Segala puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmat-Nya, sehingga buku ini dapat diselesaikan. Buku
ini hadir untuk memperkaya khazanah keilmuan di bidang filsafat pendidikan
Islam.
Buku ini juga akan mengakaji tentangan analisis filosofis tentang dasar
pendidikan, tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum, metode, dan
evaluasi pendidikan Islam. Pendidikan Islam di era globalisasi dan era millennial.
Padangsidimpuan, 25 Desember
2023
Dr. Zainal Efendi Hasibuan, MA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
Fauzan Royhanuddin
A. Pendahuluan
Sepanjang sejarah, manusia telah dihadapkan pada berbagai masalah
dan pertanyaan yang kompleks mengenai kehidupan. Untuk menangani hal-
hal tersebut, manusia perlu mencari jawaban atau solusi yang dapat
memecahkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam hal ini,
mereka menggunakan logika dan akal budi manusia untuk mencari
pemecahan, suatu proses yang dikenal sebagai filsafat. Filsafat merupakan
upaya untuk memahami, menganalisis, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
mendasar tentang kehidupan, eksistensi, nilai, dan berbagai konsep lainnya.
B. Pembahasan
1. Filsafat
Istilah "filsafat" dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata,
yaitu "philos" yang berarti cinta atau kasih, dan "sophia" yang berarti
kebijaksanaan atau kebijaksanaan yang mendalam. 1 Secara etimologis,
filsafat merupakan gabungan dari kedua kata tersebut yang mengandung
arti cinta terhadap kebijaksanaan atau kearifan. Dalam bahasa aslinya,
filsafat merujuk pada hasrat atau keinginan yang kuat terhadap kebenaran
sejati.2 Dengan kata lain, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mengkaji hakikat, inti, atau esensi dari segala hal. Ini menekankan
dorongan manusia untuk memahami, mencari, dan menggali pemahaman
yang mendalam tentang realitas dan kebenaran di balik segala hal yang
ada.
1
Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm.
1.
2
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum(Bandung: Pustaka Setia, 1997),hlm. 12.
Pemahaman tentang filsafat dari perspektif beberapa filsuf
terkenal. Plato mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang tertarik
untuk mencapai kebenaran yang hakiki atau yang sejati di balik realitas.
Aristoteles melihat filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mencakup
berbagai aspek, termasuk metafisika (pemahaman tentang alam semesta
dan eksistensi), logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika. Ini
menunjukkan bahwa filsafat tidak hanya mencakup aspek-aspek teoritis,
tetapi juga terapan dalam kehidupan sehari-hari dan berbagai bidang
pengetahuan. Sedangkan menurut Al-Farabi, filsafat adalah pengetahuan
tentang hakikat yang sebenarnya, menekankan pentingnya memahami
esensi atau inti sesuatu dengan mendalam. Kesamaan dalam pandangan
para filsuf tersebut adalah pemahaman filsafat sebagai upaya untuk
mencari dan memahami kebenaran, hakikat, atau esensi yang mendasari
segala hal dalam kehidupan.3
Pandangan beberapa pemikir terkait dengan konsep filsafat. Sidi
Gazalba melihat filsafat sebagai proses berfikir yang mendalam,
sistematis, radikal, dan universal. Filsafat digunakan untuk mencari
kebenaran, inti, atau hakikat dari segala sesuatu yang ada, menekankan
pada pemahaman yang mendalam tentang esensi dari realitas. 4
Sementara itu, menurut Harun Nasution, filsafat adalah pengetahuan
yang membahas hikmah serta prinsip-prinsip mendasar. Ia menekankan
bahwa filsafat mencari kebenaran dan mendiskusikan dasar-dasar dari
topik yang dibahas. Harun Nasution juga menggarisbawahi pentingnya
logika dalam berpikir filsafat, di mana esensi dari filsafat adalah berfikir
secara logis, bebas, dan mendalam sehingga dapat menelusuri akar
permasalahan.5
Dari pemikiran para ahli terdahulu, dapat diduga bahwa
memusatkan perhatian pada cara berpikir adalah suatu usaha untuk
3
Soegiono, Tamsil Muis, Filsafat Pendidikan(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hlm. 5-6.
4
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997),hlm. 3.
5
Zuhairin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 3-4.
memperoleh informasi tentang kelihaian, standar-standar dan pokok-
pokok untuk mencapai kebenaran melalui daya pikir atau cara pandang
yang menerima segala sesuatu sebagai obyek kajiannya. Meskipun
demikian, penting untuk diingat bahwa kebenaran murni hanya datang
dari Allah SWT sebagai sumber segala informasi. Penalaran merupakan
hasil perenungan dan perenungan mendalam terhadap suatu hal hingga
ke dasar-dasarnya, dilakukan secara efisien, dan mempunyai keterkaitan
umum. Dalam situasi khusus ini, penalaran membantu manusia dalam
upayanya merenungkan realitas dan mencapai pemahaman kebenaran
yang lebih mendalam, meskipun kebenaran esensial sebenarnya
mendapat tempat di sisi Allah sebagai sumber segala informasi.
2. Filsafat Pendidikan Islam
a. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Pandangan Al-Syaibany mengenai filsafat pendidikan.
Baginya, filsafat pendidikan adalah implementasi dari pandangan
dan prinsip-prinsip filosofis dalam ranah pendidikan. Filsafat
pendidikan mencerminkan penerapan prinsip-prinsip dan keyakinan
yang menjadi landasan dari filsafat umum untuk menyelesaikan
tantangan-tantangan pendidikan secara praktis. Al-Syaibany
memandang bahwa filsafat pendidikan, sebagaimana filsafat
umumnya, bertujuan untuk mencari kebenaran dan hakikat serta
menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan proses
pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk mendalami konsep-
konsep pendidikan dan memahami secara mendalam akar
permasalahan dalam pendidikan. Selain itu, ia menekankan bahwa
filsafat pendidikan juga membahas segala hal yang mungkin
mempengaruhi atau mengarahkan proses pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian, filsafat pendidikan menjadi suatu wadah untuk
menggali, memahami, dan menerapkan prinsip-prinsip filosofis
dalam konteks pendidikan untuk menemukan solusi-solusi yang
lebih mendalam dan universal terkait dengan proses pendidikan.6
6
Uyoh Sadulloh,Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 71-72.
7
Nur Uhbiayati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia,1997),hlm.9.
yang muncul dalam konteks pendidikan Islam. Ini mencakup
analisis, penerapan, dan interpretasi nilai-nilai Islam dalam
praktik pendidikan.
2) Perenungan tentang hakikat pendidikan IslamFilsafat pendidikan
Islam juga merupakan proses refleksi mendalam tentang esensi
atau hakikat dari pendidikan Islam itu sendiri. Hal ini mencakup
pertimbangan mengenai bagaimana usaha pendidikan Islam
seharusnya dilakukan agar sesuai dengan norma-norma Islam,
sehingga mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang sejalan
dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Filsafat pendidikan Islam memiliki karakteristik yang unik
dan berbeda dari filsafat pendidikan pada umumnya. Dasar-dasar dan
prinsip-prinsip yang digunakan untuk merumuskan konsep dan teori
pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
Filsafat pendidikan Islam memasukkan prinsip tauhid (keesaan
Allah), akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki
dimensi jasmani, intelektual, dan spiritual, serta pandangan tentang
alam semesta sebagai tanda kebesaran Allah yang memiliki jiwa dan
memuji-Nya.
8
Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Al-Tarbiyah Al Islamiyah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979, hlm. 33-36
kebijakan: Standar pelajaran Islam digunakan sebagai alasan
untuk mempertimbangkan berbagai isu dalam pelatihan terkait
dengan aspek mendalam, sosial, moneter dan politik.
c. Motivasi berfilsafat
Motivasi dalam berfilsafat dalam konteks pendidikan:
9
M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1994),hlm. 4
Metode-metode utama dalam mempelajari filsafat pendidikan
Islam, menurut Jalaludin dan Usman Said:
1) Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif bertujuan untuk mencari dan
menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata, yang dalam
konteks filsafat Islam disebut sebagai pendekatan syariah.
Pendekatan ini mencari dan menetapkan ketentuan-ketentuan
mengenai apa yang diperbolehkan dan yang tidak menurut
syariat Islam. Ini menekankan pada pencarian prinsip-prinsip
etis dan moral yang diatur oleh hukum-hukum Islam dalam
konteks pendidikan.10
2) Pendekatan Historis
Pendekatan ini menggunakan kajian masa lalu untuk
memahami perkembangan dan evolusi pendidikan Islam.
Melalui metode penelitian sejarah Islam, filsafat pendidikan
Islam dipelajari berdasarkan rentang waktu yang terjadi di masa
10
Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam, (Surabaya:Elkaf, 2006), hlm 17.
lampau, dengan memahami bahwa peristiwa masa lalu dapat
dipahami dari sudut pandang masa kini.
3) Pendekatan Kontekstual
Pendekatan ini fokus pada pemahaman filsafat
pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik, dan budaya
tempat pendidikan Islam berada. Tujuannya adalah
mempertanyakan apakah proses pendidikan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara
filosofis.
4) Pendekatan Filsafat Tradisional
Metode ini mempelajari berbagai sistem dan aliran
filsafat yang ada dalam filsafat pendidikan Islam. Studi ini
mengungkapkan aliran atau sistem filsafat dalam pendidikan
Islam, baik yang tradisional, modern, maupun kontemporer,
serta mencari pemikiran-pemikiran yang relevan dengan dunia
pendidikan.
5) Pendekatan Hermeneutika
Pendekatan ini menggunakan metode hermeneutik untuk
menafsirkan teks-teks yang berbicara tentang pendidikan. Teks
tersebut dipahami dalam konteksnya dan diinterpretasikan
berdasarkan latar belakang serta situasi lahirnya.
6) Pendekatan Filsafat Kritis
Pendekatan ini bersifat ilmiah, terbuka, dan dinamis.
Berbeda dengan pendekatan ideologis, filsafat kritis berfokus
pada perumusan ide-ide dasar terhadap objek yang diteliti,
membangun pemikiran kritis, dan membentuk mentalitas yang
mengedepankan kebebasan intelektual.
7) Pendekatan Perbandingan
Pendekatan ini digunakan untuk membandingkan dua
pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berbeda,
mengeksplorasi persamaan, perbedaan, kelebihan, dan
kekurangan masing-masing. Dengan pendekatan ini, diharapkan
dapat muncul konseptualisasi pemikiran filsafat pendidikan
Islam yang merupakansintesis dari dua pemikiran yang berbeda.
Dalam menyelesaikan masalah pendidikan di kalangan umat
Islam, berbagai pendekatan dapat digunakan. Efektivitas dan
efisiensi dari suatu pendekatan bergantung pada sifat, bentuk, dan
ciri khusus dari masalah yang dihadapi. Artinya, tidak ada
pendekatan yang tunggal yang dapat secara universal menyelesaikan
setiap masalah pendidikan.
11
Sehat Shulthoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic
Studies, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), hlm. 133.
mendasar, tetapi juga memperhatikan aspek praktis dan implementatif
dalam proses pendidikan.12
a. Ontologi
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang bermakna studi
tentang kehadiran. Berkenaan dengan cara berpikir instruktif Islam,
metafisika mengkaji gagasan tentang dunia nyata atau kehadiran,
termasuk alam aktual (Cosmo), manusia (anthropos), dan Tuhan
(Teos) sebagai objek dugaan filosofis yang wajar. Cara berpikir
normal, misalnya, memunculkan persoalan solidaritas atau
keragaman alam, sifatnya yang tetap atau berkembang, dan apakah
alam itu asli atau sekedar potensial.
Ontologi dalam filsafat pendidikan Islam mempertimbangkan
pandangan tentang keberadaan dan hakikat dari tiga obyek utama:
alam fisik, manusia, dan Tuhan. Diskusi tentang ini memberikan
landasan bagi pemahaman mendalam mengenai realitas yang
menjadi dasar bagi proses pendidikan Islam.13
Cara pandang terhadap manusia sebagai objek didikan dalam
Islam tercermin dalam Alquran dan Hadits. Dalam kedua sumber
tersebut, manusia dipandang sebagai substansi yang paling rumit,
terdiri dari berbagai komponen termasuk komponen fisik dan batin,
jiwa dan akal, energi dan hati. Pemahaman ini menggarisbawahi
bahwa potensi yang digerakkan oleh manusia tidak akan tercipta
tanpa adanya orang lain, namun memerlukan arahan dan bantuan
dari orang lain. Selain memahami bahwa manusia adalah hewan
yang mempunyai aspek individual dan sosial, pandangan ini juga
mempersepsikan adanya kekuatan yang lebih menonjol di luar
12
Tuto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 45.
13
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat Dan Islam, (Aceh:
Bandar Publishing, 2019), hlm. 38.
dirinya. Perhatian terhadap kehadiran kekuasaan ini menjadi
landasan standar tauhid dalam pendidikan Islam.
Potensi yang digerakan oleh masyarakat tidak akan tumbuh
secara normal atau alamiah, melainkan memerlukan arahan dan
bantuan dari orang lain. Meskipun manusia memahami bahwa
mereka adalah hewan dengan atribut individu dan sosial, mereka
juga memiliki kesadaran akan kehadiran kekuatan yang lebih
menonjol di luar diri mereka. Keakraban dengan kehadiran
kekuasaan yang lebih tinggi inilah yang menjadi alasan berlakunya
tauhid dalam pendidikan Islam. Aturan inilah yang menjadi alasan
penyusunan bahan ajar, rencana pendidikan, strategi dan tujuan.
Artinya memahami Keesaan Allah merupakan tahap awal yang
sangat penting dalam menciptakan pendidikan Islam, yang
berdampak pada setiap aspek pendidikan dan pengajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara
menyeluruh, baik secara aktual maupun mendalam. Pedoman tauhid
ini memandu sekolah Islam untuk menunjukkan rasa hormat dan
mengarahkan manusia menuju pemahaman yang lebih mendalam
tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka.
b. Epistimologi
Kata "epistemologi" terdiri dari gabungan dua kata bahasa
Yunani: "episteme" yang berarti pengetahuan dan "logos" yang
merujuk pada perkataan, pikiran, atau ilmu. "Episteme" sendiri
berasal dari kata kerja Yunani "epistemai" yang menggambarkan
tindakan meletakkan, menempatkan, atau mendudukkan. Jadi, secara
etimologis, epistemologi berarti upaya untuk menempatkan atau
meletakkan sesuatu dalam posisi yang sebenar-benarnya.
Epistemologi disebut juga “hipotesis informasi”, yang
berpusat pada bagaimana memperoleh informasi dari artikel sebagai
prioritas utama. Ini adalah tinjauan yang bertujuan untuk mengenali
keseluruhan kualitas dan sifat informasi manusia, serta bagaimana
informasi tersebut diperoleh dan dicoba kebenarannya.14
Surajiyo menambahkan, pokok bahasan epistemologi
mencakup gagasan tentang sumber informasi, teknik memperoleh
informasi, dan aturan untuk menentukan keabsahan informasi yang
sebenarnya. Dengan memahami hakikat epistemologi, masyarakat
dapat menyelidiki dan memahami siklus dan sumber informasi yang
dimilikinya.15
c. Aksiologi
Aksiologi pada dasarnya menyinggung pemanfaatan harga
diri. Meskipun demikian, dalam kajian filsafat, aksiologi
menyinggung bidang penalaran yang mendalami nilai-nilai,
termasuk tujuan perolehan informasi. Hal ini penting untuk cara
berpikir murni yang menilai gagasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan harga diri, baik yang berkaitan dengan moral,
alasan atau perasaan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, aksiologi erat
kaitannya dengan kualitas, tujuan dan fokus yang ingin dicapai
dalam pendidikan Islam. Inti dari pendidikan Islam menurut Abudin
Nata adalah menjadikan individu yang bertaqwa, bertaqwa, dan
senang melakukan hal-hal yang bermanfaat demi sifat-sifat positif di
keabadian. Kualitas-kualitas ini harus diingat dalam program
pendidikan sekolah Islam sebagai bagian mendasar dari
pengembangan pribadi individu dan kualitas yang mendalam.16
Aksiologi dalam pelatihan Islam menyinggung cara paling
umum untuk mengubah perilaku melalui latihan yang ditujukan
untuk menanamkan kualitas-kualitas yang agung dan terhormat.
Pendidikan Islam bukan sekedar upaya mencerdaskan umat dengan
14
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik, (Jakarta: Erlangga,2005),hlm. 43.
15
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 26.
16
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 2.
memberdayakan sifat-sifat kemanusiaan yang mempunyai hubungan
positif dengan siklus modernisasi dalam aktivitas masyarakat di mata
masyarakat..
Dengan demikian, pendidikan Islam tidak hanya
mengajarkan nilai-nilai agama tetapi juga nilai-nilai moral dan etika
yang membangun kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang
universal. Dalam konteks modernisasi sosial, pendidikan Islam
menjadi landasan untuk membentuk individu yang memiliki nilai-
nilai yang kuat, yang dapat menghadapi perubahan zaman dengan
mempertahankan integritas moral yang tinggi.
C. Kesimpulan
Filsafat pendidikan Islam merupakan filsafat yang merumuskan
konsep-konsep dan teori-teori pendidikan Islam berdasarkan prinsip-prinsip
ajaran agama Islam. Tujuannya adalah membimbing manusia, baik secara
jasmani maupun rohani, berdasarkan ajaran Islam untuk membentuk
kepribadian utama sesuai dengan nilai-nilai agama. Ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam melibatkan objek material filsafat yang mencari
pemahaman mendalam, secara radikal, tentang Tuhan, manusia, dan alam
yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan biasa. Seperti halnya dalam
filsafat, filsafat pendidikan Islam mengkaji tiga objek ini berdasarkan ketiga
cabang filsafatnya: ontologi (hakekat eksistensi), epistemologi (teori
pengetahuan), dan aksiologi (teori nilai). Secara lebih detail, objek kajian
filsafat pendidikan Islam pada level mikro adalah komponen-komponen yang
menjadi faktor dalam pelaksanaan pendidikan. Kelima komponen tersebut
mencakup: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan
(seperti kurikulum, metode, dan evaluasi), serta lingkungan pendidikan.
Dengan mengkaji dan memahami aspek-aspek ini, filsafat pendidikan Islam
berupaya untuk membentuk pandangan yang holistik tentang proses dan
prinsip-prinsip yang melandasi pendidikan Islam.
Daftar Pustaka
Ahmad Syadali dan Mudzakir. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Dalimunthe, Sehat Shulthoni. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu
Islamic Studies, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat Dan Islam,
Aceh: Bandar Publishing, 2019.
M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Muhammad As-Said. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2005.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abudin. Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008.
Nur Uhbiyati. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Soegiono, Tamsil Muis. Filsafat Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Tuto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006.
Uyoh Sadulloh. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2014.
Zuhairin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
BAB II
A. Pendahuluan
Salah satu emosi positif yang ada pada diri manusia adalah
kekaguman, filsafat muncul dari emosi yang luar biasa ini. Ketika rasa kagum
itu muncul, akhirnya menimbulkan perasaan-perasaan lain, seperti rasa
ketertarikan yang tinggi terhadap berbagai hal yang kita ketahui. Dari
perasaan itulah timbul pertanyaan-pertanyaan untuk membentuk aliran
filsafat. Filsafat kini tidak hanya mempunyai satu aliran saja, namun filsafat
mempunyai berbagai macam aliran. Penyebab munculnya aliran-aliran
tersebut karena adanya perbedaan cara pandang kita terhadap sesuatu dan apa
yang ada di dalamnya. Karena mempertimbangkan hal serupa, kami mungkin
juga memiliki sudut pandang tertentu. Misalnya, Anda akan melihat dari sisi
kanan dan orang lain akan melihat dari sisi kiri. Dan dalam jangka panjang
mungkin ada beberapa orang yang menciptakan pemikiran dan perspektif
baru. seperti itulah arus dalam filsafat. Ada banyak jenis perguruan tinggi,
beberapa di antaranya benar-benar baru. Hal yang sama juga terjadi pada
perguruan tinggi filsafat saat ini. Sekolah-sekolah ini adalah sudut pandang
dari mana karakter melihat dunia.
B. Pembahasan
1. Aliran-Aliran dan Pandangan dalam Filsafat Pendidikan Islam
a. Idealisme
Secara linguistik, kata Idealisme berasal dari bahasa Inggris,
yaitu Idelism. Pada awal abad ke-18, istilah ini pertama kali
digunakan secara filosofis melalui Leibniz. Kemudian Leibniz
menggunakan dan menerapkan periode waktu tersebut pada konsep
Plato yang pada kenyataannya bertentangan dengan materialisme
Epicurus. Idealisme sebagai kunci untuk masuk ke hakikat
kebenaran. Pengertian Idealisme sebagai aliran yang mengajarkan
bagaimana hakikat dunia jasmani hanya dipahami dari segi jiwa dan
ruh. Sedangkan istilah idealisme sendiri berasal dari ungkapan ide,
yang berarti sesuatu itu ada di dalam jiwa. Idealisme adalah suatu
ajaran, gagasan, pengetahuan atau aliran yang mengajarkan dan
menganggap bahwa kebenaran di dunia ini terdiri dari ruh (jiwa)
atau sukma.17Mengikuti arus yang ada merupakan hal yang sangat
penting dalam sejarah perkembangan konsep manusia. Sementara
itu, Idealisme mempunyai argumentasi epistemologis tersendiri.
Beberapa teis yang mengajarkan bahwa berhitung berdasarkan
semangat tidak disebut idealis sebenarnya karena mereka tidak lagi
menggunakan argumentasi epistemologis yang digunakan oleh
Idealisme.
Pertama-tama dalam filsafat barat kita menempatkannya
dalam bentuk ajaran alam dari Plato, yang berpegang teguh pada
17
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm.
209
pendapatnya bahwa wilayah gagasan adalah kebenaran sejati. Hanya
saja, alam nyata yang tampak menempati ruang ini paling efektif
merupakan bayangan global yang sempurna. Namun, Aristoteles
memberikan ciri-ciri spiritual dalam ajarannya yang menggambarkan
wilayah gagasan sebagai suatu kekuatan atau tenaga (entelechie)
yang bersemayam pada benda-benda yang ada di dunia nyata dan
aktivitas fisik pengaruhnya dari benda-benda tersebut. Selama ini
idealisme tidak akan pernah hilang sama sekali. Dapat dilihat bahwa
pada Abad Pertengahan, pendapat paling efektif yang disepakati oleh
semua badan penanya adalah idealisme.18
Aliran Idealisme disebut juga sebagai aliran spiritualisme,
dimana fakultas ini berpandangan bahwa pada hakekatnya berbagai
realitas bersumber dari ruh (jiwa) atau sejenisnya yang tidak
berwujud namun mempunyai ruang. Sedangkan materi atau
substansi merupakan salah satu jenis perwujudan keagamaan yang
paling efektif. Dalam Idealisme ada beberapa alasan mengapa
fakultas ini menyatakan bahwa hakikat segala sesuatu bersifat non-
sekuler, yaitu sebagai berikut:
1) Nilai ruh lebih tinggi dari pada jasad, artinya lebih baik
dibandingkan bahan atau zat untuk kehidupan manusia.
Sehingga Ruh adalah hakikat yang ada dan nyata, sedangkan
jasad diibaratkan bingkai, dan penjelmaan atau sekadar
bayangannya.
2) Manusia lebih mampu memahami apa yang ada dalam dirinya,
apa yang terjadi pada dirinya dibandingkan apa yang ada di luar
dirinya
3) Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda
dianggap sudah tidak ada lagi, energi adalah yang paling efektif
ada.19
18
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-aliran dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi,
Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang), hlm. 5
19
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2020, hal. 56-57.
Beberapa tokoh yang ada dalam aliran ini, pertama adalah
Plato (428-348 SM) pandangannya bahwa semuateori terdapat
idenya yakni, setiap yang ada di alam semesta pasti terdapat ide
didalamnya, yaitu sebagai konsep universal dari tiap sesuatu.
Kemudian tokoh lainnya adalah Aristoteles (348-322 SM) yang
berpendapat bahwa sifat kerohanian harus ada dalam ajarannya,
menggambarkan alam itu seolah sebagai sesuatu tenaga yang berada
dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu. Sementara dalam Filsafat Modern, George
Berkeley (1685-1753 M) menyatakan bahwa objek-objek fisis yang
ada merupakan ide-ide. Immanuel Kant (1724-1824 M) merupakan
salah satu tokoh dari aliran ini, yang memahami bahwa semua
pengetahuan dialam semesta ini di mulai dari pengalaman, tetapi
tidak berarti semua dari pengalaman. Sesuatu yang menjadi obyek
luar kemudian ditangkap oleh indera, hanya saja rasio
mengorganisasikan bahan-bahan yang muncul dari pengalaman
tersebut. Selanjutnya yaitu Fichte (1762-1814 M) dengan
pemikirannya, manusia memandang objek benda-benda denganapa
yang dilihat dan dirasakan oleh inderanya. Tokoh lainnya adalah
Hegel (1770-1831 M) dengan pernyataan terkenalnya bahwa
semuanya yang real akanbersifat rasional dan semuanya yang
rasional bersifat real. Artinya bahwa luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas.20
b. Realisme
Defenisi dari aliran filsafat Realisme adalah suatu aliran
dalam ilmu pengetahuan. Aliran ini mempersoalkan tentang obyek
pengetahuan manusia. Menurut aliran realisme bahwa obyek
pengetahuan manusia hanya terletak di luar diri manusia, contohnya:
pengetahuan tentang bumi, pengetahuan tentang tumbuhan,
20
Eka Yuniarti, Pendidikan Islam dalam Presepektif Filsafat Idealisme, Jurnal Pendidikan
Islam, Vol 01, Nomor 02, 2016, hlm 149.
pengetahuan tentang binatang, pengetahuan tentang kota, dan lain
sebagainya. Dari semua contoh diatas tidak hanya ada dalam pikiran
manusia yang mengamatinya, namun juga tampak nyata dan ada
dengan sendirinya tidak tergantung pada jiwa manusia. Pengertian
lain dari Realisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
semua objek yang mampu ditangkap oleh indera adalah real, real
berarti disini sebagai : benda-benda benar ada, maka adanya itu
tidak mesti kita ketahui asalnya atau kita persepsikan maksudnya
apakah ada hubungannnya dengan pikiran kita sendiri.Sementara
objek-objek itupada hakikatnya menurut aliran ini berada sendiri
tanpa bersandar kepada apapun baik pengetahuan atau kesadaran
akal. Disamping itu aliran Realisme juga menerima bahwa apa yang
ada dunia ini berbeda – beda tergantung dari pengalaman masing-
masing subjek. Penganut aliran Realisme ini akan menolak adanya
sifat spiritual, karena mereka mengatakan bahwa dunia spiritual itu
tidak nyata dan tidak dapat dibuktikan, sehingga secara filosofi tidak
penting. Pada umunya mereka, penganut aliran ini hanya berfikir
fungsi dari susunan saraf atau tubuh secara kompleks, saraf dan
lainnya. Akan tetapi mereka juga mengakui bahwa sesungguhnya
manusia dapat dipengaruhi oleh dua lingkungan, yakni lingkungan
social dan fisik.21
Berikut merupakan tokoh-tokoh dari aliran Realisme alam
yakni Francis Bacon (1561-1626), John Locke (1632-1704), David
Hume (1711-1776), John Stuart Mill(1773-1836), Alfred North
Wihitehead (1861-1947) dan Bertrand Russel (1872-1970). Semua
tokoh ini berasal dari Eropa pada abad 15 dan 16. Sedangkan tokoh
realisme ilmiah adalah Kulpe (1862-1915).
c. Pareanialisme
21
Musdian,Aliran-aliran Dalam Filsafat, Jurnal pendidikan, Vol 02, No.2, Juli –
Desember 2011, hlm. 11-12
Aliran Filsafat lainnya adalah Pareanialisme yang asal
katanya diambil dari kata perennial yang berarti continuing
throughout the whole year, maksudnya adalah sesuatu yang abadi
dan kekal. Aliran Perennialisme adalah salah satu aliran dari filsafat
pendidikan yang berpegang kepada norma-norma dan nilai-nilai
yang bersifat sesunguhnya akan bersifat kekal abadi. Pandangan
Perenialisme ini menyatakan bahwa, kehidupan yang sedemikian
modern juga dapat menimbulkan banyak krisis di berbagai bidang
kehidupan umat manusia. Aliran Perennialisme kemudian
menawarkan prinsip atau semboyan “regressive road to culture”,
yaitu kembali atau mundur kepada kebudayaan masa lalu yang
masih ideal.22
Aliran Parenialisme ini telah lahir pada abad ke-20.
Perenialisme yang menyatakan sesuatu itu kekal dan abadi juga
memandang pendidikan sebagai suatu jalan untuk kembali dengan
proses mengembalikan keadaan sekarang. Maksudnya adalah
mengembalikan umat manusia zaman sekarang kepada kebudayaan
pada masa lalu atau masa lampau yang masih ideal dan dapat di
terapkan pemikirannya dalam kehidupan sehari-hari. Aliran ini juga
memberikan suatu sumbangan yang berpengaruh, baik berupa teori
maupun praktik pendidikan yang ada pada zaman sekarang.
Sedangkan untuk tokoh-tokoh aliran perenialisme ini adalah Plato,
Aristoteles dan St. Thomas Aquinas.23
d. Esksistensialisme
Secara bahasa Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi
dari kata dasar exist. Maka kata exist itu sendiri berasal dari kata ex:
keluar, dan sister: berdiri. Sehingga makna dari eksistensi adalah
berdiri dan keluar dari diri sendiri. Aliran Filsafat eksistensi ini
22
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam,(Kalimantan Tengah : Narasi Nara, 2020),
hlm. 26.
23
Aris, Filsafat Pendidikan Islam, (Cirebon: Yayasan Wiyata Bestari Samasta, 2023),
hlm.40
tidak sama dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme
sedikit lebih sulit daripada eksistensi. Sementara aliran
Eksistensialisme merupakan salah satu aliran dari filsafat yang
menekankan eksistensia. Seperti halnya seorang pengamat
eksistensialisme tidakakan mempermasalahkan esensia dari segala
objek yang telah ada. Hal tersebut disebabkan karena memang sudah
ada lama dan tidak menjadi persoalan. Manusia adalah manusia
Rumah adalah rumah Kucing adalah kucing. Pohon adalah pohon.
Meja adalah meja.. Namun, yang menjadi persoalan adalah
bagaimana segala yang ada berada dan mengapa berada dan untuk
apa objek itu berada. Dengan demikian, penganut paham ini akan
menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Caranya
dengan mencari caraberada dan eksis yang sesuai juga akan ikut
terpengaruhi.24
Melalui pengolahan eksistensia secara tepat dan sesuai, maka
segala yang ada bukan hanya berada, melainkan berada dan ada
dalam keadaan yang optimal. Bagi umat manusia keberadaannya
bukan berarti sekedar berada dengan kondisi ideal dan eksis tetapi
juga sesuai dengan semua kemungkinan yang dapat dicapai. Maka
dalam kerangka pemikiran itu, menurut kaum dengan aliran
eksistensialis, mereka bebas dan hidup ini terbuka. Maknanya
bahwa nilai tertinggi dari hidup ialah kemerdekaan. Kemerdekaan
inilah sebagai keterbukaan hidup yang dapat ditanggapi secara baik
dan bijaksana. Sehingga sesuatu yang akanmenghambat,
meniadakan, mengurangi dan mempersulit sebuah kemerdekaan
harus dilawan. Segala peraturan, tata tertib, hukum harus disesuaikan
atau, bila tidak memiliki kemerdekaan bila perlu, dihapus dan
ditiadakan. Adanya tata tertib, peraturan, hukum itu dengan
sendirinya diangga sudah tak sesuai dengan hidup yang terbuka,
24
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-aliran dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi,
Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang), hlm. 7
bebas dalam hakikat kemerdekaan. Hal tersebut hanya alkan
membuat orang terlalu melihat jauh ke belakang dan
akanmengaburkan masa depan, dengan demikian dapat
mengakibatkan praktik kemerdekaan menjadi tidak leluasa lagi.
Sementara tokoh yang menganut aliran ini adalah: Immanuel
Kant, Jean Paul Sartre, S. Kierkegaard (1813-1855 M), Friedrich
Nietzsche (1844-1900 M), Karl Jaspers (1883-1969 M), Martin
Heidegger (1889-1976 M), Gabriel Marcel (1889-1973 M), Ren
LeSenne dan M. Merleau Ponty (1908-1961 M).
e. Pragmatisme
Defenisi dari Pragmatisme, Pragmatisme berasal dari bahasa
Yunani yaitu “pragma”, secara istilah dari kata “pragmatikos”, yang
berarti suatu aksi atau tindakan. Aliran Pragmatisme merupakan
aliran filsafat atau pemikiran tentang suatu tindakan. Filsafat ini
memandang bahwa benar tidaknya suatu teoribergantung pada
bermanfaat tidaknya teori itu bagi kehidupan manusia. Ukuran
berguna atau bermanfaatnya segala sesuatu dalam praktek yang
menjamin kemajuan hidup merupakan pemikiran dari aliran filsafat
ini. Sama halnya dengan benar tidaknya hasil pikir terhadap sesuatu,
baik dalil maupun teori, diukur nilainya menurut keberfaedahannya
dalam kehidupan manusia. Inilah yang menjadi dasar tujuan kita
berfikir agar memperoleh hasil akhir yang dapat menjalani hidup
yang lebih maju dan lebih berguna. Agar lebih mudah dimengerti,
maka aliran ini memiliki tiga ciri, sebagai berikut: (1) adanya
pemusatan perhatian pada objek yang menjadi jangkauan
pengalaman indera manusia, (2) apa yang berguna atau berfungsi
itulah yang benar dan tidak salah dan (3) nilai-nilai dalam
masyarakat adalah tanggung jawab manusianya.25
25
Wasitohadi, Pragmatisme, Humanisme, dan Implikasinya Bagi Dunia Pendidikan Di
Indonesia, Jurnal Satya Widya, Vol. 28, No.2. Desember 2012, hlm. 176
Tokoh-tokoh pada Aliran filsafat ini adalah: Charles Sanders
Peirce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey
(1859-1952). William James mengemukakan bahwa pragmatisme
merupakan “sikap memalingkan muka dari segala sesuatu, prinsip-
prinsip, kategori-kategori, keniscayaan-keniscayaan awal, untuk
kemudian beralih pada segala sesuatu, hasil-hasil, konsekuensi-
konsekuensi, serta fakta-fakta baru.” Aliran pragmatisme memiliki
sifat yang kritis terhadap sistem-sistem pada filsafat lama, seorang
penganut pragmatisme telah membuat kesalahan jika mencari
sesuatu yang mutlak, puncak (ultimate) dan esensi-esensi abadi
atau kekal.
f. Sosialisme
Pengertian Sosialisme secara etimologi berasal dari bahasa
perancis, sosial yang berarti kemasyarakatan. Sedangkan Sosialisme
itu sendiri adalah kebersamaan dan gotong royong. Istilah sosialisme
secara histori muncul pertama kali sekitar pada tahun 1830 di
Perancis. Sosialisme sebagai pandangan atau aliran yang
menginginkanterwujudnya dasar hak milik bersama dalam
masyarakat mengenai kepentingan bagaimana penggunaan alat-alat
produksi. Semua hasil produk itu tidak boleh dikuasai oleh Lembaga
swasta. Kapitalis merupakan lawan dari aliran Soaialisme yang
mengadakan produksi dengancaramemperbesar laba. Sosialisme
adalah ajaran tentang pandangan hidup (views of life)
kemasyarakatan tertentu yang akanmenguasai pusat-pusat produksi
dan pembagian hasil produksi dilakuka secara merata.26
Pandangan Sosialisme tentang kebersamaan hak bagi semua,
lapisan golongan, masyarakat dalam menikmati kesejahteraan,
kemakmuran dan kekayaan. Dalam Sosialisme menginginkan
adanya pembagian keadilan dalam ekonomi. Dengan demikian cara
26
Nara Setya dkk, Perkembangan Sosialisme Di Dunia Abad Ke-19 Serta Pengaruhnya di
Indonesia, Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 1, No. 02, 2021, hlm.113
yang dilakukan adalah dengan mengamankan banyak faktor
produksi dengan tujuan untuk kesejahteraan banyak rakyat, dan tidak
berpusat pada kesejahteraan dan kemakmuran pribadi.
Sosialismejuga menganggap bahwa negara merupakan lembaga yang
berada jauh dari masyarakat danmengatur masyarakat tanpa pamrih.
Nilai-nilai utama dari sosialisme adalah kerjasama dan kasih sayang.
