PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan, berfilsafat adalah suatu hal yang penting, karena dengan berfilsafat
dunia pendidikan akan mengetahi hakikat dari makna, tujuan, metode, dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Arti penting dari berfilsafat itu sendiri adalah agar tujuan-
tujuan yang telah diketahui dan ditetapkan dapat tercapai. Sebagaimana Ali Khalil Abu ‘Ainaini
merumuskan pengertian filsafat pendidikan yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis dalam “bukunya
Filsafat Pendidikan Islam” bahwa filsafat pendidikan itu sebagai “kegiatan-kegiatan pemikiran yang
ssistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menerangkan nilai-niai
tujuan pendidikan yang akan dicapai (direalisasikan).[1]
Dari uraian di atas, maka akan memunculkan sebuah pertanya; terus apa pengertian dari filsafat,
pendidikan, dan Islam itu sendiri? Oleh sebab itu, di dalam makalah ini penulis ingin membahas,
mengkaji, dan menganalisis tentang Filsafat Pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai
berikut:
C. Tujuan Masalah
Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan?
3. Untuk mengetahui manfaat belajar filsafat.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Pendidikan
Secara etimologi Filsafat pendidikan itu mengandung dua pengertian yang berbeda, yaitu 1) Filsafat,
dan 2) Filsafat Pendidikan. Agar kedua dari pengertian tersebut dapat tergambarkan dan dipahami
secara menyeluruh, maka penulis akan menguraikan ketiga pengertian tersebut di bawah ini.
1. Pengertian Filsafat
Ramayulis di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” yang mengutip dari Imam Barnadib
mengatakan, bahwa dalam segi bahasa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani
yaitu philar dan sophia. Philar adalah berarti cinta dan Sophia berarti kebenaran atau kebaajikan.
Jadi, kata filsafat berarti cinta akan kebenaran atau kebajikan.[2]
Selain itu, Muzayyin Arifin di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” menjelaskan, bahwa secara
harfiah, filsafat berarti “cinta kepada ilmu”. Filsafat berasal dari kata Philo yang artinya cinta
dan Sophos artinya ilmu/hikmah.[3] Jadi dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa setiap
manusia yang mencintai suatu ilmu/hikmah yang mana dengan ilmu tersebut dia mencari suatu
kebenaran dengan mendalam dan tanpa batas maka disebut dengan filsuf. Dan filsafat ini
merupakan ilmu pertama yang diamalkan untuk menemukan suatu kebenaran atau sebuah rumusan
dari segala ilmu penegtahuan. Sebagaimana Muzayyin di dalam bukunya yang sama menjelaskan,
bahwa secara historis, filsafat menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak
zaman Yunani kuno sampai zaman modern sekarang.[4]
Sedangkan secara istilah makna dari filsafat dapat dirumuskan suatu kegiatan berpikir secara
mendalam dan bebas, agar hakikat dari kebenaran yang dicari dapat ditemukan. Hal ini sesuai
dengan yang dikutip Ramayulis di dalam bukunya dari beberapa ilmuan; pertama, Muhtar Yahya
mengatakan bahwa “berpikir filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti
yang bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia, dan dibalik
alam”. Kedua, Soegardo Poerbakwatja juga mengatakan, bahwa “filsafat adalah ilmu yang berusaha
mencari sebab musabab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran
belaka”. Ketiga, sementara Imam Barnadib menyatakan bahwa “filsafat diartikan sebagai ilmu yang
berusaha untuk memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman
manusia”.[5] Dengan demikian, dari beberapa pengertian tersebut diharapkan manusia dapat
memahami, mengerti, dan mempunyai pandangan yang menyeluruh, mendalam, dan sistematis
mengenai dirinya sendiri sebagai manusia, sekitarnya sebagai lingkungan, dan penciptanya sebagai
Tuhan.
