Anda di halaman 1dari 21

FILSAFAT PENDIDIKAN, ALIRAN, TOKOH-TOKOHNYA, DAN

REFERENSI ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

MAKALAH
Sebagai Tugas Kelompok Diskusi Pada Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan 01

Disusun Oleh :

Nelli Desianti : 2106101030011


Ulfa Mawaddah : 2106101030053
Diajeng Sukma Dwinta : 2106101030006
Ryvatul Muna : 2106101030054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUANDAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia pendidikan, berfilsafat adalah suatu hal yang penting, karena
dengan berfilsafat dunia pendidikan akan mengetahui hakikat dari makna, tujuan,
metode, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Menurut
Kristiawan arti penting dari berfilsafat itu sendiri yaitu berfikir dengan mengacu
kepada kaidah-kaidah tertentu secara disilpiln dan mendalam, dan pada dasarnya
manusia adalah homo sapien, hal ini bukan berarti semua manusia menjadi filsuf,
karena berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus-menerus
dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah/ substansi mendapat pencermatan
yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar
sebagai manifestasi kecintaan dan kebenaran (Kristiawan, 2016).
Tujuan dari berfikir filsafat adalah agar tujuan-tujuan yang telah diketahui
dan ditetapkan dapat tercapai, dan dalam dunia pendidikan sendiri filsafat
pendidikan merupakan filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan. Dan filsafat akan menjadi perangkat nilai-nilai atau unsur-
unsur pemecahan masalah, kebijakan, pemikiran wawasan dan keilmuan, dan
kaidah-kaidah yang akan menjadi landasan dan membimbing ke arah pencapaian
tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh sekolompok masyarakat tertentu atau
oleh perorangan (Dosen/Guru).
Sebagaimana Ali Khalil Abu ‘Ainaini merumuskan pengertian filsafat
pendidikan yang dikutip oleh Prof. Dr.H. Ramayulis dalam “bukunya Filsafat
Pendidikan Islam” bahwa filsafat pendidikan itu sebagai “kegiatan-kegiatan
pemikiran yang sistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur
dan menerangkan nialai-nilai tujuan pendidikan yang akan dicapai (direalisasikan).
Dari uraian di atas, maka akan memunculkan sebuah latar belakang
mengenai apa pengertian filsafat pendidikan, aliran, tokoh-tokoh dan
pemikiran/argumen filsafat pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam
makalah ini penulis ingin membahas, mengkaji, dan menganalisi tentang filsafat

1
pendidikan Filsafat Pendidikan, Aliran, Tokoh-Tokohnya, Dan Referensi Aliran
Filsafat Pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok rumusan
permasalahan pada makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan?
2. Bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan?
3. Bagaimana tujuan dan manfaat filsafat pendidikan?
4. Apa saja aliran filsafat pendidikan?
5. Siapa saja tokoh-tokoh filsafat pendidikan dan
6. Bagaimana pemikiran/argumen tokoh-tokoh filfasat mengenai filsafat
pendidikan?

1.3 Tujuan Penulisan


Sesuai dengan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan.
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan.
3. Untuk mengetahui bagaimana tujuan dan manfaat filsafat pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja aliran filsafat pendidikan.
5. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh filsafat pendidikan.
6. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran/argumen tokoh-tokoh filfasat
mengenai filsafat pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filsafat Pendidikan


Secara etimologi filsafat pendidikan itu mengandung dua pengertian yang
berbeda, yaitu 1) Filsafat, dan yang 2) Filsafat Pendidikan. Agar kedua dari
pengertian tersebut dapat tergambarkan dan dipahami secara menyeluruh, maka
penulis akan menguraikan kedua pengertian tersebut dibawah ini.
2.1.1 Pengertian Filsafat
Kata Filsafat sendiri dapat ditinjau dari dua segi, yakni: a). segi semantik:
perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bangsa
yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ atau cinta, suka (loving), dan ‘sophia’
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, ‘Philoshophia’ berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. b). segi praktis: dilihat dari pengertian
praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya
berfikir namun tidak semua berfikir dikatakan berfilsafat dikarenakan hanya
berfikir yang mendalam dan sungguh-sungguh baru dikatakan berfilsafat.
Dalam Al-Quran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat‖ yang berarti arif
atau bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat mendalam
terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang dinamakan filsuf adalah
orang yang mencintai dan mencari hikmat dan berusaha mendapatkannya. Menurut
Al-Syaibani (1979) mengatakan bahwa hikmat mengandung kematangan
pandangan dan pikiran yang jauh, pemahaman dan pengamatan yang tidak dapat
dicapai oleh pengetahuan saja. Dengan hikmat filsuf akan mengetahui pelaksanaan
pengetahuan dan dapat melaksanakannya.
Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan
metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Filsafat
diartikan sebagai ―science of science‖ yang bertugas memberi analisis secara kritis
terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, mengadakan sistematisasi atau
pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu

3
pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hiduP dan makna hidup. Ada
beberapa definisi filsafat yang dikemukakan Harold Titus, yaitu:
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta;
2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran;
3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah;
4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran
penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini
manusia akan berusaha untuk mencapai kearifn dan kebajikan. Kearifan merupakan
hasil dari filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai
pengetahuan dan menentukan implikasinya, baik yang tersurat maupun yang
tersurat dalam kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan
berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk mencari kearifan,
kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti berpikir
merangkum (sinopsis) tentang pokok-pokok atau dasar-dasar dari hal yang
ditelaahnya.
2.1.2 Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana”
siswa kita. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan
membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang
dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh
perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai (Kristiawan, 2016).
Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses yang terjadi di dalam
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, atau
lembaga-lembaga lain), yang dengan sengaja mentransformasi warisan budayanya,
yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan dari generasi ke
generasi. Sedangkan dalam arti hasil, pendidikan adalah apa yang diperoleh melalui
belajar, baik berupa pengetahuan, nilai-nilai maupun keterampilan-keterampilan.
Sebagai suatu proses, pendidikan melibatkan perbuatan belajar itu sendiri; dalam

4
hal ini pendidikan sama artinya dengan perbuatan mendidik seseorang atau
mendidik diri sendiri.
Sedangkan Jalaluddin dan Abdullah Idi di dalam bukunya “Filsafat
Pendidikan” yang mengutip dari Asy-Syaibani menjelaskan, bahwa filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan , dan memadukan proses pendidikan
Artinya dengan berfilsafat diharapkan persoalan-persoalan yang terdapat di dalam
pendidikan dapat terpecahkan. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Muzayyin
Arifin, bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah
kependidikan (Muzayyin, 2014 ).
2.2 Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Hasan Langgulung di dalam bukunya asas-asas pendidikan Islam mengutip
dari John Dewey menjelaskan, bahwa filsafat merupakan teori umum, sebagai
landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitanya
dengan ini Hasan Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah
penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang
kemudiaan disebut dengan pendidikan.
Sedangkan John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat asal Amerika
mengatakan, bahwa hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali
antara satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubunga tersebut disebabkan karena
kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama.
Selanjutnya Noor Syam di dalamnya bukunya Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pancasila mengutip dari Kilpatrik menjelaskan bahwa berfilsafat dan
mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan
mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik
ialah uasaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan dalam
kepribadian manusia.
1. Selain itu Jalaluddin dan Said di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan
Islam” mengutip dari Prof. DR. Oemar Muhammad At-Toumy Asy-
Syaibani secara rinci menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan merupakan
usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam,

5
yang meliputi; Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan
menyeluruh.
2. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah
pendidikan.
3. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam
kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.
Dari sini dapat kita pahami bahwa filsafat dan filsafat penddikan merupakan
dua istilah yang berbeda tetapi sangat berhubungan antara satu dengan yang lain,
karena pendidikan merupakan realisasi dari filsafat. Dalam kaitanya hubungan
antara filsafat dan filsafat pendidikan ini Jalaluddin dan Said menjelaskan, bahwa
hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali,
sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai
medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan
mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuanyang ingin dicapai. Jadi
terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendididkan, dan pengalaman
manusia.
2.3 Manfaat dan Tujuan Filsafat Pendidikan
Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di lembaga pendidikan tenaga
keguruan dituntut untuk memikirkan masalah-masalah hakiki terkait pendidikan.
Dengan begitu, pemikiran mahasiswa menjadi lebih terasah terhadap persoalan-
persoalan pendidikan baik dalam lingkup mikro maupun makro. Hal ini menjadikan
mahasiswa lebih kritis dalam memandang persoalan pendidikan.
Di samping itu, mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah-
masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga
dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan. Sebagai intelektual muda
yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah sewajarnya bila
mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam
memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan
kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya.
2.4 Aliran Filsafat Pendidikan
2.4.1 Aliran Filsafat Pendidikan Barat