Maka produksi dilakukan dengan dasar kegunaan dan tidak semata-
mata untuk mencari keuntungan. Apapun persaingan yang kompetitif
diubah dengan perencanaan. Sehingga yang orang bekerja demi
kelompok atau komunitas akan memberi kontribusi pada kebaikan
bersama maka muncul kepedulian terhadap orang lain.27
g. Progresivisme
Progresivisme didefenisikan sebagai salah satu aliran filsafat
pendidikan yang berkembang dan sangat berpengaruh pada abad ke
20. Pengaruhnya terjadi hingga di berbagai belahan dunia, terutama
di Amerika Serikat. Dalam pembaharuan pendidikan dari paham
aliran ini umumnya selalu menjadi acuan. Preogresivisme kemudian
akan dihubungkan dengan pandangan mereka “the liberal road to
culture”. Yang berarti bahwa kata liberal adalah toleran, lentur, tidak
kaku, fleksibel terbuka, menerima perubahan, tidak terikat dengan
doktrin absolut. Pengikut aliran progresiv ini akan selalu menerima
perubahan dengan terbuka, menjelajah banyak hal yang baru, hingga
menghargai perbedaan juga selalu ingin mendapatkan sesuatu yang
baru.28
Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat yang
menekankan pada kemajuan atau progres seorang individu sebagai
subjek. Kemajuan seorang peserta didik dalam belajar untuk
menghadapi keadaan yang akan terjadi pada masa depannya.
Sedangkan masa depan yang dihadapi oleh seseorang peserta didik
27
Reno wikandaru, Landasan Ontologi Sosialisme, Jurnal Filsafat, Vol 26, Nomor 01,
2016, hal 11.
28
Hery Noor, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hal 112.
tidak akan pernah sama dengan kehidupan para pendidiknya, maka
peserta didik haruslah benar-benar belajar sesuai kebutuhannya.
Oleh sebab itu, progresivisme mengakui dan berusaha
mengembangkan asas progresivisme itu sendiri dalam semua realita
hidup yang ada, aliran ini akan tetap ada untuk mensurvive semua
tantangan hidup manusia, maka harus lebih praktis dalam melihat
sesuatu dari segala segi kebenarannya. Progresivisme juga disebut
sebagai instrumentalisme, karena aliran ini memiliki pandangan
bahwa kemampuan intelegensi pengetahuan manusia sebagai alat
untuk tetap hidup sejahtera dan mengembangkakan kepribadian
manusia.29
Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah Heraclitus (±544 - ±484
SM), Socrates (469-399 SM), dan Protagoras. Menurut Heraclitus
bahwa sifat yang utama dan realita adalah perubahan. Semua yang
ada didunia ini tidak ada yang tetap, semua pasti berubah. Socrates
menambahkan bahwa pengetahuan merupakan kunci dari kebajikan.
Sedangkan pandangan dari Protagoras mengatakan bahwa sebuah
kebenaran dari nilai-nilai bersifat relatif, yaitu berubah tergantung
pada waktu dan tempat.
h. Rekontruksional
Pengertian dari aliran rekonstruksionism, secara bahasa
berasal dari bahasa Inggris, yang asal kata adalah construct
(membangun), construction (pembangunan) reconstruct (menyusun
kembali). Dalam filsafat pendidikan, Rekonstruksionisme
merupakan suatu aliran yang berusaha mengubah sebuah tata
susunan lama dengan membangun susunan hidup yang baru yakni
kebudayaan yang bercorak modern. Kemudian adanya aliran filsafat
ini merupakan kritik dari ketidakpuasan dan kekecewaan yang dalam
terhadap aliran filsafat Progresivisme yang meninggalkan moral,
29
Helnafri Ankesa, Perkembangan Pendidikan Dalam Peresektif Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 2, No. 1
(2021), hlm.16
norma-norma, nilai-nilai, dan budaya. Rekontruksional sebagai
aliran yang memiliki persepsi bahwa kehidupanmasa depan suatu
negara sudah diatur sedemikian rupa dan diperintah oleh rakyat
secara demokratis tidak lagi dunia yang dikuasai oleh golongan
tertentu. Rekonstruksionisme sebagai aliran yang menghendaki agar
peserta didik mampu dikembangkan kemampuannya secara
rekonstruktif dan dapat menyesuaikan diri dengan adanya perubahan
dalam perkembangan masyarakat skarena akibat adanya pengaruh
dari ilmu pengetahuan dan teknologi.30
Sering kali Rekonstruksionisme didefenisikan sebagai
rekonstruksi sosial itu sendiri dengan pengembangan dari gerakan
aliran filsafat pendidikan progresivisme. Menurut Arthur K. Ellis
bahwa rekonstruksionisme madalah perkembangan dari
progresivisme dalam dunia pendidikan. Penganut paham aliran
rekonstruksionisme ini, pada umumnya akan menganggap bahwa
progresivisme berjalan cukup jauh dalam mengupaya adanya
perbaikan dalam masyarakat. Pandangan mereka sebagai penganut
aliran progresivisme ini hanya memperhatikan persoalan yang ada
pada masyarakat pada saat itu sedang dihadapi, sebenarnya yang
diperlukan di abad kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini
adalah yang mampu bergerak lebih maju sedemikian cepat ini
sebagai upaya rekonstruksi terhadap masyarakat dan akan
menciptaan tatanan dan susunan dunia baru secara menyeluruh.31
i. Esensialisme
Secara etimologi pengertian dari aliran filsafat esensialisme
berasal dari bahasa inggris yakni Essential yang berarti inti atau
pokok dari sesuatu, dan isme berarti aliran, ajaran atau paham.
Sementara secara istilah Essensialisme adalah istilah yang cukup
30
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, (Yoyakarta: Andi Offset,
1990), hlm. 25-26
31
Nurul Qomariah, Pendidikan Islam dan Aliran Filsafat PendidikanRekonstruksionisme,
Jurnal Pendidikan, 2017, Vol. 17, No.32, hlm.200-201
kurang jelas tetapi mencakup paham yang meneliti essensi, sehingga
apa yang membuat sesuatu tak lain adalah sesuatu itu sendiri. Maka
tampak berlawanan dengan kontingensi, karena memandang sesuatu
yang ada hanya kebetulan, jadi apabila ketiadaannya tidak akan
meniadakan sesuatu tersebut.32
Esensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang
menginginkan manusia kembali kepada kebudayaan lama. Pengikut
aliran ini akan beranggapan bahwa kebudayaan saat ini tidak lebih
baik dari kebudayaan lama itu telah banyak menghasilkan kebaikan-
kebaikan dan keuntungan bagi umat manusia. Jadi kebudayaan masa
lampau itu merupakan yang telah ada semenjak peradaban manusia
yang pertama muncul dahulu. Namun, yang paling penganut aliran
ini yakini adalah peradaban semenjak aliran Renaissance, yaitu yang
tumbuh dan disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. 33
Aliran filsafat Esensialisme dalam dunia pendidikan ini
memandang bahwa pendidikan yang hanya bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dengan segala bentuk bisa menjadi sumber
munculnya banyak pandangan yang berubah-ubah, tidak distabil,
mudah goyah sampai kurang terarah dan tidak menentu. Oleh sebab
itu, maka pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang mampu
mendatangkan kestabilan dan nilai-nilai itu memiliki kejelasan dan
telah teruji oleh waktu, tahan lama.
C. Kesimpulan
Beberapa aliran dan pandangan filsafat yang telah dijelaskan diatas
sebagaimana pemikiran, ajaran, paham atau gagasan yang dicetuskan oleh
para filsuf. Adapun selama dalam perkembangannya berubah menjadi suatu
aliran pemikiran, pandangan atau paham yang mempunyai pengikut sendiri-
32
Muhammad Ichsan Thaib,Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal
Mudarrisuna, Vol 04, Nomor 02, 2015, hal 4-5.
33
Jalaluddin, Abdullah Idi, FILSAFAT PENDIDIKAN Manusia, Filsafat, dan pendidikan, Cet. III,
(Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2013), hal. 95-96.
sendiri. Maka dengan mengetahui aliran dan bagimana cara pandang yang
dihasilkan membuat pengikutnya akan lebih mudah untuk menetapkan
pemikiran filsafat yang ada. Beberapa aliran dalam filsafat tersebut adalah:
Idealisme, Realisme, Perenalisme, Esksistensialisme, Pragmatisme,
Sosialisme, Progresivisme, Rekonstruksionisme, dan Esensialisme.
Daftar Pustaka
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam,Kalimantan Tengah: Narasi Nara, 2020.
Aris, Filsafat Pendidikan Islam, Cirebon: Yayasan Wiyata Bestari Samasta, 2023
Eka Yuniarti, Pendidikan Islam dalam Presepektif Filsafat Idealisme, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol 01, Nomor 02, 2016, hlm 149.
Helnafri Ankesa, Perkembangan Pendidikan Dalam Peresektif Aliran-aliran
Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme, Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam, Vol. 2, No. 1 2021.
Hery Noor, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, yogakarta: Andi Offset,
1990.
Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan pendidikan,
Cet. III, Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2013.
Muhammad Ichsan Thaib, Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam, Jurnal Mudarrisuna, Vol 04, Nomor 02, 2015.
Musdian,Aliran-aliran Dalam Filsafat, Jurnal pendidikan, Vol 02, No.2, Juli –
Desember 2011
Nara Setya dkk, Perkembangan Sosialisme Di Dunia Abad Ke-19 Serta
Pengaruhnya di Indonesia, Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 1, No. 02,
2021.
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2020.
Nurul Qomariah, Pendidikan Islam dan Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme, Jurnal Pendidikan, 2017, Vol. 17, No.32
Reno wikandaru, Landasan Ontologi Sosialisme, Jurnal Filsafat, Vol 26, Nomor
01, 2016.
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-aliran dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan
Ekonomi, Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Semarang
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-aliran dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan
Ekonomi, Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Wasitohadi, Pragmatisme, Humanisme, dan Implikasinya Bagi Dunia Pendidikan
Di Indonesia, Jurnal Satya Widya, Vol. 28, No.2. Desember 2012.
BAB III
RokyDarmaYuda
A. Pendahuluan
34
. Azyumardi Azra, “Neo-Sufisme dan Masa Depannya” (Ed) Rekonstruksi dan Renungan
Religius Islam, 1 ed. (Jakarta: Paramadina, 1996).hlm.287.
dengan masalah material, spiritual, sosial, politik, ataupun peradaban kiranya
dapat diatasi dengan penyelesaian masalah pendidikan dengan sebaik-
baiknya. Tulisan ini dengan telaah flosofs bermaksud mengkaji hakikat
manusia, potensi apa saja yang dimiliki manusia, dan bagaimana potensi itu
dikembangkan berdasarkan konsep flosofs dalam pendidikan Islam.
B. Pembahasan
a. Proses Jasad
b. Proses Hayat
c. Proses Ruh
d. Proses Nafs
2. Kedudukan Manusia
41
. QS Al-Sajdah (32): 8.
42
. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, 1 ed. (Jakarta: Bumi Aksara, 1992).hlm.75.
43
. QS Al-Sajdah (32): 8.
44
. QS Al-Baqarah (2): 30 dan Al-Nûr (24): 55., t.t.
kali. Banyak pengertian yang dimaksudkan Al-Quran dengan kata ini, di
antaranya: mereka yang datang kemudian, sesudah kamu, yang
diperselisihkan, silih berganti, berselisih, dan pengganti.45 Namun
demikian, pengertian khalîfah dalam hal kedudukan manusia adalah
pengganti. Jadi, khalîfah Allah berarti pengganti Allah.46 Pengertian ini
menurut Dawam Rahardjo mempunyai tiga makna. Pertama, khalîfah
Allah itu adalah Adam. Oleh karena Adam adalah simbol bagi
seluruh manusia, dapat dikatakan bahwa manusia adalah khalîfah. Kedua,
khalîfah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu
bahwa kedudukan khalîfah diemban secara kolektif oleh suatu generasi.
Ketiga, khalîfah Allah itu adalah kepala negara atau kepala
pemerintahan.47 Dari ketiga makna ini, makna pertama kiranya lebih
mendukung untuk dapat diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai
khalîfah Allah.
45
. M Dawan Raharjo, Ensiklopedia Al-Qur’an, I (Jakarta: Paramadina, 1996).hlm.353.
46
. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
III (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1995).hlm.75.
47
. M Dawan Raharjo, Ensiklopedia Al-Qur’an.hlm.357.
48
. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan.hlm.34-35.
3. Tujuan Hidup Manusia
4. Tugas Manusia
5. Potensi Manusia
53
. Hasan Langgulung.hlm.215
dalam hal ini dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengembangkan
fthrah ini.
54
. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam.hlm.82.
manusia terlahir dengan membawa dosa warisan. Pada sisi
lain, pandangan optimistik juga bertentangan dengan pandangan
behavioristik yang memandang manusia itu netral, bukan baik dan bukan
pula jahat. Ia adalah tabula rasa, putih seperti kertas. Dalam hal ini,
pandangan Islam ini merupakan pandangan moderat, yang berupaya
mensintesiskan antara pandangan pesimistik dengan pandangan
behavioristik.
55
. Toto Suharto, Pergeseran Peradaban (Jurnal Studi Islam), vol. 6, # 6 vol., 1 1
(Profetika, 2004).hlm.130-132.
menimbulkan pertumbuhan yang seimbangdari kepribadian total manusia
melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri,perasaan, dan kepekaan
tubuh manusia. Pendidikan Islam oleh karenanya selaluberusaha
menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya;
spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara
individualmaupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek ini untuk
mencapai kebaikandan kesempurnaan hidup manusia.
C. Kesimpulan
1. Tahap Jasad
2. Tahap Hayat
3. Tahap Ruh
4. Tahap Nafs
Kedudukan manusia menurut Al-Quran adalah khalîfah Allah di
bumi.56Manusia selaku khalîfah Allah di bumi, menurut Hasan
Langgulung,57 mempunyai beberapa karakteristik, sebagai berikut.
56
. QS Al-Baqarah (2): 30 dan Al-Nûr (24): 55.
57
. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan.hlm.34-35.
58
. QS Al-Dzâriyât (51): 56.
59
. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam.hlm.82.
7. Manusia adalah homo religius.
8. Manusia adalah homo planemanet.
9. Manusia adalah homo educandum (educable).
Daftar Pustaka
Zuhairini dkk. Filsafat Pendidikan Islam. 1 ed. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
BAB IV
A. Pendahuluan
Masyarakat muslim memandang bahwa filsafat pendidikan Islam dari
seluruh aspek tatanan kependidikan Islam. Dimana secara harfiahnya filsafat
berarti cinta kepada ilmu. Sedangkan historis filsafat itu sendiri menjadi
induk segala pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kuno
sampai dengan zaman modern sekarang ini.
B. Pembahasan
1. Hakikat Masyarakat
61
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Krakter Menghadapi Arus
Global, (Yogyakarta: kurnia kalam semesta),hlm.82
62
bid,hlm 82
pendahulunya. Salah satunya adalah pandangan terhadap Negara yang
sudah tersusun dengan sistematis yang terdiri dari masyarakat dan
kumpulan individu-individu.
63
Alimatus Sa’diyah Alim, Hakikat Manusia, Alam Semesta, Masyarakat Dalam Konteks
Pendidikan Islam, Jurnal Penelitian Keislaman: Vol 15 No 2, 2019, hlm 156
64
Ibid.
Adapun Masyarakat dalam keberlangsungan proses kehidupan
sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Oleh karena itu
masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan dengan
berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Secara umum
masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi satu sama lain untuk
mencapai tujuan. Dalam Anggota masyarakat berbagai ragam
pendidikan, profesi, keahlian, suku, bangsa, agama, maupun lapisan
sosial sehingga terciptanya masyarakat yang majemuk. Secara
langsung dan tidak langsung, lalu masyarakat tersebut menjalin
komunikasi mengadakan kerja sama dan saling mempengaruhi dan
memahami dalam rangka mencapai tujuan.
ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َجَع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو اۚ ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهّٰللا
َاْتٰق ىُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َع ِلْيٌم َخ ِبْيٌر
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
65
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 22
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
b. Masyarakat Islam itu sendiri memiliki identitas dengan ke
khasannya, yang secara prinsip berbeda dari masyarakat lainnya. Di
sisi lain juga, ada ayat Al-Qur`an menjelaskan kecerdasan,
kemampuan, status sosial manusia itu berbeda-beda.
2. Dasar Pembentukan Masyarakat
b. Kasih sayang
c. Persamaan
66
Usiono, hakikat Masyarakat Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Edukasi Islami:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol 10/No: 02 Agustus 2021, hlm. 849
Allah antara orang Arab dan orang diluar arab, kecuali dengan
takwanya.
d. Kebebasan
e. Keadilan sosial
a. Masyarakat Islam itu beriman kepada Allah, nabi dan Rasul, kitab-
kitab, hari akhirat,hari kebangkitan, perhitungan dan pembalasan.
b. Masyarakat Islam menempatkan Islam pada tempat yang tinggi
67
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep Pendidikan yang Islami,
(Bandung: Cipta Pustaka, 2016), hlm. 69-73
serta kemampuan memanfaatkan dan menyesuaikan diri dengan hukum-
hukum sejarah dengan masyarakat.
68
Usiono, hakikat Masyarakat Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Edukasi Islami:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol 10/No: 02 Agustus 2021, hlm. 858
adalah untuk menguji dan melihat bagaimana manusia berkompetisi
dalam melakukan kebajikan.
e. Masyarakat (ummah) juga berkewajiban membagi rahmat Allah
SWT atau berkorban untuk sesamanya, karena sesungguhnya Allah
SWT telah mensyariatkan hal-hal yang demikian.
f. Masyarakat (ummah) harusnya menegakkan sikap adil kepada
semuanya agar mereka bisa menjadi saksi terhadap perbuatan
sesamanya, sebagaimana Rasul di utus Allah SWT untuk menjadi
saksi atas perbuatan yang mereka lakukan.
g. Masyarakat berkewajiban mempunyai rasa tanggung jawab pada
setiap warganya, sebab mereka hanya hidup dalam suatu rentang
waktu. Suatu saat, ajal akan menjemput mereka, tanpa dapat diundur
atau dimajukan. Akan ada masa dimana setiap ummah akan
dipanggil untuk melihat buku catatan amalnya dan menerima balasan
terhadap segala sesuatu yang telah dikerjakan.
Dengan demikian hubungan filsafat pendidikan Islam dengan
masyarakat sangat erat kaitan dan hubungannya sangat besar bagaikan
simbiosis yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Maka dari pada itu
masyarakat Islam sangat berperan dan bertanggung jawab untuk
menjadikan muslim yang utuh dan masyarakat Islam yang madani serta
muslim atau masyarakat yang ideal sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
C. Penutup
Adapun sebagai kesimpulannya adalah bahwa masayrakat ialah
sebahagian individu dengan individu yang lainnya yang menjadi dalam suatu
kelompok lapisan masyarakat, seperti yang terdapat dalam Islam, Al Qur’an
membahas masyarakat dalam beberapa istilah, di antaranya menggunakan
kata Ummah, Qaum, Qabilah, Tha`Ifahatau Jama`ah.
Daftar Pustaka
Dakran
A. Pendahuluan
69
Jalaluddin, Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 1
memerlukan bantuan dalam menyelesaikan permasalahan filsafat. Oleh
karena itu, filsafat pendidikan adalah pedagogi yang menggabungkan filsafat-
filsafat. Dulu memikirkan pendidikan dan mencari solusi. Peranan filsafat
sudah yang mendasari berbagai aspek disiplin ilmu untuk pemikiran
pendidikan.70
B. Pembahasan
1. Defenisi Filsafat Pendidikan Islam
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, khususnya kata
“philos” dan “shopia”. Philos artinya cinta yang sangat dalam dan
shopia artinya kearifan atau kebijaksanaan. Jadi, secara harfiah filsafat
adalah kecintaan yang sangat mendalam terhadap kebijaksanaan atau
politik. Istilah filsafat sering kali lazim digunakan dalam kehidupan
70
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset,
1976), hlm. 8
sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan
umum, filsafat dapat dipahami sebagai pandangan hidup (individu) dan
dapat juga disebut pandangan hidup (sosial).71
Pendidikan Islam adalah orientasi jasmani dan rohani berdasarkan
syariat agama Islam yang mengarah pada pembentukan karakter dasar
menurut standar Islam.72 Pendidikan Islam juga dapat dipahami sebagai
pedoman pembinaan batin dan jasmani menurut ajaran Islam dengan
bimbingan, pengajaran, pelatihan, pemeliharaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan seluruh ajaran Islam. Menurut Marimba yang
dikutip Bawani, pendidikan Islam adalah orientasi jasmani dan rohani
yang berdasarkan hukum agama Islam yang mengarah pada
pembentukan kepribadian primer menurut standar Islam.
Menurut definisi tersebut, ada tiga unsur yang mendukung
pendidikan Islam. Pertama, kita harus berupaya mengembangkan potensi
fisik dan mental masyarakat terpelajar secara seimbang. Kedua, upaya ini
berlandaskan ajaran Islam, termasuk Alquran dan hadits. Ketiga, upaya
ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang menerima
pendidikan pada akhirnya memiliki karakter inti yang sesuai dengan
standar Islam. Oleh karena itu, pendidikan Islam membimbing orang-
orang terpelajar berdasarkan ajaran Islam.73
Filsafat pendidikan Islam juga dapat dipahami sebagai studi
tentang pandangan filosofis sistem dan aliran filsafat Islam mengenai
permasalahan pendidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan umat Islam. Selain itu Filsafat
Pendidikan Islam juga merupakan ilmu yang mempelajari penggunaan
dan penerapan metode sistem filsafat Islam untuk memecahkan
71
Uyoh Sadulloh,Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 16
72
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
hlm.9.
73
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 11
permasalahan dalam pendidikan Islam, sehingga memberikan arah dan
tujuan yang jelas bagi terselenggaranya pendidikan Islam.74
Dari berbagai definisi di atas dapat difahami bahwasannya
Filsafat Pendidikan Islam adalah “usaha untuk membimbing manusia
secara mendalam, baik itu jasmani maupun Rohani yang berdasarkan
agama Islam supaya terbentuk pribadi yang utama sesuai dengan ajaran
Islam itu sendiri”.
74
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 12.
75
Uhar Suharsaputra, “Ilmu dalam Pandangan Islam”, dalam
http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-ilmu/ diakses tanggal 10/10/2023.
76
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan ......, hal. 266.
'arafa (mengetahui), 'ārif (orang yang mengetahui) dan ma̒ rifah
(informasi). Al-Qur'an berpandangan bahwa informasi adalah suatu
kehormatan yang menjadikan manusia lebih baik dari binatang yang
berbeda untuk melengkapi unsur khilafah. Sesuai kisah episode pertama
manusia yang digambarkan dalam Al-Qur'an di Surah Al-Baqarah ayat
31 dan 32. Allah berfirman:
ٰۤل
َو َع َّلَم ٰا َد َم اَاْلْس َم ۤا َء ُك َّلَها ُثَّم َع َر َض ُهْم َع َلى اْلَم ِٕىَك ِة َفَقاَل َاْۢن ِبُٔـْو ِنْي ِبَاْس َم ۤا ِء ٰٓهُؤ ۤاَل ِء ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن
َقاُلْو ا ُسْبٰح َنَك اَل ِع ْلَم َلَنٓا ِااَّل َم ا َع َّلْم َتَناۗ ِاَّنَك َاْنَت اْلَع ِلْيُم اْلَحِكْيُم
(hal 137-144).
Artinya: Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam
malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing – masing berjalan
sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Luqman: 29)
َو ُهّٰللا َاْخ َر َج ُك ْم ِّم ْۢن ُبُط ْو ِن ُاَّم ٰه ِتُك ْم اَل َتْع َلُم ْو َن َش ْئًـ ۙا َّوَجَع َل َلُك ُم الَّس ْمَع َو اَاْلْبَص اَر َو اَاْلْفِٕـ َد َۙة َلَع َّلُك ْم
َتْشُك ُرْو َن
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-
Nahl:78)
83
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 27.
Khaliq (Pencipta). Karena segala informasi berasal dari Allah SWT,
maka informasi-informasi yang berharga bagi kehidupan dunia dan
akhirat hendaknya dapat dicermati dan menjadi bagian dari program
pendidikan landasan pendidikan Islam. Dengan demikian, di lembaga
pendidikan Islam tidak ada polaritas antara informasi ketat dan informasi
umum, karena semua informasi adalah informasi Islami..84
C. Kesimpulan
a. Bahwa hakikat ilmu pengetahuan dipilah menjadi dua sudut pandang,
yaitu: menurut kaum realis, ilmu pengetahuan bersifat eksperimental,
yaitu berdasarkan akal budi atau fakultas-fakultasnya. Sementara itu,
menurut para pemimpi, termasuk Islam, informasi diperoleh dengan sifat
observasional, namun juga bersifat tidak penting.
b. Perintah Al-Qur'an untuk mencari, menemukan dan mempelajari
informasi terbagi menjadi dua sudut, yaitu Al-Qur'an menganjurkan
manusia untuk mempergunakan akal, juga Al-Qur'an menganjurkan
manusia untuk menelaah alam semesta.
c. Cara memperoleh informasi dibedakan menjadi dua, pertama, informasi
diperoleh melalui jerih payah manusia, khususnya melalui akal, akal
tiada habisnya, informasi filosofis melalui akal, kedua, informasi yang
diberikan oleh Allah SWT, khusus pengungkapan, motivasi dan arahan.
d. Sumber dan kemampuan informasi dalam Islam adalah Al-Qur'an Al-
Hadits. Kemampuan informasi pada umumnya adalah untuk menaruh
kepercayaan pada Allah, mampu membedakan baik dan buruk, salah dan
benar, dan sebagai arus kas untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan
dalam hidup di dunia dan di akhirat.
e. Sebagai konsekuensi dari sekolah yang mempunyai pilihan untuk
mengambil bagian yang berfungsi dengan memusatkan perhatian pada
inspirasi Al-Qur'an untuk mencari informasi, pendekatan untuk
memperoleh informasi dalam Islam, dan Al-Qur'an sebagai sumber
84
https://id.scribd.com/document/561812436/Makalah-Filsafat-Pendidikan-Islam, Diakses,
hari Senin 09 Oktober 2023.
informasi, pendidikan Islam Perusahaan harus terus-menerus menyelidiki
informasi yang ditemukan dalam Alquran.
Daftar Pustaka
BAB VI
HAKEKAT PENDIDIKAN ISLAM
Barani Harahap
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu pokok yang terpenting bagi
kehidupan manusia, karena pendidikan adalah suatu kebutuhan jasmani dan
rohani untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat,
sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 201-202. Dilihat
dari segi historis bahwa sejarah pendidikan sama dengan sejarah manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, keberadaan pendidikan bersamaan dengan
keberadaan manusia. Keduanya tak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain, melainkan saling melengkapi. Pendidikan tidak akan
berarti apabila manusia tidak ada di dalamnya, karena manusia
merupakan subyek dan obyek pendidikan. Artinya manusia tidak akan bisa
berkembang secara sempurna bila tidak ada pendidikan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pendidikan Islam
Definisi dari Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) kata pendidikan
berasal dari kata ‘didik’ serta mendapatkan imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’, sehingga kata ini memiliki pengertian sebuah metode, cara
maupum tindakan membimbing. Dapat didefinisi pengajaran ialah
sebuah cara perubahan etika serta prilaku oleh individu atau sosial
dalam upaya mewujudkan kemandirian dalam rangka mematangkan
atau mendewasakan manusia melalui upaya pendidikan, pembelajaran,
bimbingan serta pembinaan.
Definisi pendidikan dalam arti luas adalah Hidup. Artinya
bahwa pendidikan adalah seluruh pengetahuan belajar yang terjadi
sepanjang hayat dalam semua tempat serta situasi yang memberikan
pengaruh positif pada pertumbuhan setiap makhluk individu. Bahwa
pendidikan berlangsung selama sepanjang hayat (long life
education). Pengajaran dalam pengertian luas juga merupakan
sebuah proses kegiatan mengajar, danmelaksanakan pembelajaran itu
bisa terjadi di lingkungan manapun dan kapanpun.85
Pendidikan Islam diartikan bimbingan jasmani dan rohani
menurut hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian yang
utama menurut Islam, yang berarti menitik beratkan pada bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan ajaran Islam dalam membentuk
akhlak yang mulia.
Selanjutnya Soekarno dan Ahmad Supardi memberikan
pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan yang berasaskan
ajaran atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan
membentuk pribadi-pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah,
cinta dan kasih kepada kedua orang tua dan sesama hidupnya,
cinta kepada tanah air sebagai karunia yang telah diberikan Allah,
memiliki kemampuan dan kesanggupan memfungsikan potensi-potensi
yang ada dalam dirinya dan alam sekitarnya, hingga bermanfaat dan
memberi kemaslahatan bagi diri dan masyarakat pada umumnya. 86
Para ahli pendidikan Islam telah mencoba menformulasikan pengertian
pendidikan Islam. Di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah
a. Al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses
tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai
suatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi
asasi dalam masyarakat.
b. Achmadi memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia secara sumber daya manusia yang
85
Desi Pristiwanti, Bai Badariah, Sholeh Hidayat, Ratna Sari Dewi,Pengertian
Pendidikan, Jurnal Pendidikan dan KonselingVolume 4Nomor 6 Tahun 2022, hlm 7912
86
Ary Antony Putra, Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-Ghazali,
Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 1, Juni 2016,hlm 45
ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
sesuai dengan norma Islam.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya
mengacu kepada term al-Tarbiyah, al-Ta'līim dan al-Ta'dīb, yaitu:
a. Tarbiyyah.
Istilah tarbiyah berasal dari bahasa arab, yang mana fi‟il
tsulasi mujarrad-nya adalah Rabaa رباyang berarti: Zaada/ زاد
(Bertambah), Nasya-a ( نشأTumbuh, bertambah besar), ‘alaha
berarti: (Mendaki). Lisanul Arab ربى- يربى- تربية-yang berarti :
( الملكRaja/penguasa),( السيدtuan), al-dabbaru (pengatur), القيم
(penanggung jawab), (المنعمpemberi nikmat). Tarbiyah merupakan
bentuk mashdar dari bentuk fi‟il madhi (kata kerja) rabba ang
mempunyai pengertian yang sama dengan kata rabb yang berarti
nama Allah. Dalam Al-Qur‟an tidak ditemui secara langsung istilah
tarbiyah, namun ada istilah yang senada dengan itu, yakni: ar-
rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun i, rabbani. Beberapa ahli tafsir
berbeda pendapat dalam mengartikan kata tarbiyah. Menurut
Ahmad Tafsir Tarbiyah merupakan arti dari kata pendidikan yang
bersal dari tiga kata, yakni: rabba-yarbu yang bertambah, tumbuh;
rabbiya-yarbaa berarti menjadi besar; dan rabba-yarubbu yang
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga,
memelihara.87
Di dalam Tafsir al-Maragi dikemukakan bahwa kata rabba
dalam surat al-Fātiḥah 1:2, mengandung arti memelihara dan
menumbuhkan. Pemeliharaan Allah Swt terhadap manusia ada dua
macam, yaitu pemeliharaan terhadap eksistensi manusia dengan
jalan menumbuhkan sejak kecil hingga dewasa, dan adanya
peningkatkan kekuatan jiwa dan akalnya, serta pemeliharaan
terhadap agama dan akhlaknya melalui wahyu yang diturunkan
87
Muhammad Ridwan,KonsepTarbiyah, Ta’lim,Ta’dib dalam Al-Qur’an, Jurnal
Pendidikan IslamVol 1 No 1 (2018): Islamic Education, hlm.,42.
kepada salah seorang (nabi) agar menyampaikan risalah yang akan
menyempurnakan akal dan membersihkan jiwa mereka (Al
Maraghi, 1973:30).
Dengan demikian, dalam konteks yang luas, pengertian
pendidikan Islam yang terkandung dalam kata tarbiyah terdiri atas
empat unsur pendekatan, yaitu: Memelihara dan menjaga fitrah
anak didik menjelang dewasa. Mengembangkan seluruh potensi
menuju kesempurnaan. Mengarahkan seluruh fitrah menuju
kesempurnaan. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. 88
Ditinjau dari arti ruang lingkup, maka dapat dimengerti
bahwa konsep tarbiyah secara dasar yang berasal dari kata
rabb bermakna bahwa Allah SWT memberikan pemeliharaan,
perlindungan, bimbingan, dan mengatur segala urusan manusia
sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Maka dapat dimengerti bahwa Allah SWT merupakan
pendidik yang maha agung bagi seluruh alam semesta, bukan saja
mendidik manusia tetapi mendidik bagi seluruh makhluknya.
Sedangkan konsep tarbiyah dalam dunia pendidikan dengan
konsep pendidikan Islam, maka seorang pendidik dituntut untuk
memberikan bimbingan, contoh, tauladan, serta pengetahuan
sesuai dengan syariat dan tuntutan yang ada dalam al-quran dan
hadits.
Jika ditinjau melalui konsep pendidikan dalam Islam,
maka tarbiyah memberikan ruang lingkup tersendiri dalam
konteks pemeliharaan Allah SWT terhadap manusia. Adapun
cakupan tersebut terkait pemeliharaan fisikal dan pemeliharaan
syariat dan pengajaran.
88
Azis Masang, Hakikat Pendidikan, Jurnal Al Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 1, Juni 2021, hlm., 17
1) Pemeliharaan fisikal (tarbiyah khalqiyyah) bermakna
menumbuhkan dan menyempurnakan bentuk tubuh serta
memberikan daya jiwa dan akal.
2) Pemeliharaan syariat dan pengajaran (tarbiyah syar’iyyah
ta’limiyyah) yaitu menurunkan wahyu kepada salah seorang
diantara mereka unuk menyempurnakan fitrah manusia dengan
ilmu dan amal.
Melalui pendidikan Islam orang dapat memperoleh ilmu,
dan dengan ilmu orang dapat mengenal tuhannya, mencapai
ma’rifatullah, peribadatan seseorang juga akan hampa jika tidak
dibarengi ilmu pendidikan Islam. Pendidikan Islam dipahami
sebagai proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai ajaaran
Islam terhadap peserta didik, melalui proses pengembangan fitrah
agar memperoleh keseimbangan hidup dalam semua aspeknya.89
b. Ta’lim
Kata ta’lim asal katanya, adalah ‘allama, yu’allimu, ta’lim,
Dalam Al Qur’an kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan
fi’il. Dalam bentuk ism, kata yang seakar dengan ta’lim hanya
disebutkan sekali yaitu muallamun, yang terdapat pada Q.S. Ad-
Dukhaan (44):14. Kemudian dalam bentuk fi’il kata yang seakar
dengan ta’lim disebut dalam dua bentuk, yaitu fi’il madliy
sebanyak 25 kali dalam 25 ayat pada 15 surah dan fi’il mudlari’ 16
kali dalam 8 surah.
Kata ta’lim menurut Hans Wher d apat berarti
pemberitahuan tentang sesuatu (information), nasihat (advice)
perintah (intruction), pengarahan (direction), pengajaran (teaching),
pelatihan (training), pembelajaran (schooling), pendidikan
(education), dan pekerjaan sebagai magang, masa belajar suatu
keahlian (apprenticeship).
89
Nur’Aini, Sugiati, M.Arya Dana, Wahyudi, Sinta Ramadhan, At-Tarbiyah Sebagai
Konsep Pendidikan Dalam Islam, Jurnal Archives Vol. 6 No. 1 (2020): Februari 2020, Hlm 99
Kemudian, Mahmud Yunus dengan singkat mengartikan
ta’lim adalah hal yang berkaitan dengan mengajar dan melatih.
Sementara Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim sebagai
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Namun berbeda
dengan Quraisy Shihab, ketika mengartikan kata yu’allimu yang
terdapat pada surat al-Jumu’ah (QS. (62) 2 dengan arti mengajar
yang intinya tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kata ta’lim banyak dijumpai di dalam al-Qur’an dan sunnah.
Diantaranya ta’lim digunakan oleh Allah untuk mengajar nama-
nama yang ada di alam jagat raya kepada Nabi Adam as. (QS. al-
Baqarah (2): 31) 90
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep
pendidikan dalam Islam adalah ta'lim. Menurut Abdul Fattah Jalal
konsep-konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya adalah
sebagai berikut:
Pertama, ta'lim adalah proses pembelajaran terus menerus
sejak manusia lahir melalui pengembanagn fungsi-fungsi
pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari firman
Allah SWT yang terjemahannya sebagai berikut: "Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur." (Q.S. al-Nahl 16:78).
Pengembanagn fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab
orang tua ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya
orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi
meneruskan belajarnya, baik karena meninggal atau karena usia tua
renta.
90
Farida Jaya, Konsep Dasar Dan Tujuan Pendidikan Dalam Islam: Ta’lim, Tarbiyah
Dan Ta’dib, Tazkiya, Vol. IX No.1, Januari-Juni 2020, .hlm 64
Kedua, proses ta'lim tidak berhenti pada pencapaian
pengetahuan dalam domain kognisi semata, tetapi terus
menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi. Pengetahuan yang
hanya sampai pada batas- batas wilayah kognisi tidak akan
mendorong seorang untuk mengamalkannya, dan pengetahuan
semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka atau taklid.