Pandangan yang mendalam, menyeluruh, dan sistematis ini menghendaki manusia untuk selalu
mempunyai daya pikir yang sadar, mendalam, teliti, dan teratur ketika berfilsafat. Hal ini sesuai
dengan yang dirumuskan Ramayulis, bahwa berfilsafat adalah berpikir rasional, spekulatif,
sistematis, radikal, dan universal.[6]
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami, bahwa filsafat adalah suatu kegiatan berpikir
secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan sadar, teliti, dan teratur agar hakikat
dari sebuah kebenaran dapat ditemukan.
Menurut John Dewey yang dikutip oleh Jalaluddin dan Abdullah di dalam bukunya “Filsafat
Pendidikan” mengatakan, bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional), menuju ke arah tabi’at manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum
pendidikan.[8]
Sedangkan Jalaluddin dan Abdulah Idi di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” yang mengutip dari
Asy-Syaibani menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses
pendidikan.[9] Artinya dengan berfilsafat diharapkan persoalan-persoalan yang terdapat di dalam
pendidikan dapat terpecahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muzayyin Arifin, bahwa filsafat
pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan.[10]
Selain itu, Anas Salahudin di dalam bukunya Filsafat Pendidikan juga merumuskan beberapa
pengertian dari filsafat pendidikan, di antaranya yaitu;
Sedangkan John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat asal Amerika mengatakan, bahwa
hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara satu dengan yang lainnya.
Kuatnya hubunga tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-
problema filsafat secara bersama.[13] Selanjutnya Noor Syam di dalamnya bukunya Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila mengutip dari Kilpatrik menjelaskan bahwa berfilsafat dan
mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan
nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah uasaha merealisasikan nilai-nilai
dan cita-cita itu di dalam kehidupan dalam kepribadian manusia.[14]
Selain itu Jalaluddin dan Said di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” mengutip dari Prof. DR.
Oemar Muhammad At-Toumy Asy-Syaibani secara rinci menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan
merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, yang meliputi;
Dari sini dapat kita pahami bahwa filsafat dan filsafat penddikan merupakan dua istilah yang
berbeda tetapi sangat berhubungan antara satu dengan yang lain, karena pendidikan merupakan
realisasi dari filsafat. Dalam kaitanya hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan ini Jalaluddin
dan Said menjelaskan, bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat
penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk
menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai
dan tujuanyang ingin dicapai. Jadi terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendididkan,
dan pengalaman manusia.[16]
Dari beberapa Uraian di atas dapat kita tarik suatu kesimpulan, bahwa hubungan antara filsafat dan
filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan, karena filsafat memberi arah dan
pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan meningkatkan kemajuan dan
landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang diharapkan.
Berbeda dengan yang di atas, Drs. Anas Salahudin, M.Pd. di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan”
merumuskan, bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sebagai berikut;
1. Pendidik
2. Murid atau anak didik
3. Materi pendidikan
4. Perbuatan mendidik
5. Metode pendidikan
6. Evaluasi pendidikan
7. Tujuan pendidikan
8. Alat-alat pendidikan
9. Dan lingkungan pendidikan.[19]
1. Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang
memfungsikan dirinya untuk mendidik. siapa saja dapat menjadi pendidik dan melakukan
upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para pendidik haruslah orang yang
patut diteladani. Dan pendidik itu harus membina, mengarahkan, menuntun, dan
mengembangkan minat, serta bakat anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan
baik.[20] Para pendidik adalah subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik mempunyai
peran penting dalam berlngsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidikan berpengaruh
besar terhadap hasil pendidikan. Para pendidik memikul tanggung jawab yang berat untuk
memaajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab untuk
meningkatkan kinerja para pendidik melalui berbagai peningkatan. Misalnya, peningkatan
kesejahteraan para pendidik, menaikkan tunjangan fungsional para pendidik, membantu
dana pendidikan lanjutan hingga meraih gelar doktor, dan memberikan beasiswa untuk
berbagai penelitian.[21]
2. Anak Didik secara filosofis merupakan objek para pendidikan dalam melakukan tindakan
yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti usia anak didik, kondisi ekonomi
keluarga, minat dan bakat anak didik, serta tingkat intelegensinya, itu membuat seorang
pendidik mengutamakan fleksibilitas dalam mendidik. Anak didik merupakan subjek
pendidika, yaitu orang yang menjalankan dan mengamalkan materi pendidikan yang
diberikan oleh pendidik. Agar pendidikan dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, maka jalan
pendidikan yang ditempuh harus sesuaai dengan perkembangan psikologis anak didik.[22]
3. Materi Pendidikan, yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun
sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim dan logis) untuk disajikan atau disampaikan
kepada anak didik.[23]
4. Perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilakukan
oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didiknya disebut dengan tahzib.