6
Filsafat Barat Kontemporer lahir pertama kali di Perancis, Jerman dan
Inggris pada abad 20. Munculnya sebagai reaksi terhadap pendewaan terhadap
rasionalisme dan kritik utamanya tentang dekontruksi. Dekontruksi di perlukan
karena telah menyisihkan seluruh nilai dan norma dalam menjalankan kehidupan.
Ada yang menyamakan makna kontemporer dengan postmodernisme dan ada pula
yang berpendapat postmodernime bagian dari kontemporer dari sisi budaya.
Menurut Lois Leahy postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang
menggantikan ide-ide zaman modern.
Menurut Nietzhe, Rousseau, Schopenhauer dalam (Maskhuroh, 2021)
melihat modern dengan penuh kecurigaan. Sifat kritis ini yang menjadi mainstream
postmodernisme. Postmodernisme ada 3 wacana : (a). Kritis terhadap estetika
modern (b). Kritis Astitektur modern (c). Kritis filsafat modern. Post modernisme
sebagai wacana berbeda dengan postmodernisme sebagai kenyataan.1 Istilah
postmodernisme sudah dikenalkan sejak tahun 1917 oleh Rudoplh Panwitz.
Panwitz filosof Jerman yang peka terhadap kecenderung nihilisme terhadap adanya
budaya Barat modern.
Filsafat abad XX aliran filsafat yang berkembang adalah lanjutan dari abad
Modern, seperti neo-kantianisme, neo-hegelianisme, neo-marxisme, neo
positivisme, dan lain sebagainya dan juga ada aliran filsafat yang baru dengan ciri
dan corak yang lain sama sekali yaitu pertama aliran fenomenologi (Edmund
Husserl Tahun 1859-1938, Martin Heidegger 1889-1976) dan levinans, filsafat ini
berkembang di subur di Eropa kontinental, terutama di Jerman dan Prancis dan
aliran eksistensialisme (Jean Paul Sartre Tahun 1905-1980), aliran kedua filsafat
analitis dan filsafat bahasa tokohnya Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-
1951). Mazhab positif logis yang paling terkenal. Aliran ke tiga filsafat kritis yang
memahami fikiran filosof sebagai praksis pembebasan. Teori kritis Horkheimer dan
Adorno, Habermas dan semua filsafat yang mengikuti aliran Karl Marx dan teori
keadilan John Rawls. Aliran ke empat pemikiran postmodernistik yang berkembang
di Prancis dengan tokoh Derrida dan Lyotard dan di Amerika Serikat dengan
komunitarisme (yang menolak di masukan aliran postmodernisme).
Selain menurut Franz Magnis Suseno dalam (Maskhuroh, 2021) aliran-
aliran tersebut ada aliran lain misalnya Neo Thomisme dan aliran banyak filsuf juga

7
yang tidak mudah di masukan dalam salah satu aliran tersebut. Lebih detailnya yang
menjadi pembahasan dalam filsafat Barat Kontemporer adalah sebagai berikut :
A. Progressivisme
Aliran ini berkembang dipelopori oleh William James (1842-1910). Ia
berpendapat teori merupakan alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman
hidup manusia. Sedangkan tokoh lainnya adalah John Dewey. Pemikirannya terkait
pendidikan adalah sekolah merupakan model masyarakat demokratis yang
berbentuk kecil. Di dalam sekolah peserta didik belajar dan mengaplikasikan
beberapa keterampilan untuk hidup dalam masyarakat demokrasi. Mereka
mengalami berbagai pengalaman sehingga mampu mengahadi realitas dunia luar.14
Jika implikasinya kita kaitkan kurikulum, maka kurikulum harus terbuka,
disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan berpusat pada pengalaman.
B. Essensialisme
Aliran ini dirintis oleh William C. Bagly (1874-1946). Dalam pandangan aliran
ini, pengetahuan bersifat esensial bagi tiap individu agar ia dapat hidup yang
produktif.15 Fungsi utama sekolah adalah untuk mentransfer kebudayaan dan
warisan budaya kepada peserta didik dan generasi berikutnya. Implikasinya dalam
proses pembelajaran perlu memperhatikan psikologi dan keterampilan yang
dimiliki peserta didik.
C. Perennialisme
Aliran ini menentang aliran Progresivisme tentang perubahan dan sesuatu
yang baru. Menurut Muhammad Noor Syam aliran ini sebagai regressive road
culture, maksudnya jalan kembali atau mundur pada kebudayaan yang lama
dikarenakan melihat krisis budaya di masa sekarang. Untuk memberikan solusi
terhadap krisis yang dihadapi, harus kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap ideal.
D. Rekonstruksionisme
Aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran Progresivisme. Menurut Arthur
sebagaimana yang dikutip oleh Abd. Rachman Assegaf, pengikut aliran ini
menganggap progresivisme hanya memperhatikan permasalahan masyarakat pada
saat itu saja padahal ada yang lebih dibutuhkan pada masa kemajuan teknologi,
yaitu rekonstruksi masyarakat secara menyeluruh. Terakit pendidikan, aliran ini