Padahal al-Qur'an sangat mengecam orang yang hanya memiliki
pengetahuan semacam ini.
Ruang lingkup pengertian ta'lim yang tidak terbatas pada
aspek kognisi saja menurut Jalal didasarkan pada firman Allah
SWT yang terjemahannya sebagai berikut: Sebagaimana Kami
telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara kamu dan
menyucikan kamu dan mengajarkan kamu al-Kitab dan al-Hikmah,
serta mengajarkan kamu apa yang belum kamu ketahui".
Berdasarkan ayat tersebut, pendidikan tilawah al-Qur'an tidak
terbatas pada kemampuan membaca harfiah, tetapi lebih luas darti
itu adalah membaca dengan perenungan yang sarat dengan
pemahaman dan pada gilirannya melahirkan tanggung jawab moral
terhadap ilmu yang diperoleh melalui bacaan itu. Melalui
pendidikan semacam ini Rasulullah telah mengantarkan para
sahabatnya untuk mencapai tingkat tazkiyah (proses penyucian
diri) yang membuat mereka berada pada kondisi siap untuk
mencapai tingkat al-hikmah. Pada tingkat terakhir ini, ilmu,
perkataan, dan perilaku seseorang telah terintegrasi dalam
membentuk kepribadian yang kokoh.91
c. Ta’dib
Istilah ta’dib lebih cenderung dipakai untuk pendidikan dari
pada tarbiyah dan ta’lim. Sebab ta’dib lebih berkaitan erat dengan
ilmu, dalam hal ini ilmu tidak dapat di transformasikan kepada
91
Ahmad Syah, Term Tarbiyah, Ta'lim Dan Ta'dib Dalam Pendidikan Slam: Tinjauan
Dari Aspek Semantik, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2008,hlm 145
peserta didik kecuali bila peserta didik memiliki adab yang tepat
terhadap ilmu. pengetahuan dalam berbagai bidang. Jadi ilmu tidak
akan pernah dapat dipahami oleh peserta didik sebelum peserta
didik beradab
Ta’dib menunjukkan pendidikan intelektual, spiritual, dan
sosial baik bagi anak muda maupun orang dewasa. Ta’dib
(pendidikan) adalah salah satu sarana terpenting dalam usaha
pembangunan manusia seutuhnya serta penanaman nilai-nilai
kemanusiaan, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana dan
tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban.
Lebih lanjut lagi Djudju Sudjana beranggapan bahwa orang
beradab adalah orang terpelajar atau orang baik, yaitu orang yang
menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya terhadap Tuhan,
memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan
orang lain dalam masyarakatnya, serta terus berupaya
meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan
sebagai manusia yang beradab.
Ta’dib secara etimologis berasal dari kata addaba, dan
masdarnya adalah ta’dib yang berarti memberi adab, mendidik (Al-
Attas, 1996:60). Adab merupakan cermin kepribadian seseorang,
lebih tepatnya adab merupakan sopan santun. Seorang muaddib
(pendidik) dalam konteks pendidikan dituntut untuk tinggal
bersama peserta didiknya. Dengan artian bahwa muaddib dituntut
tidak hanya sekedar mengajar, akantetapi para muaddib dituntut
juga mendidik jasmani dan ruhani peserta didiknya. Al-Attas
menyebutkan bahwa pendidikan pada masa nabi dan para sahabat
lebih memilih kata ta’dib ketimbang tarbiyah ataupun ta’lim
Dijelaskan di atas bahwa ta’dib bagi Al-Attas adalah
pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan
segala sesuatu yang ada terdiri atas hirarki yang sesuai dengan
kategorikategori dan tingkatan-tingkatannya. Seseorang memiliki
tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas,
kapasitas, potensi fisik, intelektual dan spritualnya (Sudjana,
2007:11). Adab memiliki hubungan erat dengan kebijaksanaan
(hikmah), keadilan (‘adl), realitas dan kebenaran (haq). Dengan
kata lain adab mengisyaratkan mengetahui konsep hikmah, konsep
keadilan dan konsep kebenaran. Adab sangat berperan dalam
kehidupan manusia diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Adab terhadap diri sendiri, mengakui bahwa dirinya memiliki
dua unsur yaitu akal dan sifat kebinatangan. Ketika akal
seseorang dapat mengontrol sifat kebinatangannya maka dia
telah menempatkan pada tempat semestinya, dengan
sendirinya dia telah melakukan keadilan bagi dirinya sendiri,
jika tidak, dia telah melakukan tindakan tidak adil terhadap
dirinya sendiri (zhulmal-nafs).
2) Adab dalam konteks hubungan antar manusia. Artinya
menempatkan diri pada tempat yang benar.
3) Adab terhadap ilmu berarti disiplin intelektual yang mengenal
dan mengakui adanya hirarki ilmu berdasarkan kriterianya.
Adab terhadap ilmu pengetahuan akan menghasilkan cara yang
tepat dan benar dalam pembelajaran dan penerapan berbagai
ilmu pengetahuan yang berbeda.
4) Adab terhadap alam berarti bahwa seseorang harus meletakkan
tumbuh-tumbuhan, batu-batuan serta binatang pada habitatnya
dan tempat-tempat yang semestinya.
5) Adab terhadap bahasa berarti ada pengakuan bahwa ada
tempat yang benar dan tepat bagi setiap kata, sehingga tidak
menimbulkan kerancuan makna, bunyi dan konsep).92
Menurut ibn al- manzhur, arti asal kata addaba adalah al –
dua’ yang berate undangan. Kata ini kemudian digunakan dalam
92
Albar Adetary Hasibuan, Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan: Telaah Atas Pemikiran
Naquib Al-Attas, At- turas Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2016, hlm 48
arti undangan kepada suatu perjamuan. Menurut Shallaby terma
ta’dib sudah digunakan pada masa Islam klasik, terutama untuk
pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana khalifah.
Berdasarkan kutipan di atas, tampak bahwa terma ta’dib tidak
hanya menekankan aspek pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga
pembentukan watak, sikap, dan kepribadian peserta didik. Sebagai
di klasifikasikan ada 4 bentuk adab dalam ta’dib yaitu:
1) Ta’dib al- akhlaq, yaitu pendidikan tatakrama spiritual dalam
kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud
kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki
kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu
diciptakan.
2) Ta’dib al-khidmah, yaitu pendidikan tatakrama spiritual dalam
pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi
kepada al- malik dengan sepenuh tatakrama yang pantas.
3) Ta’dib al-syariah, yaitu pendidikan tatakrama spiritual dalam
syariah, yang tata caranya telah di gariskan oleh Tuhan melalui
wahyu.
4) Ta’dib al- shuhbah, yaitu pendidikan tatakrama spiritual dalam
persahabatan, berupa saling menghormati dan berprilaku
mulia.93
93
Muhammad Thohir, Filsafat Pendidikan Islam,academia.edu 2012, hlm 3
2) QS. Ali Imran: 102, Tujuan Pendidikan untuk bertaqwa
kepada Allah Muhammad Zaim Tujuan Pendidikan Islam 243
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama
Islam.
3) QS. Al-Dzariyat: 56, Tujuan Pendidikan untuk beribadah
kepada Allah Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
4) QS. Al-Baqarah: 30, Tujuan Pendidikan sebagai khalifah
dimuka bumi Artinya: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”94
Berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, Muhammad
Athiyyah Al-Abrasyi berpendapat bahwa:
1) Tujuan pendidikan Islam adalah akhlak. Menurut (Sajadi,
2019) pendidikan budi pekerti merupakan jiwa dari
pendidikan Islam. Islam telah memberi kesimpulan bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah ruh (jiwa)
pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam yang
sebenarnya adalah mencapai suatu akhlak yang sempurna.
Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa kita tidak
mementingkan pendidikan jasmani, akal, ilmu maupun ilmu
94
Muhammad Zaim, TUJUAN PENDIDIKANISLAM PERSPEKTIF |AL-QURAN DAN
HADIS,Jurnal Muslim Heritage Vol 4, No 2(2019).hlm 242
pengetahuan praktis lainnya, melainkan bahwa kita
sesungguhnya memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak
sebagaimana halnya memperhatikan ilmu-ilmu yang lain.
Anak-anak membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal,
ilmu, danjuga membutuhkan pendidikan budi pekerti, cita rasa
dan kepribadianDengan demikian, tujuan pendidikan Islam
adalah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa.
2) Memperhatikan agama dan dunia sekaligus. Sesungguhnya
ruang lingkup pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada
pendidikan agama dan tidak pula terbatas hanya pada dunia
semata-mata. Rasululllah SAW pernah mengisyaratkan
setiap pribadi dari umat Islam supaya bekerja untuk agama
dan dunianya sekaligus, sebagaimana sabdanya: “Beramallah
untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup untuk selama-
lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau
akan mati esok hari.95
Tujuan tinggi yang ingin dicapai oleh pendidikan Islami
adalah menciptakan manusia muslim yang bersyahadah kepada
Allah. Rumusan tujuan pendidikan Islami setidaknya harus
merujuk kepada dua hal pokok yaitu:
1) Tujuan, fungsi, dan tugas penciptaan manusia oleh Allah swt
yakni sebagai syuhud, ‘abd Allah, dan khalifah fi al-ardl yaitu
bertujuan mengembangkan potensi fitrah tauhid peserta didik
agar mereka memiliki kapasitas atau berkemampuanm
merealisasikamn syahadah primordialnya terhadap Allah.
2) Hakikat manusia sebagai integrasi yang utuh antara dimensi
jismiyah dan ruhiyah, dalam konteks ini, pendidikan Islam
bertujuan untuk mengembangkan atau merealisasikan atau
mengaktualisasikan potensi jismiyyah peserta didik secara
95
Nabila, Tujuan Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 2 No. 5Mei 2021,
hlm 870
maksimal, agar mereka berkemampuan atau terampil dalam
melakukan tugas.
Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada
Allah SWT. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu
membentuk umat yang berdasarkan hukum dan nilai-nilai agama
Islam. Kemudian dasar dari usaha pembentukan kepribadian
utama ini adalah Al-Qur’an dan al-HaditsTujuan akhir pendidikan
Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah swt (QS. Ali Imran
(3) ayat 102).
Terjemah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
96
Abdul Wahid, Konsep Dan Tujuan Pendidikan Islam, Istiqra Jurnal Pendidikan dan
Pemikiran Islam Vol 3 No 1 (2015), hlm 19
Pakar-pakar pendidikan Islam, seperti Al-Abrasy
mengelompokkan tujuan umum pendidikan Islam menjadi lima
bagian, yaitu:
1) Membentuk akhlak yang mulia. Tujuan ini telah disepakati
oleh orang-orang Islam bahwa inti dari pendidikan Islam
adalah mencapai akhlak yang mulia, sebagaimana misi
kerasulan Muhammad SAW;
2) Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia dan
akhirat;
3) Mempersiapkan peserta didik dalam dunia usaha (mencari
rizki) yang profesional;
4) Menumbuhkan semangat ilmiah kepada peserta didik untuk
selalu belajar dan mengkaji ilmu;
Mempersiapkan peserta didik yang profesional dalam
bidang teknik dan pertukangan. (al-Abrasy, 1969) Al-Jammali,
merumuskan tujuan umum pendidikan Islam dari Al-Qur`an
kedalam empat bagian, yaitu:
1) Mengenalkan peserta didik posisinya diantara makhluk ciptaan
Tuhan serta tanggungjawabnya dalam hidup ini;
2) Mengenalkan kepada peserta didik sebagai makhluk sosial
serta tanggungjawabnya terhadap masyarakat dalam kondisi
dan sistem yang berlaku;
3) Mengenalkan kepada peserta didik tentang alam semesta dan
segala isinya. Memberikan pemahaman akan penciptaanya
serta bagaimana cara mengolah dan memanfaatkan alam
tersebut;
Mengenalkan kepada peserta didik tentang keberadaan
alam maya (ghaib). (Al-jammali,1967) Bashori Muchsin dan Moh.
Sultthon, menegaskan lagi bahwa tujuan-tujuan umum pendidikan
Islam itu harus sejajar dengan pandangan manusia, yaitu makhluk
Allah yang mulia dengan akalnya, perasaannya, ilmunya dan
kebudayaannya, pantas menjadi khalifah di bumi. Tujuan umum ini
meliputi pengertian, pemahaman, penghayatan, dan ketrampilan
berbuat. Karena itu ada tujuan umum untuk tingkat sekolah
permulaan, sekolah menengah, sekolah lanjutan, dan dan perguruan
tinggi,; dan ada juga untuk sekolah umum, sekolah kejuruan,
lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya.97
b. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Fungsi pendidikan agama Islam dalam Pengembangan
kepribadian Islam manusia yaitu orang yang mempunyai wawasan yang
religius, berwawasan kebangsaan, serta mempunyai peradaban dan
kebudayaan Indonesia adalah hal sangat penting untuk dilaksanakan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu. Cakap, kreatif, mandiri dan menjadi waganegara yang
demokratis dan bertanggung jawab. (UU SISDIKNAS NO. 20 Tahun
2003 BAB IV Pasal 9).
Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan dan
Pengembangan Kepribadian Islam merupakan Pendidikan Agama
Islam yang berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan
kepribadian Islami melalui upaya mencerdaskan potensi SDM secara
Islami dengan hidayah dari Allah SWT., yaitu:
1) Kecerdasan spiritual Islami (fitrah) (Q.S. 30:30, 13:28, 3:189-191).
2) Kecerdasan emosional Islami (daya rasa) (Q.S. 7:179, 13: 28 dan
32:9),
3) Kecerdasan intelektual Islami (daya pikir) (Q.S. 3:190-191 dan
32:9).
4) Kecerdasan biologis Islami (daya nafsu makan/minum daya seksual)
(Q.S. 3:14, 4:1).
97
Imam Syafe’i, Tujuan Pendidikan Islam, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam,
Volume 6, November 2015, Hlm 156
Dengan memiliki keempat kecerdasan secara potensi SDM
yang Islami tersebut, maka pendidikan Agama Islam berfungsi
membentuk dan mengembangkan kerpribadian Islami, melalui
pembentukan lima kemampuan dasar manusia secara Islami, yaitu:
1) Terbentuknya kemampuan konatif secara Islami, yaitu
menumbuhkan motivasi (niat) yang jelas karena Allah SWT.,dan
keselamatan maunsia dalam setiap aktivitas kehidupan (QS: 3:112).
2) Terbentuknya Kemampuan Afektif secara Islami, yaitu
kemampun menerima secara sadar tentang kebenaran ajaran
Islam, sehingga dapat mengimaninya secara benar (haqqul-Yaqin),
(QS:3:110).
3) Terbentuknya kemampuan kognitif yang Islami, yaitu mampu
mensinergikan norma-norma ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan
profesional yang dimilki, sehingga mampu mengatasi
persoalanbaru dalam kehidupannya dengan bimbingan ajaran Islam
sebagai hudan (petunjuk atau kompas) secara ilmul-yaqin (keyakinan
ilmu) (QS:17:36).
4) Terbentuknya Kemampuan Psikomotorik yang Islami, yaitu
mampu melaksanakan amar makruf nahi mungkar (QS.3: 110)
dalamsemua aspek kehidupan. Seperti mendirikan shalat,
bepuasa, menutup aurat, (berbusana secara Islami), tidak syirik,
tidak bergaul bebas, tidak berzina, tidak berjudi tidak narkoba
dan lain-lain sebagainya. (Q.S. 2:177).
5) Terbentuknya kemapuan performance Akhlaqul-Karimah
(kepribadian yang berakhlak mulia), ialah totalitas dari
terbentuknya konatif, kognitif, afektif, dan psikomotorik pada
penerapannya terus-menerus secara konsisten yang melahirkan
budaya (kebiasaan pribadi) dan kepribadian yang kaffah
(sempurna) dalam setiap aspek kehidupan. Seperti berpakaian,
berbicara, berjalan, beradaptasi dan sebagainya, sebaga hasil
yang tanpak pada sikap dan tingkah laku sehari-hari secara
Islami (akhlâq al-Kârimah) (QS:3:102)98
98
Devi Syukri Azhari, Jurnal Pendidikan dan Konseling Jurnal Pendidikan Dan
Konseling VOLUME 4 NOMOR 5TAHUN 2022,hlm 5365
Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu kepada
makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri
dalam hubungannya dengan ajaran Islam. Ada tiga istilah yang umum
digunakan dalam pendidikan Islam, yaitual-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al-
Ta’dib.Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan dan
mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar.
Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyah didefinisikan sebagai proses
bimbingan terhadap potensi manusia secara maksimal agar dapat menjadi
bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa yang akan datang.99
Sistem pendidikan nasional sebenarnya tidak menominasi sistem
pendidikan Islam Indonesia, dan makna manusia seutuhnya dalam tujuan
pendidikan nasional melalui beragam jenis, jenjang, sifat dan bentuk
pendidikan/pelatihan sebagai proses kemanusiaan yang bertindak dalam
logika berfikir sebagai makhluk yang berakal dan berbudi, juga sebagai
proses pemanusiaan yang mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi
secara penuh pemegang mandat ilahiah yang merujuk pada hubungan
dengan Tuhannya berikut perilaku yang dikehendaki di dalamnya dan
mandat kultural yang mengandung makna sebagai insan berbudaya.
Indonesia, walaupun secara tegas dinyatakan bahwa bukan Negara
agama dan bukan pula Negara sekuler, tetapi Negara Pancasila.
Menurut Bahtiar Effendi, Negara Pancasila, dapat dikatakan
bahwa Indonesia mengambil jalan tengah (middle path) antara Negara
agama dan Negara sekuler. Rumusan sila pertama Pancasila dan Pasal 29
UUD 1945 Ayat
a. Memberikan sifat yang khas pada Negara Indonesia, bukan Negara
sekuler yang memisahkan agama dan Negara, dan bukan Negara
agama yang berdasarkan pada agama tertentu. Negara Pancasila
menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk beragama dan
99
Muh. Wasith Achad, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional,Al-Ghazali
Jurnal kajian Pendidikan Islam dan Studi Islam Vol 1 No 2 (2018), hlm 157
wajib memelihara budi pekerti luhur berdasarkan nilai-nilai
Pancasila
b. Sementara Fuat Hasan Dengan status Negara Pancalisa, maka wajar
kalau kemudian Pemerintah Indonesia tetap memandang bahwa
agama menduduki posisi penting di negeri ini sebagai sumber nilai
yang berlaku.
c. Secara filosofis, pandangan hidup bangsa tidak bertentangan dengan
ajaran Islam, maka pendidikan Islam Indonesia seharusnya mampu
menjadi sub sistem pendidikan nasional. Terlebih sejak
dikeluarkannya UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 dan RUU Sindiknas
2003, yang berwawasan masa depan dan diintrodusirkannya
kebijakan link and match dalam pendidikan, merupakan peluang dan
sekaligus tantangan bagi sistem dan lembaga pendidikan Islam,
khususnya bagi sarjana dan cendekiawan muslim untuk merumuskan
rancangan sekaligus mempelopori bangunan pendidikan Islam yang
berwawasan masa depan, sesuai dengan misi dasar kata Al-Islam,
adalah mengIslamkan yang berarti menjalankan pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan dinamika keIslaman.100
4. Perbedaan sistem Pendidikan Islam dengan sistem Pendidikan non
Islam
Lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunyai struktur yang
jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang
dalam berbagai bentuk lembaga yang bervariasi, seperti pesantren,
madrasah, surau, dan meunasah. Dalam perkembangannya, pendidikan
Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga
pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai
dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.
100
Fathul Jannah, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal
, Dinamika Ilmu Vol 13 No 2 (2013) hlm 165
Lembaga pendidikan Islam telah memainkan perannya sesuai
dengan tuntutan masyarakat dan zamannya. Perkembangan lembaga-
lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari
dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara
konferensif. Kini sudah banyak sekali hasil karya penelitian para ahli
yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. Tujuannya selain untuk
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa keIslaman,
juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola
pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya.
Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan
satu-satunya pusat berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial
kemasyarakatan, maupun kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan
pendidikan yang berlangsung di masjid masih bersifat sederhana kala itu
sangat dirasakan oleh masyarakat muslim. Maka tidak mengherankan
apabila masyarakat dimasa itu menaruh harapan besar kepada masjid
sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih
baik. Awal mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan
yang diperlukan masyarakat. Namun karena terbatasnya tempat dan
ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung masyarakat yang ingin
belajar. Maka dilakukanlah berbagai pengembangan secara bertahap
hingga berdirinya lembaga pendidikan Islam yang secara khusus
berfungsi sebagai sarana menampung kegiatan pembelajaran sesuai
dengan tuntutan masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai muncul beberapa
istilah lembaga pendidikan di Indonesia.101
Sedangkan Lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok
manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab
pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan misi lembaga tersebut.
Tujuan dari lembaga pendidikan tentunya amatlah bergantung pada
101
Km. Akhiruddin, Lembaga Pendidikan Islam Di Nusantara, Jurnal Tarbiya Volume: 1
No: 1 – 2015,Hlm 195
lembaga itu sendiri. Berbagai pandangan, budaya, pemerintah, dan
faktor-faktor yang menyelubungi kehadiran lembaga pendidikan juga
akan sangat mempengaruhi tujuan dari lembaga pendidikan. Namun
demikian, secara umum, menurut Purwanto tujuan lembaga pendidikan
di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Lembaga pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran siswa.
b. Lembaga pendidikan harus memberikan pendidikan untuk beragam
profesi, tidak hanya profesi tertentu saja.
c. Mempersiapkan karier pekerjaan setiap siswa.
d. Memberikan gelar dan kualifikasi kepada lembaga pendidikan di
negara berkembang atau dengan kata lain mengembangkan keilmuan
yang dimiliki oleh lembaga pendidikan.
Sistem pendidikan umum dan pendidikan Islam adalah dua sisi
yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan nasioanal,
keduanya saling terkait dan masing-masing memiliki kekhususan untuk
saling melengkapi. Di satu sisi tujuan pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu dan diharapkan menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Hubungan antara pendidikan Islam dalam pendidikan nasional
adalah berusaha secara beriringan dalam pengembangan dan pembinaan
iman, akhlak, moral, budi pekerti, dan penguasaan ilmu dan pengetahuan
bagi seluruh bangsa Indonesia. Pendidikan Islam secara ideal memang
harus diarahkan kepada transformasi nilai-nilai yang kemudian
diharapkan mampu menjadi jalan keluar untuk memecahkan persoalan
bangsa.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam (dalam hal ini adalah
madrasah) secara ideal -seperti yang dirumuskan melalui kesetaraan
dalam UUSPN 2003 yang disebut sebagai pendidikan umum yang
bercirikan Islam- dituntut harus mampu menyejajarkan dengan
ketertinggalannya di bidang penguasaan ilmuilmu yang dipelajari di
lembaga pendidikan umum. Sehingga diharapkan jarak kesenjangan yang
terlalu jauh antara kualitas pendidikan Islam dan pendidikan umum dapat
diperkecil. Pendidikan Islam memang seharusnya diarahkan untuk
memiliki kemampuan dalam mendidik bangsanya tidak hanya dari sisi
ilmu pengetahuan agama (ilmu fardlu ‘Ain) saja, namun dalam
prakteknya harus mampu menguasai ilmu pengetahuan melalui panca
indera (ilmu fardlu kifayah).102 Tujuan-tujuan pendidikan Islam tersebut
diatas,baik yang umum maupun yang khusus jangkauan masih sangat
luas,dan perlu dicari atau disarikan lagi sehingga lebih operasional dan
fungsional. MenurutAbdurrahman Saleh Abdullah ada tiga tujuan pokok
pendidikan Islam itu, yaitu “tujuan jasmaniah (ahdaf al-jismiyyah),
tujuan ruhani (ahdaf a Dengan demikian, maka pendidikan mempunyal-
ruhiyyah), dan tujuan mental (ahdaf al-„aqliyyah)”103.
C. Penutup
Istilah tarbiyah, ta ́lim, ta ́dib, tahdzib, dan tazkiyahjika ditinjau
dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan
lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat
keterkaitan yang saling mengikat, yakni dalam hal memelihara dan
mendidik anak. Dalam ta‟lim, titik tekannya adalah penyampaian ilmu
pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan
penanaman amanah kepada anak. Ta’lim disini mencakup aspek-aspek
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam
hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.Sedangkan pada tarbiyah, titik
tekannya difokuskan pada bimbingan kepada peserta didiksupaya berdaya
dalam tumbuh–kembang potensinya secara sempurna. Yaitu pengembangan
102
Moh. Sakir, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal Cendekia
Vol 12 No 1 Th 2014, Hlm 108
103
Imam Syafe’i, Tujuan Pendidikan Islam....
ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu
yang benar dalammendidik pribadi. Adapun ta‟dib, titik tekannya adalah
pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar
menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Sedangkan
tazkiyah menjadi role value dan ultimate goal pendidikan Islam. Kelima
konsep diatas dalam satu kesatuan utuh proses pendidikan Islam. Kelimanya
mendasari tujuan, metode, kurikulum pendidikan, dan manajemenya, yang
akan menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, sehingga mampu
mengurangi kehidupan ini baik sekarang mampuakan datang dengan baik.
Daftar Pustaka
Abdul Wahid, (2015) Konsep Dan Tujuan Pendidikan Islam, Istiqra Jurnal
Pendidikan dan Pemikiran Islam Vol 3 No 1
Ahmad Syah, (2008) Term Tarbiyah, Ta'lim Dan Ta’dib Dalam Pendidikan Slam:
Tinjauan Dari Aspek Semantik, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah KeIslaman, Vol. 7,
No. 1, Januari-Juni
Albar Adetary Hasibuan, (2016) Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan: Telaah Atas
Pemikiran Naquib Al-Attas, At- turas Vol. 3 No. 1 Januari-Juni
Ary Antony Putra, (2016) Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-
Ghazali, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 1, Juni
Desi Pristiwanti, Bai Badariah, Sholeh Hidayat, Ratna Sari Dewi, (2022)
Pengertian Pendidikan, Jurnal Pendidikan dan KonselingVolume 4Nomor
6 Tahun
Devi Syukri Azhari, (2022) Jurnal Pendidikan dan Konseling Jurnal Pendidikan
Dan Konseling VOLUME 4 NOMOR 5TAHUN
Farida Jaya, (2020) Konsep Dasar Dan Tujuan Pendidikan Dalam Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib, Tazkiya, Vol. IX No.1, Januari-Juni
Moh. Sakir, (2014) Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal
Cendekia Vol 12 No 1 Th
Nabila, (2021) Tujuan Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 2 No.
5Mei, hlm 870
BAB VII
A. Pendahuluan
Salah satu penyebab kurang optimalnya suatu hal, dalam konteks ini
pendidikan, adalah ketidakmenerapkan prinsip-prinsip sebagai landasan.
Penulis mengkritik kecenderungan di mana prinsip-prinsip seringkali hanya
dianggap sebagai formalitas belaka, tanpa dijadikan dasar atau pondasi yang
benar-benar diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Penekanan
diberikan pada pentingnya prinsip-prinsip ini dan urgensi dalam mencapai
tujuan pendidikan Islam.
B. Pembahasan
1. Pengertian Prinsip Pendidikan Islam
Istilah "asas atau dasar" dijelaskan sebagai kebenaran yang
berubah menjadi pokok yang dipikirkan dan menjadi dasar bagi
pemikiran dan tindakan.Kamus Besar Bahasa Indonesia digunakan
sebagai referensi untuk mendefinisikan istilah ini.Selanjutnya, kalimat
mengenai prinsip menyatakan bahwa asas atau kebenaran yang menjadi
dasar bagi pemikiran, tindakan, dan sebagainya, dikenal sebagai
prinsip.Pernyataan ini merujuk pada pandangan Dagobert D. Rune yang
disampaikan oleh Syamsul Nizar.Rune mendefinisikan prinsip sebagai
"truth global" atau kebenaran yang bersifat universal, yang merupakan
hakikat atau inti dari sesuatu.Dengan demikian, kalimat tersebut
menggambarkan konsep prinsip sebagai dasar universal yang menjadi
pijakan untuk pemikiran dan tindakan.104
Di sisi lain, pendidikan juga didefinisikan sebagai proses
mengajar seseorang atau sekelompok orang bagaimana menggunakan
pendidikan dan pelatihan untuk umat manusia yang lebih baik. Dengan
demikian parametre pendidikan, kebenaran yang sifatnya universal
104
Tim Perumus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm.
896
sehingga dapat diartikan sebagai dasar untuk merincikan metode
pendidikan. Keduanya merupakan agama atau bahasa nasional yang
diakui secara resmi.105
Sebagai salah satu jenis pendidikan agama, pendidikan Islam
dapat dianggap sebagai suatu proses yang dilakukan oleh masyarakat
awam melalui pengajaran yang ditujukan kepada umat Islam dengan
tujuan membantu peserta didik mencapai hasil yang baik, baik di dunia
maupun di akhirat. Pendidikan ini dianggap sebagai jenis pendidikan
agama yang menekankan pada pengajaran dan bimbingan pembentukan
karakter sesuai ajaran Islam, dengan fokus pada pencapaian
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pentingnya bimbingan dalam
pendidikan Islam ditekankan dan landasan pendidikan tersebut
digambarkan sebagai “asas atau landasan upaya pengajaran”. Yayasan
ini menekankan pada upaya seseorang atau sekelompok orang untuk
membentuk karakternya sesuai dengan ajaran Islam.Pemahaman
tersebut mencakup konsep bahwa landasan pendidikan Islam mencakup
upaya pembelajaran yang terfokus pada pencapaian kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Menurut Usman Abu Bakar, landasan pendidikan Islam juga
mencakup penggunaan kesabaran, keimanan, kerja keras dan disiplin
dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam memerlukan perpaduan
nilai dan prinsip tertentu untuk mencapai tujuannya.Hal ini mencakup
konsep bahwa landasan pendidikan Islam mencakup upaya
pembelajaran yang terfokus pada pencapaian kebahagiaan dunia dan
akhirat.106
Pandangan Syed Muhammad Naquib Al-Attas terhadap
pendidikan. Al-Attas menuturkan bahwasanya pendidikan merupakan
suatu proses yang bertujuan mengajarkan sesuatu kepada manusia agar
105
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2008), hlm. 28.
106
Usman Abu Bakar, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safiria
Insania Pres, 2005), hlm. 50.
mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan mereka sendiri dan
mengambil pelajaran darinya. Pendidikan tidak hanya mencakup proses
pengajaran, tetapi juga melibatkan isinya. Kemudian, jika prinsip-
prinsip pendidikan terlibat dalam suatu program pendidikan, maka
prinsip-prinsip tersebut dapat dianggap sebagai prinsip universal.
Prinsip-prinsip tersebut kemudian dapat dijadikan landasan dalam
mengembangkan program pendidikan. Ditekankan bahwa prinsip-
prinsip pendidikan ini berasal dari kerangka pendidikan, yang bisa
bersumber dari ideologi nasional atau keyakinan agama.Pentingnya
prinsip-prinsip pendidikan sebagai panduan dalam mengembangkan
program pendidikan yang dapat diaplikasikan secara universal, sejalan
dengan nilai-nilai yang mendasari kerangka pendidikan, seperti ideologi
nasional atau keyakinan agama.
Prinsip pendidikan Islam bersandar pada prinsip filsafat Islam
yang sejalan dan logis mengenaimasyarakat, negara, ilmu pengetahuan,
dan akhlak. Respons Islam terhadap isu-isu tersebut kemudian
menyoroti beberapa prinsip pendidikan Islam.Artinya, prinsip-prinsip
pendidikan Islam tidak hanya berdiri sendiri, melainkan terintegrasi
dengan prinsip-prinsip filsafat Islam yang mencakup pandangan Islam
tentang manusia, masyarakat, negara, ilmu pengetahuan, dan moral.
Respons Islam terhadap hal ini menekankan dan menggambarkan
prinsip khusus bagi pendidikan Islam yang diarahkan oleh nilai-nilai
dan konsep-konsep yang berasal dari pandangan filosofis Islam.Dengan
kata lain, pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada aspek-aspek
praktis, tetapi juga terakar dalam kerangka pemikiran dan nilai-nilai
filosofis Islam yang mendalam. Prinsip-prinsip ini memberikan dasar
dan pedoman untuk membentuk pendidikan Islam yang holistik dan
konsisten dengan prinsip-prinsip filsafat Islam yang melandasi
keyakinan dan nilai-nilai dalam masyarakat Islam.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam
Sesuai dengan konteks pendidikan Islam, prinsip pendidikan
dianggap sebagai contoh dari seluruh elemen yang membentuk
pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan, dalam pandangan ini,
dianggap sebagai satu-satunya sesuatu yang manusia gunakan untuk
memastikan keberlangsungan hidup, apakah itu sebagai individu atau
sebagai masyarakat.Pendidikan dianggap sebagai alat yang esensial
untuk memastikan kelangsungan hidup, mencakup survival sebagai
individu dan kelangsungan hidup masyarakat. Lebih lanjut, pendidikan
juga dipandang sebagai sarana untuk mengembangkan potensi diri,
sehingga potensi tersebut dapat digunakan secara efektif untuk
memenuhi kebutuhan yang terus berubah.Prinsip yang mendukung
pendidikan Islam searah dengan unsur-unsur penyusunanya, yaitu;
a. Tujuan
107
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa,
Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 437
pendidikan tidak hanya memberikan arah tetapi juga harus
didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, yang mencakup
universalitas, keseimbangan, kejelasan, realisme, perubahan yang
diharapkan, menjaga berbedanya antar individu, dan dinamisme.
1) Universal (menyeluruh)
3) Kejelasan
8) Dinamisme
3. Kurikulum
108
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 239
f. Pertumbuhan Islam dianggap sebagai sumber filosofi atau dasar
pemikiran. Selain itu, prinsip-prinsip Islam membentuk dasar dari
kurikulum, menunjukkan pentingnya nilai-nilai agama dan
kepercayaan dalam merancang materi pendidikan.
4. Metode
Metode ini erat kaitannya dengan ajaran Islam dari Al-Qur'an dan
Sunnah yang berisi petunjuk dan prinsip. Selain itu, ayat ini
menunjukkan bahwa Al-Quran dan Sunnah dapat dipahami sebagai
konsep metode pembelajaran.Hal ini menunjukkan bahwa persoalan
metodologi dalam konteks pendidikan Islam mendapat perhatian khusus.
5. Pendidik
111
Ibid., hlm. 209
112
Khoiron Rosyadi, Op.Cit., hlm. 216
Al-Mu'allim (guru), Al-Mudarris (pengajar), Al-Muaddib
(pendidik), dan Al-Walid (orang tua). Fokus disini tidak akan membahas
perbedaan gaya, melainkan akan membahas cara memilih gaya yang
optimal bagi pendidik yang dianggap sempurna menurut syariat Islam.
Berikut adalah poin-poin yang dibahas:
a. Pelajari lebih lanjut tentang apa yang perlu Anda ketahui: Pentingnya
pendidik untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuan mereka,
sehingga mereka dapat memberikan pendidikan yang lebih baik
kepada siswa.
b. Mendiskusikan komposisi materi yang akan diajarkan: Pentingnya
berdiskusi tentang materi yang akan diajarkan, mungkin dengan
kolega atau pakar subjek, untuk memastikan pemahaman yang lebih
baik.
c. Membantu dalam menganalisis materi yang akan diajarkan dan
menghubungkannya dengan konteks: Pandangan bahwa pendidik
seharusnya tidak hanya memahami materi secara teoritis, tetapi juga
mampu menghubungkannya dengan konteks kehidupan nyata siswa.
d. Tentukan apa yang diajarkan sesegera mungkin: Pentingnya
perencanaan dan penetapan tujuan pembelajaran sejak dini untuk
memberikan struktur yang jelas dalam pengajaran.
e. Dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan: Perlunya evaluasi
terhadap proses dan hasil pembelajaran untuk menentukan
efektivitas metode pengajaran yang diterapkan.
f. Anda akan dapat memberikan reward dan memberi hukuman yang
salah: Pentingnya pendidik untuk memahami cara memberikan
penghargaan atau hukuman dengan bijaksana, sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam dan keadilan.
6. Anak didik
8. Evaluasi
113
Khoiron Rosyadi, Op.Cit., hlm. 172
a. Pendidikan adalah penerapan karakteristik (ciri-ciri) manusia
1) Fitrah/Agama
)٧( اَّلِذ ْٓي َاْح َس َن ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلَقٗه َو َبَد َا َخ ْلَق اِاْل ْنَس اِن ِم ْن ِط ْيٍن
)٨( ُثَّم َجَعَل َنْس َلٗه ِم ْن ُس ٰل َلٍة ِّم ْن َّم ۤا ٍء َّم ِهْيٍن
3) Kebebasan berkehendak
َو اْبَتِغ ِفْيَم ٓا ٰا ٰت ىَك ُهّٰللا الَّد اَر اٰاْل ِخَر َة َو اَل َتْنَس َنِص ْيَبَك ِم َن الُّد ْنَيا َو َاْح ِس ْن َك َم ٓا َاْح َس َن ُهّٰللا ِاَلْيَك َو اَل
َتْبِغ اْلَفَس اَد ِفى اَاْلْر ِضۗ ِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب اْلُم ْفِسِد ْيَن
114
Zakiah Drajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,
1994), h. 1-19
Islam sebagai sebuah filosofi pengajaran tidak bersifat statis
atau tetap dalam hal tujuan, materi, kurikulum, media, dan
metodenya. Sebaliknya, Islam dianggap sebagai ajaran yang terus
menganalisis, mengadaptasi, dan merespons kebutuhan masyarakat
sesuai dengan perubahan sosial dan evolusi masyarakat. Hal ini
dilakukan tanpa bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam yang
mendasar.115
115
Ramayulis, op.cit., h. 28-36
116
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Penddikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003).
