Disusun Oleh:
Fakultas Tarbiyah S1
2017
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu jadi pedoman . Yaitu
Ontology, Epistimology, dan Aksiologi 1, Ketiga pilar itulah manusia berupaya untuk
mencari dan menggali eksistensi ilmu sedalam dalamnya. Apa yang ingin di ketahui
manusia merupakan pokok bahasan dalam Ontology, Dalam hal ini manusia mengetahui
“ada” atau eksistensi yang dapat diserap oleh pancaindra . Epistimologi merupakan
landasa kedua filsafat yang mengungkapkan bagaimana manusia dapat memperoleh
pengetahuan atau kebenaran tersebut. Setelah memproleh ilmu pengetahuan ,manfaat
apa yang dapat dari ilmu pengetahuan tersebut , inilah yang menjadi konsep aksiologis
, yaitu filsafat yang membahas nilai kegunaan dari pengetahuan.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu filsafat pendidikan?
2. Apa itu Ontology
3. Apa itu Epistimology
4. Apa itu Aksiology
1
Suriasumantri, Jujun S. 1999 Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer .Jakarta:Sinar Harapan.
BAB II
Pembahasan
A. Filosofi pendidikan.
1. Pengertian filsafat
Kata filsafat berasal dari kata philosophia yang artinya mencintai
kebijaksanaan. Sedangkan dalam bahasa inggris kata filsafat disebut dengan
dengan istilah philosophy dan dalam bahasa arab disebut dengan istilah falsafah
yang berarti cinta kearifan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.2
Berikut ini dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan
pada umumnya dari beberapa ahli.
1. John dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir,
maupun daya perasaan, menuju kearah tabiat manusia dan manusia
biasa. Dari itu maka filosofi pendidikan dapat juga diartikan sebagai teori
umum pendidikan.
2. Menurut Thomson, filsafat berarti melihat seluruh masalah tanpa ada
batas atau implikasinya. Ia melihat tujuan-tujuannya tidak hanya melihat
metodenya atau alat-alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal yang
disebut kemudian dalam kaitan arti dengan yang terdahulu. Hal itu
mengandung arti bahwa perlu bersikap ragu terhadap sesuatu yang
diterima oleh kebanyakan orang sebagai hal yang tak perlu
dipermasalahkan dan perlu menangguhkan dalam pemberian penilaian
samapai seluruh persoalan telah dipikirkan masak-masak. Hal itu
memerlukan usaha untuk berpikir secara konsisten dalam pribadinya
serta tentang hal-hal yang dipikirkannya itu tidak mengenal kompromi.
2
A. Susanto, filsafat ilmu, PT.Bumi Aksara, Jakarta, 2014, hal. 1.
3. Van Cleve Morris menyatakan bahwa secara ringkas kita mengatakan
bahwa pendidikan adalah studi filosofis,karena ia pada dasarnya bukan
alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh pada
setiap generasi, tetapi ia juga menjadi agen(lembaga) yang melayani hati
nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan yang lebih
baik.3
ilmu pendidikan segala tingkat yaitu dari tingkat yang paling sederhana
hingga tingkat yang paling rumit.
Sumber dari filosofi adalah manusia, yaitu dengan cara menggunakan akal
dan kalbu manusia untuk mencari kebenaran sehingga dapat menemui
kebenaran. Seseorang akan mudah menemukan kebenaran jika mampu
menggunakan kemampuan akal serta perasaan yang dimilikinya dengan
dengan baik. Semakin baik kemampuan akal serta perasaannya maka akan
semakin banyak pula kebenaran yang akan ditemukan.
Dalam hal ini, Proses pencarian kebenaran dibagi menjadi beberapa tahap.
Yaitu tahap yang pertama, manusia berspekulasi tentang pemikirannya
tentang semua hal. Tahap selanjutnya, spekulasi pemikiran tentang semua
hal tadi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan.