8
berpandangan bahwa sekolah harus mengarahkan perubahan (rekontruksi) tatanan
sosial saat ini. Sebagaimana teknologi, seiring waktu mengalami kemajuan, maka
pendidikan harus mengimbangi kemajuan tersebut.
E. Positivisme/ Positivisme
Logis August Comte bapak positivisme. Positivisme mengutamakan
empiris dari pada rasio dan menggemakan berfikir induktif. Sedangkan Rene
Descartes sebaliknya. Menurut Hadirman, F. Budi, 2004 (Maskhuroh, 2021)
positivisme filsafat harus menggunakan prinsip sains untuk menemukan dan
menggunakan prinsip tersebut sebagai pemandu perilaku manusia di masyarakat.
Positivisme sangat menghargai sains dan teknologi.
Positivisme ada 2 yaitu positivisme klasik dan positivisme modern.
Positivism klasik menaruh perhatian pada bidang pengaturan social masyarakat
secara ilmiah dan adanya gerak kemajuan evolutif dengan alam, sedangkan
positivis logis bertindak sebagai hamba sains. Sedangkan persamaannya adalah
keduanya menjunjung tinggi sains dan metode ilmiah untuk mendapatkan
pengetahuan yang objektif-rasional (Gahral Adian, Donny, 2006)
F. Neomarxisme

Neo marxisme di kenal juga sebagi mazhab Frankfurt lahir tahun 1930 di
Institut Penelitian Frankfurt. Pemimpin nya adalah M. Horkheimer (1895- 1973),
seorang Neo Hegelian radikal kiri. Adapun tokoh-tokoh lain mazhab ini Theodhor
W. Adorno, Herbert Marcuse, dan Eric Fromm. Frankfurt “menengah” muncul
setelah perang dunia II tokohnya yaitu Jurgen Habermas, A.Schimdt, A. Wellmer.
H.J Krahl generasi paling muda mazhab Frankfurt muncul tahun 1960 dan kawan-
kawannya. Latar belakang munculnya mazhab ini adalah kritik atas proyek
aufklarung yang memandang pentingnya kemajuan dengan mengukur banyaknya
pembangunan fisik, kemajuan teknologi yang merupakan produk kapitalisme,
sedangkan manusianya mengalami kekosongan jiwa. Produksi tidak untuk
memenuhi kebutuhan manusia tetapi kebutuhan itu di cipta, di manipulasi demi
produksi.
Beberapa teori kritis di mazhab ini yang merupakan tren pemikiran sosio-
filosofis radikal di Barat , di anataranya : filsafat merupakan problem solving

9
kehidupan, filsafat harus bisa membebaskan sebutan manusia robot zaman modern
ini akibat pekerjaan, objek analisis adalah masyarakat masa kini bukan pada masa
marx, usaha menyingkap kemajuan aufklarung yang semu dengan dehumanisasi
serta menolak perubahan dengan cara revolusi karena mengakibatkan hal yang lebih
mengerikan dan lebih jahat.
G. Pragmatisme
Empirisme Inggris dan filsafat Jerman adalah Dua aliran filsafat yang
mempengaruhi lahirnya pragmatism. Karya tokoh dari inggris yang mempengaruhi
aliran ini adalah John Stuart Mill, Alexander Bain dan John Venn yang menekankan
pengalaman untuk terbentuknya pengetahuan. George barkeley dan Pierce adalah
tokoh lain di aliran ini. Pengalaman social bangsa Amerika pada abad XIX juga
mempengaruhi aliran ini. Ekspansi industry yang cepat dan optimisme yang
merakyat yang berasal dari teologi puritanisme, dalam hal kerja keras dan
kebajikan.
Menurut F.X. Mudji Sutrisno (Maskhuroh, 2021) Filsafat ini menganggap
bahwa segala sesuatu di katakana benar bila secara teknis memberingan
sumbangsih kebermanfaatan dalam kehidupan sehari-manusia. Pikiran atau teori
merupakan alat yang berguna untuk timbulnya pengalaman yang semakin ikut
mengembangkan hidup manusia dalam praktik pelaksanaannya.
H. Neo Kantianisme
Aliran ini mengusung tema “kembalilah pada Kant” sebagai rekasi terhdap
positivism-materialisme yang mendominasi abad XIX yang hendak melebur ke
dalam ilmu kealaman. Dan filsafat abad 20 adalah masanya Kant bukan masa Hegel
karena ingin mengkritisi seolah-olah ilmu pegetahuan adalah segala-galanya dan
menempatkannya di depan ilmu pengetahuan, manusia tidak percaya pada sejarah
yang dibuatnya sendiri dan mematikan filasafat.
I. Fenomenologi dan Eksistensialisme
Menurut Sutardjo Wiramihardja, 2006 (Maskhuroh, 2021) Ada yang
berpendapat bahwa fenomenologi adalah metode mengamati dan memahami
sesuatu, bukan aliran filsafat. Bila fenomenologi di pandang sebagai aliran filsafat
maka terjadi inkonsistensi karena satu sisi menganjurkan membebaskan dari asumsi
ketika reduksinya, tetapi kenyataannya sebaliknya.