Hlm, 17.
dirumuskan untuk membentuk suatu kesatuan elemen yang saling
berkaitan dalam pendidikan Islam.
117
Nasir S. 2020. Prinsip-prinsip pendidikan Islam: Universal, Keseimbangan,
Kesederhanaan, Perbedaan Individu dan Dinamis.Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam.
Vol.7.No.2
118
Bukhari Umar. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Amzah
Berikut ini adalah beberapa keharusan yang ditemukan dalam
pendidikan Islam.119
C. Kesimpulan
119
Herman, Prinsip-prinsip dalam Pendidikan Islam (Universal, Keseimbangan dan
Kesederhanaan. Jurnal Al-Ta’dib. 2014, hlm. 107.
Pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai
kemanusiaan melalui pemerolehan pengetahuan yang disertai dengan akhlaq
mulia dan pengembangan ilmu pengetahuan.Dengan demikian, pendidikan ini
bertujuan agar setiap individu dapat berinteraksi dengan sesama secara benar
dan tumbuh sebagai individu, masyarakat dan agama, sesuai dengan tuntutan
zaman dan ajaran agama.
Drajat, Zakiah. 1994. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta:
Ruhama.
Tim Perumus 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
A. Pendahuluan
Keberadaan pendidikan merupakan salah satu syarat mendasar bagi
kelangsungan dan pelestarian kebudayaan manusia. Hal tersebut dikarenakan
pendidikan mempunyai amanah penting bagisuatu bangsasebagai upaya
untuk mewujudkan generasi penerus yang cerdas dan mampu menghadapi
tantangan perubahan zaman. Dinamika dan perubahan pranata sosial adalah
sebuah kenyataan yang harus dilalui oleh setiap orang karena telah menjadi
hakikat segala sesuatu yang ada di muka bumi. Kemajuan pendidikan
merupakan satu diantara dari sekian banyak tolak ukur kemajuan peradaban
manusia. Karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan manusia
yang sangat penting dalam mendukung kemajuan peradaban itu sendiri.120
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi Islam
terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari posisi Islam menjadi agama
mayoritas dalam komposisi masyarakat Indonesia yang beragam, yaitu sekitar
87 % dari jumlah penduduk Indonesiaatau sekitar 229.620.000 jiwa dari total
263.910.000 jiwa.121 Dengan jumlah penganut yang cukup besar, corak
kebudayaan Islam sedikit banyaknya telah mempengaruhi warna pendidikan
Indonesia. Hal yang mungkin dapat kita lihat secara langsung ialah salah
satunya dari tampilan busana dan seragam pelajar yang mengedepankan nilai-
nilai kesopanan menurut nilai budaya Islam. Akan tetapi disisi lain,
perkembangan globalisasi yang membawa masuknya nilai-nilai budaya barat,
perlahan mulai mengikis kearifan lokal dan nilai karakter bangsa Indonesia
120
Syafri Rizka Martabe Nasution, “PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL,” Studi Multidisipliner 4 (2017): hlm 128.
121
Hasan Asari, Islam dan Multikulturalisme, Cetakan 1, Simpul-simpul Ajaran Islam dalam
Hamparan Pengalaman (Medan: Perdana Publishing, 2020), 146.
yang sejatinya merupakan orang timur, dimana dalam kesehariannya selalu
menjunjung tinggi nilai luhur adat budaya serta nilai-nilai agama.
Kehadiran pendidikan Islam dalam konteks pendidikan nasional
diharapkan dapat menjadi filter untuk memperkuat pondasi akhlak peserta
didik ditengah kuatnya pengaruh negatif dari globalisasi budaya barat. Hal ini
tentunya menuntut pendidikan Islam harus mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Tentu saja pendidikan Islam, seperti halnya usaha dan
karya manusia, tidak bisa lepas dari “hukum” ini, jika mampu mengikuti laju
perubahan maka ia akan “bertahan”. Sebaliknya, jika lambat, cepat atau
lambat pendidikan Islam akan terpinggirkan dan terabaikan. Untuk bisa
bertahan, pendidikan Islam memerlukan keberanian untuk melakukan
perubahan mendasar dari masa ke masa. Namun jika kita ingin maju
(berkembang), dan tidak sekadar bertahan, maka dalam mengantisipasi masa
depan perlu dilakukan perubahan-perubahan mendasar sesuai dengan tren
pembangunan.
B. Pembahasan
1. Sistem Pendidikan Nasional
a. Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan biasanya sering digunakan untuk
mengungkapkan tentang sebuah proses penyampaian informasi
berupa pengetahuan atau pengalaman yang bermanfaat kepada orang
lain, baik melalui proses pembimbingan, pelatihan, ataupun
pengajaran. Adapun istilah lain yang memiliki makna sama dengan
pendidikan dan sering digunakan dalam kegiatan akademis adalah
pedagogik. Kata pedagogik sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno
yaitu paedagogeo yang secara harfiah berarti memimpin atau
mengawasi anak. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah pedagogi
(Pedagogy) mangacu kepada teori yang menjelaskan tentang
kemampuan dalam mengelola pembelajaran. Istilah lain yang tak
kalah penting dan sering digunakan untuk menjeaskan tentang
pelaksanaan proses pembelajaran adalah edukasi.
Secara etimologi, istilah edukasi berasal dari bahasa Latin
yaitu “e” dan “ducare”. Awalan e memiliki makna “keluar” dan
ducare memiliki arti memberi petunjuk atau mengarahkan. Maka
secara harfiah makna pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
kegiatan yang berusaha untuk menuntun keluar. Istilah serupa juga
dalam bahasa Inggris yang memiliki makna sama dengan kata
pendidikan adalah “educate” yang artinya meningkatkan moral dan
mendidik kaum intelektual.122
Pendidikan dapat dimaknai sebagai suatu upaya yang
dilakukan dengan sadar dan tersusun secara sistematis untuk
menghadirkan suatu ekosistem belajar dan proses
pembelajaranagarpeserta yang mengikuti kegiatan pendidikan
inimampuberkembang sesuai dengan skill dan bakat yang ada pada
dirinya, demi tercapainyakompetensi spiritual, sosial, kepribadian,
koognitif, sikap dan psikomotor yang bermanfaat untuk
kehidupannya dimasa depan.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagaisebuah rangkaian dari
proses kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk
menumbuhkembangkan potensi dan keterampilan personal peserta
didik agar mampu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sosial
masyarakat. Secara sederhana, pendidikan bukan hanya merujuk
pada proses transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter,
sikap, dan nilai-nilai yang menjadi landasan bagi pembentukan
manusia seutuhnya. Pendidikan bukanlah hanya tentang persiapan
untuk hidup di masa depan, tetapi juga merupakan bagian integral
dari kehidupan saat ini. Dalam pandangannya, pendidikan adalah
suatu proses yang terus-menerus, bukan sekadar serangkaian
pengalaman yang terpisah.123
122
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Konsep, Teori dan Aplikasinya, Cetakan Pertama
(Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI), 2019), 23.
123
Jhon Dewey, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).
Dengan demikian pendidikan mempunyai arti yang cukup
penting bagi kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia
pendidikan memainkan peran sentral dalam pembentukan karakter,
pembukaan peluang, dan peningkatan kualitas hidup. Dengan
pendidikan, setiap orang dapat mengembangkan kompetensi
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai
potensi maksimalnya, berkontribusi pada kemajuan masyarakat
dalam menghadapi perubahan zaman dengan adaptasi yang tepat.
b. Dasar Yuridis Pendidikan Nasional.
Dalam undang-undang yang mengatur tentang sistem
pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional
merupakan pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang bersumber pada nilai-nilai agama, nilai kebudayaan nasional
serta responsif mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.124
Penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia memiliki
landasan konseptual yang tertuang dalam berbagai peraturan dan
dokumen kebijakan. Konsep pendidikan nasional Indonesia
mencakup beberapa aspek penting yang melibatkan pembentukan
karakter, pengembangan keterampilan, penanaman nilai-nilai
kebangsaan, serta penyelenggaraan sistem pendidikan yang
berkualitas. Tujuan pendidikan nasional Indonesia didasarkan pada
prinsip-prinsip dasar yang tercermin secara jelas dalampenjabaran
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila adalahdasarfalsafah dan ideologi tentang
bagaimana pendidikan nasional Indonesia dijalankan. Nilai-nilai
Pancasila, seperti keadilan, persatuan, demokrasi, ketuhanan, dan
kemanusiaan, diintegrasikan dalam sistem pendidikan untuk
membentuk karakter warga negara yang berkualitas. Sementara itu,
124
“Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional,” t.t., Bab I, Pasal 1, Ayat 2.
dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa pendidikan
merupakan bagian dari upaya negarauntukmeningkatkan taraf hidup
rakyatnya dengan memberikan jaminan kepada setiap orang untuk
dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuannya melalui proses
pengajaran. Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai cita – cita
nasional Indonesia, yakni menciptakan generasi bangsa yang cerdas,
mandiri, berdaya saing serta memiliki karakter kebangsaan yang
menjunjung nilai – nilai perdamaian dan kesetaraan.
UUD 1945 menjadilandasan hukum dalam melaksanakan
sistem pendidikan nasional, sebagai mana yang tercantum pada
pasal 31 dan 32 bahwa negara memilikitugastanggung jawabuntuk
menyelenggarakan pendidikan nasional yang bertujuan pada
pengembangan pribadi yang berkualitas dan mengakui hak setiap
warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Selain itu, pada
perubahankeempat UUD 1945memberikan penegasan bahwa
pendidikan merupakan hak paling mendasar bagisetiap warga, dan
wajib bagi negara untuk menjamin hak tesebut. Pemerintah juga
mengemban amanat untuk melaksanakan sistem pendidikan yang
merata dan bermutu.
Keseluruhan unsur-unsur penopang terselenggaranyaproses
pendidikan yang saling berkaitanmenjadi satu kesatuan untuk
mencapai cita – cita pendidikan nasional inilah yang disebut sebagai
sistem pendidikan nasional. Penjelasan lebih lanjut tentang sistem
pendidikan nasional Indonesia dijabarkan lebih luas dalam Undang –
Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menguraikan tentang petunjuk teknis pelaksanaan sistem
pendidikan di Indonesia. Undang-undang ini menjadi pentunjuk
teknis tentang penyelenggaraan berbagai aspek dalam pendidikan,
termasuk hak dan kewajiban peserta didik, keikutsertaan masyarakat
dalam pendidikan, lembaga pendidikan, dan lainnya. Selain undang
– undangtersebut, terdapat juga peraturana pemerintah, keputusan
presiden, dan peraturan-peraturan lainnya yang lebih rinci mengenai
implementasi kebijakan pendidikan di tingkat praktis. Peraturan ini
mencakup regulasi terkait kurikulum, standar nasional pendidikan,
akreditasi, dan sebagainya.
c. Penyelenggaraan Pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Petunjuk teknis dalam pelaksanaan sistem pendidikan
nasional di Indonesia menurut undang-undang melibatkan beberapa
aspek penting yang dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 20
tahun 2003.Dalam Undang – undangtersebut menekankan perlunya
tata cara dalam mengatur pendidikan nasional, sehingga mampu
memberikan jaminan kesetaraan, kesempatan pendidikan,
peningkatan kualitas, kesesuaian isi dalam kurikulum, dan efisiensi
dalam pengelolaan pendidikan untuk menjawab tantangan mobilitas
masyarakat lokal, nasional, dan internasional. Beberapa poin penting
mengenai penyelenggaraan sistem pendidikan nasional menurut
undang – undang tersebut antara lain:
1) Standardisasi: Undang-undang menekankan perlunyatarget
pencapaian nasionalsebagai landasan untuk mengembangkan
kurikulum, peningkatan kualitas tenaga kependidikan, fasilitas,
pengelolaan, dan pembiayaan.
2) Tanggung Jawab: Manajemen dalam sistem pendidikan nasional
menjadi tanggung jawab pemerintah, juga dalam menetapkan
kebijakan dan standar nasional pendidikan.
3) Pendanaan: Alokasi dana pendidikan diatur lebih jauh lagi
dengan berbagai peraturan pemerintah.
4) Prinsip: Undang – undang pendidikan nasional didasarkan pada
prinsip nilaimoralPancasila dan UUD 1945, yang bersumber
pada budaya nasional, dan responsif terhadap dinamika
perubahan zaman.
5) Peserta: Sistem pendidikan nasional melibatkan peserta seperti
peserta didik, tenaga kependidikan, dan pendidik.
6) Penjaminan Mutu: Upaya peningkatan mutu pendidikan
dilakukan melalui akreditasi satuan pendidikan dan sertifikasi
guru.
7) Jaminan Pendanaan: Pemerintah pusat dan daerah memiliki
tanggung jawab menjamin ketersediaanalokasi biaya pendidikan
bagi warga negara yang termasuk dalam program wajib belajar 9
tahun.
Undang-undang tersebut juga menekankan perlunya
pembaruan pendidikan yang terencana, terarah, dan berkelanjutan
untuk mengatasi tantangan perubahan zaman. Penting untuk
diketahui bahwa penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
melibatkan berbagai kebijakan dan standar untuk menjamin kualitas,
relevansi, dan efisiensi pendidikan di Indonesia.
2. Kedudukan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
a. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam konteks Islam, istilah pendidikan sering dikenal
dengan sebutan al-ta'lim, al-ta’dib dan at-tarbiyah. Dari ketiga
ungkapan tersebut, istilah yang paling sering digunakan dalam
menjelaskankata pendidikan menurut Islam adalah at-tarbiyah.
Sementara itu, istilah al-ta’dib dan al-ta'lim jarang digunakan.
Padahal kedua istilah ini sudah digunakan sejak awal tumbuhnya
pendidikan Islam.Pendidikan Islam merupakan suatu proses yang
bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk menjalankan peran,
menanamkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang sesuai
dengan ikhtiar manusia untuk beramal shaleh di dunia dan di
akhirat.125
Pendidikan Islam di Indonesia telah ada jauh sebelum
Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka, bahkan sebelum
kedatangan orang-orang Eropa menapakkan kakinya ke nusantara.
125
Iswantir, PENDIDIKAN ISLAM Sejarah, Peran dan Kontribusi dalam Sistem Pendidikan
Nasional (Bandar Lampung: AURA (CV. Anugrah Utama Raharja), 2019), hlm, 6.
Akan tetapi jenis pendidikan yang berkembang masih bersifat
tradisional dan terfokus hanya kepada pendalaman ilmu tauhid dan
keyakinan beragama, akibatnya hal semacam ini menjadi tantangan
dan hambatan terutama bagi orang-orang Eropa yang mulai tertarik
ingin menguasai sumber daya yang berlimpah di bumi nusantara.
Pada akhirnya, demi mencapai tujuan politik dan ekonomi
pemerintah Hindia-Belanda mulai menciptakan dualisme dalam
sistem pendidikan masyarakat di nusantara yang membiarkan
pendidikan Islam tetap bergerak sesuai hakikatnyaserta secara
tradisional didominasi oleh rakyat pribumi. Sementara disisi lain,
pemerintahan kolonial mengembangkan sistem pendidikan ala
Belanda yang dikembangkan menjadi pusat pelatihan dan pengajaran
kelompok bangsawan yang memiliki hubungan dan kedekatan
dengan pemerintah kolonial Belanda.126
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan Islam di Indonesia
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awalnya,
proses pendidikan Islam dilakukan secara informal, dengan sistem
pengajaran tradisional dengan kurikulum pendidikan yang tidak
tertulis. Proses belajar mengajar juga masih berada disekitar tempat
ibadah seperti masjid, mushalla, dan rumah guru mengaji (ulama).127
Seiring berkembangnya zaman, pendidikan Islam juga ikut
mengalami perubahan dan penyesuaian. Selain untuk membentuk
insan yang beriman dan bertaqwa serta memiliki akhlakul karimah,
pendidikan Islam juga berusaha mempersiapkan generasi-generasi
muda Islam yang berkarakter, memiliki ilmu pengetahuan dan
wawasan yang luas, memiliki keterampilan profesional sehingga
dapat mendorong kemajuan peradaban Islam yang tetap berpegangan
126
Mukti Ali Hasan, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
2003).
127
Faisal Mubarak, “PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
INDONESIA,” Jurnal Ta’lim Muta’allim 4, no. 8 (20 Agustus 2015): hlm 226,
https://doi.org/10.18592/tm.v4i8.513.
pada sumber Al Qur’an dan Hadits.128 Sejalan dengan perkembangan
pendidikan Islam, maka mulai pula berdiri lembaga-lembaga
pendidikan yang memiliki jangkauan lebih luas ditengah masyarakat.
Berdasarkan tinjauan historis terdapat beberapa lembaga
pendidikan Islam tradisional yang berkembang dimasyarakat
sebelum kemunculan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
modern. Syamsul Nizar dalam buku sejarah pendidikan Islam
menyebutkan bahwa telah terdapat beberapa institusi pendidikan
Islam tradisional diberbagai daerah di Indonesia. Di daerah
Minangkabau terdapat surau sebagai tempat untuk mempelajari
pendidikan Islam. Di Aceh terdapat Meunasah (madrasah) yaitu
sebuah bangunan yang hampir dapat ditemukan disetiap kampong
dan fungsinya sama yaitu sebagai tempat untuk belajar tentang
pendidikan Islam, mulai dari belajar membaca Al-Qur’an, sampai
dengan kegiatan pengajian. Di daerah Jawa berkembang pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam.129
b. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Keberadaan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
nasional memiliki tempat berbeda dengan pendidikan umum lainnya.
Pemerintah meletakkan pendidikan Islam dibawah naungan
Kementerian Agama, lain hal dengan pendidikan umum yang
ditempatkan langsung dibawah naungan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Dalam pelaksanaan sistem pendidikannya,
ketentuan dalam pendidikan Islam juga ditentukan oleh peraturan
dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama.
Terjadinya pemisahan dalam sistem pendidikan ini bukanlah karena
suatu kebetulan dan baru terjadi saat ini, melainkan sudah
berlangsung sejak masa awal kemerdekaan. Setelah Indonesia
128
Maudy Talia, Nyayu Khodijah, dan Ermis Suryana, “SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA,” Jurnal Program Studi PGMI Volume 9 (Maret 2022): hlm 58.
129
Mubarak, “PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA,”
hlm 226-227.
merdeka, beberapa tokoh pendidikan yangsempat mengenyam
pendidikan bergaya Eropa atau Belanda, lebih mengedepankan pola
pengajaran yang meniru gaya pendidikan Barat, yang secara teoritis
dan praktisnya berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Inilah yang
menjadi titik awal terjadinya pemisahan pendidikan Islam yang
direspresentasikan sebagai pendidikan tradisional sedangkan
pendidikan modern (barat) direpresentasikan sebagai pendidikan
nasional.
Pada awal tahun 1946, pemerintah membentuk lembaga
pemerintahan departemen khsusus mengurusi bidang keagaamaan
yang pada awalnya diperuntukkan untuk mengurusi umat Islam.
Kepentingan dan kebutuhan umat Islam terutama dalam hal
pendidikan juga menjadi bagian dari program kerja lembaga
Departemen Agama (Depag).130 Selain itu, Pemerintah Indonesia
telah mengeluarkan regulasi terkait sistem pendidikan Islam setelah
era kemerdekaan melalui undang – undang dan peraturan pemerintah
Keberadaan pendidikan Islam dijelaskan lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah, yang dijabarkan melalui kurikulum
pendidikan agama Islam.Kurikulum dalam sistem pendidikan Islam
ditetapkan melalui surat keputusan Menteri Agama, yang mana
setiap lembaga pendidikan yang diwajibkan untuk mengikutinya dan
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kepentingan yang ada
dalam lembaga pendidikan Islam itu sendiri.131 Selain itu, sistem
pendidikan nasional juga memberikan dukungan untuk tumbuh dan
berkembangnya pendidikan agama Islam baik dari segi muatan
kurikulum pendidikan maupun lembaga pendidikan keagamaan
sebagai satuan pendidikan. Perkembangan kebijakan pendidikan
Islam di Indonesia juga menunjukkan prioritas utama dalam
masyarakat Muslim, dengan adopsi dan transfer lembaga keagamaan
130
Mubarak, hlm 232-233.
131
Zulkifli.
dan sosial ke dalam lembaga pendidikan Islam. Pendidikan Islam
sendiri didefinisikan sebagai pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam.132 Dengan demikian, regulasi dan
peraturan terkait pendidikan Islam di Indonesia telah memberikan
landasan hukum yang kuat untuk pengembangan pendidikan Islam
di perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan lainnya.
3. Peran Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan Islam memiliki peran yang cukup penting dalam
sistem pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan Islam berada pada
posisi yang sentral dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia.
Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun
2003, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk
mengasah kemampuan, membentuk karakter dalammembangun
peradabanbangsa yang bermartabat. Selain itu, pendidikan Islam juga
berperan dalam menentukan tujuan pendidikan nasional, agar peserta
didik dapat menjadi manusia yang beriman, bertakwa, memiliki akhlak
budi pekerti, sehat, memiliki ilmu pengetahuan, tanggap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab pada dirinya, maupun orang lain yang ada disekitarnya.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya dalam Kurikulum pendidikan
nasional juga wajib menambahkanmuatan Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan serta Bahasa, yang merupakan simbol
terlaksananya target pencapaian pendidikan nasional yang berusaha
mewujudkan generasi Indonesia yang religius/beragama, toleran dan mau
menghargai identitas nasional dengan menggunakan bahasa
nasionalnya.133
132
“Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan
Islam” (Kementerian Agama Republik Indonesia, Juni 2014).
133
Samrin Samrin, “Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia,” Al-Ta'dib 8, no. 1 (Juni 2015): 101–16.
Dengan mengintegrasikan pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional, maka upaya untuk membangun karakter dan
peradaban bangsa yang lebih bermartabat, serta dalam menyiapkan
generasi yang memiliki etika, moral, dan perilaku yang baik dapat
terwujud. Oleh karena itu, pendidikan Islam memiliki kontribusi yang
signifikan dalam membentuk karakter dan identitas bangsa Indonesia.
C. Kesimpulan
Hasan, Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 2003.
Nurhayani
A. Pendahuluan
Pada saat ini, di mana globalisasi menjadi suatu hal yang tidak dapat
dihindari. Namun, kita berada dalam periode peralihan atau perkembangan
zaman. Dalam menghadapi masa ini, strategi atau taktik yang bijaksana
diperlukan untuk memilih hal-hal yang akan memberikan manfaat dan
keberlanjutan bersama-sama. Zaman modern, terutama di kota-kota besar
atau metropolitan, mengungkapkan pandangan bahwa lembaga formal
pendidikan mungkin mengalami masalah dan ketidakberesan. Meskipun
dalam aspek keilmuan non-agama mungkin unggul, penulis mengkritik
bahwa nilai spiritual yang ada mungkin tidak sesuai atau tidak pantas,
terutama jika seseorang mengidentifikasi diri sebagai seorang Muslim.
Kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam memilih antara aspek-
aspek kehidupan modern yang berkembang pesat dan mempertahankan nilai-
nilai spiritual atau agama, perlunya pemikiran strategis dalam membuat
pilihan untuk kebaikan bersama, dengan menghadapi kenyataan bahwa tidak
semua aspek zaman modern mungkin sesuai dengan pedoman yang diyakini.
Pendidikan Islam dilihat dari suatu proses yang bertujuan untuk
membimbing setiap individu dan umat manusia pada umumnya, serta umat
Islam secara khusus, menuju pencapaian suatu target dan realisasi tujuan
utama. Tujuan tersebut adalah usaha agar selalu dalam ketaatan kepada Allah
SWT. Sifat-sifat seperti membangkang dan sombong dianggap sebagai
karakteristik manusia yang tidak memiliki dasar pendidikan yang kokoh.
Pendidikan Islam dilihat sebagai fondasi yang dapat membentuk perilaku dan
karakter seseorang agar sesuai dengan ajaran agama.
Konsep fitrah, yaitu potensi bawaan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia sejak lahir. Namun, untuk mengarahkan potensi ini, dibutuhkan
pendidikan serta bimbingan yang harus dilakukan kedua orang tua sebab
mereka merupakan guru atau pendidik awal bagi anak mereka. Dengan
demikian, pentingnya peran pendidikan Islam dalam membentuk karakter dan
perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam sejak dini.
Pendidikan Islam berpijakpada dua landasan yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang banyakdijadikan acuan untukmelatihindividu menjadi
orangberiman yang berakhlak mulia dan berperadabancerdas melalui
pendidikan. Puncak prestasi pendidikan ditujukanuntukmembentuk
masyarakat yang layak, sehingga setiap individu dapat menjalaniperalihan
dari kebodohan menuju pengetahuan, dari kebiasaan buruk
menujubudipekerti yang baik.
Transformasi pribadi akibat paparan pendidikan juga
merupakanbagiandari konsep pendidikan secara umum. Sebagaimana
dikatakan Marbun, hasil pengajaran dan pelatihan yangberupa pendidikan
adalah perubahan sikap dan perilaku atau sekelompok orang
dengantujuanuntuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.135Dalam hal ini pendidikan berlangsungsecara sadar untuk
mengembangkan potensi peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar.136
Pendidikan Islam dalam keberlangsungan hidup manusia dan
menekankan perlunya suatu sistem untuk mencapai tujuan tersebut.
Pendidikan Islam dianggap sebagai suatu aspek yang sangat penting untuk
menjaga keberlangsungan hidup manusia, dengan mengacu pada nilai-nilai
dan ajaran Islam. Pentingnya sistem ini mencerminkan kebutuhan suatu
kerangka kerja atau struktur yang terorganisir untuk memastikan bahwa
pendidikan Islam dapat berfungsi dengan efektif dan mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan. Sistem ini dapat mencakup segala aspek mulai dari
kurikulum, metode pengajaran, hingga evaluasi hasil pendidikan. Standar
dianggap sebagai panduan atau acuan yang dapat membantu mengukur
kualitas dan keberhasilan institusi pendidikan Islam. Dengan adanya standar,
135
Stefanis M. Marbun, Psikologi Pendidikan, (Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia,
2018), hlm. 9.
136
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), 1
diharapkan bahwa institusi pendidikan Islam dapat memberikan pendidikan
yang berkualitas dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Standar juga dapat
digunakan sebagai alat evaluasi untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan
Islam tercapai secara konsisten dan sesuai dengan norma-norma yang telah
ditetapkan. Sampaisaat ini sistem pendidikan nasional telah menetapkan
standar-standarpendidikan seperti standar bagi peserta didik, pendidik dan
tenaga kependidikan, penyediaan sarana, prasarana, manajemen, keuangan,
penelitian program pendidikan dan keterampilan lulusan.137
B. Pembahasan
1. Dasar dan Landasan Pendidikan Islam
a. Makna Dasar
Basis adalah dasar untuk mendirikan sesuatu.138Dasar
pendidikan Islam diartikan sebagai landasan atau fondasi yang
menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam
itu sendiri. Konsep dasar pendidikan merujuk pada makna inti atau
pokok suatu kata, frasa, atau kalimat dalam konteks pendidikan Islam.
Makna dasar dijelaskan sebagai inti dari suatu ungkapan, yang
seringkali lebih sederhana dan langsung daripada makna-makna
tambahan yang mungkin terkandung dalam kata atau kalimat tersebut.
Sebagai contoh, dalam kalimat "Dia memberikan buku," makna dasar
kata "memberikan" adalah tindakan memberi, sementara makna dasar
kata "buku" adalah suatu benda yang berisi halaman dan bisa dibaca.
Pentingnya memahami makna dasar dalam komunikasi
diilustrasikan sebagai kunci untuk memahami inti pesan yang ingin
disampaikan oleh penutur. Konsep dasar ini juga menjadi landasan
untuk mengembangkan pemahaman lebih lanjut tentang konteks dan
137
Idam Mustofa, ‘Landasan Pendidikan Islam (Telaah Kebijakan Standar Nasional
Pendidikan)’, Asosiasi Dosen Tarbiyah, 1.2 (2021), 24–33
<http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=2337600&val=22505&title=Landasan Pendidikan Islam>.
138
Umum B Karyanto, ‘Makna Dasar Pendidikan Islam’, Forum Tarbiyyah, 9.2 (2011),
155–68 <https://www.neliti.com/publications/70310/makna-dasar-pendidikan-islam-kajian-
semantik>.
nuansa dalam berbicara atau menulis, sehingga memberikan dasar
yang kokoh untuk pendidikan Islam. Dengan memahami dasar
pendidikan Islam, kita dapat memahami prinsip-prinsip fundamental
yang membentuk landasan dari seluruh sistem pendidikan Islam dan
tujuannya.
Landasan pendidikan Islam adalah prinsip-prinsip ajaran
agama Islam, meliputi nilai-nilai moral, etika, ilmu pengetahuan dan
pengembangan pribadi. Prinsip-prinsip inilah yang menjadi landasan
pendidikan Islam yang ideal. Beberapa prinsip utama dalam
pendidikan Islam meliputi:
1) Tauhid: Tauhid adalah konsep fundamental Islam yang
menekankan keyakinanpada keesaan Tuhan dan taka da serupa
denganitu.139 Pendidikan Islam diharuskan dapat membantu siswa
dalam memahami serta memperkuat iman mereka kepada Rabb-
nya.
2) Moralitas dan Etika: Pendidikan Islam menekankan pentingnya
moralitas, etika, dan integritas dalam perilaku individu. Siswa
diajarkan untuk hidup dengan jujur, adil, dan berperilaku baik
dalam semua aspek kehidupan mereka.
3) Pengetahuan: Islam mendorong pencarian ilmu pengetahuan, baik
yang bersifat agama maupun yang bersifat dunia. Pendidikan
Islam ideal mempromosikan pengetahuan, penelitian, dan
kebijakan sebagai upaya untuk memahami dan menghormati
ciptaan Allah.
4) Toleransi dan Kepedulian Sosial: Islam mendorong toleransi
terhadap perbedaan budaya dan keyakinan, serta mengajarkan
siswa untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. Pendidikan
Islam harus mempromosikan nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan
pemberian kepada sesama.
139
T Taher, Menyegarkan Akidah Tauhid Insan, Seri Akidah (Gema Insani, 2002)
<https://books.google.co.id/books?id=GwSTce314ccC>.
5) Pendidikan Karakter: Pendidikan Islam harus menekankan
pengembangan karakter yang kuat, termasuk sifat-sifat seperti
kejujuran, keikhlasan, ketabahan, dan rasa tanggungjawab.
6) Pengembangan Spiritual: Pendidikan Islam juga harus mencakup
pengembangan aspek spiritual siswa, termasuk ibadah, meditasi,
dan refleksi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
7) Pembentukan Pemimpin: Pendidikan Islam ideal harus mendidik
individu untuk menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana dalam
masyarakat, serta berperan aktif dalam menjaga kesejahteraan
masyarakat.
Pendidikan Islam yang ideal berupaya menyelaraskan
pengetahuan dan nilai-nilai agama dengan pengembangan pribadi dan
kontribusi positif kepada masyarakat. Hal ini menghasilkan individu-
individu yang loyal, berakhlak mulia, dan bersedia memberikan
kontribusi bagi kesejahteraan umat manusia sesuai ajaran Islam.
b. Dasar Ideal Pendidikan Islam
Landasan pendidikan berarti konsep yang melandasi seluruh
kegiatan pendidikan. Oleh karena landasan itu berkaitan dengan
persoalan-persoalan ideal dan mendasar, maka perluadanya landasan
pandangan hidup yang kokoh, menyeluruh dan tidak mudah berubah.
Sebab, hal tersebut diyakini merupakanfakta yang telah teruji oleh
sejarah.140
Dasar ideal pendidikan Islam yaitu bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits. Kedua dasar ini menjadi pondasi utama pendidikan Islam
dan diterjemahkan dalam pemahaman ulama melalui dua metode
utama, yaitu ijtihad dan qiyas.
1) Al-Qur’an
Al-Qur'an dianggap sebagai anugerah Allah kepada umat
Islam, sebuah kitab suci yang diakui sebagai sumber petunjuk
yang lengkap. Al-Qur'an dipercayai mencakup segala aspek
140
Mahyuddin Barni’, ‘Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam’, Al-Banjari, 7.I (2008).
kehidupan dan bersifat universal, menjadikannya sumber utama
dan pokok dalam pendidikan Islam. Filosofi hidup umat Islam
didasarkan pada ajaran Al-Qur'an, yang menjadi dasar dari sistem
pendidikan mereka.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik
pertama dalam Islam dianggap sebagai utusan Allah yang
memiliki misi menyampaikan ajaran Al-Qur'an kepada umatnya.
Dengan demikian, pengajaran dan penyebaran nilai-nilai Islam
menjadi tanggung jawab Nabi Muhammad sebagai figur
pendidikan utama dalam sejarah Islam. Pentingnya Al-Qur'an dan
peran utama Nabi Muhammad dalam membentuk dasar
pendidikan umat Islam sebagai sumber pokok pendidikan Islam
ditegaskan oleh firman Allah dalam surat An-Nahl yang berbunyi:
َو َم ٓا َاْنَز ْلَنا َع َلْيَك اْلِكٰت َب ِااَّل ِلُتَبِّيَن َلُهُم اَّلِذ ى اْخ َتَلُفْو ا ِفْيِۙه َو ُهًدى َّوَر ْح َم ًة ِّلَقْو ٍم ُّيْؤ ِم ُنْو َن
141
Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), hlm. 98.
Dengan demikian, "ijtihad" menjadi suatu kebutuhan
mendesak dalam menjawab tantangan dan dinamika yang muncul
seiring dengan penyebaran Islam ke berbagai wilayah,
memungkinkan umat Islam untuk menetapkan aturan yang
relevan dengan konteks sosial dan lingkungan baru yang
dihadapi.Sementara itu, fuqaha’ menjelaskan ijtihad sebagai
upaya untuk merefleksikan pemanfaatan seluruh ilmu
pengetahuan yang dimiliki hukum Islam pada bidang-bidang yang
hukumnya belum ditegaskan oleh Al-Qur’an dan Hadits.142
Tidak hanya terbatas pada aspek-aspek hukum Islam,
tetapi "ijtihad"juga mencakup seluruh ajaran Islam, termasuk
pendidikan. Ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Al-
Sunnah bersifat prinsip-prinsip pokok, sehingga "ijtihad" menjadi
penting untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut dalam
konteks konkret, termasuk dalam pembangunan teori pendidikan
Islam.
Pentingnya "ijtihad" dalam bidang pendidikan terletak
pada fakta bahwa ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an
dan Al-Sunnah umumnya hanya menyajikan prinsip-prinsip
pokok. Seiring dengan perubahan situasi dan kondisi sosial yang
terus berkembang, "ijtihad" menjadi alat yang sangat diperlukan
untuk merinci dan menjelaskan prinsip-prinsip tersebut agar dapat
diaplikasikan secara relevan dan kontekstual.
Sejak turunnya ajaran Islam kepada Nabi Muhammad
SAW hingga saat ini, "ijtihad" terus digunakan sebagai respon
terhadap perubahan dalam masyarakat. Dalam konteks
pendidikan, "ijtihad" menjadi penting untuk melengkapi dan
merealisasikan ajaran Islam, terutama menghadapi tantangan
142
Ahmad Riyadi, ‘Dasar-Dasar Ideal Dan Operasional Dalam Pendidikan Islam’,
Dinamika Ilmu, 11.2 (2011), 1–10 <http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/dasar-dasar-tujuan-
pendidikan-islam.html.>.
globalisasi yang dapat membawa pengaruh yang belum tentu
sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
Pentingnya "ijtihad" dalam merumuskan teori pendidikan
Islam juga dijelaskan sebagai upaya untuk menjaga pendidikan
Islam agar tidak terjebak dalam ideologi atau pemikiran asing,
terutama orientalis dan sekularis. Kesungguhan para mujtahid
(ahli ijtihad) dihargai sebagai upaya sungguh-sungguh dalam
menjalankan "ijtihad" untuk menjaga keautentikan dan relevansi
ajaran Islam dalam konteks pendidikan.
c. Dasar Operasional Pendidikan Islam
Landasan operasional adalahlandasan yang dianggaprealitas
sebagai landasanideal.143 Dasar perasional pendidikan Islam
disebutkan sebagai berikut:
1) Dasar Historis: Hal ini berkaitan dengan kesiapan para pendidik
melalui pengalamannya di masa lampau, termasuk tradisi,
peraturan, undang-undang, serta ketetapan-ketetapan yang telah
ada. Pengalaman sejarah menjadi landasan untuk merancang
pendidikan Islam yang relevan dengan konteks waktu dan tempat.