Kemudian, pada tahap selanjutnya, buah pemikiran yang bisa diandalkan
terswbut menjadi titik awal dalam mencari kebenaran yang kemudian
berkembang menjadi sebuah ilmu pengetahuan.4
3
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, PT.Bumi Aksara, Jakarta, 2012, hal.35.
4
Muzayyin Arifin, op.cit hal. 36.
2. Ruang lingkup pemikiran filsafat.
Setiap pembahasan ataupun suatu penjelasan pasti didalamnya terdapat ruang
lingkup. Begitupun dengan pemikiran filsafat/filosofis yang didalamnya
terdapat ruang lingkup. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai
suatu ilmu adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara
berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan
yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis, artinya
satu bagian dengan bagian yang lainnya saling berhubungan secara bulat
dan terpadu.
2. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal, artinya
menyangkut persoalan-persoalan mendasar sampai ke akar-akarnya.
3. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal. Artinya persoalan-
persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan
mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang
ada di alam ini.termasuk kehidupan manusia baik dimasa sekarang
amupun dimasa mendatang.
4. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif artinya
pemikiran yang tidak didasari pembukuan-pembukuan empiris atau
eksperimental tetapi mengandung nilai-nilai objektif, oleh karena
permasalahannya adalah suatu realitas yang ada pada objek yang
disepakatinya.5
Uraian tersebut menunjukkan gambaran mengenai ruang lingkup dalam
pemikiran yang bersifat filosofis.
3. Landasan filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti:
5
Muzayyin Arifin, loc.cit
apakah pendidikan itu,mengapa pendidikan itu perlu dilakukan, apa yang
seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah
landasan yang berdasarkan filsafat. Berfilsafat artinya menelaah sesuatu secara
radikal , menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
mengenai kehidupan dan dunia6
Disamping itu berkembang juga tentang cabang filsafat yang mempunyai kajian
spesifik, seperti spesifik filsafat ilmu, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan
sebagainya. Landasan filosofis dalam pendidikan dikaji terutama melalui filsafat
pendidikan yang mengkaji masalah sekitar kependidikan dengan pendekatan
filosofis.
Para filosof melalui karya filsafat pendidikannya berusaha menggali ide-ide baru
tentang pendidikan, yang menurut pendapatnya lebih tepat ditinjau dari
kewajaran keberadaan peserta didik dan pendidik maupun ditinjau dari
6
Ramayulis, Dasar-Dasar suatu kependidikan, kalam mulia, Jakarta, 2015, hal. 35.
7
Ibid, hal. 36.
kewajaran keberadaan peserta didik dan pendidik maupun ditinjau dari latar
geografis, sosiologis, dan budaya suatu bangsa.8
1. Esensialisme
Filsafat pendidikan esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah
terbukti berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial,
sedangkan yang lain adalah kebenaran secara esensial saja. Penekanan
pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika, disiplin
juga sangat diperhatikan. Penagruh filsafat ini sangat berpengaruh
sampai sekarang.
2. Parenialisme
Parenialisme tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan esensialisme,
jika kebenaran yang esensial pada esensialisme ada pada kebudayaan
klasik, maka kebenaran parenialisme ada pada wahyu tuhan. Tokoh
filsafat ini ialah Agustinus dan Thomson Aquino. Pengaruh ini
menyebar keseluruh dunia. 9
3. Progresif
Filsafat progresivisme lahir di Amerika Serikat. Filsafat sejalan dengan
jalan dengan jiwa bangsa Amerika pada masa itu, sebagai bangsa yang
dinamis berjuang mencari hidup baru di negeri seberang. Bagi mereka
8
Ramayulis, loc.cit hal 37.
9
Ibid, hal. 37.
tidak ada hidup yang tetap apalagi nilai-nilai yang abadi. Yang ada
adalah perubahan mereka sangat menekankan kehidupan sehari-hari,
maka segala tindakan mereka diukur dari kegunaan praktisnya.10
4. Rekonstruksionisme
Filsafat pendidikan rekonstruksionisme merupakan yang menginginkan
kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki. Mereka bercita-cita
mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total. Semua bidang
kehidupan harus dirubah dan dibuat baru. Aliran yang ekstrim ini
berupaya merombak tata susunan masyarakat lama dan membangun tata
susunan hidup yang baru sama sekali, melalui lembaga dan proses
pendidikan.