10
J. Filsafat Hidup
Tokoh dari aliran ini adalah Henry Bergson. Background keilmuannya
matematika dan fisika karena itu cakap dalam menganalisis. Tertarik dengan
metafisika karena sesuatu yang di balik keilmuan. Dan akhirnya terjun ke filsafat.
Menurutnya alam suatu organisme kreatif yang perkembangannya tidak stabil dan
memiliki konsekwensi tidak sesuai dengan implikasi logis. Dan hanya beberapa
yang berhasil membentuk organisme kreatif yang sesuai dengan hukum alam.
G. Postmodernisme
Ada 2 corak berfikir pada era postmodernisme yaitu destruktif dan
konstruktif. Tokoh perancis yang mengikuti aliran destruktif adalah Friedrich
Wilhelm Nietzsche, Francois Lyotard, Mohammad Arkoun, Jacques Derrida,
Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard Rorty. Sedangkan
yang mengikuti aliran rekonstruktif adalah tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt
seperti : Max Horkheimer, Theodor W Adorno, Jurgen Habermas Postmodern
sebagai filsafat lahir pertama kali di Perancis pada tahun 1970, terlebih setelah Jean
Francois Lyotard tentang pemikiran postmodern yang mengkritik legistimasi narasi
besar modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak bisa di
pertahankan lagi. Post modernism lahir sebagai bagian dari modernism. Ketika
postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam postmodern tidak
dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah
konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Menurut evalengical, Thomas
Oden periode modern di mulai sejak runtuhnya Bastille pada tahun 1789 (Revolusi
Perancis) dan berakhir dengan kolapsnya komunisme dan runtuhnya tembok berlin
pada tahun 1989.
K. Ateisme Abad Kontemporer
Abad XIX dan XX di mulai dengan munculnya filsuf “pembunuh” Tuhan
seperti Feurbach, Karl Marx, Nietzhe dan Sartre. Feurbach misalnya memproyeksi
Tuhan maha kuat karena manusia memproyeksi dirinya lemah, padahal Tuhan kuat
karena kuatnya manusia itu sendiri. Kritik filsuf ateis abad XXI terpusat pada
ketidakmampuan manusia mempertanggungjawabkan imannya secara rasional.
Musuh terbesar umat beragama abad XXI adalah humanisme sekuler yang aliran
ini berusaha menghidupkan kembali budaya yunani romawi yang berpendapat

11
bahwa asal tujuan hidup manusia adalah manusia itu sendiri. Menghilangkan
supranatural dan pengalaman spiritual dari realiatas proses kehidupan dan
kebudayaan manusia.
L. Hermeneutika
Hermeneutika berarti proses mengubah sesuatu atau keadaan ketidaktahuan
menjadi mengerti (Perkembangan awal displin ini dari masa Homerus pada masa
Pencerahan Yunani (Greek Enlightenment) kemudian melalui perjuangan antara
mazhab-mazhab teologi yang bersaing pada abad 1 SM sampai masa kontroversi
bible pada masa reformasi. Schleimercer (1768- 1834) teolog Jerman telah berhasil
menyatukan teori hermeneutic yang sebelumnya terpisah-pisah dalam rentang
sejarah, dan menyingkap kerja ilmu ini menjadi mungkin dikerjakan.
2.4.2 Aliran Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam sebagai pikiran yang bercorak islami pada
hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau
berlandaskan ajaran islam, tentang hakikat manusia untuk dibina dan
dikembangkan menjadi manusia muslim yang pribadinya diliputi oleh ajaran islam.
Kalau dilihat dari fungsinya, maka Filsafat Pendidikan Islam merupakan pemikiran
mendasar yang melandasi dan mengarahkan pada kepada proses pendidikan islam.
Oleh karena itu filsafat juga menggambarkan tentang dimana proses tersebut bisa
direncanakan dan ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut
dilaksanakan. Pada tahapan yang sama, filsafat pendidikan islam juga bertugas
melakukan kritik-kritik mengenai metode yang digunakan dalam proses pendidikan
islam serta mengarahkan/ membimbing bagaimana metode tersebut digunakan agar
mencapai tujuan pendidikan yang efektif.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai pendidikan. Paham
rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relativisme,
atheisme, dan lainnya yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi
konsepkonsep pendidikan Barat, hal ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki
al-Qur/an, Sunnah dan hasil ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya,
inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan
Islam (Nur Hidayat, 2021).