2) Dasar Sosial: Hal ini mencakup susunankebudayaan di
lingkungan pendidikan Islam beroperasi. Pendidikan harus
mempertimbangkan budaya lokal, memilih elemen-elemen yang
relevan, dan mengembangkannya agar sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
3) Dasar Ekonomi: Dasar ekonomi dalam pendidikan Islam
melibatkan pemahaman tentang bagaimana aspek-aspek keuangan
dan materi dapat dikelola dan diatur agar sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam. Termasuk dalam hal ini adalah cara pendanaan
pendidikan, pengelolaan sumber daya keuangan, dan tanggung
jawab terhadap pengeluaran.
143
Riyadi.
4) Dasar Politik dan Administrasi: Hal ini mencakup pemahaman
dasar yang digunakan sebagai landasan agar sampai kepada
rencana serta tujuan pendidikan Islam. Ini juga melibatkan
kerangka politik dan administratif yang mendukung pelaksanaan
pendidikan Islam.
5) Dasar Psikologis: Dalam pendidikan Islam dasar ini mencakup
pemahaman terhadap aspek-aspek psikologis individu, baik
peserta didik maupun pendidik. Ini termasuk analisis karakter,
kebutuhan emosional, dan cara individu belajar dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Pemahaman psikologis ini membantu
merancang metode pengajaran yang efektif dan sesuai dengan
kebutuhan psikologis peserta didik.
6) Dasar Filosofis: Dasar filosofis mencakup prinsip-prinsip filosofis
yang menjadi dasar atau landasan pemikiran di balik sistem
pendidikan Islam. Filosofi pendidikan Islam mencakup nilai-nilai,
tujuan, dan pandangan dunia yang melandasi seluruh kerangka
kerja pendidikan. Filosofi ini memberikan arah dan maksud yang
lebih mendalam kepada aspek-aspek operasional lainnya dalam
konteks pendidikan. Pemahaman filsafat sebagai landasan
pendidikan memerlukan pemahaman pendidikanyang mendalam,
sistematis, logis dan komprehensif, tidak hanya berlandaskan
pada pedagogi Islam tetapi juga denganmemperhatikan ilmu-ilmu
lain yang terkait.144 Filosofis Pendidikan Islam mencakup
pemahaman mendalam tentang nilai-nilai, norma-norma, dan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam. Hal ini
bertujuan untuk membina manusia menjadi hamba Allah yang
memiliki kepribadian yang mencerminkan ajaran Islam.
Pemahaman ini melibatkan pengaplikasian nilai-nilai Islam dalam
proses pembinaan manusia, membahas mengapa manusia perlu
dibina menuju kedewasaan spiritual dan moral yang sesuai
144
Riyadi.
dengan ajaran Islam. Filosofis Pendidikan Islam membahas pula
tentang metode, pendekatan, dan nilai-nilai yang dapat
membimbing individu menuju tujuan kependidikan yang
diinginkan sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai landasan
pemikiran, filosofis pendidikan Islam menggambarkan pandangan
Islam tentang esensi dan tujuan pendidikan, serta memberikan
arah dan kerangka kerja bagi proses pendidikan. Dengan
demikian, filosofis pendidikan Islam menjadi panduan untuk
mencapai cita-cita pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, filosofis pendidikan Islam
harus beroperasi dalam tiga dimensi, yaitu:
a) Memberikan Landasan dan Mengarahkan Proses Pendidikan
Filsafat Pendidikan konsep Islam memiliki peran
penting dalam memberikan landasan teoritis dan moral untuk
proses pelaksanaan pendidikan. Ini mencakup pemahaman
yang mendalam tentang prinsip-prinsip ajaran Islam dan
bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat diaplikasikan dalam
konteks pendidikan. Selain itu, filsafat juga harus
memunculkan arahan praktis tentang bagaimana menerapkan
ajaran Islam dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
b) Melakukan Kritik dan Koreksi Terhadap Proses Pendidikan
Filsafat Pendidikan Islam juga memiliki peran kritis
dalam mengevaluasi proses pendidikan yang berjalan. Ini
mencakup kritik terhadap potensi ketidaksesuaian antara
pelaksanaan pendidikan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Filsafat ini harus mampu memberikan koreksi konstruktif dan
saran perbaikan agar pendidikan dapat lebih konsisten dengan
nilai-nilai Islam.
c) Melakukan Evaluasi Terhadap Metode dan Proses
Pendidikan
Evaluasi terhadap metode dan proses pendidikan
merupakan dimensi lain dari tugas Filsafat Pendidikan Islam.
Ini melibatkan peninjauan terhadap efektivitas metode yang
dimuat pada proses pembelajaran dan pengajaran, serta
sejauh mana metode tersebut sesuai dengan tujuan dan
prinsip-prinsip Islam. Evaluasi ini dapat membantu
meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.145
Keenam dasar operasional tersebut saling melengkapi dan
bekerja bersama untuk membentuk kerangka kerja yang terintegrasi
dalam pendidikan Islam. Dengan kata lain, setiap dasar operasional
memiliki peran dan kontribusi masing-masing, dan saat mereka
bekerja bersama, menciptakan suatu kesatuan yang seimbang dan
terkoordinasi.
d. Landasan Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dan dalam konteks ini, merupakan faktorpembeda
dari manusia dan makhluk hidup lain. Meskipun hewan juga dapat
"belajar", namun belajar pada manusia melibatkan suatu rangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk mencapai pendewasaan menuju
kehidupan yang lebih bermakna.
Proses belajar pada manusia tidak hanya ditentukan oleh
instinktual seperti pada hewan, melainkan merupakan serangkaian
kegiatan yang membentuk individu untuk menghadapi kehidupan
dengan pemahaman yang lebih luas. Anak-anak awalnya menerima
pendidikan dari orang tua mereka, dan ketika mereka tumbuh dewasa
serta memiliki keluarga sendiri, mereka menjadi pendidik bagi anak-
anak mereka. Ini mencerminkan peran penting orang tua dalam
membentuk dasar pendidikan anak-anak dan bagaimana pendidikan
tersebut dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
145
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), xii
Selain dari lingkungan keluarga, proses pendidikan juga terjadi
di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi. Di sana, para siswa dan
mahasiswa menerima pengajaran dari guru dan dosen untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Guru serta
dosen berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang membimbing
dan mendukung perkembangan intelektual dan sosial siswa.
Konsep ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya
merupakan suatu proses yang terjadi pada tahap-tahap tertentu dalam
kehidupan, tetapi merupakan suatu kontinum yang melibatkan peran
berbagai pihak, mulai dari keluarga hingga institusi pendidikan
formal. Selain itu, pendidikan juga dipandang sebagai upaya untuk
mentransfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Pendidikan, dalam pandangan ini, bukan hanya menjadi proses
transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan fondasi untuk
pembentukan karakter, nilai-nilai, juga keterampilan yang
dibutuhkandalam menghadapi tantangan kehidupan. Oleh sebab itu,
pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk individu
serta mempersiapkan mereka untuk peran yang lebih luas dalam
masyarakat.
Landasan pendidikan merupakan seperangkat asumsi yang
dijadikan titik tolak dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam
konteks pendidikan, terdapat momen studi pendidikan dan momen
praktik pendidikan. Pemahaman terhadap landasan pendidikan dan
ketepatan wawasan akan memberikan peluang yang luas dalam
pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat.
Terdapat dua jenis landasan, yaitu landasan yang bersifat
material dan landasan konseptual. Landasan material melibatkan unsur
fisik seperti landasan pesawat terbang dan pondasi bangunan.
Sementara itu, landasan konseptual melibatkan dasar-dasar pemikiran
atau ideologi, seperti dasar negara Indonesia, terutama Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.146
Pentingnya pemahaman terhadap landasan pendidikan, baik
yang bersifat material maupun konseptual, adalah untuk memberikan
dasar yang kokoh dan sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, landasan pendidikan
menjadi panduan dalam mengambil keputusan dan menjalankan
tindakan yang mendukung tujuan dan nilai-nilai yang diinginkan
dalam dunia pendidikan. Landasan tersebut meliputi:
1) Landasan Hukum
Landasan hukum dalam pendidikan mengacu pada
peraturan-peraturan dan aturan hukum yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan kegiatan pendidikan. Dalam konteks ini, kata
"landasan" menunjukkan bahwa aturan hukum tersebut menjadi
dasar atau titik tolak dalam menjalankan kegiatan pendidikan.
Aturan hukum yang telah disahkan oleh pemerintah memberikan
kerangka kerja yang harus diikuti oleh lembaga-lembaga
pendidikan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat mengakibatkan
hukuman setara dengan hukum yang ditetapkan.
2) Landasan Filsafat
Landasan filsafat dalam pendidikan memberikan dasar
pemikiran yang mendasari pendekatan dan praktik pendidikan di
berbagai tingkatan. Misalnya, aliran Idealisme menekankan pada
nilai-nilai kebenaran dan keindahan sebagai fokus utama
pendidikan. Realisme menitikberatkan pada pengalaman empiris
dan pengetahuan faktual. Pragmatisme menekankan pada
relevansi dan kegunaan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Ekstensialisme menitikberatkan pada pengembangan individu
sebagai individu yang bebas dan bertanggung jawab. Post
146
Pendidikan Islam, Pendidikan Islam, 1972
<https://idr.uin-antasari.ac.id/19510/1/landasan pendidikan islam.pdf>.
Modernisme menantang pandangan-pandangan yang mapan dan
membuka ruang untuk keragaman dan pluralitas dalam
pendidikan. Pancasila, sebagai dasar filsafat negara Indonesia,
memberikan landasan yang mencakup nilai-nilai Indonesia seperti
gotong royong, keadilan, dan demokrasi.
3) Landasan Sejarah
Sejarah merupakan keadaan zamandulumeliputi macaman
peristiwa atau kegiatan yang mungkin didasarkan pada konsep
tertentu.147Sejarah Pendidikan di Indonesia telah ada sejak dahulu
kala, dimana pengaruh agama Hindu dan Buddha memainkan
peran penting. Pada masa tersebut, sistem pendidikan terbentuk
dan berkembang sejalan dengan nilai-nilai dan ajaran agama
Hindu-Buddha.Kemudian, seiring berjalannya waktu, Indonesia
dipengaruhi oleh Islam, dan agama ini pun ikut membentuk dan
memengaruhi sistem pendidikan di wilayah ini. Pendidikan pada
masa itu mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Islam.Selanjutnya, ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945,
sejarah pendidikan di Indonesia terus berkembang. Pendidikan di
Indonesia pada masa kemerdekaan mencakup upaya untuk
membangun sistem pendidikan yang sesuai dengan cita-cita dan
kebutuhan negara yang baru merdeka.
Dengan demikian, sejarah pendidikan di Indonesia
mencerminkan perjalanan panjang yang melibatkan berbagai
periode, pengaruh agama, dan perubahan sosial dan politik dalam
membentuk sistem pendidikan di Indonesia.
4) Landasan Sosial Budaya
Landasan sosial budaya merujuk pada aspek hubungan
sesama individu, sesama masyarakat, serta hubungan individu
147
Putu Sanjaya, ‘Pentingnya Moralitas Sebagai Landasan Dalam Pendidikan’,
Widyacarya: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya, 3.1 (2019), 42–49
<file:///C:/Users/ASUS/Downloads/209-410-1-SM.pdf>.
dengan lingkungannya. Sosial menggambarkan interaksi sosial
yang merupakan bagian alami dari kehidupan manusia sejak lahir.
Penting untuk memahami bahwa tidak dapatmemisahkan
pendidikan dari lingkup sosial dan budaya di mana individu dan
masyarakat berada. Hal ini menekankan perlunya pengakuan
terhadap keberagaman budaya dalam merancang,
mengimplementasikan, dan menilai sistem pendidikan. Sosial dan
budaya memberikan landasan yang kuat untuk memahami dan
membentuk pengalaman pendidikan individu dan kelompok
dalam masyarakat.
5) Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu mentalmerupakan ilmu yang dipelajari
padanya masalah kejiwaan manusia dari gejala-gejala sikap yang
ditelitinya.148Jiwa sendiri merupakan ruh yang berada dalam
keadaan terkendali secarafisik, yang mampu dipengaruhi
lingkungan alam. Oleh karena itu, spiritualitas bisa dianggap
sebagai dasar dan pengendali kehidupan manusia, dia
bersemayam dan ada pada diri manusia.
6) Landasan Ekonomi
Di era post-modern (globalisasi) saat ini, dimana
kebanyakan masyarakat lebih condong pada hal
materialistisdibandingkan mental, ilmu ekonomi memiliki
perhatian besar.Sangat sedikit manusia yang menganggap serius
perbaikan mental. Kebanyakan dari mereka ingin hidup nyaman
secara materi. Seperti yang Anda ketahui, pendanaan sangat
terbatas dalam pendidikan di Indonesia. Dari itu, lembaga
pendidikan wajib meningkatkan pendanaannya.
C. Kesimpulan
Dasar yang menjadi landasan dalam pendidikan Islam mencakup dasar
ideal, dasar operasional, dan landasan pendidikan pada umumnya. Dasar Ideal
148
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 50.
Pendidikan Islam yaitu landasan atau fundamen dari seluruh kegiatan
pendidikan Islam.Dasar ideal pendidikan Islam sumbernya adalah Al-Qur'an
dan Hadits.Pengembangan dari dua dasar tersebut dilakukan melalui
pemikiran para ulama, baik itu berbentuk ijtihad maupun qiyas.
Dasar Operasional Pendidikan Islamadalah dasar yang terbentuk
sebagai aktualitas dari dasar ideal.Dasar operasional pendidikan Islam
mencakup dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik dan
administrasi, dasar psikologis, dan dasar filosofis.
Landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang menjadiukuran
dalam pendidikan.Pendidikan melibatkan momen studi dan momen praktik,
dan landasan pendidikan menjadi kajian penting dalam dunia
pendidikan.Landasan pendidikan mencakup berbagai aspek seperti hukum,
filosofi, sejarah, sosial budaya, psikologi, dan ekonomi.
Pendidikan Islam memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Al-Qur'an
dan Hadits, yang kemudian dijabarkan dan dijabarkan dalam bentuk
pemahaman ulama. Dasar ini kemudian dioperasionalisasikan dalam berbagai
aspek seperti sejarah, sosial, ekonomi, dan lainnya. Landasan pendidikan
yang komprehensif mencerminkan pentingnya memahami berbagai dimensi
dan aspek dalam upaya memberikan pendidikan yang holistik.
Daftar Pustaka
BAB X
ANALISIS FILOSOFIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Pija Napitupulu
A. Pendahuluan
Pendidikan Islam, seperti halnya pendidikan pada umumnya, berupaya
membentuk karakter manusia dan harus melalui berbagai proses jangka panjang
yang hasilnya mungkin tidak dapat diketahui secara langsung.Dengan demikian,
dalam proses pembentukan upaya perlu adanya pembentukan.
Dalam pengertian ini, tujuan pendidikan merupakan perhatian utama
pendidikan dan bahkan landasan pemikiran dibalik segala pemikiran pedagogi
bahkan filosofis, menurut Sikun Pribadi yang dikutip oleh Achmadi. Oleh karena
itu, sebelum memulai kegiatan pendidikan apa pun, penting untuk menguraikan
tujuan pengajaran selengkap mungkin1
Tujuan dari sistem pendidikan sangat penting dalam situasi ini. Beberapa
pekerjaan penting ini nampaknya bermanfaat dalam beberapa hal, seperti: Tujuan
berfungsi sebagai peta jalan untuk mengatur kegiatan pendidikan, mengatur
tahapan pengajaran, dan menentukan tingkat keberhasilan akademik.
Sebenarnya, karena tujuan pendidikan pada dasarnya adalah cita-cita yang ingin
dicapai dan diinternalisasikan oleh peserta didik, Achmadi berpendapat bahwa
tujuan dapat menjadi penggerak kegiatan pendidikan.2
Pengaruh utama terhadap tujuan pendidikan adalah paradigma, sudut
pandang, pandangan dunia, dan falsafah hidup yang dianut oleh individu,
lembaga pendidikan, bahkan lembaga publik dimana lembaga pendidikan
tersebut berada.
Berdasarkan penjelasan diatas, artikel tersebut dari tujuan untuk
membuat pertanyaan pembahasan tujuan pendidikan Islam dilihat melalui lensa
filosofis.
B. Pembahasan
1. Pengertian tujuan pendidikan Islam
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha
atau kegiatan selesai. Pendidikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang
berproses melalui beberapa suatu benda yang berbentuk tetap dan statis,
melainkan suatu keseluruhan dan kepribadian seseorang berkenaan dengan
seluruh aspek kepribadiannya.149
Sebagaimana dikemukakan oleh Abuddin Nata, Hasan Langgulung
berpendapat bahwa tujuan pendidikan agama harus mengakomodasi tiga
fungsi pokok agama: fungsi sosial, yaitu berkaitan dengan hukum-hukum
yang mempersatukan masyarakat dengan komunitas lain dan manusia,
fungsi psikologis, yaitu berkaitan dengan perilaku individu dan nilai-nilai
moral, serta fungsi spiritual, yaitu berkaitan dengan akidah dan keimanan.
Para ahli berpendapat, setidaknya terdapat ciri-ciri berikut dari
berbagai penjelasan tentang tujuan pendidikan Islam:
a. Sedapat mungkin membimbing manusia untuk menjadi khalifah Tuhan
di bumi, yaitu melakukan apa yang diperlukan agar mereka bisa
berkembang dan memelihara bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.
b. memerintahkan umat untuk menunaikan tanggung jawab
kekhalifahannya demi mengagungkan Allah
c. mendorong individu untuk menjunjung tinggi standar moral sehingga
mereka dapat memenuhi kewajiban kekhalifahannya tanpa
disalahgunakan
d. mengembangkan dan menyalurkan potensi tubuh, pikiran, dan jiwanya
sehingga ia memiliki kebijaksanaan, integritas, dan kemampuan yang
diperlukan untuk berhasil menjalankan perannya sebagai khalifah.
Jelas sekali bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk
menciptakan individu-individu yang bermoral tinggi, bertakwa kepada Allah
dan mampu menjalankan perannya sebagai khalifah di dunia.
149
Rahmat, Analisis Kebijakan Pendidikan Agama Islam Indonesia, (Malang: Literasi
Nusantara Abadi), 2019Hlm. 197
2. Tahap-Tahap Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan dibagi menjadi beberapa tingkatan, sebagai berikut:
a. Tujuan Tertingi/Terakhir
Tujuan dinyatakan dalam satu kalimat, “Insan kamil” (manusia
seutuhnya). Tujuannya sejalan dengan akal manusia dan fungsinya
sebagai makhluk ciptaan Allah. Berikut ciri - ciri manusia:
1) Menjadi hamba Allahi, tujuannya konsisten ini dengan alasannya
alasan manusia diciptakan, yaitu untuk mengabdi kepada Allah
semata. manusia diciptakan, yaitu untuk mengabdi kepada Allah
saja. Al Qur'an adalah sumbernya tujuan hidup yang dijadikan
sebagai tujuan akademik. Tujuan hidup yang berfungsi sebagai
tujuan akademik. Ayat dari Allah SWT:
َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِاْل ْنَس ِااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن
Artinya: “Aku menciptakan manusia dan jin dengan tujuan untuk
beribadah kepada-Ku.” (Az-Zariyat, Q.S.: 56)
150
Surya Bakti, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Untuk Pembangunan Negara, Jurnal: Wahana
Inovasi Volume 8 No.1 JAN-JUNI 2019, Hlm. 224-226.
khalifah.Secara umum, memiliki keterampilan dan kualitas yang luar
biasa serta wujud manusia yang sempurna merupakan prasyarat untuk
dapat menjalankan peran manusia di dunia.Salah satu kualitas Talut
untuk naik takhta adalah kekuatan fisiknya yang unggul.
َو َقاَل َلُهۡم َنِبُّيُهۡم ِاَّن َهّٰللا َقۡد َبَع َث َلـُک ۡم َطاُلۡو َت َم ِلًك ا ؕ َقاُلٓۡو ا َاّٰن ى َيُك ۡو ُن َلُه اۡل ُم ۡل ُك َع َلۡي َنا َو َنۡح ُن َاَح ُّق
ِؕباۡل ُم ۡل ِك ِم ۡن ُه َو َلۡم ُيۡؤ َت َسَع ًة ِّم َن اۡل َم اِلؕ َقاَل ِاَّن َهّٰللا اۡص َطٰف ٮُه َع َلۡي ُک ۡم َو َزاَدٗه َبۡس َطًة ِفى اۡل ِع ۡل ِم َو اۡل ِج ۡس ِم
َو ُهّٰللا ُيۡؤ ِتۡى ُم ۡل َکٗه َم ۡن َّيَش ٓاُء ؕ َو ُهّٰللا َو اِس ٌع َع ِلۡي ٌم
Artinya: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya
Allah telah memilih rajamu dan memberinya ilmu yang mendalam dan
tubuh yang perkasa.” Tuhan memberikan pemerintahan kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya.dan Tuhan mempunyai karunia yang sangat
besar dan Dia Maha Mengetahui. (al-Baqarah; [2]: (247)
Para ulama menafsirkan istilah “basthat fi al-jisms” mengacu
pada kekuatan atau pembangunan yang masif.jika kesenangan
merupakan konsep subjektif , maka memainkan peran dan mencapai
kepuasan tidak dapat dijamin hanya dengan kekuatan fisik saja . seorang
Nabi atau Rasul tunggal yang disebutkan dalam catatan sejarah yang
secara fisik lemah atau lemah; bahkan ini hanya sebuah I'tibar untuk
dijadikan pelajaran diantaranya adalah meskipun manusia mempunyai
segala kekurangannya, namun tidak patut bagi manusia untuk
berkhianat kepada Allah SWT , karena segala sesuatu yang terwujud di
dunia ini hanyalah ilusi dan sementara , akhirat lebih unggul dan tidak
ada habisnya, dan amal shaleh adalah amalan yang paling utama.
Namun permasalahan kebugaran jasmani tidak dapat dipungkiri, oleh
karena itu pendidikan dianggap sebagai sarana untuk memaksimalkan
kebugaran jasmani, pendidikan harus sinkron dengan perkembangan
mental dan fisik peserta didik.
Seperti yang diungkapkan oleh Gleitman adalah: 1) bekal
kemampuan motorik (fisik ) ; dan 2 pemberian lima kapasitas sensorik ,
menurut Gleitman sebagaimana dikutip Muhibbin. kelangsungan hidup
fisik keberadaan manusia dengan demikian harus menjadi tujuan
pendidikan. keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pangsa
pasar ,antara lain. Di era modern ini, mencari pekerjaan itu mudah dan
sulit.Mudah bagi mereka yang memiliki keterampilan dan informasi
yang diperlukan di pasar, namun hal ini merupakan tantangan bagi
mereka yang tidak memiliki pengetahuan, terutama mereka yang tidak
memiliki keterampilan hidup. Namun persoalannya tidak berhenti
sampai disitu saja: Islam mengajarkan perbuatan sopan dan tulus. Agar
peserta didik senantiasa mengingat bahwa hal tersebut harus baik dan
bertanggung jawab di hadapannya, maka pembelajaran harus
menularkan firman kebenaran dan kebaikan Allah SWT.Bekerja harus
diarahkan untuk mendapatkan rezeki dari Allah, dan hasilnya harus
digunakan sesuai dengan risalah Allah.
Selain kekhawatiran mengenai kecakapan hidup yang telah
disebutkan sebelumnya, pendidikan juga harus berfokus pada faktor
kelangsungan hidup manusia (biologis) dan kebersihan.Banyak
perusahaan yang didirikan berdasarkan gagasan kebersihan.
Sedangkan lembaga pendidikan non-Muslim menganggap
kebersihan adalah hal yang menyehatkan. Oleh karena itu, hampir tidak
ada fasilitas yang tidak rapi dan bersih. Mereka mementingkan
Lembaga pendidikan Islam (tradisional) semakin mengintegrasikan
prinsip kebersihan dan ciri-ciri kebersihan. Kebutuhan manusia
(biologis) yang penting untuk kelangsungan hidup, seperti kebutuhan
akan makanan, atau kebutuhan yang mendasar bagi siapa kita sebagai
makhluk, seperti keinginan untuk melakukan aktivitas seksual, harus
dipenuhi sebaik mungkin. Sebaiknya kita mengadopsi pandangan positif
terhadap tuntutan tubuh untuk membantu siswa dalam mengeksplorasi
kebutuhan biologis mereka dari sudut pandang Al-Quran. Karena
kebutuhan biologis merupakan salah satu komponen sifat manusia,
pendidikan di bidang ini juga membantu siswa dalam menemukan
pasangan hidup dengan cara yang menghormati sifat murni mereka
tanpa melanggarnya. Tuhan memberi kita kemurnian sebagai hadiah.
Di sinilah pernikahan dihormati dan harus dilindungi dari kelas
bawah. Arah sasarannyaialah guna menggenapi rencana Tuhan bagi
kelangsungan keberadaan umat manusia di planet ini.adalah untuk
memenuhi rencana Tuhan bagi kelangsungan keberadaan umat manusia
di planet ini. Selain tambahan, itu pengertian Islam tentang fitrah
tentang fitrah menjamin bahwa pendidikan Islam harus berupaya
meningkatkan jaminanmenjalin hubungan antara manusia dengan
Tuhan. Bahwa pendidikan Islam hendaknya berupaya untuk
meningkatkan dan menjalin hubungan antara manusia dengan
Tuhannya. Ide tidak boleh ini tidak padabertentangan dengan apa pun
yang dipelajari anak -anak. bertentangan dengan apa pun yang dipelajari
anak-anak. Oleh tentang ini, semuanya yaitu mengakui kehadiran Allah
SWT.
b. Tujuan Pendidikan Rohani
Ungkapan Istilah “ahdaf al ruhiyyah” menggambarkan tujuan
spiritual sekolah Islam.Ruhiyyah al Ahdaf mengacu pada tujuan
spiritual pendidikan Islam.Tentu saja, setiap orang yang dengan tulus
memeluk ajaran Islam ajaran akan setuju dengan setiap prinsip Al -
Qur'an. Meningkatnya keimanan keyakinandan kekuatan jiwa
memungkinkan seseorang menunjukkan kesediaannya untuk taat dan
tunduk kepada Allah dalam rangka mengamalkan akhlak Islam, seperti
yang ditunjukkan oleh perbuatan Nabi Muhammad.Seseorang mungkin
menunjukkan komitmennya untuk taat dan tunduk kepada Allah melalui
kekuatan rohnya.
Agar mengamalkan akhlak Islam, seperti yang ditunjukkan oleh
perbuatan Nabi Muhammad SAW. merupakan salah satu tujuan
pendidikan pendidikan dalam Islam. dalam Islam Sebuah ilustrasi
mudah dari cita-cita yang sebanding, seperti yang ditunjukkan oleh
surah Al - Qur'an ideal yang sebanding, seperti yang ditunjukkan oleh
surah Al - Qur'an surah Al-Qalam ayat 4:
َو ِاَّنَك َلَع ٰل ى ُخ ُلٍق َع ِظ ْيٍم
Artinya: Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang
agung
Nabi SAW dipuji dalam ayat ini karena prinsip moralnya yang
tegas dan tidak kenal kompromi.Ketika membahas tujuan pendidikan
agama bagi siswa individu dan kelompok, para profesional pendidikan
kontemporer berpegang pada gagasan ini.Prioritas paling krusial adalah
penyucian diri pribadi setiap orang dan pembersihan dari sifat-sifat
buruk serupa.
a. Tujuan Pendidikan Akal
Tujuan pendidikan intelektual adalah untuk membimbing
perkembangan intelektual seseorang sebagai individu agar mampu
menemukan kebenaran sejati. Tanda-tanda kekuasaan Allah dan
turunnya ayat-ayat-Nya menguatkan keimanan manusia kepada Sang
Pencipta segala yang ada. Kemampuan unik untuk belajar, mempelajari
dan mengeksplorasi fenomena alam dan sosial.
Pengetahuan, menurut Harun Nasution, adalah apa yang
dimakan otak manusia untuk menghasilkan pemikiran yang cerdas;
semakin banyak pengetahuan yang diserap otak, semakin cerdas pula
orangnya. Permasalahannya adalah tidak semua pengetahuan diperoleh
dari sumber yang dapat dipercaya atau dari sumber yang
bermoral.Sesuai kehendak Tuhan, ilmu pengetahuan bukanlah penyebab
bencana alam atau kehancuran masyarakat manusia, begitu pula
sebaliknya.
Di sini, pendidikan memainkan peran penting dalam membantu
siswa menjadi peneliti ilmiah dengan mengajari mereka cara memahami
dan menganalisis data yang ditemukan di alam semesta. Selain itu,
kebenaran yang ditemukan melalui keterlibatan langsung dengan objek
dianggap haq al-yaqin, berdasarkan keyakinan siswa bahwa mereka
menemukan kebenaran atau keyakinan mereka bahwa kebenaran
tersebut. Pola pikir ilmiah terhadap manifestasi kemahakuasaan Tuhan
di alam semesta akan mendukung kebenaran ilmiah dalam sistem
pendidikan. Di sisi lain, siswa tidak mampu langsung mengakses firman
Allah.
b. Tujuan Pendidikan Sosial
Dalam Al-Qur'an, manusia disebut Al-Nas. Pengertian Ini
digunakan untuk merujuk pada orang-orang dari sudut pandang sosial.
Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan atau
keinginan hidup berkelompok dan bermasyarakat. Dalam masyarakat
saat ini hal ini mencakup banyak perbedaan berbeda (ras, etnis, budaya
dan agama).Masing-masing variasi tersebut mencakup sub-varian yang
memiliki adat istiadat atau latar belakang budaya yang berbeda.Dari
yang paling sederhana hingga yang paling rumit, variasi ini dikenal
dengan sunnatullah dalam Islam.
Dalam pengertian ini, pendidikan adalah upaya untuk
mengarahkan dan mengembangkan potensi peserta didik dengan baik
agar mereka selanjutnya dapat terlibat dalam kewarganegaraan aktif
sesuai dengan tujuan dan kebutuhan masyarakat. Pengetahuan yang
diperoleh siswa selama bersekolah akan membantu mereka dalam
mengembangkan kesadaran sosial. Kami percaya bahwa mahasiswa
akan mampu berkontribusi dalam penciptaan lingkungan masyarakat
yang aman dan damai serta keharmonisan nasional dan internasional
dengan menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab hak asasi
manusia.Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah mewujudkan
makhluk sosial yang bermoral lurus, yang menjadi landasan sikap dan
perilaku serta sadar akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab
sosialnya.serta toleransi, sehingga hubungan harmonis antar sesama
dapat berfungsi secara harmonis.151
1. Ranah Tujuan Pendidikan Islam
Dalam menguraikan unsur elemen-tujuan pendidikan itu yang harus
dipenuhi berdasarkan jenjang, jenis sekolah dan program yang ditawarkan
Dengan langkah-langkah ini, tujuan ini harus dinyatakan terlebih dahulu,
perlu diingat itu Kegiatan akademik selalu fokus pada tiga bidang:
kecerdasan (pengetahuan), afektif (perasaan dan sikap) dan psikomotor
(keterampilan dan perilaku). Tergantung pada kelas, jenis sekolah dan
program yang ditawarkan di bagian tersebut Tujuan yang telah disebutkan
tadi, perlu diingat kegiatannya Pendidikan selalu berfokus pada tiga bidang:
kecerdasan (pengetahuan), emosi (emosi dan perilaku) dan psikomotor
(keterampilan dan tindakan).
Profesor Benyamin Bloom dari Chicago menerbitkan buku pertama
berjudul Taksonomi Tujuan Pendidikan: Domain Kognitif (Taxonomy of
Educational Objectives: Cognitive Domain), yang menandai dimulainya
perumusan tujuan yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Taxonomy of the Psychomotor Domain yang ditulis oleh
Anita J. Harrow merupakan buku ketiga, sedangkan yang kedua adalah
151
Imam Syafe’I, Tujuan Pendidikan Islam, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume
6, November 2015, Hlm. 7-13
Taxonomy of Educational Objectives Affective Domain yang diterbitkan
oleh Krathwohl cs.
Ketiga buku ini adalah Sistem pendidikan modern dibangun
berdasarkan ketiga karya ini.Untuk setiap sektor atau domain, secara umum
Nana Sudjana memberikan gambaran mengenai tujuan tersebut.
Domain kognitif: pengetahuan tertentu, pemahaman, penerapan atau
penggunaan, analisis, sintesis, dan penilaian. Menerima, bereaksi,
mengevaluasi, merencanakan, dan menanamkan sifat atau sifat semuanya
berada dalam ranah afektif.Sedangkan ranah psikomotor meliputi
komunikasi ekspresif, gerak refleks, gerak dasar dan sederhana, kemampuan
jasmani, keterampilan apresiasi jasmani, dan gerak terampil.
Sementara itu, Winkel mengemukakan taksonomi atau klasifikasi
sebagai berikut:
a. Ranah afektif yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, pengorganisasian,
dan pembentukan gaya hidup
b. ranah psikomotorik (pcychomotor domain): persepsi, kesiapan, gerak
terbimbing, gerak kebiasaan, gerak kompleks, penyesuaian, dan
kreativitas
c. Ranah kognitif Bloom dkk: pengetahuan, pemahaman, Kratwohl,
Taksonomi Bloom permohonan, analisis, sintesis; dan evaluasi dkk.
Ketiga domain tersebut sangat erat kaitannya dengan orientasi siswa,
salah satunya orientasi kurikulum.Orientasi siswa berfungsi sebagai panduan
kurikulum, yang memungkinkannya untuk lebih memenuhi persyaratan
siswa berdasarkan keterampilan, minat, dan kemampuan mereka.Oleh
karena itu, sangat penting bagi pendidik dan guru untuk mendefinisikan TIK
menggunakan istilah operasional jika memungkinkan.
Sejak guru merumuskan tujuan, ada tiga konsep utama yang harus
diperhatikan guru yaitu Kurikulum harus dipelajari oleh instruktur, Macam-
macam hasil pembelajaran harus dipahami oleh guru, dan Mengenali proses
penciptaan tujuan pembelajaran.
Selain domain kognitif, emosional, dan psikomotorik, domain konatif
dan kinerja juga termasuk dalam bidang pendidikan Islam yang lebih
luas.Konatif mengacu pada dorongan atau dorongan internal, juga dikenal
sebagai niat, yang berfungsi sebagai batu loncatan bagi siswa untuk
mengambil tindakan.Sedangkan afektifitas dapat digunakan untuk
menentukan kualitas suatu pertunjukan ketika dilaksanakan.Apakah
seseorang berdoa dengan sedih, misalnya?Hal ini terlihat dari hasil shalat
yang menunjukkan akhlaq yang terpuji.
Dalam hal ini, sekolah dituntut untuk mampu menyelenggarakan
proses pembelajaran yang efisien, memenuhi harapan, memastikan bahwa
materi yang diajarkan relevan dengan tuntutan masyarakat, berorientasi pada
hasil dan dampak, serta melakukan evaluasi, supervisi, dan pemantauan
yang berkesinambungan.Buku pedoman bagi sekolah dan madrasah pada
semua jenjang pendidikan juga telah dikembangkan sesuai dengan kebijakan
pemerintah dalam pelaksanaan KBK tersebut di atas. Setelah KBK,
diperkenalkan format kurikulum lain yang disebut KTSP dan iterasi
selanjutnya, Kurikulum 2013.152
2. Fungsi Tujuan Pendidikan Islam
Penyediaan sumber daya yang dapat memperlancar keberhasilan
penyelesaian tugas pendidikan adalah peran pendidikan. Fasilitas ini
disediakan dengan tujuan dan tujuan kelembagaan dan struktural. Untuk
mencapai tujuan dan makna struktural, harus ditetapkan struktur organisasi
yang mengendalikan proses pendidikan baik vertikal maupun horizontal.
Hanya dengan demikian faktor-faktor pendidikan dapat berinteraksi satu
sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
152
Rosniati Hakim, Khadijah, Pengembangan Pendidikan Islam Berwawasan Tujuan, Murabby:
Jurnal Pendidikan Islam Vol 3 No 2, September 2020, (194 – 214).
Maksud dan makna institusionalisme antara lain menyimpulkan
bahwa pembelajaran berlangsung dalam struktur organisasi dan
dilembagakan untuk menjamin pembelajaran berlangsung secara teratur dan
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan pembangunan manusia dan
cenderung ke arah tingkat kemampuan yang maksimal. Akibatnya, beberapa
bentuk sekolah resmi dan informal bermunculan di masyarakat yang
memenuhi kecenderungan tersebut.