Mendidik artinya meningkatkan pemahaman anak didik tentang kehidupan, medalami
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan manfaatnya untuk diterapkan dalam kehidupan
nyata dan sebagai pandangan hidup.[24]
5. Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia pendidikan pada
saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik. metode berfungsi mengolah,
menyusun, dan menyajikan materi pendidikan, agar materi pendidikan tersebut dapat
dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.[25]
6. Evaluasi dan Tujuan Pendidikan. Evaluasi yaitusistem penilaian yang diterapkan kepada
peserta didik, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang dilaksanakannya. Evaluasi
pendidikan sangat bergantung pada tujuan pendidikan. jika tujuannya membentuk siswa
yang kreatif, cerdas, beriman, dan bertakwa, maka sistem evaluasi ynag dioperasionalkan
harus mengarah pada tujuan yang dimaksud.[26]
7. Alat-alat Pendidikan dan Lingkungan Pendidikan merupakan fasilitas yang digunakan untuk
mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan lingkungan pendidikan adalah segala
seusuatu yang terdapat disekitar lingkungan pendidikan yang mendukung terealisasinya
pendidikan.[27]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat adalah suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan
sadar, teliti, dan teratur agar hakikat dari sebuah kebenaran dapat ditemukan.
Filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-
masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut dapat diatasi
dengan cepat dan tepat.
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan,
karena filsafat memberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan
meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang
diharapkan.
Mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah- masalah hakiki pendidikan akan
memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga dapat lebih arif dalam memahami problem
pendidikan. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah
sewajarnya bila mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam
memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan kebebasan
intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya.
Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah: 1) Pendidik, 2) Murid atau anak didik, 3) Materi
pendidikan, 4) Perbuatan mendidik, 5) Metode pendidikan, 6) Evaluasi pendidikan, 7) Tujuan
pendidikan, 8) Alat-alat pendidikan, 9) lingkungan pendidikan.
B. Saran
Dengan mempelajari dan mengkaji tenang filsafat pendidika ini, diharapkan mulai sekarang
mahasiswa lebih berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan, karena
sudah sepantasnya mahasiswa pendidikan nantinya akan menjadi penerus pendidik dan filsof di
dalam dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam), (Jakarta: Kalam
Mulia, 2015), cet. ke-4.
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) cet. ke-7, Ed. Rev.
Abdullah Idi dan Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002) cet. ke-2.
Noor Syam, M., Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,
1988).
Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994).
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rukiyati-mhum/bpk-mengenal-filsafat-
pendidikan.pdf, hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul 22.14 WIB.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 14.
Referensi Buku
[1] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam), (Jakarta:
Kalam Mulia, 2015), cet. ke-4, hlm. 4.
[3] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) cet. ke-7, Ed. Rev., hlm.
3.
[4] Ibid, hlm. 3.
[6] Ibid, hlm. 3.
[7] Redja Mudyahardjo, Pendidikan Ilmu Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 3-4.
[8] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002) cet. ke-2,
hlm. 13.
[10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) cet. ke-7, Ed. Rev.,
hlm. 5.
[11] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. ke-10, hlm. 22-23.
[13] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002) cet. ke-
2, hlm. 18.
[14] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,
1988), hlm. 43.
[15] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 11-
12.
[16] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 22.
[17] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rukiyati-mhum/bpk-mengenal-filsafat-
pendidikan.pdf, hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul 22.14 WIB.
[18] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 17.
[19] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. ke-10, hlm. 24.
[20] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 14.
[21] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. ke-10, hlm. 24-25.
[26] Ibid, hlm. 26
[27] Ibid, hlm. 26