12
Pengembangan pemikiran (filosofis) pendidikan juga dapat dicermati dari
pola pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode
modern ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era
modernitas. Sehubungan dengan itu, M. Amin Abdullah mencermati adanya empat
model (tipologi) pemikiran (filsafat) pendidikan Islam.
A. Perenial-esensialis salafi
Aliran ini bersumber dari al- Quran dan as Sunnah, yang lebih menonjolkan
wawasan Islam era salaf (berorientasi masa silam), sehingga lebih konservatif yakni
mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai era salafi. Aliran ini berupaya
memahami ajaran dan nilai mendasar yang terkandung di dalam al-Qur'an dan
Hadits Nabi dengan melepaskan diri, kurang begitu mempertimbangkan situasi
konkrit dinamika.
B. Perenial-esensialis mazhabi
Dalam aliran ini bersumber dari al-Quran dan as Sunnah, yang lebih
menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional dan cenderung untuk
mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya
yang dianggap sudah relatif mapan dan tepat atau sesuai. Aliran ini berupaya
memahami ajaran, nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur'an dan Hadits
melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik, namun seringkali kurang begitu
mempertimbangkan sosio-historis masyarakat setempat yang hidup di dalamnya. c.
Modernis Berbeda dengan kedua aliran di atas, aliran modernis lebih menonjolkan
wawasan kependidikan Islam yang bebas modifikatif, progresif dan dinamis dalam
menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari lingkungannya, dalam arti
bagaimana pendidikan Islam mampu menyiapkan peserta didik yang mampu
melakukan rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar dapat berbuat
sesuatu yang inteligen dan mampu melakukan penyesuaian kembali sesuai tuntutan
dan kebutuhan lingkungan pada masa sekarang.
C. Modernis
Berbeda dengan kedua aliran di atas, aliran modernis lebih menonjolkan
wawasan kependidikan Islam yang bebas modifikatif, progresif dan dinamis dalam
menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari lingkungannya, dalam arti
bagaimana pendidikan Islam mampu menyiapkan peserta didik yang mampu

13
melakukan rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar dapat berbuat
sesuatu yang inteligen dan mampu melakukan penyesuaian kembali sesuai tuntutan
dan kebutuhan lingkungan pada masa sekarang.
D. Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Dalam aliran ini bersumber dari al-Quran dan as sunnah, yang lebih
mengambil jalan tengah antara kembali ke masa lalu dengan jalan melakukan
kontekstualisasi serta uji falsifikasi dan mengembangkan wawasan-wawasan
kependidikan Islam masa sekarang yang selaras dengan tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang ada, wawasan kependidikan
Islam yang concern terhadap kesinambungan pemikiran pendidikan Islam dalam
merespon tuntutan perkembangan iptek dan perubahan sosial yang ada. Aliran ini
berupaya memahami ajaran Al Qur'an dan nilai yang mendasar, terkandung di
dalam Al Qur'an dan Hadits dengan mengikutsertakan, mempertimbangkan
khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan
kemudahan yang ditawarkan oleh dunia modern.
E. Rekonstruksi sosial
Dalam aliran ini juga bersumber dari al-Quran dan as sunnah, yang progresif
dan dinamis, lebih menonjolkan sikap yang proaktif dan antisipatif, berangkat dari
bottom-up yang dibangun dari grass root, dalam pluralisme, dan dalam konteks
mengejar keunggulan.
2.5 Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan
Dalam perkembangan pendidikan menjadi cabang ilmu yang mandiri
dipengaruhi oleh pandangan dan konsep yang dikemukan oleh para filosofi..
1. Plato (428-348 SM)
Plato merupakan filosofi yunani yang aktif mengembangkan filsafat dengan
mendirikan sekolah khusus yang disebut ‘academia’. Plato berpandangan
bahwa konsep ide merupakan pandangan terdapat suatu dunia di balik alam
kenyataan, sebagai hakikat dari segala yang ada. Artinya apa yang diamati
sehari-hari adalah ide tersebut, sebagai sumber segala yang ada: kebaikan
dan keburukan. Ide merupakan suatu hal yang objektif yang didalamnya
berpusat dan dikendalikan oleh puncak ide yang digambarkan sebagai ide
tentang kebaikan yang diformulasikan sebagai tuhan