Bentuk (struktur) lembaga dan organisasi pendidikan yang telah dan
kini berkembang dalam peradaban Islam sebagai sistem pendidikan dapat
dikenali. Sistem pendidikan Islam biasanya berbeda satu sama lain dalam hal
kurikulum. Misalnya, sistem pendidikan klasik nonformal dari masa abad
pertengahan yang dikenal dengan “Al Kuttab” tidak memiliki keterkaitan
kurikulum dengan pembacaan kitab suci Al-Qur’an sebagai
pelajaran.instruksi tambahan, seperti “Halaqah dan Zawiyah”, yang
diberikan di masjid dan kali ini. bila diterapkan pada sistem pendidikan
dalam bentuk “shalunat” al Adabijjah”, yang lebih banyak berbicara tentang
kebudayaan sengaja dibuat informatif bagi peserta.
Tapi tentu saja Secara kelembagaan, lembaga pengajaran Islam
bekerja terutama untuk mencapai tujuan transmisi dan perubahan nilai-nilai
budaya Islam dan budaya umum diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam budaya ini terdapat benda dan nilai kemanusiaan dan peradaban yang
sangat penting bagi kehidupan Islam dan umat Islam di dunia ini.Hanya
pada lembaga-lembaga yang terstruktur dan terstruktur secara kelembagaan,
proses transmisi dan perubahan kebudayaan dapat dipandu melalui proses
pendidikan secara bertahap dan mantap.
Meskipun pendidikan itu sendiri pertama kali muncul dan tumbuh
dari landasan budaya umat manusia itu sendiri, namun jika dilihat melalui
kacamata tujuan sosial-budaya umat Islam, maka pendidikan pada
hakikatnya adalah cara membudayakan umat manusia yang paling
diperlukan di antara syarat-syarat eksistensi. Pendidikan merupakan alat
yang menerapkan budaya, yang pendiriannya tidak pernah netral dan selalu
bertumpu pada sasaran dan tujuan program. Dan di sinilah filosofi
pendidikan Islam berperan: filosofi ini harus berfungsi sebagai peta jalan
bagaimana pendidikan harus digunakan untuk mencapai tujuan jangka
panjangnya.
Manfaat pendidikan menjadi lebih signifikan karena memerlukan
waktu untuk diwujudkan dan diapresiasi, dan jika terjadi kesalahan, maka
akan terjadi kesalahan. Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagai alat untuk
membina Islam dalam masyarakat mempunyai sifat yang fleksibel terhadap
perkembangan cita-cita hidup manusia sepanjang zaman. Kepribadian
seperti itu tanpa kehilangan prinsip dasar nilai.
Pendidikan Islam terkadang mampu memenuhi kebutuhan hidup
manusia, termasuk kebutuhan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Khususnya terkait dengan kebutuhan akan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pendidikan Islam terbimbing dan mengelolanya, agar prinsip
dasarnya dilandasi iman dan Kesalehan dapat bekerja dalam kehidupan
manusia. kepercayaan pada Kehormatannya penuh dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dikembangkan sedemikian rupa alam sehingga
kegunaannya untuk meningkatkan selera manusia dan jangan menyemangati
dia. Karena tingkah laku manusia yang membuat kesadaran pada
manusiayang condong pada kemanusiaan itulah yang sejatinya disinggung
oleh agama dan ketaqwaan kepada Allah.
Dengan demikian, umat Islam yang menganut pendidikan Islam
mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
tertentu, serta mengembangkan cara hidup budaya berdasarkan prinsip-
prinsip Islam, yang menjadi pedoman bagi kehidupan yang bermanfaat di
bumi dan kebahagiaan abadi di dunia. akhirat.
Islam bukan hanya sebuah sistem keagamaan; ia juga merupakan
peradaban ideal yang harus dipenuhi dalam tingkah laku manusia melalui
proses pendidikan. Fleksibilitas dan kemampuan Islam untuk beradaptasi
terhadap semua kemajuan budaya membuat Islam tidak akan mengalami
“kejutan ideal” ketika dihadapkan pada kemajuan masyarakat atau
modernitas. Segala kemajuan dan perkembangan diasimilasikan, sedangkan
cita-citanya dipilih untuk ditransformasikan ke dalam makna Islam atau
disesuaikan dengan Islam.153
C. Kesimpulan
Tujuan adalah hasil yang diantisipasi setelah selesainya suatu usaha atau
tindakan.Satu-satunya tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan orang-
orang yang berbudi luhur-orang-orang yang memuja Allah dan mampu
menjalankan perannya sebagai khalifah duniawi.
Tahap-tahap tujuan pendidikan Islam meliputi: tujuan tertinggi/terakhir,
tujuan umum, tujuan khusus, dan tujuan sementara. Aspek tujuan pendidikan
Islam meliputi empat hal, yaitu: tujuan jasmaniyah, tujuan rohaniyah, tujuan
akal, tujuan sosial. Sementara itu, domain konatif dan kinerja termasuk dalam
bidang pendidikan Islam yang lebih luas selain domain kognitif, emosional, dan
psikomotorik.Konatif mengacu pada dorongan atau dorongan internal, juga
dikenal sebagai niat, yang berfungsi sebagai batu loncatan bagi siswa untuk
mengambil tindakan.Sedangkan afektifitas dapat digunakan untuk menentukan
kualitas suatu pertunjukan ketika dilaksanakan.
Penyediaan sumber daya yang dapat memperlancar keberhasilan
penyelesaian tugas pendidikan adalah peran pendidikan.Fasilitas ini disediakan
dengan tujuan dan tujuan kelembagaan dan struktural.
153
Nita Zakiyah, Hakikat, Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Islam Di Era Modern, Jurnal As-Salam
Vol III, No.1, Th 2013, Hlm. 118-121
Daftar Pustaka
A. Pendahuluan
Pada hakikatnya, pendidik adalah orang-orang yang diberi misi dan
bertanggung jawab mengajar, membimbing, memimpin, dan mengantarkan siswa
menuju pintu kesuksesan baik di kehidupan ini maupun di akhirat. Oleh karena
itu, untuk mencapai tujuan hidup dan menjadi pendidik yang kompeten dan
profesional, ia harus memiliki sifat dan sifat khusus yang dapat meningkatkan
karakternya dan mampu memenuhi kewajibannya sebagai pendidik dalam sudut
pandang Islam. Guru adalah bagian penting dari pendidikan; tanpa kurikulum,
ruang kelas, atau sumber daya lainnya, kegiatan pembelajaran akan tetap
berlangsung. Mengingat pentingnya peran guru dalam mendidik anak, maka
tingkat kompetensi guru harus ditingkatkan agar dapat menjadi lebih baik.154
Guru tidak selalu tertekan oleh banyaknya tanggung jawab yang mereka
miliki, seperti yang diwajibkan oleh undang-undang yang berlaku saat ini.
Sebaliknya, ia mungkin memanfaatkan posisi strategisnya untuk lebih
meningkatkan pekerjaannya sebagai guru dan meningkatkan kualitasnya lebih
tinggi lagi. Penelitian terhadap guru menjadi menarik karena perannya yang
strategis, khususnya dalam pendidikan Islam.155
Guru memainkan peran penting dalam proses pembelajaran karena
mereka memiliki tanggung jawab besar untuk membantu siswa mencapai tujuan
154
Ali Mustofa dan Muhammad Abdul Alim, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam
Peningkatkan Motivasi Kerja Guru Di Ma Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri, Jurnal Al-Idaroh: Jurnal
Studi Manajemen Pendidikan Islam Volume 5 Nomor 1 Maret 2021; p-ISSN: 2549-8339; e-ISSN:
2579-3683, 121
155
Ali Mustofa dan Arif Muadzin, Konsepsi Peran Guru Sebagai Fasilitator dan Motivator
Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jurnal ANNABA STIT Muhammadiyah
Paciran Lamongan, Vol. 7 No. 2 (2021): Jurnal Annaba' STIT Muhammadiyah Paciran, 171
akademik mereka. Hal ini disebabkan karena pendidikan sebagai sarana utama
dalam membangun kebudayaan dan peradaban manusia merupakan pergeseran
budaya yang dinamis menuju perubahan yang berkelanjutan. Dalam situasi ini,
instruktur bertugas memastikan bahwa siswa berhasil secara intelektual, etis,
fisik, dan spiritual. Tentu saja, keterlibatan siswa dalam proses pendidikan
sangatlah penting. Penulisselanjutnya membahas tentang karakter pendidik dari
sudut pandang pendidikan Islam.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pendidik
Pendidik merupakan salah satu pemain kunci dalam proses
pendidikan. Istilah pendidik secara etimologi berasal dari kata “didik” yang
berarti “memelihara dan memberikan pelatihan (pengajaran, bimbingan dan
kepemimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”. Awalan “pe”
kemudian ditambahkan untuk menghasilkan kata “pendidik”, yang mengacu
pada orang yang memberikan pengetahuan. Dengan demikian, definisi tepat
pendidik adalah orang yang memberi petunjuk dan membimbing orang lain
dalam hal ilmu pengetahuan atau akhlak.“Pendidik dalam pandangan Islam
adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta
didik,” klaim Ahmad Tafsir. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa hampir
setiap orang mempunyai kapasitas untuk mendidik orang lain selain anak
didik dan keturunannya sendiri. Guru tidak hanya memikul tanggung jawab
terhadap siswanya, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Guru berfungsi sebagai mentor bagi perkembangan dan pertumbuhan
siswa serta pengontrol dan pengarah proses. Mereka adalah manusia hamba
Allah yang berambisi mengikuti Islam, telah mencapai kematangan rohani
dan jasmani serta menyadari pentingnya tumbuh kembang peserta didik
untuk masa depan.156
156
5 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 1994), Hlm. 144
Menurut pandangan Islam tentang pendidikan, guru adalah orang
dewasa yang bertugas membina seluruh potensi setiap siswa, termasuk
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Hal ini memungkinkan
siswa untuk mencapai kematangan fisik dan spiritual dan menjadi mampu
memenuhi tanggung jawab mereka sebagai hamba Allah, masyarakat, dan
individu sendiri. seorang individu.157
Sesuai kutipan Hasan tentang Ramayulis, pendidik memikul
tanggung jawab untuk membantu siswa mewujudkan potensi penuh mereka
dan mencapai tujuan pembelajaran mereka di semua bidang—kognitif,
emosional, dan psikomotorik. Guru didefinisikan sebagai pendidik
profesional berdasarkan Bab XI, Pasal 40 ayat 2b Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Tahun 2003. Mereka harus berdedikasi untuk
meningkatkan standar pendidikan.158
Jelas dari sudut pandang di atas bahwa hal ini menunjukkan,
meskipun secara halus, bahwa proses belajar mengajar di lingkungan
pendidikan apa pun sekolah, perguruan tinggi, surau, majelis ta'lim, dan lain-
lain adalah fokus dari profesi pendidikan. Pendidik disebut dengan banyak
sebutan seperti guru besar, dosen, ustadz, mu'alim, dan lain-lain. Guru
adalah pendidik yang memenuhi syarat yang bertugas mengajar dan
mendidik mereka yang membutuhkan pendidikan.
2. Tenaga Pendidik dalam Pendidikan Islam
Kekuasaan, menurut Hidayat, adalah kekuatan. Sedangkan pendidik
adalah orang yang memberikan pengajaran, membina, dan merawat orang
lain agar memperoleh informasi yang diperlukan. Ketika kedua frasa ini
digunakan bersama-sama, mereka dapat dipahami sebagai karyawan yang
melakukan tugas pemeliharaan, perawatan, dan pelatihan atau sebagai
157
Armai Arief dan Busdahiar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2009),
Hlm. 67.
158
Muhbibin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), Hlm. 223.
pengasuh, perawat, dan pelatih untuk memastikan bahwa individu menerima
tingkat pengetahuan yang diperlukan. Keterbatasan ini justru disinggung
Mullayasa ketika ia mengatakan, staf pengajar mencakup seluruh pekerja di
lembaga pendidikan, termasuk kepala sekolah, instruktur, staf, dan personel
lainnya.
Terlihat jelas dari bunyi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023
pasal 39 bahwa pendidik termasuk pengajar. Sedangkan pendidik adalah
tenaga yang memberikan pengajaran dan mempunyai kemampuan
merencanakan, melaksanakan.
Pengajar Islam mempunyai beberapa nama, antara lain murabbi,
muallim, muaddib, mudarris, dan mursyid. Peran seorang murabbi adalah
mempersiapkan dan mendidik murid-murid agar mereka dapat berkreasi,
mengatur, dan mengelola hasil kreativitasnya tanpa membahayakan dirinya
sendiri atau masyarakat di mana ia tinggal. Muallim adalah seseorang yang
menguasai informasi dan mampu menciptakan dan menjelaskan
kesesuaiannya dengan dunia nyata, serta mentransfer, mengintegrasikan, dan
menerapkannya kepada siswa. Muaddib mempunyai kemampuan mendidik
anak didik agar bertanggung jawab menciptakan peradaban yang berkualitas
di masa depan. Mudarris adalah individu yang peka secara intelektual yang
selalu berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam
upaya menjadikan murid-muridnya lebih bijaksana.159
3. Profesionalitas Pendidik
Profesional, dalam arti pendidik harus menguasai materi pelajaran
yang diajarkannya serta mampu memilih dan menerapkan model, teknik, dan
pendekatan terbaik dalam kegiatan pendidikan. Selain itu, guru harus
berpengalaman dalam dasar-dasar pendidikan dan kurikulum. Kekhawatiran
yang berkaitan dengan kemampuan ini meliputi:
159
Fitriani, Tenaga Pendidik Menurut Perspektif Islam, (Jawa Barat: CV Jejak), 2023, Hlm.
10-17
a. Memperoleh pemahaman menyeluruh terhadap materi pelajaran sesuai
dengan kriteria isi program satuan pendidikan, topik, dan/atau kelompok
mata pelajaran.
b. Memperoleh pemahaman tentang gagasan dan praktik bidang ilmu
pengetahuan, teknik, atau kreatif terkait yang secara konseptual sesuai
dengan mata pelajaran atau mata pelajaran yang akan diajarkan dalam
program satuan pendidikan.
c. Mahir menciptakan lingkungan belajar yang positif di kelas dan
memiliki keterampilan sosial, khususnya kemampuan.160
4. Keutamaan Pendidik
Berikut ini adalah prioritas utama pendidik:
a. Allah telah meninggikan derajatnya.
Menurut keyakinan Islam, menjadi guru merupakan profesi yang
mulia di mata Allah. sejalan dengan Surat Al-Mujadalah ayat 11,
Firman-Nya.
ٰٓيَاُّيَه ا اَّل ِذ ْيَن ٰا َم ُن ْٓو ا ِاَذ ا ِقْي َل َلُك ْم َتَفَّس ُحْو ا ِفى اْلَم ٰج ِلِس َفاْفَس ُحْو ا َيْفَس ِح ُهّٰللا َلُك ْۚم َو ِاَذ ا ِقْي َل اْنُش ُز ْو ا
َفاْنُشُز ْو ا َيْر َفِع ُهّٰللا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ِم ْنُك ْۙم َو اَّلِذ ْيَن ُاْو ُتوا اْلِع ْلَم َد َر ٰج ٍۗت َو ُهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan
kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti
apa yang kamu kerjakan.
Islam sangat mencintai sains, oleh karena itu tidak mungkin
mengabaikan penghargaannya yang kuat terhadap pendidikan. Esai
Asma Hasan Fahmi menunjukkan betapa Islam menghargai sains karena
160
Abdul Haris, Hakikat Pendidik Dalam Pendidikan Islam, Ilmuna: Jurnal Studi Pendidikan
Agama Islam I Vol. 4, No.1 Maret (2022), Hlm. 96-97.
sejumlah alasan. Darah para syuhada tidak sepenting tinta para ulama.
Orang yang berilmu lebih dari sekedar orang yang senang beribadah,
berpuasa, dan menghabiskan malamnya dengan berdoa; mereka bahkan
lebih dari sekedar seseorang yang berperang demi Allah.
Dalam Islam, kematian orang yang beriman meninggalkan
lubang yang hanya bisa diisi oleh orang alim lainnya.Di mata
masyarakat, pendidik mempunyai kedudukan yang sangat terhormat dan
dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Oleh karena itu, kita
berhutang rasa hormat yang sama kepada pendidik atau instruktur
seperti yang kita berikan kepada orang tua kita.
b. Tidak Di Bawah Kutukan Tuhan
Menjadi guru yang baik berarti melakukan pekerjaannya dengan
ikhlas karena Allah SWT akan dipuji dan diutamakan. Di antara sifat-
sifat tersebut adalah kenyataan bahwa ia termasuk dalam kategori
orang-orang yang tidak terlaknat dan tidak terputus dari rahmat Allah.
Mengenai hal ini, hadis berikut ini relevan:
Menurut riwayat Abu Hurairah, ia mendengar Rasulullah
bersabda: “Ketahuilah! Bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
dilaknat, kecuali mengingat Allah dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya, guru atau pembelajar.”
Hadits ini menegaskan bahwa pendidik dan pengajar termasuk
orang-orang yang dilindungi dari azab Allah karena merekalah yang
mengetahui. Ini adalah prioritas yang sangat berharga.161
5. Hak Pendidik
Guru adalah mereka yang bekerja erat dengan siswa, membantu
mereka tumbuh dan belajar. Mereka menyerahkan waktu dan tenaganya
untuk membantu siswa menyerap dan mengubah nilai-nilai, seperti
161
M. Indra Saputra, Hakekat Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6, November 2015, Hlm. 85-87
memajukan standar moral yang tinggi. Oleh karena itu, dia mencurahkan
seluruh waktu dan sumber dayanya untuk mengajar murid-muridnya,
sehingga dia hanya punya sedikit waktu untuk berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri. Guru sebenarnya mempunyai hak sebagai berikut:
a. Kompensasi: Semula terjadi perselisihan mengenai perolehan
kompensasi tersebut. Para filsuf dan pemimpin pemikiran memiliki
pandangan berbeda mengenai gaji ini dan apakah instruktur harus
menerima gaji atau tidak. Orang yang paling terkenal menolak
pembayaran adalah Socrates. Sedangkan Al-Ghazali berkesimpulan
bahwa gaji itu haram. Utu Al-Qabisi (935–1012), sebaliknya,
berpendapat bahwa gaji tidak bisa atau seharusnya.162
6. Tugas dan Tanggungjawab Pendidik
Pendidikan Islam lebih menitikberatkan pada pembinaan siswa yang
mempunyai standar moral yang tinggi sehingga mereka bisa menjadi
manusia yang lebih baik dibandingkan dengan mengajar. Siswa diberikan
kesempatan yang memadai untuk sepenuhnya menyadari potensi mereka
karena bimbingan yang sejalan dengan keyakinan Islam.163
Pendidikan Islam lebih menitikberatkan pada pembinaan siswa yang
mempunyai standar moral yang tinggi sehingga mereka bisa menjadi
manusia yang lebih baik dibandingkan dengan mengajar. Siswa diberikan
kesempatan yang memadai untuk sepenuhnya menyadari potensi mereka
karena bimbingan yang sejalan dengan keyakinan Islam.
َر َّبَنا َو اْبَع ْث ِفْيِه ْم َر ُسْو اًل ِّم ْنُهْم َيْتُلْو ا َع َلْيِه ْم ٰا ٰي ِتَك َو ُيَع ِّلُم ُهُم اْلِكٰت َب َو اْلِح ْك َم َة َو ُيَز ِّك ْيِهْم ۗ ِاَّنَك َاْنَت اْلَع ِز ْيُز
ࣖ اْلَحِكْيُم
164
Heru Juabdin Sada, Pendidik Dalam Perspektif Al-Qur’an, Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 6, Mei 2015, Hlm. 98-99.
b. Narasumber. Seorang pendidik berfungsi sebagai titik acuan bagi mata
pelajaran yang diajarkan kepada muridnya.
c. Penyelenggara. Dalam perannya sebagai fasilitator, pendidik
mempunyai tanggung jawab untuk mengatur keadaan yang diperlukan
agar siswa memperoleh kompetensi tertentu selama proses
pembelajaran.
d. Instruktur. Tidak diragukan lagi, seorang pendidik dapat mengambil
peran sebagai instruktur, memberikan bimbingan dan arahan kepada
siswanya untuk membantu mereka mengembangkan kompetensi yang
diperlukan.
e. Formulir. Guru sering kali menjadi teladan yang sempurna dalam hal-
hal yang mereka ajarkan, terutama dalam hal perilaku dan karakter.165
C. Kesimpulan
Siapa pun yang bertanggung jawab atas tumbuh kembang siswa dianggap
sebagai pendidik dalam perspektif Islam.” Jelas dari pernyataan di atas bahwa
hampir setiap orang mempunyai kapasitas untuk mendidik orang lain selain
siswa dan keturunannya sendiri. Tidak hanya pendidik yang memikul tanggung
jawab untuk mendidik anak-anaknya. Jelas dari sudut pandang yang disebutkan
di atas bahwa hal ini menunjukkan, meskipun secara halus, bahwa proses belajar
mengajar di lingkungan pendidikan apa pun sekolah, perguruan tinggi, surau,
majelis ta'lim, dan sebagainya adalah tindakan yang tidak dapat dielakkan. fokus
profesi pendidikan.Pendidik disebut dengan banyak gelar seperti guru besar,
dosen, ustadz, mu'alim, dan lain-lain.Instruktur adalah pengajar yang
berkualifikasi
165
Isnanita Noviya Andriyani, Peran Pendidik Dalam Pendidikan Islam Berkarakter, Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015, Hlm. 154-155
Daftar Pustaka
Ali Mustofa dan Muhammad Abdul Alim, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam
Peningkatkan Motivasi Kerja Guru Di Ma Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri,
Jurnal Al-Idaroh: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam Volume 5
Nomor 1 Maret 2021; p-ISSN: 2549-8339; e-ISSN: 2579-3683, 121
Ali Mustofa dan Arif Muadzin, Konsepsi Peran Guru Sebagai Fasilitator dan
Motivator Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jurnal
ANNABA STIT Muhammadiyah Paciran Lamongan, Vol. 7 No. 2 (2021):
Jurnal Annaba' STIT Muhammadiyah Paciran, 171
Armai Arief dan Busdahiar, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Wahana Kardofa,
Fitriani, 2023, Tenaga Pendidik Menurut Perspektif Islam, Jawa Barat: CV Jejak.
Haris Abdul, Hakikat Pendidik Dalam Pendidikan Islam, Ilmuna: Jurnal Studi
Pendidikan Agama Islam I Vol. 4, No.1 Maret (2022), Hlm. 96-97.
M. Indra Saputra, Hakekat Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6, November 2015.
Poerwadarminta J.S., 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Tafsir Ahmad, 1994, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ramayulis, 1994, Pengantar Ilmu Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Sulaiman R, 2000, Fiqh Islam, Bandar Lampung: Gunung Pesagi.
Hasnah Azhari
A. Pendahuluan
Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia, baik individu maupun
masyarakat, pendidikan dianggap sebagai elemen kunci yang tidak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial, akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara terus menerus
dalam lingkungan yang terus berubah. Lingkungan tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, termasuk kemampuan seorang guru dalam memahami tujuan
yang ingin dicapai, potensi peserta didik, perbedaan latar belakang peserta didik,
sarana pendidikan, pilihan komunikasi pendidikan yang tepat, dan keadaan
lingkungan. Dengan memahami semua faktor ini, diharapkan dapat menciptakan
interaksi atau tindakan yang bersifat mendidik dalam konteks pendidikan.166
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menjelaskan Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia, bahwa peserta didik adalah bagian dari
anggota masyarakat yang berupaya untuk mengembangkan potensi masing-
masing melalui proses pembelajara pada tingkatan dan jenis pendidikan. Dalam
konteks hukum pendidikan nasional Indonesia, peserta didik diidentifikasi
sebagai individu yang aktif terlibat dalam proses pembelajaran sesuai dengan
tatanan pendidikan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Di sisi lain, perspektif filsafat pendidikan Islam memberikan definisi
yang lebih luas tentang peserta didik. Dalam konteks ini, "makhluk ciptaan Allah
166
Aam Amaliyah, Azwar Rahmat, “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik Melalui
Proses Pendidikan”, Attadib: Jurnal Of Elementary Education, Vol.5, No.1, 2021
Swt" mencakup berbagai entitas seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan,
hewan, dan lain sebagainya. Pendekatan ini mencerminkan pemahaman bahwa
segala sesuatu dalam alam semesta merupakan objek pembelajaran dan
pertumbuhan, dengan setiap makhluk memiliki potensi untuk mengembangkan
dirinya sesuai dengan rencana Allah. Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam
peserta didik dianggap sebagai semua insan, manusia, keturunan Adam yang
sedang mengalami proses perkembangan menuju kondisi yang dianggap
sempurna atau ideal dalam konteks Islam. 167
B. Pembahasan
1. Pengertian Peserta Didik
Pendidikan Islam yang secara kultural dan konseptual merujuk pada
peserta didik. Istilah-istilah tersebut, seperti mutarabbi, muta’allim, atau
muta’addib, secara esensial hal ini mencerminkan manusia dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaan atau keadaan yang
dianggap sebagai sesuatu yang sempurna. Mereka menggambarkan individu
yang sedang dalam proses pembelajaran, kontiniu dalam usaha memperkaya
diri, dan merintis pembentukan karakter, sikap, dan watak pribadi. Hal ini
merujuk pada gagasan bahwa pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan,
tetapi juga tentang transformasi diri untuk mencapai kedewasaan spiritual
dan moral.
Mutarabbi adalah individu yang selalu mengharapkan pendidikan
dalam segala aspek, mencakup perawatan fisik dan biologis, perkembangan
ilmu dan keterampilan, serta bimbingan jiwa. Dengan mendapatkan
pembinaan ini, mutarabbi berpotensi untuk menjalankan fungsi dan tugas-
tugasnya. Pendidikan ini membantu mutarabbi untuk berkembang dan
memenuhi peran yang telah ditetapkan oleh penciptanya.168
167
Rahmayani Siregar, “Esensi Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.”
AUD Cendekia: Jurnal Of Islamic Early Childhood Education Vol.01, No.03, Hlm. 149
168
Rahmayani Siregar, “Esensi Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.”
AUD Cendekia: Jurnal Of Islamic Early Childhood Education Vol.01, No.03, Hlm. 150-151
Dalam konteks sebagai seorang muta’allim, peserta didik menjadi
individu yang bersifat belajar dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan dengan
Allah SWT sebagai sumber utama dari pengetahuan tersebut. Mereka
memperdalam pemahaman akan alam semesta dan ajaran Al-Quran, guna
mengenali, memperkuat, serta mewujudkan kesaksian primordial yang telah
dinyatakan di hadapan Allah SWT. Al-Quran dan Hadits menggaris bawahi
konsep muta’allim sebagai orang yang giat menuntut ilmu, sebagaimana
tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 31:
َو َع َّلَم ٰا َد َم اَاۡلۡس َم ٓاَء ُك َّلَها ُثَّم َع َر َض ُهۡم َع َلى اۡل َم ٰٓلِٕٮَك ِة َفَقاَل َاۢۡن ِبـُٔـۡو ِنۡى ِبَاۡس َم ٓاِء ٰٓهُؤٓاَل ِء ِاۡن ُك ۡن ُتۡم ٰص ِد ِقۡي َن
Artinya: Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,
lalu Dia memperlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman,
“sebutkan kepadaku nama semua (benda) ini, jika kamu benar !”(Q.S Al-
Baqarah : 31).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt sebagai yang
mengetahui lalu mengajarkan pengetahuan kepada Nabi Adam yang
berperan sebagai orang yang belajar. Selain itu kata ‘allama terdapat juga
dalam surah Al-‘Alaq ayat 5:
علم االنسان مالم يعلم.....
Artinya: "Dia mengajarkan manusia tentang apa yang tidak diketahuinya."
(Q.S. al-‘Alaq 5.)
Istilah "muta’addib" adalah sebagai individu yang berkomitmen
untuk terus-menerus mengasah dan mempraktikkan adab atau tata krama
dalam diri mereka. Secara fisik, mereka berusaha, dengan bantuan dan
arahan dari seorang muaddib (pembimbing), untuk memperkuat adab dalam
tubuh dan seluruh komponennya. Sedangkan dari sisi spiritual, mereka
berupaya, dengan bimbingan yang sama, untuk membentuk adab dalam
pikiran, jiwa, dan hati.
Dalam bahasa Arab, kata "murid" memiliki akar kata yang berarti
orang yang menghendaki atau menginginkan sesuatu. Pada konteks
pendidikan, istilah ini merujuk kepada individu yang memiliki keinginan
atau tekad untuk belajar itulah yang sering disebut dengan istilah "tilmiz"
(jamaknya "talamiz") digunakan untuk merujuk kepada murid. Sedangkan
"Thalib al-'Ilm" merupakan istilah yang merujuk kepada mereka yang
menuntut ilmu. Istilah ini mencakup konsep pelajar, mahasiswa, atau
individu yang sedang aktif dalam upaya mencari pengetahuan..169
Dalam Pembelajaran B.Indonesia sebutan untuk seorang pelajar ada
tiga, yaitu murid, anak didik, dan peserta didik. Murid adalah individu yang
berusaha untuk meneladani ajaran guru mereka dalam upaya mencapai
pemahaman yang lebih dalam tentang aspek spiritual, moral, dan etika
dalam Islam.
Anak didik jika dilihat dari perspektif keluarga, ia dianggap sebagai
darah daging sendiri yang memiliki ikatan erat antara orang tua dan
anaknya. Jika dilihat dari perspektif lembaga pendidikan formal dan non
formal, anak didik diartikan sebagai semua anak yang berada di bawah
bimbingan pendidik. Ini mencakup anak-anak yang bersekolah di lembaga
pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi, serta anak-anak
yang menerima pembelajaran di lembaga pendidikan non formal seperti
kursus atau pelatihan.
Sedangkan peserta didik merupakan proses interaksi dengan tujuan
untuk memberikan penekanan pada keterlibatan dan partisipasi aktif mereka
dalam proses belajar-mengajar. Dimana antara pendidik dan peserta didik
saling berkontribusi untuk mencapai tujuan pembelajaran.170
169
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta, Hidakarya Agung, 1990, h. 79.
170
Raihanah, “Konsep Peserta Didik Dalam Teori Pendidikan Islam dan Barat”, Jurnal
Tarbiyah islamiyah, Vol.5, No.2, Hlm. 98, 2015
Istilah "peserta didik" dalam konteks paradigma "belajar sepanjang
masa." Paradigma ini menekankan konsep bahwa pembelajaran tidak
terbatas pada fase tertentu dalam hidup, melainkan merupakan suatu proses
yang dapat terjadi sepanjang masa kehidupan seseorang.171
2. Potensi Peserta Didik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 1989, potensi
adalah suatu kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh individu yang
merujuk pada berbagai aspek seperti keterampilan, bakat, atau sifat-sifat
yang bersifat mendasar yang dapat dikembangkan melalui prosen
bimbingan. Purwanto menggambarkan potensi sebagai keseluruhan dari
segala kemungkinan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang, yang
selama proses perkembangannya memiliki peluang untuk diwujudkan atau
direalisasikan.
Sedangkan potensi diri adalah kemampuan dasar yang dimiliki oleh
individu namun masih terpendam atau belum sepenuhnya terwujud.
Kemungkinan untuk mengaktualisasikan potensi ini dapat terealisasi jika
didukung oleh lingkungan yang mendukung, latihan yang konsisten, dan
penyediaan sarana yang memadai.
Konsep potensi peserta didik berdasarkan pengertian yang telah
disajikan sebelumnya. Potensi diartikan sebagai keseluruhan kemampuan
yang ada dalam diri peserta didik, yang memiliki potensi untuk berkembang
dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan. Beberapa aspek potensi yang
disebutkan meliputi kecerdasan berpikir, kehalusan perasaan, kekuatan
kemauan, dan kekuatan fisik. Pemahaman ini mencerminkan realitas bahwa
setiap individu memiliki keunggulan dan kelebihan yang berbeda, dan
pendidikan bertujuan untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan
mengoptimalkan potensi tersebut. Maka dari itu adapun jenis-jenis potensi
belajar peserta didik, yaitu:
171
H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1991, h. 144.
a. Potensi jasmaniah
Potensi jasmaniah merujuk pada keadaan fisik tubuh peserta
didik. Sebuah jasmani yang sehat dengan panca indra yang normal
dianggap sebagai bentuk potensi ini. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
tubuh individu dapat mengalami kelemahan bahkan hingga mengalami
kondisi sakit.Dengan demikian, pemahaman dan perhatian terhadap
potensi jasmaniah menjadi penting dalam konteks pendidikan, karena
kondisi fisik yang sehat dapat berkontribusi pada optimalisasi proses
belajar peserta didik.
b. Potensi rohaniah
Potensi rohaniah adalah potensi yang mencakup segi pikir, rasa,
karsa, cipta, karya, dan budi nurani. Dalam konteks ini, potensi tidak
hanya dipahami dari sisi intelektual (pikir) tetapi juga melibatkan aspek
emosional (rasa), kreativitas (cipta), tindakan (karya), dan moral (budi
nurani). Hal ini menunjukkan bahwa aspek spiritual, moral, dan budaya
memainkan peran kunci dalam pembentukan kepribadian yang positif.172
3. Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan peserta didik bisa didapatkan melalui proses bimbingan
yang yang diberikan pendidik kepada peserta didik dengan penyesuaian pola
bimbingan dasar kebutuhan perkembangan peserta didik. Guru harus
memainkan peran kunci, yaitu mengidentifikasi kebutuhan peserta didik di
lingkungan sekolah. Kebutuhan peserta didik menjadi fokus utama guru
dalam upaya menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung. Guru
dapat merancang strategi pembelajaran yang sesuai dan efektif. Identifikasi
kebutuhan peserta didik mencakup pemahaman terhadap berbagai aspek,
seperti gaya belajar, tingkat pemahaman, minat, dan kebutuhan khusus
lainnya yang dapat memengaruhi proses pembelajaran.
172
Aam Amaliyah, Azwar Rahmat, “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik
Melalui Proses Pendidikan”, Attadib: Jurnal Of Elementary Education, Vol.5, No.1, 2021
Desmita menyatakan bahwa konsep kebutuhan adalah aspek esensial
dalam kehidupan individu atau organisme. Ketidaksempurnaan atau
kekurangan yang dirasakan menciptakan motivasi untuk bertindak dan
memenuhi kebutuhan guna mencapai keseimbangan dan kesejahteraan.
Maka dari itu adapun yang menjadi kebutuhan-kebutuhan bagi peserta didik,
yaitu:
a. Kebutuhan Psikologis.
Kebutuhan Fisiologis tertuju pada beberapa kebutuhan yang
menjadi keutamaan dalam kelengkapannya. Contohnya makanan,
minuman, oksigen, sandang, tempat tinggal, seks, tidur dan istirahat.
b. Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Perlindungan.
Kebutuhan akan rasa aman adalah elemen penting dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Upaya untuk mencapai
ketentraman, kepastian, dan perlindungan dari ancaman membantu
membentuk fondasi yang stabil bagi perkembangan dan kesejahteraan
psikologis individu.
c. Kebutuhan Akan Rasa Kasih Sayang dan Memiliki.
Adapun konsep kebutuhan rasa kasih sayang dalam konteks
psikologi dan pandangan Abraham Maslow kebutuhan rasa kasih
sayang merujuk pada dorongan atau keinginan tersendiri untuk
membentuk hubungan afektif. Pada hakikaynya cinta dan kasih sayang
dianggap sebagai sesuatu yang hakiki dan memiliki makna mendalam
bagi manusia. Maslow memandang cinta dan kasih sayang sebagai
prasyarat bagi terwujudnya perasaan yang sehat yang mencakup
berbagai aspek kebutuhan emosional yang penting bagi perkembangan
pribadi dan kesejahteraan psikologis.
Maka dari itu kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki
mengindikasikan keinginan untuk memiliki hubungan yang bersifat
timbal balik, di mana individu merasa dicintai dan dapat memberikan
cinta yang mencerminkan esensi hubungan kasih sayang, di mana
individu memberikan dan menerima cinta dari orang lain.
d. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Dalam bidang akademis peserta didik menginginkan setiap usaha
yang mereka lakukan berhasil dengan baik. Maka peran seorang guru
yaitu memberikan kesempatan dan kebebasan kepada peserta didik atas
setiap usaha yang positif yang akan mereka lakukan. Semua ini
mencerminkan aspirasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman
belajar yang holistik, menantang, dan relevan dengan kehidupan sehari-
hari mereka..173
Abraham Maslow mengatakan tentang aktualisasi diri adalah
dorongan untuk menjadi diri sendiri sepenuhnya, mencapai potensi
penuh dan menjadi apa pun yang dapat dicapai sesuai dengan
kemampuan individu. Dalam konteks hasil penelitian kebutuhan
aktualisasi diri pada peserta didik, dapat diinterpretasikan bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk menerima realitas sekitar mereka, memiliki
keyakinan pada diri sendiri, dan diharapkan untuk tumbuh dan
mengembangkan potensi mereka.174
4. Dimensi-dimensi Peserta Didik
Dalam konteks pendidikan dimensi diakui sebagai wadah atau sarana
yang diperlukan untuk membentuk berbagai aspek dalam diri peserta didik.
