dilihat dari sampul dan judul buku ini menarik perhatian pembaca untuk mengulas lebih
dalam materi tentang filsafat dan filsafat ilmu
2. Identitas penulis, penerbitan, tahun terbit, cetakan ke berapa dan ISBN buku ini cukup
jelas diuraikan
3. Setiap sub judul menjelaskan materi secara mendalam seperti menjelaskan sejarah filsafat
dan ilmu filsafat, perkembangan ilmu, filsafat ilmu dari zaman ke zaman, cara berpikir
ilmiah dan lain sebagainya, semuanya dijelaskan secara detail sehingga pembaca mudah
memahami materi tersebut.
4. Pembahasan dalam buku filsafat ini tidak hanya terpaku pada satu ide pokok saja, akan
tetapi pengarangnya mampu mengaitkan suatu ide pokok dengan ide pokok lainnya
sehingga pembahasannya cukup jelas dan mudah dipahami oleh pembaca.
5. Penulisan bahasa asing ditulis dengan posisi miring hal ini merupakan metode penulisan
ilmiah
6. Pengarang juga melampirkan table bagan untuk memberikan penjelasan pada pembaca
terkait dengan penjelasan materi.
7. Selain kelebihan diatas, buku ini juga mempunyai kelebihan bagi saya yaitu menjadi
referensi utama untuk tugas makalah pada mata kuliah filsafat ilmu S2, karena didalam
buku ini terdapat materi-materi tentang pembahasan judul kelompok saya. Selain itu
pembahasan materi dalam buku ini sangat jelas sehingga memudahkan saya dalam
memahami dan menjelaskan materi saat presentasi makalah.

25
B. Kekurangan Buku

Selain kelebihan didalam buku ini terdapat juga beberapa kekuranngya. Adapun
kekurangan dari buku yang berjudul filsafat dan filsafat ilmu oleh Dr. Aripin Banasuru, M.Pd
adalah:

1. Penulis tidak melampirkan latar belakang dalam buku filsafat dan filsafat ilmu
2. Dalam pengambilan kutipan langsung dan tidak langsung, penulis sebagian tidak
melampirkan tahun dan halaman bodynote sehingga kutipan tersebut kurang jelas
3. Dalam buku ini penulis lebiha banyak mengemukakan argument orang lain daripada
argumenya sendiri seharusnya penulis lah yang lebih banyak dalam memberikan
argument sebab buku ini adalah hasil karangannya.
4. Tidak konsiten dalam membuat tanda petik seperti pada penjelasan tentang hakikat
kebenaran di halaman 107 tanda petik yang dibuat penulis ialah ((“ “ )tanda petik ada
dua) sedangkan pada penjelasan tentang “ciri dan Makna Nilai” bab 4 halaman 124 tanda
petik yang diberi adalah ((‘ ‘) tanda petik hanya satu)

26
27

Anda mungkin juga menyukai