14
2. Aristoteles (384 – 348 SM)
Aristoteles yang merupakan bapak ilmu berpandangan bahwa ilmu
pendidikan dibangun melalui riset pendidikan. Riset merupakan suatu gerak
maju dan kegiatan-kegiatan observasi menuju prinsip-prinsip umum yang
bersifat menerangkan dan kembali kepada observasi. Pandangan ini
berkembang pada abad 13 – 14.
Aristoteles berpandangan bahwa ilmuan hendaknya menarik kesimpulan
secara induksi dan deduksi. Dalam tahapan induksi, generalisasi-
generalisasi (kesimpulan-kesimpulan umum) tentang bentuk ditarik dari
pengalaman pengindraan. Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari
tahapan induksi dipergunakan untuk premis-premis untuk deduksi dari
pernyataan-pernyataan tentang observasi.
Penyempurnaan teori aristoteles dilakukan oleh beberapa filosofi lain yaitu:
• Robert Grosseteste yang menyebutkan bahwa metode induktif-
deduktif Aristoteles sebagai Metode perincian dan penggabungan.
Tahap Induksi meruapakan sebuah perincian gejala yang menjadi
unsur-unsur pokok dan tahap deduksi sebagai penggabungan unsur-
unsur poko yang membentuk gejala asli.
• Roger Bacon mengusulkan agar matematika dan eksperimen
merupakan dua instrumen utama dari penyelidikan ilmiah. Dia
mengemukakan ada tiga hak istimewa Ilmu Eksperimental : (1)
kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran induksi diuji lebih
dulu dengan eksperimen; (2) penggunaan eksperimen dalam
penyelidikan ilmiah menambah ketelitian dan keluasan pengetahuan
faktual; (3) dengan kekuatannya sendiri, tanpa bantuan ilmu-ilmu
lainnya, eksperimen dapat menyelidiki rahasia alam.
• John Duns Scotus yang menegaskan sebuah metode induksi dalam
bentuk persamaan, yaitu merupakan teknis analisis sejumlah hal
khusus yang mempunyai pengaruh khusus terhadap peristiwa.
• Ockham yang menegaskan metode induksi dalan bentuk perbedaan,
bahwa ilmuwan dalam menyusun pengetahuan tentang apa yang
diciptakan Tuhan dengan melalui induksi hanya terdapat kesatuan-

15
kesatuan yang bersifat pembawaan di antara gejala-gejala. Metode
Ockham membandingkan dua hal khusus dimana yang satu ada
pengaruhnya dan satunya lagi tidak ada pengaruhnya.
3. Johan Amos Comenius
Filsuf pertama yang memperhatikan dan memberikan konsidensi terhadap
orientasi pemikiran filsafat pendidikan adalah Johan Amos Comenius
seorang pendeta Protestan. ia berpandangan bahwa manusia itu diciptakan
oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas
semua makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Percikan pemikiran
Comenius berpengaruh pada teori-teori pendidikannya. Salah satunya
adalah peserta didik harus dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan.
Comenius juga berpendapat tentang prosedur dalam bidang pendidikan
bahwa dari pada membuat kerusakan pada proses alam, lebih baik
bersahabat dengan proses alam tersebut. Pendapatnya ini berimplikasi pada
pelaksanaan pendidikan dengan keharusan tidak merusak alam dan meniru
perkembangan alam. Artinya proses pendidikan tidak dilakukan secara
tergesa-gesa, melainkan dilakukan secara terencana dan bertahap sesuai
dengan tahapan perkembangan fisik dan psikis peserta didik.
Hal tersebut awal dari pemikiran filsafat pendidikan naturalisme yang lahir
pada abad 17 dan mengalami perkembangan pada abad 18. Dimensi
mengenai pemikiran filsafat pendidikan naturalisme adalah sebagai berikut:
• Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan
Naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu
sesuai dengan perkembangan alam. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukan oleh comenius
• Dimensi kedua dari filsafat pendidikan Naturalisme yang juga
dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan bahwa belajar itu
merupakan kegiatan melalui Indra.
• Dimensi ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme adalah
pentingnya pemberian pemahaman pada akal akan kejadian atau
fenomena dan hukum alam melalui observasi. Observasi berarti
mengamati secara langsung fenomena yang ada di alam ini secara