Dimensi manusia dibagi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani.
Adapun penjelasannya, yaitu :
a. Dimensi Fisik (Jasmani)
Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur
abiotik. Unsur biotik Merujuk pada unsur hidup, unsur biotik dalam
173
Rika Devianti dan Suci Lia Sari, “Urgensi Analisis Kebutuhan Peserta Didik
Terhadap Proses Pembelajaran”, Jurnal Al-Aulia, Vol.06, No.1, Hlm. 24-26, 2020
174
Azril Edi Suryadi dan M.Asrori, Yuline, “ Identifikasi Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan Teori Abraham Maslow”, FKIP:Pontianak, Hlm.8
fisik manusia mencakup segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan,
seperti organ-organ tubuh, sistem biologis, dan fungsi-fungsi
biologis.Sedangkan unsur abiotik merujuk pada unsur non-hidup atau
unsur fisik yang tidak hidup, seperti unsur kimia, mineral, dan unsur-
unsur abiotik lainnya yang membentuk komponen fisik manusia.Maka
dari itu manusia dianggap lebih sempurna dari hewan. Dengan kata lain
manusia diberikan akal untuk berpikir, merenung, dan membuat
keputusan yang lebih berdasarkan pertimbangan rasional sedangkan
hewan tidak.175
b. Dimensi Akal
Ramayulis berpendapat bahwa Al – Ishfahami membagi akal
menjadi dua macam yaitu:
1) Aql Al-Mathhu' : Akal yang merupakan pancaran atau pencahayaan
langsung dari Allah SWT sebagai fitrah Ilahi.Konsep ini
mengandung pemahaman bahwa setiap manusia memiliki inti akal
yang berasal dari cahaya Ilahi atau kodrat Ilahi. Akal jenis ini
dianggap sebagai anugerah langsung dari Tuhan, yang melekat pada
setiap individu sebagai fitrah (kemampuan bawaan).
2) Aql al-Masmu : Akal yang merupakan kemampuan menerima atau
menangkap informasi yang dapat diluaskan oleh manusia.Akal ini
dipahami sebagai kemampuan manusia untuk menerima,
memahami, dan mengembangkan pengetahuan serta pemikiran. Aql
al-Masmu memberikan manusia kapasitas untuk memproses
informasi, berpikir kritis, dan merenung.
Maka dari itu kedua jenis akal ini saling berkaitan. Aql al-
Masmu berfungsi sebagai kemampuan manusia untuk menerima dan
mengembangkan informasi, sedangkan Aql Al-Mathhu' dianggap
sebagai sumber cahaya yang menerangi akal manusia.
175
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006)
c. Dimensi Keberagaman
Kodrat atau fitrah manusia sejak dilahirkan kedunia ini sebagai
homodivinus, yaitu sebagai ciptaan yang cenderung yakin adanya
Tuhan atau memiliki dimensi keagamaan. Diyakini bahwa dalam
pandangan agama Islam, sejak janin manusia berada dalam kandungan
ibu, ia telah mengetahui dan menyadari keberadaan Tuhan. Pada saat
sang Kholiq meniupkan nyawa ke dalam janin, dikatakan bahwa janin
tersebut mengucapkan keinginan untuk beriman kepada Tuhan.
Pemahaman ini menciptakan konsep fitrah, yaitu kecenderungan
bawaan manusia untuk percaya kepada Tuhan sejak lahir. Dalam
kerangka agama Islam, fitrah ini dianggap sebagai dasar keyakinan pada
keesaan Tuhan Oleh karena itu, fitrah di sini dipahami sebagai
kecenderungan bawaan manusia untuk mencari dan berhubungan
dengan dimensi spiritual atau keagamaan sejak awal kehidupannya..176
d. Dimensi Akhlak
Akhlak, atau budi pekerti dan moralitas, merupakan aspek utama
dalam pendidikan Islam. Perilaku tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan agama dalam Islam. Karena ajaran agama Islam menjadi
landasan utama pembentukan karakter dan perilaku moral.
e. Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Dimensi rohani memiliki peran dalam mengatasi keadaan
manusia agar dapat hidup bahagia, sehat, serta merasa aman dan
tenteram. Dimensi rohani merujuk pada aspek kejiwaan manusia yang
mencakup spiritualitas dan keseimbangan emosional. Pentingnya
dimensi rohani dalam pendidikan ditekankan sebagai kunci untuk
mencapai kebahagiaan, kesehatan, serta perasaan aman dan tenteram
dalam kehidupan.
f. Dimensi Seni (Keindahan)
176
Seni dianggap sebagai salah satu potensi rohani yang melekat
pada diri manusia. Pemahaman ini mencerminkan pandangan bahwa
manusia memiliki kemampuan bawaan untuk mengekspresikan
kreativitas dan keindahan, yang dapat dilihat melalui berbagai bentuk
seni seperti seni lukis, musik, sastra, dan sebagainya.
g. Dimensi Sosial
Dimensi sosial diartikan sebagai kesadaran akan tanggung jawab
sosial. Dalam Islam tanggung jawab seseorang itu tidak hanya pada
perbuatan yang bersifat pribadi, tetapi juga mencakup perbuatan yang
bersifat umum atau berdampak pada masyarakat secara luas.
5. Pengembangan Sikap Keagamaan Peserta Didik
Guru pendidikan agama Islam, sebagai sosok yang memiliki
tanggung jawab penuh dalam penanaman sikap keagamaan dalam diri
peserta didiknya. Guru dianggap sebagai agen pembentukan sikap
keagamaan, yang memiliki dampak besar pada pemahaman dan praktek
keagamaan peserta didik. Mata pelajaran PAI dianggap sebagai sarana yang
efektif untuk membentuk sikap keagamaan peserta didik.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 12
Ayat 1 yang menjelaskan Sistem Pendidikan Nasional, menetapkan bahwa
setiap peserta didik berhak memiliki pendidikan keagamaan sesuai dengan
agama yang dipercayainya. Dengan demikian, kalimat tersebut mengajukan
argumen bahwa penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan agama Islam di
setiap sekolah bukan hanya merupakan suatu keharusan hukum, tetapi juga
mencerminkan prinsip keadilan dan kebebasan beragama dalam konteks
pendidikan nasional Indonesia.
Maka dari itu untuk mengembangkan sikap keagamaan pada peserta
didik yaitu dengan memberikan keteladanan yang baik kepada para peserta
didik. Sebagaimana Umar bin Utbah yang mengingatkan guru untuk
mempersiapkan diri dengan baik sebelum mendidik anak-anak. Pesan dari
Ibnu Khaldun, melalui amanah Umar bin Utbah, memberikan pengertian
bahwa perilaku guru sangat mempengaruhi persepsi dan pandangan anak-
anak terhadap kebaikan dan keburukan.177
6. Karakter Peserta Didik Dalam Pandangan Islam
Kata "karakter" berasal dari kata "karakteristik," yang memiliki arti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari orang lainnya.Dengan demikian, konsep karakter dalam konteks ini
tidak hanya merujuk pada aspek fisik, tetapi lebih kepada ciri-ciri kejiwaan
dan moral yang membedakan individu satu dengan yang lain. Karakter
menjadi gambaran dari serangkaian sifat-sifat yang membentuk identitas dan
kepribadian seseorang, termasuk aspek-aspek seperti nilai-nilai moral, etika,
dan perilaku.
J.P. Chaplin memberikan pandangannya tentang konsep karakter,
yaitu:
a. Kualitas atau Sifat yang Tetap dan Kekal
Maksudnya adalah sifat-sifat yang tidak mudah berubah dan
menjadi bagian integral dari diri seseorang.
b. Integrasi atau Sintesa dari Sifat-sifat Individual
Maksudnya adalah karakter tidak hanya terdiri dari sifat-sifat
yang terpisah, tetapi merupakan hasil dari penyatuan atau kesatuan dari
berbagai sifat. Dalam hal ini, karakter dilihat sebagai suatu keseluruhan
yang terbentuk melalui integrasi sifat-sifat individual.
c. Pertimbangan dari Titik Pandang Etis atau Moral
Maksudnya adalah karakter bukan hanya mencakup sifat-sifat
fisik atau kognitif, tetapi juga melibatkan dimensi moral dan etis dalam
penilaian terhadap kepribadian seseorang. Maka dari itu prinsip-prinsip
dasar karakter peserta didik yang baik adalah karakter yang sesuai
177
Heni Mustaghfiroh dan Ashif Az-Zafi, “Membina Sikap Keagamaan Pada Peserta Didik
Melalui Pendidikan Islam”, Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.17, No.2, Hlm.15-16, 2020
dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadits. Karena prinsip-prinsip yang
terdapat dalam ajaran Al-Qur’an bertujuan untuk membentuk karakter
peserta didik yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga
memiliki moralitas dan etika yang kuat sesuai dengan nilai-nilai Islam.
178
C. Kesimpulan
Kata "mutarabbi," "muta‟allim," dan "muta‟addib." Ketiga istilah ini
pada dasarnya merujuk pada individu yang sedang mengalami proses
perkembangan dalam mencapai kesempurnaan. Mutarabbi adalah yang merujuk
pada seseorang yang sedang dalam proses mendidik diri sendiri atau sedang
mencari pendidikan. Mutarabbi mencerminkan kesadaran individu terhadap
kebutuhan untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Sedangkan Muta‟allim
adalah yang merujuk pada individu yang sedang belajar atau mengajukan diri
untuk belajar. Istilah ini menunjukkan seseorang yang secara aktif terlibat dalam
proses pendidikan, mencari pengetahuan dan pengembangan diri. Sedangkan
Muta‟addib adalah yang menggambarkan individu yang sedang membentuk
watak, sikap, dan karakter dirinya. Muta‟addib mencerminkan konsep
pembentukan kepribadian dan moralitas seseorang melalui proses pendidikan.
Potensi diartikan seluruh kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik.
Konsep potensi mencakup berbagai aspek kemampuan, baik secara kognitif,
emosional, maupun fisik. Potensi belajar peserta didik dibagi menjadi 2, yaitu
potensi jasmaniah dan potensi rohaniah.
Adapun yang menjadi kebutuhan dari peserta didik adalah kebutuhan
psikologis, rasa aman, kasih sayang dan memiliki, dan kebutuhan aktualisasi diri
Dan dimensi-dimensi peserta didik, yaitu, dimensi fisik, akal, keberagaman,
akhlak, rohani, seni, dan dimensi sosial.
178
Noor Amirudin, Suaib Muhammad dan Samsul Ulum, “Karakteristik Peserta Didik Yang
Ideal Perspektif Al-Qur’an dan hadist, TADARUS:JuRNAL Pendidikan Islam, Vol.9, No.2 Hlm.73,
2020
Perkembangan sikap keagamaan pada peserta didik ada pada guru.
Dimana guru dianggap sebagai aktor kunci dalam membina perkembangan sikap
keagamaan pada peserta didiknya, dan salah satu metode yang penting untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan mengajarkan mata pelajaran pendidikan
agama Islam.Guru pendidikan agama Islam diharapkan menjadi agen
pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik melalui pengajaran tentang
ajaran-ajaran agama Islam. Mata pelajaran PAI dipandang sebagai sarana yang
sangat penting dalam membentuk sikap keagamaan pada peserta didik di
lingkungan sekolah.Dengan adanya mata pelajaran PAI diharapkan peserta didik
dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai
keagamaan, serta menerapkan sikap keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai hasilnya, lingkungan sekolah diharapkan dapat menjadi wadah
yang efektif untuk menumbuhkan dan menguatkan sikap keagamaan pada
peserta didik, mendukung pembentukan karakter positif, dan kontribusi positif
terhadap perkembangan pribadi peserta didik secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Aam Amaliyah, Azwar Rahmat. (2021). “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik
Melalui Proses Pendidikan”, Attadib: Jurnal Of Elementary Education.
Aam Amaliyah, Azwar Rahmat. (2021). “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik
Melalui Proses Pendidikan”, Attadib: Jurnal Of Elementary Education.
Alui. (2020).” Pendidikan Islam”. Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam.
Azril Edi Suryadi dan M.Asrori, Yuline. “ Identifikasi Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan Teori Abraham Maslow”. FKIP:Pontianak.
H.M.Arifin. (1991). “Ilmu Pendidikan Islam”. Jakarta: Bumi Aksara.
Heni Mustaghfiroh dan Ashif Az-Zafi. (2020). “Membina Sikap Keagamaan Pada
Peserta Didik.
Mahmud Yunus. (1990). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta, Hidakarya Agung.
Noor Amirudin, Suaib Muhammad dan Samsul Ulum. (2020). “Karakteristik Peserta
Didik Yang Ideal Perspektif Al-Qur’an dan hadist, TADARUS:Jurnal
Pendidikan Islam.
Rahmayani Siregar. “Esensi Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam.” AUD Cendekia: Jurnal Of Islamic Early Childhood Education.
Rahmayani Siregar. “Esensi Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam.” AUD Cendekia: Jurnal Of Islamic Early Childhood Education.
Raihanah. (2015). “Konsep Peserta Didik Dalam Teori Pendidikan Islam dan Barat”,
Jurnal Tarbiyah Islamiyah.
Ramayulis.(2006). “ Ilmu Pendidikan Islam”. Jakarta: Kalam Mulia.
Rika Devianti dan Suci Lia Sari. (2020). “Urgensi Analisis Kebutuhan Peserta Didik
Terhadap Proses Pembelajaran”. Jurnal : Al-Aulia.
BAB XIII
PENDIDIKAN ISLAM
Azwar Harahap
A. Pendahuluan
Kurikulum dapat dianggap sebagai kerangka kerja penting dalam
membimbing dan mengarahkan proses pendidikan, memastikan bahwa
pendidikan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.Pemahaman terhadap interaksi kompleks antara falsafah hidup, politik
pemerintahan, dan dinamika kurikulum memungkinkan setiap bangsa untuk
merespon perubahan dan tuntutan zaman dengan lebih efektif dalam konteks
pendidikan. Ini juga menekankan peran sentral pendidik dalam mengarahkan
peserta didik menuju pengembangan potensi yang holistik sesuai dengan nilai-
nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.179Nurmadiah dalam bukunya
menekankan pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia. Berikut adalah
beberapa poin yang dapat diambil dari pernyataan tersebut:
1. Kebutuhan Manusia akan pendidikan yakni manusia diakui memiliki
kebutuhan akan pendidikan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan
hanya suatu opsi, tetapi menjadi suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan
manusia.
2. Pengembangan Potensi Diri, Pendidikan dianggap sebagai saran untuk
mengembangkan potensi diri manusia. Proses pembelajaran dalam
pendidikan diharapkan dapat membantu individu menggali dan
meningkatkan kemampuan serta bakat yang dimilikinya.
3. Pengembangan Kepribadian, Pendidikan dianggap berperan penting dalam
pembentukan kepribadian seseorang. Melalui proses pendidikan, seseorang
diharapkan dapat membentuk karakter, nilai-nilai, dan sikap yang positif.
4. Proses Pembelajaran yang BeragamPernyataan tersebut mencakup
pemahaman bahwa pendidikan dapat dijalani melalui berbagai cara atau
metode pembelajaran. Ini mencerminkan keragaman pendekatan yang dapat
diambil dalam memberikan pendidikan, sesuai dengan konteks dan
179
Nurmadiah, 2018. “Kurikulum Pendidikan Agama Islam.” Al-Afkar: Jurnal
Keislaman & Peradaban 2 (2).
kebutuhan masyarakat.
5. Pengakuan Masyarakat terhadap Pendidikan. Pernyataan tersebut
menyiratkan bahwa mengenali pentingnya pendidikan dan telah mengenal
cara-cara tertentu dalam memberikan pendidikan kepada individu.
Pernyataan ini secara umum mencerminkan pandangan bahwa pendidikan
memiliki peran sentral dalam pengembangan manusia secara holistik, tidak
hanya dalam hal pengetahuan, tetapi juga dalam hal pengembangan karakter dan
kepribadian. Ini juga menyoroti bahwa proses pendidikan dapat terjadi melalui
berbagai bentuk dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks
masyarakat.
Pernyataan Mahmud dalam bukunya menyebutkan bahwa dalam
pandangan Islam, pendidikan sering disebut dalam empat istilah, yaitu at-
tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, dan ar-riyadhah. Keempat istilah ini mencerminkan
pendekatan Islam terhadap pendidikan yang holistik, mencakup aspek-aspek
spritual, intelektual, moral, fisik. Setiap istilah menekankan dimensi khusus dari
pendidikan dalam konteks nilai-nilai Islam. Dengan memahami dan
mengintegrasikan konsep-konsep ini, pendidikan dalam pandangan Islam
diarahkan untuk membentuk individu yang seimbang dan bermoral
tinggi.180Pernyataan Syaodih Sukmadinata dalam bukunya menyoroti inti dari
pendidikan, yang terletak pada interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik
(siswa) dengan tujuan membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan.
Dengan menekankan inti pendidikan pada interaksi antara pendidik dan
peserta didik, pernyataan ini menyoroti bahwa pendidikan bukan hanya tentang
penyaluran informasi, tetapi juga tentang membimbing, membantu, dan
menginspirasi peserta didik menuju pencapaian potensi mereka secara penuh.
Pernyataan dari Syahidin juga menekankan bahwa pendidikan tidak hanya
terbatas pada transfer ilmu antara pendidik dan peserta didik, tetapi juga
180
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2017. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik.
Bandung: Remaja Rosdakarya
merupakan suatu proses dalam pembentukan karakter peserta didik. Pernyataan
ini mencerminkan pandangan bahwa pendidikan memiliki dampak jangka
panjang pada perkembangan individu, tidak hanya dalam hal pengetahuan tetapi
juga dalam pembentukan karakter dan moralitas. Ini menekankan pentingnya
mendukung peserta didikdala, menjadi individu yang berintegritas dan
bertanggung jawab dalam masyarakat.
Muhammad Irsad juga menyatakan bahwa pendidikan yang dinamis perlu
perubahan untuk beradaptasi dengan perubahan ruang, waktu, dan kebutuhan
masyarakat. Pernyataan ini menekankan perlunya adaptasi dan perubahan
berkelanjutan dalam pendidikan agar tetap relevan dan efektif. Melibatkan
seluruh aspek pendidikan, termasuk kurikulum, merupakan bagian integral dari
usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem pendidikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan tuntutan global. 181Silahuddin juga membuat
pernyataan bahwa kurikulum bukan hanya sebagai dokumen tetapi juga sebagai
suatu konsep yang hidup, dinamis, dan responsif terhadap perubahan zaman.
Memahami dan menerapkan konsep ini menjadi kunci untuk meningkatkan
efektivitas pendidikan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Pembahasan
1. Pengertian kurikulum
Secara Etimologi Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir
yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Dalam
Bahasa latin curriculum berarti running, course, or race course
kemudian dalam Bahasa Prancis courir yang memiliki arti berlari. Dari
beberapa pengertian bahasa latin tersebut kemudian digunakan istilah
“courses” atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mendapatkan
suatu gelar. Seiring waktu, konsep kurikulum terus berkembang dan
disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan di berbagai konteks dan
181
Silahuddin. 2014. “Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikanislam (Antara
Harapan Dan Kenyataan).” Jurnal Mudarrisuna 4: 331–55.
budaya.182Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa pandangan lampau
tentang kurikulum adalah sebagai kumpulan mata pelajaran yang
disampaikan oleh guru kepada peserta didik. Ini mencerminkan
pemahaman tradisional atau konvensional tentang kurikulum, dimana
fokusnya lebih pada pengajaran dan penyampaian materi oleh guru
kepada siswa.
Pemahaman ini cenderung bersifat instruksional dan menitikberatkan
pada aspek-aspek seperti desain pembelajaran, metode pengajaran, dan isi
kurikulum yang disusun berdasarkan mata pelajaran. Namun,
perkembangan pemikiran tentang kurikulum telah berkembang seiring
waktu, dan sekarang melibatkan elemen-elemen tambahan seperti
kompetensi keterampilan, dan pendekatan holistik untuk pengembangan
siswa.Penting untuk dicatat bahwa pemahaman tentang kurikulum dapat
bervariasi dan tergantung pada konteks waktu, budaya, dan pendekatan
pendidikan yang diterapkan.
Kurikulum adalah kumpulan pengalaman pendidikan,
kebudayaan, ilmu sosial, olahraga, dan ilmu kesenian yang disediakan
oleh lembaga pendidikan untuk peserta didik. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan peserta didik secara dalam semua aspek dan merubah
tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan.Selain itu, bagian tersebut
juga menyebutkan bahwa kurikulum mencakup hasil penelitian yang
dapat disajikan dengan menggunakan tabel, grafik, dan/atau bagan.
Bagian pembahasan kemudian mencakup pengolahan data, interpretasi
logis terhadap penemuan, dan mengaitkan dengan sumber rujukan yang
relevan.
Ini menggambarkan pendekatan holistik terhadap pendidikan, di
mana kurikulum tidak hanya mencakup aspek akademis, tetapi juga
182
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2017. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
aspek budaya, sosial, olahraga, dan seni. Selain itu, penelitian dan
analisis data dianggap sebagai bagian integral dari evaluasi dan
pengembangan kurikulum.183Arifin menyatakan bahwa kurikulum, sesuai
dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20
Tahun 2003, didefinisikan sebagai seperangkat rencana pengaturan yang
mencakup tujuan, isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabus pada setiap satuan pendidikan.Dengan demikian, definisi ini
menyoroti aspek-aspek kunci dari kurikulum, seperti tujuan pendidikan,
materi pembelajaran, dan metode pengajaran. Selain itu, pedoman ini
ditujukan untuk tingkat satuan pendidikan, menekankan kebutuhan untuk
menyusun kurikulum yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
masing-masing lembaga pendidikan.
Secara Terminologi definisi-definisi tersebut, dapat dilihat variasi
dalam pemahaman tentang kurikulum dari sudut pandang para ahli.
Berikut adalah ringkasan pendapat masing-masing ahli:
a. Crow and Crow
Kurikulum diartikan sebagai rancangan pengajaran atau
sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan dalam upaya meraih gelar
atau memperoleh ijazah.
b. Arifin
Kurikulum diartikan sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus
disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional
pendidikan.
c. Zakiah Darajat
183
Arifin, Zainal. 2018. Manajemen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam: Teori
DanPraktik. Yogyakarta: UIN Press.
Kurikulum diartikan sebagai suatu program yang direncanakan
dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan pendidikan tertentu.
d. Mac Donald
Kurikulum diartikan sebagai suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan yang digunakan dalam proses kegiatan belajar-
mengajar.
e. Doll
Doll menyatakan bahwa kurikulum memiliki pengertian yang
luas, tidak hanya berkaitan dengan proses belajar saja, melainkan juga
mencakup perubahan lingkup yang memuat pengalaman belajar anak di
lingkungan. Namun, pendapat Doll ini disanggah oleh Mauritz Johnson,
yang menegaskan bahwa kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, sementara interaksi
peserta didik dengan lingkungannya lebih merupakan bagian dari
pengajaran.
Dari beberapa definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa
pengertian kurikulum ini nampaknya lebih luas dari pengertian
sebelumnya, karena kurikulum tidak hanya dipandang sebatas bidang
studi saja, namun juga mencakup seluruh program di dalam kegiatan
pendidikan.Kalau dianalisis batasan diatas ternyata kegiatan kurikuler
tidak hanya sebatas di dalam ruang kelas saja, tetapi mencakup semua
pengalaman belajar, karena itu menurut pandangan modern semua
kegiatan yang bertujuan memberikan pengalaman belajar bagi siswa
adalah juga disebut kurikulum.
2. Komponen Kurikulum
Mengingat fungsi kurikulum dalam proses pendidikan merupakan
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tentu sebagai alat
pendidikan, kurikulum memiliki bagian penting dan penunjang yang
dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian ini disebut komponen
yang saling berkaitan, berinteraksi dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum suatu sekolah mengandung beberapa komponen
yakni: tujuan, isi, media, strategi, proses pembelajaran, dan evaluasi.
a. Tujuan Kurikulum
Terdapat dua jenis tujuan dalam kurikulum: tujuan secara
keseluruhan untuk lembaga pendidikan atau sekolah, yang mencakup
pengetahuan, keterampilan, dan sikap; dan tujuan dalam setiap bidang
studi, yang juga mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diinginkan setelah mempelajari suatu bidang studi.
b. Isi Kurikulum
Isi kurikulum adalah materi pembelajaran yang diprogramkan
dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Ini
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diharapkan
dimiliki siswa.
c. Media (Saran dan Prasaran)
Media dalam kurikulum berfungsi sebagai sarana pembelajaran,
membantu menjelaskan kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh
peserta didik.
d. Strategi
Strategi pada kurikulum merujuk pada pendekatan, metode
pembelajaran, serta teknik mengajar yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
e. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah komponen penting yang melibatkan
interaksi aktif peserta didik dengan materi pembelajaran. Perubahan
tingkah laku peserta didik diharapkan sebagai indikator keberhasilan
pelaksanaan kurikulum.
f. Evaluasi
Evaluasi pada kurikulum bertujuan untuk menilai sejauh mana
tujuan yang termuat dalam kurikulum telah dicapai. Evaluasi
memberikan gambaran tentang efektivitas dan keberhasilan pelaksanaan
kurikulum.
Dengan memahami dan mengintegrasikan komponen-komponen ini
secara baik, lembaga pendidikan dapat meningkatkan efektivitas kurikulum
mereka dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 184Menurut
Hasan Langgulung, ada empat komponen utama dalam kurikulum. Berikut
adalah ringkasan dari empat komponen tersebut:
a. Tujuan Pendidikan
Komponen ini mencakup tujuan-tujuan yang ingin dicapai
melalui proses pendidikan. Tujuan ini mungkin mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diharapkan dimiliki oleh
peserta didik setelah menyelesaikan kurikulum.
b. Pengetahuan (Knowledge)
Komponen ini melibatkan pengetahuan, informasi, data aktivitas,
dan pengalaman yang membentuk dasar kurikulum. Pengetahuan ini
dapat berasal dari berbagai sumber dan berfungsi sebagai landasan
untuk merancang dan melaksanakan kurikulum.
c. Metode dan Cara Mengajar
Komponen ini mencakup metode dan cara mengajar yang
digunakan oleh guru-guru. Metode ini tidak hanya berkaitan dengan
penyampaian materi pembelajaran, tetapi juga mencakup strategi untuk
184
Langgulung, Hasan. 1988. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Husna.1986. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-
Husna.1985. Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna. Wiryokusumo,
Iskandardan Mulyadi, Usman. 1988. Dasar-dasar PengembanganKurikulum, Jakarta: Bina
Aksara.
memotivasi murid dan membawa mereka menuju pencapaian tujuan
yang diinginkan oleh kurikulum.
d. Metode dan Cara Penilaian
Komponen ini membahas metode dan cara penilaian yang
digunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum serta hasil dari
proses pendidikan yang direncanakan oleh kurikulum tersebut. Evaluasi
ini membantu dalam menilai efektivitas kurikulum dan memastikan
bahwa tujuan pendidikan tercapai.
a. Berasaskan Islam
Semua aspek kurikulum, termasuk falsafah, tujuan, kandungan,
metode mengajar, perlakuan, dan hubungan, harus berlandaskan pada
ajaran dan nilai-nilai Islam.
d. Relevansi
Kurikulum harus sesuai dengan lingkungan peserta didik,
relevan dengan kehidupan sekarang dan masa depan, serta sesuai
dengan tuntutan pekerjaan.
e. Fleksibilitas
Terdapat ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam
bertindak, baik dalam pemilihan program pendidikan maupun
pengembangan program pengajaran.
g. Efisiensi
Kurikulum harus mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan
sumber daya lainnya secara cermat, tepat, memadai, dan dapat
memenuhi harapan.
i. Individualitas
Kurikulum harus memperhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan anak, mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik.
j. Kesamaan, Kesempatan, dan Demokrasi
Kurikulum harus memberdayakan semua peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara adil dan
demokratis.
k. Kedinamisan
Kurikulum harus dinamis, dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan perubahan sosial.
l. Keseimbangan
Kurikulum harus mengembangkan sikap dan potensi peserta
didik secara harmonis.
m. Efektifitas
Kurikulum harus mendukung efektivitas pendidik dan peserta
didik dalam proses belajar-mengajar.
b. Peserta Didik
Orientasi pada memenuhi kebutuhan peserta didik dengan
memperhatikan bakat, minat, dan potensi mereka.
d. Tuntutan Sosial
Menanggapi tuntutan sosial dengan memberikan kontribusi
positif dalam perkembangan masyarakat.
Fahmi, Asma Hasan. 1987. Sejarah dan Filsafat Pedidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang.
Yogyakarta: Araska.
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Quantum Teaching.
KURIKULUM PAI Oleh: Tb. Asep Subhi Abstrak.” Qathruna 3 (1): 117–34.
M. Asro’i Rambe
A. Pendahuluan
Integrasi ilmu merupakan paradigma baru yang menjadi konsep atau
model pengembangan keilmuan dalam sebuah pendidikan di Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Beberapa PTKIN yang sudah beralih status
dari STAIN atau IAIN menjadi UIN telah membawa konsep integrasi ilmu ini.
Integrasi yang dimaksud adalah model penyatuan yang antara satu dengan
lainnya memiliki keterkaitan yang kuat sehingga tampil dalam satu kesatuan
yang utuh.
Sejarah membuktikan bahwa peradaban yang maju selalu dibangun di
atas fondasi keilmuan yang maju pula. Kejayaan suatu bangsa atau umat manusia
ditentukan oleh penguasaan bangsa atau umat manusia tersebut atas ilmu
pengetahuan. Tidak terkecuali, kejayaan umat Islam yang pernah dicapai pada
masa lalu adalah dikarenakan banyaknya ilmuwan muslim yang mampu
menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti Jabir, al-Razi, Mas’udi,
Wafa, al-Biruni, Ibnu Sina, Ibnu Haitam, dan Umar Khayyam. Namun, dalam
proses perkembangannya Islam mengalami kemunduran dalam bidang ilmu
pengetahuan yang kemungkinan disebabkan adanya kotomi ilmu pengetahuan.
Dikotomi ilmu pengetahuan telah membuat umat Islam selama ini
terjebak dalam pemahaman yang keliru dan tidak utuh mengenai struktur ilmu.
Umat Islam selama ini dipahamkan bahwa ilmu yang wajib dipahami hanyalah
ilmu agama yang bersumber pada wahyu yang diturunkan Allah baik yang
berupa kitab Al-Qur’an maupun hadist nabi (skriptual), sedangkan ilmu
pengetahuan umum yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya
dengan alam semesta (non skriptual) dianggap sekuler dan tidak wajib dipelajari.
Akibatnya, umat Islam menjadi terpuruk dan masuk pada era kegelapan (the dark
age) dan menjadi jauh tertinggal dari bangsa-bangsa Barat.
Kesenjangan antara dunia pendidikan Islam dengan ilmu pengetahuan
modern tercipta semakin lama semakin lebar sehingga menghadapkan dunia
pendidikan Islam ke dalam tiga situasi buruk: pertama, dikotomi yang
berkepanjangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum; kedua,
keterasingan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dari realitas modern; dan ketiga,
menjauhnya ilmu-ilmu pengetahuan dari nilai nilai agama. Hingga kemudian,
muncul gerakan dalam pembaharuan dunia Islam dalam meminimalisiri adanya
sebuah kotomi ilmu pengetahuan di dalam tubuh Islam.
Integrasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islami, bisa dianggap sebagai
kesadaran mengenali kekuatan internal, mendedah harta karun khazanah islami.
Ini adalah salah satu anak tangga menuju masa depan. Wacana integrasi antara
ilmu pengetahuan Islam (agama) dan ilmu pengetahuan umum (sains) sudah
muncul cukup lama. Meskipun tidak secara eksplisit menggunakan kata
integrasi, gagasan perlunya pemaduan ilmu dan agama tersebut sudah cukup
lama beredar di kalangan cendikiawan muslim modern. Kalangan cendikiawan
muslim modern ini meyakini bahwa pada masa kejayaan sains dan peradaban
Islam, ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Islam sebenarnya telah
integrated. Mode-model integrasi keilmuan dapat berupa model IFIAS, ASASI,
islamic worldview, struktur pengetahuan islam, model bucaillisme, integrasi
keilmuan berbasis filsafat klasik, integrasi keilmuwan berbasis tasawuf, integrasi
keilmuwan berbasis fiqh, model kelompok ijmali, model kelompok aligarh.
Dalam pembahasan makalah ini diutarakan secara teoritis model integrasi
ilmu pengetahuan yang terjadi dalam dunia Islam khususnya dalam sistem
pendidikan di Perguruan Tinggi Islam yaitu UIN se-Indonesia yang diharapkan
dapat memberikan gambaran lengkap tentang pelaksanan integrasi ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dengan demikian, makalah ini berjudul: “Model
Integrasi Ilmu Pengetahuan”, yang membahas dua masalah, yaitu landasan
integrasi ilmu pengetahuan dan model-model integrasi ilmu pengetahuan UIN se-
Indonesia.
B. Pembahasan
1. Landasan Integrasi Ilmu Pengetahuan
Integrasi Ilmu merupakan paradigma baru yang menjadi konsep atau
model pengembangan keilmuan dalam sebuah pendidikan di Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Beberapa PTKIN yang sudah
beralih status dari STAIN atau IAIN menjadi UIN telah membawa konsep
integrasi ilmu ini. Dalam kajian ilmu sosial, teori integrasi dipahami sebagai
bagian dari paradigma fungsi struktural. Teori ini mengkaji seputar
penyesuaian unsur-unsur sosial yang beragam, sehingga membentuk
keutuhan masyarakat yang harmonis.
Perkembangan keilmuan dalam Islam telah melalui sejarah panjang
yakni lebih dari empat belas abad. Dalam sejarah panjang tersebut, Islam
telah mengalami sejarah pertemuannya dengan Barat terkait perkemangan
keilmuan. Pertemuan antara Islam dengan Barat tersebut telah berlangsung
berabad-abad berlanjut sampai sekarang itu penuh rivalitas, bahkan konfliks.
Secara historis kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia Barat berkembang
lebih dahulu kemudian sekitar abad pertengahan disusul oleh
berkembangnya Islam.
Perjalanan berikutnya, Islam yang baru lahir berkembang lebih cepat,
bahkan sampai meruntuhkan Romawi dan Persia yang berjaya sebelumnya.
Runtuhnya kerajaan Islam Spanyol merupakan momentum dimulainya
babak rivalitas baru, yang kemudian disusul era imperalisme-kolonialisme
dunia Barat atas dunia Islam. Era era imperalisme-kolonialisme ini berjalan
hampir empat atau sekitar lima abad merupakan simbol kemenangan Barat
atas Islam sebagai komunitas sosial-politik. Awal mula munculnya ide
integrasi keilmuan dilatar belakangi adanya dualisme atau dikotomi
keilmuan antara ilmu umum disatu sisi dan ilmu agama disisi lain, yang pada
akhirnya melahirkan dikotomik sistem pendidikan sehingga mengharuskan
adanya sebuah pembaharuan pendidikan.
Jika dilihat dari segi filosofis, maka landasan filosofis integrasi ilmu
pengetahuan bisa mencakup tiga ranah dalam filsafat ilmu, yaitu, ontologis
yang mencakup kepada eksistensi dan hierarki pengetahuan, epistemologis
yang berusaha dalam sumber-sumber dan instrumen pemerolehan ilmu, dan
aksiologi yang merupakan kajian pada nilai dan penerapan pengetahuan. Hal
ini dapat dipahami sebagai berikut:
a. Iinteigrasii Ontologii Iilmu dan Agama
Ontologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas
masalah ‘yang ada’, baik bersifat fisik maupun non-fisik. Ontologi lebih
banyak berbicara tentang hakikat ‘yang ada, sehingga seringkali
disamakan dengan metafisika, yaitu ilmu yang membicarakan tentang ‘
yang ada’ di balik benda-benda fisik yang oleh Aristoteles disebut
sebagai proto philosophia (filsafat pertama). Makna ‘yang ada’ dapat
dibedakan dalam tiga hal, yaitu mustahil ada (mustaḥīl al wujūd),
mungkin ada (jawāz al-wujūd) dan wajib ada (wājib al-wujūd). Wajib
ada adalah keberadaan sesuatu yang sifatnya wajib.
Makna ini bahwa sesuatu ada bukan karena sesuatu yang lain
namun justru menjadi penyebab atas keberadaan segala sesuatu. Inilah
yang oleh Aristoteles yang dalam bahasa agama disebut dengan Tuhan.