5. Eksistensialisme
Filsafat pendidikan eksistensialisme berpendapat bahwa kenyataan atau
kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri.
Adanya manusia di dunia tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi
terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas, akan menjadi apa
orang ituditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
Pendidikan menurut filsafat ini, bertujuan untuk mengembangkan
kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika,
mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab
sendiri dan mengembangkan komitmen sendiri. 11
10
Ibid, hal. 38.
11
Ramayulis, loc.cit, hal. 39.
B. Ontology
Ontology adalah salah satu cabang filsafat yang paling kuno yang berasal dari
yunani, Ontology terdiri dari dua suku kata , yakni ontos dan logos, Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontology adalah bidang filsafat yang
membahas tentang hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan
sistematis,berdasarkan sebab akibat, yaitu ada manusia,ada alam, da nada kuasa prima
dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan12.
Ontology juga dapat diartikan ilmu atau teori wujud hakikat yang ada, teori ini didukung
juga oleh “runes” bahwa Ontology adalah teori tentang wujud
Ontology ilmu meliputi apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan
yang berhubungan dengan karya ilmiah yang tidak dapat dipisahkan, yang tidak terlepas
dari filsafat ada dan bagaimana ada itu. Dengan demikian penulis mendapatkan
kesimpulanbahwa Ontology adalah sebuah jawaban atas pertanyaan mengenai hakikat
kenyataan, kita harus dengan baik memahami filsafat ontology agar dapat dengan baik
memahami permasalahan dunia, tempat kita tinggal.
a. Filsafat materialism
b. Filsafat idealism
c. Filsafat dualism
d. Filsafat skeptisme
e. Filsafat agnositisme
12
Suparlan Suhartono. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kelompok Penerbit Ar-Ruzz Media.
13
Jujun S surisumantri menyatakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi obyek
kajian filsafat menjadi tiga segi yaitu :
a. Logika (benar/salah)
b. Etika (baik-buruk)
c. Estetika (indah-jelek)
Ketiga cabang utama filsafat ini lanjut Surisumantri ,kemudian bertambah lagi yakni ,
pertama, tentang ada : tentang hakikat keberadaan zat, hakikat tentang pikiran serta
kaitan antara zat yang semuanya terangkum dalam metafisikia; kedua , kajian mengenai
organisasi sosial/ pemerintahan yang ideal, terangkup dalam politik. Kelima cabang
filsafat ini – logika , etika, estetika, metafisika dan politik. Menurut suriasumantri,
kemudian berkembang lagi menjadi cabang cabang filsafat yang mempunyai bidang
yang lebih spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu.
Ontology dapat mendekati masalah hakikat kenyataan dari dua sudut pandang,
orang dapat mempertanyakan “ kenyataan itu tunggal atau jamak ?”, yang demikian itu
merupakan pendekatan kuantitatif. Atau orang juga dapat mengajukan pertanyaan, “
dalam babak terakhir apakah yang dimaksudkan pertanyaan itu?” yang demikian itu
merupakan sebuah pendekatan secara kualitatif14 ontology ini pantas dipelajari oleh
orang orang yang ingin memahami dunia ini secara menyeluruh, dan berguna bagi studi
ilmu-ilmu empiris (antropology,sociology,ilmu kedokteran,ilmu budaya,fisika , ilmu
tehnik, dan sebagainya).
13
Jujun S. Suriasumantri. (2003).Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer . Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan.