16
cermat dan cerdas. Pendapat Copernicus di atas sangat berpengaruh
pada abad ke 18, sehingga abad ini dikenal dengan sebutan abad
rasio (age of reason) atau Rasionalisme.
• Demensi terakhir dari percikan pemikiran filsafat pendidikan
Naturalisme juga dikembangkan oleh Jean Jacques Rousseau
berkebangsaan Prancis yang naturalis mengatakan bahwa
pendidikan dapat berasal dari tiga hal, yaitu ; alam, manusia dan
barang. Bagi Rousseau seorang anak harus hidup dengan prinsip-
prinsip alam semesta.
Naturalisme di bidang pendidikan juga dielaborasi oleh kerangka
pemikiran John Locke, Ia mengemukakan bahwa teori dalam jiwa
diperoleh dari pengalaman nyata, tidak ada sesuatu dalam jiwa tanpa
melalui indra. Jiwa senantiasa kosong dan hanya terisi apabila ada
pengalaman. Oleh karena alam merupakan spot power bagi pengisian
jiwa, maka proses pendidikan harus mengikuti tata-tertib perkembangan
alam. Kalau alam serba teratur, ia menghendaki pengajaranpun harus
teratur. Mata pelajaran harus diajarkan secara berurutan (sequence) ,
step by step dan tidak bersamaan.
Selain tokoh-tokoh barat, filsafat pendidikan dalam pandangan tokoh filosofi islam
sebagaimana diuraikan berikut
1. Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M)
Filosofi Islam yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan merupakan
kemampuan manusia untuk membuat analisis dan strategis sebagai hasil
dari proses berfikir. Pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai yang
diperoleh dari pengalaman untuk mempertahankan eksistensi manusia
dalam peradaban masyarakat. Pendidikan juga merupakan upaya
melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar
masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
2. Abduh Ibnu Hasan Khairullah (1849 – ….M)
Filosofi Islam dari Mesir mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan
mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga batas-batas yang
memungkinkan anak didik mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.

17
Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang seimbang,
pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) semata tapi
perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik
(keterampilan).
3. Muhammad Iqbal (1877 – 1938M)
Filosofi Islam dari India, berpandangan bahwa pendidikan merupakan
bagian tidak dapat dipisahkan dari peradaban manusia, bahkan pendidikan
merupakan subtansi dari peradaban manusia. Pendidikan yang ideal adalah
pendidikan yang mampu memadukan dualisme (antara aspek keduniaan dan
aspek keakhiratan secara sama dan seimbang).
4. Ahmad Dahlan (1869 – 1923M)
Ahmad Dahlan adalah tokoh pendiri Muhammadiyah yang berpandangan
bahwa pendidikan bertujuan menciptakan manusia yang (1) baik budi, yaitu
alim dalam agama; (2) luas pandangan, yaitu alam dalam ilmu-ilmu umum
dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Pendidikan agama
dan pendidikan umum dipadukan secara selaras dan berpegang kepada Al-
Qur’an dan Al-Sunnah

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan
teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dunia pendidikan agar masalah-
masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Hubungan antara filsafat dan
filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tidak dapat dipisahkan, kerana filsafat
memberi arah dan pedoman dasar bagi usah-usaha perbaikan, pengembangan, dan
meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan
yang diharapkan. Mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah-
masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga
dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan.
Seiring perkembangannya memiliki berbagai aliran yang mampu memberi
karakter di dunia pendidikan. Perbedaan yang sangat signifikan antara keduanya
adalah filsafat pendidikan islam merupakan proses investasi kemanusiaan yang
mengandung nilai ibadah sedangkan dalam filsafat pendidikan barat hanya
mengandung proses kemanusiaan dan tidak bernilai ibadah. Namun terlepas dari
perbedaan tersebut, baik pendidikan islam maupun barat keduanya menjadikan
manusia sebagai subjek sekaligus objek pendidikan. Sehingga sangat relevan jika
pendidikan harus dilakukan sepanjang hayat manusia (long life education)
3.2 Saran
Dengan mempelajari dan mengkaji tentang filsafat pendidikan ini,
diharapkan mulai sekarang mahasiswa lebih berpikir kritis terhadap masalah-
masalah yang ada di dunia pendidikan, karena sepantasnya mahasiswa pendidikan
nantinya akan menjadi penerus pendidik dan filsof di dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan aliran-aliran filsafat pendidikan yang telah dipaparkan dalam
makalah ini diharapkan para pembaca terutama bagi calon pendidik untuk dapat
mengkritisi, memahami, mendalami, dan menerapkan aliran filsafat pendidikan
yang dapat membangun pendidikan yang bermutu.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi dan Jalaluddin. 2002. Filsafat Pendidikan. Cet. 2. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Gahral Adian, Donny. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar
Komprehensif. Yogyakarya-Bandung: Jalasutra.
Hidayat, Nur. 2021. Komparasi Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam,
Jurnal An-Nur: Kajian Pendidikan dan Ilmu Keislaman, vol 7 (1).
Khairawan, Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan: The Choise Is Yours. Cet. 1.
Jogjakarta: Valia Pustaka Jogjakarta.
Maskhuroh, Lailatul. 2021. Aliran-Aliran Filsafat Barat Kontemporer
(Postmodernisme), Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 10(1),
.Avaibale at: https://jurnal.stituwjombang.ac.id/index.php/UrwatulWutsqo.
Muzaaiyin, Arifin. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 7. Jakarta: Bumi Aksara.

20

Anda mungkin juga menyukai