14
Soejono Soemargono (2003: 192)
sesuai dengan penampakannya atau tidak “? Dari teori ontology ini kemudian munculah
beberapa aliran dalam persoalan keberadaan yaitu :
jika ditinjau dari segi ontology yang berarti persoalan tentang hakikat
keberadaan ilmu menunjukan bahwa ilmu, selalu berada dalam hubungannya,dengan
eksistensi kehidupan manusia, karena ilmu berdasar pada beberapa asums dasar untuk
dapat pengetahuan tentang fenomena yang terdapat dalam kehidupan, asumsi-asumsi
dasar tersebut meliputi :
1. Dunia ini ada dan kina meyakini bahwa dunia ini ada
2. Dunia empiris itu data diketahui manusia melalui panca indera
3. Fenomena fenomena di dunia ini berhubungan satu sama lain secara kasual.
Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa ontologi ilmu berarti ilmu dalam
hubungannya dengan asal mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa
manusia ilmu tak pernah ada. Tetapi bagaimana halnya dengan keberadaan manusia
tanpa ilmu? Mungkinkah itu ada? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan pernyataan
Deskrates yang menekankan pentingya kecakapan berpikir dalam skeptic imanya yang
radikal, yang diungkap dalam “Cogito ergosom” (saya bepikir maka saya ada). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa ontologi merupakan dasar pemikiran filsafat.
15
Salahudin yang dikutip kembali oleh Halim dan Supriyono, 2012)
16
Prof. Dr. UmarTirtarahardja, 2012, Pengantar Filsafat, PT Asdi Mahasatya, Jakarta
a. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang
hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada scara mutlak
(theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi
metafisik) dan alam (kosmologi).
3. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya. Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu
bersifat non-fragmanteris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang
ada itusecara luas, mendalam dan mengasas. Sedangkan ilmu pengetahuan
bersifat fragmentaris dan abstrak dengan peninjauan secara ekstensif dan
intensif.
Dengan ekstensif berarti ilmu pengetahuan itu dalam meninjau objek
materialnya hanyalah sebagai daripada realita.
Dengan intensif berarti selalu meninjau objek materialnya dari sudut pandangan
tertentu yang menuju kepada spesialisasi atau pengkhususan masing-masing
bidang keilmuan itu.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya
filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu
pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungs ilmu itu bagi manusia. Problem
inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni
landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu
merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
4. Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu
Objek material filsafat ilmu merupakan suatu bahan yang menjadi
tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki17,
di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik
hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan objek formal filsafat ilmu
tidak terbatas pada apa yang mampu di indrawi saja, melainkan seluruh hakikat
sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Objek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala
sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan
ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Objek material mempelajari secara
langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu
dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan, objek
formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam-
dalamnya, atau mengerti objek material itu secara hakiki, menerti kodrat segala
sesuatu itu secara mendalam.
5. Cara memperoleh pengetahuan filsafat
Adapun metode untuk dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan menentukan
kebenaran ilmu pengetahuan secara filosofis terdiri dari :
1. Metode Empirik
Metode empirik adalah pengetahuan yang didapatkan melalui
pengalaman inderawi dan akal mengolah bahan-bahan yang diperoleeh dari
pengalaman dengan cara induksi. Dalam metode ini terdapat beberapa unsur
yaitu subjek dan objek. Subjek adalah yang mengetahui atau manusia itu
sendiri.Adapun objek adalah proses terjadinya hubungan antara subjek dan
objek.Metode ini memberikan arti bahwa seluruh konsep dan idea yang kita
anggap benar sesungguhnya bersumber dari pengalaman dengan objek yang
ditangkap oleh panca indra khususnya yang bersifat spontan dan langsung.18
2. Metode Rasional
Metode rasional adalah metode yang menjelaskan hubungan-hubungan
rasional yang memberikan penjelasan ilmiah ciri-khas keterpahaman
(intelegibility) yang khas, penggunaan rasio dalam memperoleh
pengetahuan menjadi sandaran metode ini dimana akal dan rasio yang
memenuhui syarat yang dituntut oeh sifat umum dan yang perlu mutlak,
yaitu syarat yang digunakan dalam sekuruh metode ini.
3. Metode Kontemplatif
Metode ini memandang bahwa metode empiris dan rasional memiliki
keterbatasan, sehingga pengetahuan yang dihasilkan berbeda dan masing-
masing bersifat temporar, maka untuk menajamkan hasil dari kedua metode
tersebut dibutuhkan penajaman kemampuan akal yang disebut
intuisi.Metode kontemplatif dalam memperoleh pengetahuan bersifat sangat
individualistik sebab pengetahuan yang dihasilkannya tersebut adalah
pngetahuan yang dicerahkan dari percikan sinar pengetahuan Tuhan (Al-
hikmah Al-ilahiyah)
4. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan salah satu cara atau prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.Metode ilmiah merupakan
ekspresi tentang cara kerja pikiran yang diharapkan mempunyai karakter
ristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu yang dihasilkan
bisa diandalkan.
D. Aksiologi
18
Drs. H. Fuad Ihsan, 2002, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT RINEKA CIPTA
Bisa disebut sebagai Guna Pengetahuan, Aksiologi adalah filsafat nilai, nilai
19
yang dimaksudkan adalah nilai kegunaan . Apa manfaat ilmu dalam kehidupan
manusia? Kita semua benar benar mengetahui bahwa ilmu telah banyak membawa
perubahan yang besar pada dunia ini, dengan penemuan tehnologi canggih,
penemuan obat obatan, ilmu arsitek, dengan ilmu , manusia dapat mengerjakan
pekerjaannya dengan mudah dan lebih effisien. Tapi dengan ilmu juga kehidupan
Manusia dapat hancur, bahkan menghancurkan kehdiupan umat manusia, ingat
peristiwa PD I-II , pemboman kota Nagasaki dan Hiroshima, bom Tamrin ,
pembantaian umat palestina ,dan masih banyak peristiwa lainnya yang terjadi karena
penyalah gunaan ilmu.
Adapun kata kata mutiara yang disampaikan oleh Einstein bahwa “ ilmu tanpa
Agama adalah buta, sedangkan Agama tanpa ilmu adalah lumpuh “ Ilmu tanpa
dilandasi dengan agama , ilmu tersebut dapat disalah gunakan ataupun digunakaan
untuk kemajuan , Ilmu itu sendiri bersifat netral ilmu tidak memiliki sifat baik dan
buruk, tapi manusia , sebagai pemegang ilmu tersebut yang memiliki sifat yang baik
dan buruk , dengan kata lain , kenetralan ilmu terletak pada epistimologinya saja 20.
jika hitam katakanlah hitam , jika ternyata putih katakanlah putih21. Ilmu tidak
berpihak kepada siapapun ia hanya berpihak pada kebenaran yang nyata, secara
aksiologis , manusialah yang harus memberikan penilaian terhadap yag baik dan
buruk , manusia yang menentukan sikap dan dan mengkategorikan nilai-nilai.
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu “aksios”
yang berarti nilai dan “logos” yang berarti teori, jadi , aksiologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari nilai , atau bisa disebut aksiologi adalah teori nilai,
19
Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
20
Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
21
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Aksiologi dalam kamus bahasa Indonesia adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia22.
a. Nilai
Ada tiga ciri yang dapat kita kenali dengan nilai yaitu subjektif, pasif, dan
sesuatu yang ditambahkan pada objek
22
Depdiknas. 2003.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka
23
Bertens, K. 2007.Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Jenis-Jenis nilai dapat dikategorikan pada pada perubahannya seperti
Adapun teori dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
1. Etika
Etika disebut juga sebagai filsafat Moral , yang berasal dari kata ethos
(Yunani) yang berarti watak, moral berasal dari kata mos atau mores (latin) yang
24
artinya kebiasaan . Watak, kelakuan,tabiat dan cara hidup. Tingkah laku
manusia adalah sesuatu yang dapat dinilai dengan Etika, namun , Tingkah laku
yang dapat dinilai oleh etika harus mempunyai syarat-sayarat tertentu, yaitu :
1. Pekerjaan yang ilakukan itu penuh dengan kepahaman , artinya orang yang
melakukan kesalahan tapi ia tidak tahu sebelumnya bahwa perbuatan
tersebut merupakan perbuatan yang salah, maka perbuatan manusia ini tidak
mendapatkan sanksi dalam etika
2. Perbuatan itu dilakukan oleh sengaja, perbuatan yang dilakukan tanpa
sengaja tidak dapat dikenakan sanksi etika
3. Perbuatan tersebut dilakukan dengan tanpa paksaan , kesalahan atau
kejahatan yang dilakukan dengan paksaan tidak dapat dikenakan sanksi etika
2. -Estetika
24
Tim Dosen Filsafat Ilmu-UGM. 2007.Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan
. Yogjakarta: Liberty
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan ( philosophy of beauty),yang
berasal dari kata Yunani yaitu aisthetika atau aisthesis. Kata tersebut berartihal-hal
yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika sebagaibagian dari
aksiologi selalu membicarakan permasalahan, pertanyaan, dan isu-isutentang
keindahan, ruang lingkupnya, nilai, pengalaman, perilaku pemikiranseniman, seni,
serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia25
Lingkup bidang estetika memiliki beberapa bidang bahasan, diantaranya ada
estetika filsafati dan estetika ilmiah, estetika filsafati disebut juga filsafat keindahan,
filsafat cita rasa, filsafat seni, dan filsafat kritik26
25
Wiramihardja, Sutardjo A. 2006.Pengantar Filsafat . Bandung: Relika Aditama
26
Wiramihardja, Sutardjo A. 2006.Pengantar Filsafat . Bandung: Relika Aditama
BAB III
Kesimpulan
1. Sumber dari filosofi adalah manusia, yaitu dengan cara menggunakan
akal dan kalbu manusia untuk mencari kebenaran sehingga dapat
menemui kebenaran. Seseorang akan mudah menemukan kebenaran jika
mampu menggunakan kemampuan akal serta perasaan yang dimilikinya
dengan dengan baik. Semakin baik kemampuan akal serta perasaannya
maka akan semakin banyak pula kebenaran yang akan ditemukan.
2. ontologi ilmu berarti ilmu dalam hubungannya dengan asal mula,
eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa manusia ilmu tak
pernah ada. Tetapi bagaimana halnya dengan keberadaan manusia tanpa
ilmu? Mungkinkah itu ada? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan
pernyataan Deskrates yang menekankan pentingya kecakapan berpikir
dalam skeptic imanya yang radikal, yang diungkap dalam “Cogito
ergosom” (saya bepikir maka saya ada). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa ontologi merupakan dasar pemikiran filsafat.
3. Epistemologi berhubungan dengan pengetahuan dan mengetahui.
Epistemologi berhubungan erat dengan metode belajar dan mengajar.
Bagi orang idealis, pengethuan dan mengetahui dipandang sebagai
mengingat ide-ide laten didalam pikiran
4. , ilmu tersebut dapat disalah gunakan ataupun digunakaan untuk
kemajuan , Ilmu itu sendiri bersifat netral ilmu tidak memiliki sifat baik
dan buruk, tapi manusia , sebagai pemegang ilmu tersebut yang memiliki
sifat yang baik dan buruk , dengan kata lain , kenetralan ilmu terletak
pada epistimologinya saja27. jika hitam katakanlah hitam , jika ternyata
putih katakanlah putih28. Ilmu tidak berpihak kepada siapapun ia hanya
berpihak pada kebenaran yang nyata, secara aksiologis , manusialah
yang harus memberikan penilaian terhadap yag baik dan buruk , manusia
yang menentukan sikap dan dan mengkategorikan nilai-nilai
27
Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
28
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Daftar pustaka
Soemargono, soejono.2012.
Salahudin. 2012. Salahudin Yang Dikutip Kembali oleh Halim dan Supriyono.