Tuhan yang wajib ada bersifatan sifat-sifat wajib yang di antaranya
adalah ilmu (al-‘ilmu) sehingga wujud (eksistensi) ilmu dan agama
adalah identik dan menyatu dalam wujud Tuhan. Secara ontologis,
bahwa hubungan antara ilmu dan agama bersifat integratif
interdependentif, artinya eksistensi (keberadaan) ilmu dan agama saling
bergantung satu sama lainnya. Tidak ada ilmu tanpa agama dan tidak
ada agama tanpa ilmu. Ilmu dan agama secara primordial berasal dari
dan merupakan bagian dari Tuhan.
Pandangan ontologis demikian sebagaimana Muhyi
menyebutkan bahwa hal tersebut sebagai usaha dalam menumbuhkan
sikap etis bagi ilmuwan maupun agamawan untuk ‘rendah hati’ dalam
menyikapi kebenaran, yaitu bahwa kebenaran yang saya pahami
hanyalah satu potong puzzle dari gambar keseluruhan alam semesta.
Beragam pandangan ilmuwan maupun agamawan yang lain dapat
dipandang sebagai potongan-potongan puzzle yang berguna untuk
saling melengkapi pemahaman kebenaran mutlak. Wujud ilmu dan
agama dalam dirinya sendiri tidak mengalami konflik jika ada konflik
sesungguhnya bukan konflik antara ilmu dan agama, tetapi konflik
pemahaman ilmuwan dan agamawan.
b. Iinteigrasii Eipiisteimologiis Iilmu dan Agama
Pandangan epistemologi pasti disadari oleh suatu pemahaman
ontology tertentu. Seseorang meyakini bahwa hakikat segala sesuatu
adalah materi, maka bangunan epistemologinya akan bercorak
materialisme. Pemahaman ini akan mengarahkan setiap penyelidikannya
pada apa yang dianggapnya sebagai kenyataan hakiki, yaitu materi.
Pemahaman ini dapat dilihat misalnya pada empirisme, rasionalisme
dan positivism. Demikian pula bagi seseorang yang secara ontologis
meyakini bahwa kenyataan hakiki adalah yang non-materi, mereka juga
mengarahkan penyelidikannya pada yang non materi, pemahaman ini
dapat dilihat misalnya pada intuisionisme.
Pandangan ontologis yang integratif-interdependentif antara ilmu
dan agama secara epistemologis menghasilkan konsep hubungan ilmu
dan agama yang integratif-komplementer. Sumber ilmu tidak hanya
rasio dan indra, namun juga intuisi dan wahyu. Keempat sumber ilmu
tersebut saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, para filsuf
muslim seperti al-Kindī mengelompokkan pengetahuan menjadi: 1) ‘ilm
’ilāhī (pengetahuan ilahi) seperti tercantum dalam Alqur’an, yaitu
pengetahuan yang diperoleh nabi langsung dari Tuhan dan 2) ‘ilm insānī
(human science) atau filsafat yang didasarkan atas pemikiran (ration
reason).
Kedua pengetahuan ini saling melengkapi satu sama lain dan
menjadi satu kesatuan (integratif-komplementer). Dimana ‘ilm ’ilāhī
seperti yang tercantum dalam Alqur’an diposisikan sebagai grand
theory, ilmu atau dengan kata lain, ‘ilm ’ilāhī grand theory-nya diambil
dari ayat qaulīyah sedangkan ‘ilm insānī, grand theory-nya diambil dari
ayat kaunīyah. Dari titik tolak yang berlawanan itu, keduanya bertemu
pada satu titik kebenaran. Di antara keduanya tidak mengalami konflik
jika ada konflik sesungguhnya bukan konflik antara ilmu dan agama,
tetapi konflik pemahaman ilmuwan dan agamawan.
c. Iinteigrasii Aksiiologiis Iilmu dan Agama
Aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas
masalah nilai sehingga aksiologi diartikan sebagai filsafat nilai.
Beberapa persoalan yang dibahas antara lain adalah: apa sesungguhnya
nilai itu, apakah nilai bersifat objektif atau subjektif, apakah fakta
mendahului nilai atau nilai mendahului fakta. Nilai secara sederhana
dapat diartikan sebagai ‘kualitas’. Kualitas ini dapat melekat pada
sesuatu (pengemban nilai). Sebagai contoh patung batu itu indah.
Patung batu adalah pengemban nilai sedangkan indah merupakan
kualitas (nilai) yang melekat pada patung.
Nilai sifatnya polaris dan hierarkis. Polarisasi nilai
menggambarkan bahwa dalam penilaian terdapat dua kutub yang saling
berlawanan, misalnya: benar-salah, baik-buruk, indah-jelek. Salah,
buruk, jelek, bukan sesuatu yang tidak bernilai, tetapi memiliki nilai
yang bersifat negatif. Adapun hierarki nilai menunjukkan bahwa
terdapat gradasi nilai yaitu amat buruk, buruk, cukup baik, baik dan baik
sekali.
Berangkat dari prinsip dasar bahwa hubungan ilmu dan agama
secara ontologis bersifat integratif-interdependentif, secara
epistemologis bersifat integratif komplementer, maka secara aksiologis
ilmu dan agama dapat dikatakan memiliki hubungan yang integratis-
kualifikatif. Artinya nilai-nilai (kebenaran, kebaikan keindahan dan
keilahian) secara simultan terkait satu sama lain dijadikan.
Ilmu tidak hanya berbicara masalah nilai kebenaran (logis) saja,
namun juga nilai-nilai yang lain. Dengan kata lain, menurut Bagir bahwa
yang benar harus juga yang baik, yang indah dan yang ilahiah. Pandangan
bahwa ilmu harus bebas nilai disatu sisi telah mengakselerasi secara cepat
perkembangan ilmu namun disisi yang lain telah menghasilkan dampak
negatif yang sangat besar.187 Berbagai problem keilmuan terutama pada
masalah aplikasinya dalam bentuk teknologi telah menghasilkan beragam
krisis kemanusiaan dan lingkungan, oleh karena diabaikannya berbagai nilai
diluar nilai kebenaran.
Integrasi antara ilmu dan agama bukan sesuatu yang terpisah dan
bukan sesuatu yang satu berada diatas yang lain. Pandangan bahwa agama
lebih tinggi dari ilmu adalah pengaruh dari konsep tentang dikotomi ilmu
dan agama. Ilmu dianggap sebagai ciptaan manusia yang memiliki
kebenaran relatif yang oleh karenanya memiliki posisi lebih rendah
187
Zainal Abidin Bagir, Jarot Wahyudi, dan Afnan Anshori, Integrasi Ilmu dan Agama:
Interpretasi dan Aksi (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), hlm. 27.
dibandingkan agama sebagai ciptaan tuhan yang memiliki kebenaran
absolut. Integrasi ilmu dan agama memerlukan landasan filosofis,
didalamnya terdiri atas tiga pilar besar yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi, sehingga agama tidak hanya menjadi landasan etis namun lebih
luas menjadi landasan filosofis bagi perkembangan ilmu.188
Dengan demikian, bahwa outcome yang dihasilkan dari institusi yang
mengintegrasikan ilmu dan agama adalah bukan hanya ilmuwan muslim
namun ilmuwan Islam. Ilmuwan muslim dimaksud adalah ilmuwan yang
beragama Islam, yaitu seseorang yang menguasai ilmu dan kuat imannya,
sedangkan ilmuwan Islam adalah, ilmuwan yang tidak hanya kuat imannya,
namun yang dapat menjadikan Islam sebagai paradigma bagi perkembangan
ilmu.
188
Nur Jamal, “Model-Model Integrasi Keilmuan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam,”
Kabilah 2, no. 1 (Juni 2017): 82–101.
Indonesia baru dimaksud, dengan merumuskan langkah-langkah
pengembangannya.
Beralih dari masalah tersebut, bahwa Universitas Islam Negeri
bertujuan untuk menjadikan pendidikan yang mengedepankan kepada tujuan
Islam itu sendiri. Upaya dalam penerapan pendidikan yang mengajukan diri
sebagai basis pengemabangan ilmu pengetahuan berbasis non kotomi dalam
penyelengaraan pendidikan yang dilaksanakan pada institusi pendidika
Islam. Hal ini dilakukan sebagai suatu bentuk dari proses sejarah pendidikan
Islam yang bertujuan dalam peradaban dunia yang bertujuan untuk
menggabungkan antara ilmu agama dan umum yang selama ini mengalami
kotomi baik itu dalam ruang lingkup pandangan masyarakat maupun dalam
pelaksanaan sistem pendidikan Islam itu sendiri sehingga berdirilah
Universitas Islam Negeri yang berupaya dalam menggabungkan kedua
masalah tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam
pelaksanaan pendidikan Islam.
Perubahan dari satu bentuk lembaga ke bentuk lembaga lain tentu
melahirkan karekteristik yang berbeda-beda. Di bawah ini akan
dikemukakan karekteristik UIN bahwa: Pertama, UIN tidak mengajarkan
keilmuan agama, akan tetapi juga menawarkan ilmu umum. Kedua, Integrasi
keilmuan sebagai respon terhadap paradigm dikotomis. Ketiga, Tidak hanya
dominan pada orientasi dakwah, tetapi juga merespon masyarakat semakin
kompleks. Setiap UIN tentunya memiliki model integrasi keilmuannya
masing-masing, sebagai yang diterangkan Rahmat Rifai dalam hasil
penelitiannya beberapa contoh di pelaksanaan intergasi ilmu di dalam
intitusi Universitas Islam Negeri Inonesia diantaranya adalah UIN Syarif
Hidayatullah berlandaskan konsep Reintegrasi Ilmu, UIN Sunan Ampel
Surabaya bersifat integrated twin towers (ITT), UIN Sunan Kalijaga yang
memiliki konsep Integrasi Interkoneksi, UIN Sumatera Utara dengan konsel
Wahdatul Ulum, dan UIN Malik Ibrahim Malang dengan konsep metapfora
pohon keilmuan dan kosep ulul albaab.
a. UIiN Syariif Hiidayatullah: Reiiinteigrasii Iilmu
UIiN Syariif Hiidayatullah meingusung konseip reiiinteigrasii iilmu,
diimana UIiN Syariif Hiidayatullah yang meimahamii iinteigrasii iilmu seibagaii
peinyatuan iilmu keiagamaan dan iilmu-iilmu laiin, seihiingga iilmu-iilmu
teirseibut tiidak saliing beirteintangan dan tiidak teirjadii diikotomiis. Dalam
hal iinii, iinteigrasii keiiilmuan meirupakan peirpaduan iinteirn iilmu agama dan
iintrein iilmu umum (saiins), seirta iinteigrasii antara iilmu agama deingan
iilmu umum. Peirpaduan iinii meincakup 3 aspeik atau leiveil, yaknii;
iinteigrasii ontologiis, iinteigrasii klasiifiikasii iilmu dan iinteigrasii
meitodologiis.189 Deingan deimiikiian, dapat diipahamii bahwasanya modeil
iinteigrasii iilmu peingeitahuan yang teirjadii dii siisteim peilaksanaan
peindiidiikan UIiN Syariif Hiidatullah adalah proseis peineikanan pada aspeik
aksiiologii deingan meimbeiriikan peineikanan pada niilaii-niilaii
keiial s I
man dan keimanusiiaan yang uniiveirsal.
b. UIiN Sunan Ampeil Surabaya: Iinteigrateid Twiin Toweirs (IiTT)
UIiN Sunan Ampeil Surabaya meingusung konseip iinteigrateid twiin
toweirs (IiTT) seibagaii peingeimbangan keiiilmuan dalam siisteim
peindiidiikannya. Siimbol dua meinara meingiindiikasiikan bahwa masiing-
masiing iilmu-iilmu
keiial s I
man dan saiins meimiiliikii landasan yang dapat beirkeimbang seisuaii deingan
niilaii karakteiriistiik dan objeiknya masiing-masiing. Meiskiipun keiduanya
meimiiliikii keiuniikannya seicara masiing-masiing namun keiduanya masiih
189
Umi Hanifah, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer (Konsep Integrasi Keilmuan Di
Universitas-Universitas Islam Indonesia,” TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam 13, no. 2 (10 Desember
2018): 273–94.
biisa saliing meinyapa, beirteimu dan meingaiitkan diirii antara satu dan laiin
seihiingga teirjadii seibuah hubungan yang harmonii.190
Deingan kata laiin, masiing-masiing iilmu tiidak peirlu diileiburkan
meinjadii satu namun diibiiarkan beirkeimbang dan meingeimbangkan diirii
namun harus mampu untuk saliing meinjeimbatanii dan meingupayakan
untuk saliing meinyapa seihiingga tiidak ada keicuriigaan, namun yang
teirciipta adalah seibuah kreiatiiviitas dan keikayaan iinteileiktual.
c. UIiN Sunan Kaliijaga: Iinteigrasii Iinteirkoneiksii
Konseip iinii diimaknasii seibagaii iilmu yang saliing teirhubung satu
sama laiinnya. Iilmu-iilmu agama
(IIal s
m) diipeirteimukan deingan iilmu-iilmu saiins-teiknologii, atau iilmu-iilmu
agama
(IIal s
m) diipeirteimukan deingan iilmu-iilmu sosiial-humaniiora, atau iilmu-iilmu
saiinsteiknologii diipeirteimukan deinagan iilmu-iilmu sosiial humaniiora.191
Oleih kareina iitu iilmu agama dan iilmu umum haruslah teirpadu atau
meinyatu, bukan diikotomiisasii, kareina iilmu yang utuh dan seimpurna
akan teircapaii biila hal iinii dapat diilakukan meilaluii peindeikatan
Iinteirdiisiipliineir dan keiteirkaiitan dalam meingiinteigrasiikan keiteirkaiitan
antara diisiipliin iilmu agama deingan iilmu umum diibangun dan
diikeimbangkan teirus meineirus, teirus meineirus, tanpa heintii.
d. UIiN Sumateira Utara: Teirm Wahdatul Ulum
Teirm Wahdatul Ulûm meirupakan landasan fiilosofii dalam
meimandang keisatuan gugusan iilmu peingeitahuan. Iinteigrasii seibagaii
190
Husniyatus Salamah Zainiyati, “Landasan Fondasional Integrasi Keilmuan Di UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang Dan UIN Sunan Ampel Surabaya,” ISLAMICA: Jurnal Studi
Keislaman 10, no. 1 (2015): 248–76.
191
Mujiburrahman, M. Rusydi, dan Musyarrafah, Integrasi Ilmu : Kebijakan dan
Penerapannya Dalam Pembelajaran dan Penelitian di Beberapa UIN (Banjarmasin: Antasari Press,
2018), hlm. 21.
seibuah strateigii meireiaktualiisasiikan Wahdatul Ulum yang seimpat
teirdiistorsii kareina teirjadiinya diikotomii. Transdiisiipliineir diipahamii seibagaii
suatu peindeikatan yang dapat diigunakan untuk meimahamii dan
meingaktualiisasiikan peingeimbangan iilmu dan konkriitiisasii bagii
peingeimbangan peiradaban dan keiseijahteiraan umat manusiia.192
Paradiigma Teirm Wahdah ‘Ulum peindeikatan transdiisiipliineir meinjadii
fiilsafat keiiilmuan UIiN Sumateira Utara seibagaii konseip tandiingan darii
yang diiteirapkan saiintiismei yang reiduksiioniis. Peindeikatan transdiisiipliineir
dapat meinyeileisaiikan peirsoalan praktiis dan akan dapat meindiinamiisiir eira
diisrupsii meilaluii reikayasa meitodologii, iilmu dasar, teikniik, dan ajaran
yang peika teirhadap peirsoalan manusiia yang kompleiks.
e. UIiN Maulana Maliik Iibrahiim Malang: Meitapfora Pohon Keiiilmuan dan
Koseip Ulul Albaab
UIiN Malang meimiiliikii keiuniikan teirseindiirii dalam fiilosofii
keiiilmuannya, diimana dalam konseip iinteigrasii iilmu dan agama
diiteirapkan deingan konseip meitapfora pohon keiiilmuan dan konseip ulul
albaab yang meimbeiriikan peiluang bagii UIiN Maulana Maliik Iibrahiim
untuk tampiil dalam ajang meimpromosiikan konseip iinteigrasii kei duniia.
UIiN Maulana Maliik Iibrahiim deingan paradiigma “pohon iilmu”, teirdapat
peirsamanaan dalam hal : 1) meinjadiikan Alqur’an dan Hadiits seibagaii
sumbeir iilmu peingeitahuan, 2) meimpeirluas mateirii kajiian dan
meinghiindarii diikotomii iilmu, 3) meineilusurii ayat-ayat Alqur’an yang
beirbiicara teintang saiins, dan 4) meingeimbangkan kuriikulum
peindiidiikan.193
C. Kesimpulan
192
Sulaiman Sulaiman, Hasan Asari, dan Mesiono Mesiono, “Penerapan Integrasi Ilmu Di
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,” Fikrotuna 13, no. 01 (Juli 2021): 1841–54.
193
Arbi Arbi dkk., “Model Pengembangan Paradigma Integrasi Ilmu Di Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,”
Profetika: Jurnal Studi Islam 20, no. 1 (2018): 1–15.
Peingeimbangan peindiidiikan agama meimeirlukan upaya reikonstruksii
peimiikiiran keipeindiidiikan dalam rangka meingantiisiipasii seitiiap peirubahan yang
teirjadii: peirtama, subjeict matteir peindiidiikan
IIal s
m harus beirriieintasii kei masa deipan; keidua, peirlu diikeimbangkan siikap teirbuka bagii
transfeir of knowleidgei dan kriitsiis teirhadap seitiiap peirubahan; keitiiga meinjauhkan
pandangan diikotomiis teirhadap iilmu (iilmu agama dan iilmu umum), tiidak teirjeibak
pada kateigorii-kateigorii yang saliing beirtolak beilakang. Kateigorii-kateigorii atau
diikotomii-diikotomii iitu harus diisiikapii seicara teirbuka dan diipiikiirkan seicara
diialeiktiis. Kareina “agama” dan “iilmu” meirupakan eintiitas yang meinyatu
(iinteigral) tak dapat diipiisahkan satu sama laiin. Seitiiap diiskursus teintang
meitodologii meimeirlukan seintuhan-seintuhan fiilsafat. Tanpa seinsei of phiilosophy
maka seibuah meitodologii akan keihiilangan substansiinya.
Awal mula munculnya iidei iinteigrasii keiiilmuan diilatar beilakangii adanya
dualiismei atau
i m o t o ki d
i keiiilmuan antara iilmu umum diisatu siisii dan iilmu agama diisiisii laiin, yang pada
akhiirnya meilahiirkan diikotomiik siisteim peindiidiikan. Landasan fiilosofiis biisa
meincakup tiiga ranah dalam fiilsafat iilmu, yaiitu, ontologiis (eiksiisteinsii dan
hiieirarkii peingeitahuan), eipiisteimologiis (sumbeir-sumbeir dan iinstrumein
peimeiroleihan iilmu), dan aksiiologii (niilaii dan peineirapan peingeitahuan). Modeil
iinteigrasii iilmu dii beibeirapa Peirguruan Tiinggii Iindoneisiia diiantaranya adalah seipeirtii
UIiN Syariif Hiidayatullah deingan konseip Reiiinteigrasii Iilmu, UIiN Sunan Ampeil
Surabaya deingan konseip Iinteigrateid Twiin Toweirs (IiTT), UIiN Sunan Kaliijaga
deingan konseip Iinteigrasii Iinteirkoneiksii, UIiN Sumateira Utara deingan Teirm
Wahdatul Ulum dan UIiN Maulana Maliik Iibrahiim Malang: Meitapfora Pohon
Keiiilmuan dan Koseip Ulul Albaab.
Daftar Pustaka
Arbii, Arbii, Iimam Hanafii, Munziir Hiitamii, dan Heilmiiatii Heilmiiatii. “Modeil
Peingeimbangan Paradiigma Iinteigrasii Iilmu Dii Uniiveirsiitas
IIal s
m Neigeirii Sunan Kaliijaga Yogyakarta Dan Uniiveirsiitas
IIal s
m Neigeirii Maulana Maliik Iibrahiim Malang.” Profeitiika: Jurnal Studii
IIal s
m 20, no. 1 (2018): 1–15.
Arraiiyyah, H.M. Hamdar. “Modeil Iinteigrasii Keiiilmuan Dii Uniiveirsiitas
IIal s
m Neigeirii.” Artiikeil. baliitbangdiiklat.keimeinag.go.iid. Diiakseis 8 Noveimbeir 2023.
https://baliitbangdiiklat.keimeinag.go.iid/beiriita/modeil-iinteigrasii-keiiilmuan-dii-
uniiveirsiitas-
iIal s
m-neigeirii.
Bagiir, Zaiinal Abiidiin, Jarot Wahyudii, dan Afnan Anshorii. Iinteigrasii Iilmu dan Agama:
Iinteirpreitasii dan Aksii. Bandung: Miizan Pustaka, 2005.
Haniifah, Umii.
“IIal s
miisasii Iilmu Peingeitahuan Konteimporeir (Konseip Iinteigrasii Keiiilmuan Dii
Uniiveirsiitas-Uniiveirsiitas
IIal s
m Iindoneisiia.” TADRIiS: Jurnal Peindiidiikan
IIal s
m 13, no. 2 (10 Deiseimbeir 2018): 273–94.
Muaz, Nanat Fatah Natsiir, dan Eirnii Haryantii. “Paradiigma Iinteigrasii Iilmu Peirspeiktiif
Pohon Iilmu UIiN Maulana Maliik Iibrahiim Malang.” Al-Afkar, Journal For
IIal s
miic Studiieis, 14 Feibruarii 2022, 302–19.
Muhyii, Abdul. “Paradiigma Iinteigrasii Iilmu Peingeitahuan UIiN Maulana Maliik Iibrahiim
Malang.” MUTSAQQAFIiN; Jurnal Peindiidiikan
IIal s
m dan Bahasa Arab 1, no. 1 (2018): 45–64.
Rahiim, Husnii, A. Maliik Fadjar, Iimam Suprayogo, Umar A. Jeiniiei, dan A. Qodry
Aziizy. Horiizon Baru Peingeimbangan Peindiidiikan
IIal s
m : Upaya Meireispon Diinamiika Masyarakat Global. Malang: UIiN Maliikii Peirs,
2004.
Sulaiiman, Sulaiiman, Hasan Asarii, dan Meisiiono Meisiiono. “Peineirapan Iinteigrasii Iilmu
Dii Uniiveirsiitas
IIal s
m Neigeirii Sumateira Utara.” Fiikrotuna 13, no. 01 (Julii 2021): 1841–54.
Tariigan, Mardiinal, Siitii Iirna Fadiillah, Niisa Feibriiyantii Tanjung, Santii Sarii Deivii
Manurung, dan Miiftahul Jannah. “Landasan Ontologii, Eipiisteimologii,
Aksiiologii Keiiilmuan.” Jurnal Studii Sosiial Dan Agama (JSSA) 2, no. 2 (26 Julii
2022): 92–105.
Zaiinuddiin, HM. “UIiN: Meinuju Iinteigrasii Iilmu Dan Agama.” Artiikeil. uiin-
malang.ac.iid. Diiakseis 8 Noveimbeir 2023.https://uiin-
malang.ac.iid/blog/post/reiad/131101/uiin-meinuju-iinteigrasii-iilmu-dan-
agama.html.
BAB XV
A. PENDAHULUAN
Etika yang sesuai dengan ajaran Islam juga menjadi fokus dalam
membentuk kepribadian. Pendidikan tidak hanya menitikberatkan pada aturan-
aturan formal, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang
mendorong perkembangan pemikiran kritis dan logika yang baik. Pengembangan
keterampilan berpikir rasional, analitis, dan kreatif menjadi tujuan pendidikan
Islam untuk mempersiapkan manusia menjadi pemikir yang mandiri dan kreatif.
Hal ini melibatkan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam serta
kemampuan menerapkannya secara kritis dalam berbagai konteks.
Aspek sosial juga menjadi fokus, dengan pendidikan Islam mencakup
pembentukan keterampilan komunikasi yang efektif, empati, toleransi, dan
kemampuan berkontribusi positif dalam masyarakat. Interaksi sosial yang baik
dan penuh tanggung jawab dianggap sebagai komponen penting dalam
membentuk individu yang seimbang.
Selain itu, pendidikan Islam juga memperhatikan dimensi spiritual dan
emosional manusia. Penguatan keimanan, praktik ibadah yang berkelanjutan, dan
pemahaman tentang nilai-nilai moral dan etika menjadi sorotan utama.
Pengembangan pemahaman diri, pengelolaan emosi yang sehat, dan kemampuan
berempati terhadap orang lain menjadi bagian integral dari perkembangan
emosional.
Pendidikan agama Islam bertujuan untuk mengaktualisasikan semangat
Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat. Fokus utamanya adalah
menginternalisasi nilai-nilai Islami, seperti keadilan, kebaikan, ketulusan, kasih
sayang, dan kebijaksanaan, sehingga nilainya tercermin dalam tindakan dan
perilaku sehari-hari. Kitab Suci agama Islam yaitu Al-Qur'an, dianggap sebagai
sumber utama petunjuk, dan dipandang sebagai panduan kepada jalan yang
benar, yang bertujuan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia
baik secara individu maupun dalam konteks sosial.
Al-Qur'an sebagai pedoman utama, menjadi landasan untuk membentuk
pandangan hidup dan nilai-nilai yang bersifat Islami. Nabi Muhammad SAW,
sebagai penerima Al-Qur'an, memiliki peran sentral dalam menyampaikan
petunjuk-petunjuk tersebut kepada umat manusia. Sebagai Rosul, beliau tidak
hanya mengajarkan dan menjelaskan isi Al-Qur'an, tetapi juga memberikan
teladan hidup yang sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu aspek penting dalam
peran Rosul adalah menyampaikan proses penyucian dan pendidikan moral, yang
bertujuan untuk memurnikan individu agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai
Islami.
Proses pengajaran dalam pendidikan agama Islam melibatkan
penyampaian pengetahuan dan pemahaman tentang Islam, serta cara menerapkan
ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Guru agama Islam berperan dalam
membimbing para murid untuk memahami, menghormati, dan mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an. Pendidikan ini tidak hanya
berkaitan dengan aspek teoritis, tetapi juga mengajak individu untuk
mengintegrasikan ajaran agama dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Berdasarkan semua keterangan di atas, nampaknya perlu dilakukan
perubahan paradigma dalam menelaah filosofis pembelajaran pendidikan Islam.
Penekanan diberikan pada perlunya mengembangkan keahlian yang mampu
meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar. Pemahaman ini mendukung
ide bahwa untuk mempelajari sesuatu dengan baik, pendekatan belajar aktif
menjadi kunci penting. Belajar aktif tidak hanya sekadar mendengarkan
informasi, melainkan melibatkan partisipasi aktif dari siswa. Mereka diajak
untuk melihat, mengajukan pertanyaan, dan mendiskusikan materi pelajaran
dengan sesama. Pentingnya melakukan tindakan, seperti memecahkan masalah
sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan
menyelesaikan tugas-tugas yang terkait dengan pengetahuan yang dimiliki atau
yang harus dicapai, menjadi poin kunci dalam proses belajar mengajar. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar yang melibatkan aktivitas siswa, sehingga
mereka dapat secara aktif terlibat dalam pemahaman dan praktik ajaran Islam.
Agar tercapainya tujuan pendidikan tersebut yaitu, pendidikan merupakan upaya
seseorang untuk mengembangkan potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas
kehidupan pribadi seseorang.194
B. Pembahasan
194
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hlm. 8.
sebelumnya.195 Dalam pengertian ini, pembelajaran merujuk pada
proses pengajaran atau instruksi yang melibatkan peran pengajar atau
instruktur. Proses ini didesain untuk mentransfer pengetahuan atau
keterampilan dari pihak yang memiliki keahlian (pengajar) kepada
peserta didik. Secara terminologi dalam konteks pendidikan dan
psikologi, "pembelajaran" merujuk pada suatu proses di mana individu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, pemahaman, atau mengalami
perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi dengan
informasi, lingkungan, atau materi pembelajaran. 196 Dalam konsep ini,
pembelajaran tidak hanya dilihat sebagai penerimaan pasif informasi,
tetapi juga melibatkan aktifitas mental dan interaksi individu dengan
lingkungan sekitarnya. Proses pembelajaran ini dapat terjadi melalui
berbagai cara, termasuk pengajaran formal, pengalaman langsung,
observasi, atau interaksi sosial.
Dalam pendekatan pembelajaran yang terkini, peran guru tidak
lagi terbatas pada pengajaran atau penyampaian materi. Sebaliknya,
guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang bertanggung jawab
merancang pengalaman pembelajaran yang aktif bagi siswa atau peserta
didik. Hal ini mencakup perancangan lingkungan pembelajaran yang
mendorong keterlibatan aktif siswa. Rancangan instruksional menjadi
fokus utama dalam pendekatan ini, merujuk pada perencanaan dan
desain pembelajaran yang efektif. Ini melibatkan pengembangan
rencana pembelajaran yang mencakup tujuan pembelajaran, materi,
metode, penilaian, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Rancangan instruksional menciptakan kerangka kerja yang terstruktur
untuk memandu proses pembelajaran.
195
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosdakarya,
2012), hlm. 270.
196
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran… , hlm. 269.
Pentingnya aktifitas siswa menjadi pokok pembahasan, di mana
pembelajaran sesungguhnya terjadi ketika siswa atau peserta didik
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Mereka bukan hanya
menjadi penerima pasif dari informasi, tetapi juga berpartisipasi dalam
eksplorasi, diskusi, pemecahan masalah, praktik keterampilan, dan
refleksi. Pendekatan ini menekankan pembelajaran berbasis siswa, yang
mengedepankan peran aktif siswa dalam mengonstruksi pemahaman
mereka sendiri. Sumber belajar yang bervariasi dan relevan menjadi
elemen penting dalam pendekatan ini, termasuk buku teks, materi
audiovisual, internet, proyek-praktis, dan lainnya. Tujuannya adalah
memberikan akses kepada siswa terhadap berbagai sumber informasi
dan pengalaman yang mendukung proses pembelajaran mereka,
menciptakan lingkungan pembelajaran yang dinamis dan inklusif.
Beberapa ahli merumuskan pengertian pembelajaran sebagai
berikut;
1) Syaiful Sagala menekankan bahwa pembelajaran melibatkan dua
komponen utama: mengajar oleh guru sebagai pendidik dan belajar
oleh peserta didik. Ini menyoroti hubungan timbal balik antara guru
dan peserta didik dalam proses pendidikan.197 Guru dalam proses
pembelajaran, memegang tanggung jawab utama dalam
menyampaikan materi pelajaran, mengorganisir pembelajaran,
memberikan arahan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung
belajar peserta didik. Mereka berperan sebagai fasilitator yang tidak
hanya menyediakan informasi, tetapi juga membimbing peserta
didik untuk memahami, menginternalisasi, dan mengaplikasikan
pengetahuan yang diberikan. Peserta didik, di sisi lain, memiliki
peran aktif dalam proses belajar. Mereka tidak hanya diharapkan
untuk menerima secara pasif yang diajarkan oleh guru, tetapi juga
197
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 338.
harus membuka diri untuk menerima pengetahuan dan panduan
yang diberikan. Lebih dari itu, peserta didik diharapkan untuk
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memahami dan
menguasai materi pelajaran. Ini melibatkan partisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran, seperti diskusi, praktik keterampilan, dan
penerapan konsep dalam situasi nyata. Kemauan untuk belajar dan
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran dianggap
sangat penting.
2) Corey mengarah pada pemahaman tentang pembelajaran yang
melibatkan pengelolaan lingkungan mencakup perancangan dan
penataan situasi belajar dengan sengaja, sehingga individu dapat
lebih efektif terlibat dalam pembelajaran. Ini bisa mencakup
penataan ruang fisik, penggunaan alat atau materi pembelajaran,
atau menciptakan kondisi yang mendorong partisipasi aktif dan
respon yang diinginkan.198 Proses pembelajaran melibatkan
pengelolaan lingkungan. Ini berarti guru atau pendidik memiliki
tanggung jawab untuk merancang atau mengatur lingkungan
pembelajaran agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
3) Pandangan Oemar Hamalik tentang pembelajaran menekankan
bahwa pembelajaran adalah hasil dari interaksi kompleks antara
berbagai unsur. Unsur-unsur ini mencakup komponen manusiawi,
seperti siswa, guru, dan staf pendidikan lainnya, bahan ajar, seperti
buku, materi audiovisual, dan komputer, fasilitas dan peralatan,
seperti ruang kelas dan perangkat audiovisual, serta prosedur
pembelajaran, seperti metode pengajaran, jadwal, dan evaluasi. Hal
ini menekankan peran manusia sebagai elemen penting dalam
proses pembelajaran. Siswa dianggap sebagai penerima pendidikan,
198
Ramayulis, Ilmu Pendidikan…, hlm. 339.
guru sebagai pendidik, dan ada kemungkinan peran staf pendidikan
lainnya, seperti teknisi laboratorium atau tenaga perpustakaan.
Interaksi antara manusia ini dianggap sebagai kunci utama dalam
memahami dan memperoleh pembelajaran yang bermakna. Materi
pembelajaran mencakup berbagai jenis bahan yang digunakan
dalam proses pengajaran, seperti buku teks, alat-alat audiovisual,
dan perangkat komputer. Fasilitas dan perlengkapan merujuk pada
ruang kelas dan peralatan yang mendukung proses pembelajaran,
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kegiatan belajar
mengajar. Sementara itu, prosedur mencakup langkah-langkah dan
metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, termasuk
jadwal pelajaran, cara penyampaian informasi, praktik, belajar,
ujian, dan sebagainya. Semua unsur ini dianggap saling terkait dan
saling mempengaruhi dalam membentuk pengalaman pembelajaran
yang holistik dan efektif.199
Dari asumsi para ahli mengenai pengertian pembelajaran, Syaiful
Sagala dan Oemar Hamalik memiliki pandangan yang lebih sejalan
dalam menekankan bahwa pembelajaran adalah hasil dari interaksi
kompleks antara berbagai unsur, termasuk guru dan siswa. Mereka
menekankan pentingnya peran aktif baik guru (pendidik) maupun siswa
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dianggap sebagai kerjasama
dan interaksi antara keduanya. Sedangkan, Corey, dalam pandangannya,
lebih menyoroti peran guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada
siswa dan mengacu pada pembelajaran sebagai "transfer of knowledge".
Corey lebih menekankan pengelolaan lingkungan pembelajaran agar
siswa dapat menerima informasi secara maksimal. Ini mencakup aspek
desain instruksional dan penyediaan sumber daya yang mendukung
pengajaran. Perbandingan ini menunjukkan perbedaan fokus antara
199
Ramayulis, Ilmu Pendidikan…, hlm. 339.
pandangan Syaiful Sagala dan Oemar Hamalik dengan Corey. Yang
pertama lebih menekankan pada interaksi kompleks antara guru dan
siswa sebagai kunci pembelajaran, sementara yang kedua, Corey, lebih
menyoroti peran guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa dan
pengelolaan lingkungan pembelajaran. Meskipun demikian, keduanya
mengakui peran penting interaksi dan keterlibatan aktif baik guru
maupun siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Abdul Majid menyoroti pentingnya peran pendidik dalam
membimbing peserta didik secara terstruktur menuju pemahaman yang
lebih mendalam terhadap prinsip-prinsip Islam. Pendekatan ini
menekankan bahwa pendidikan agama Islam bukan hanya tentang
penyampaian informasi, tetapi juga melibatkan upaya aktif untuk
membentuk pemahaman, keyakinan, dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai agama Islam. Dengan demikian, pendidikan agama Islam
dianggap sebagai suatu proses yang terarah dan berencana untuk
mencapai tujuan-tujuan spesifik dalam pengembangan spiritual dan
moral peserta didikTop of Form.200
Tujuan utama dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah
agar peserta didik aktif dalam proses belajar. Hal ini mencakup
pemahaman, praktik, dan penerapan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam
kehidupan mereka. Muhaimin menekankan pentingnya peserta didik
merasa bahwa mereka perlu belajar tentang agama Islam. Mereka harus
merasa dorongan intrinsik dan keinginan yang kuat untuk belajar, dan
motivasi ini harus berasal dari dalam diri mereka sendiri. Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bukan hanya tentang memperoleh
pengetahuan dasar, tetapi juga tentang mempertahankan minat dan
motivasi untuk terus belajar dan mendalami agama Islam. Ini
mencerminkan pemahaman bahwa belajar agama Islam adalah
200
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran… , hlm. 13.
perjalanan berkelanjutan. Pembelajaran mencakup pemahaman tentang
bagaimana beragama yang benar sesuai dengan ajaran Islam.
Selain itu, peserta didik juga diajak untuk memahami Islam
sebagai pengetahuan, termasuk aspek sejarah, budaya, dan praktik
Islam. Pendidikan Agama Islam tidak hanya tentang pemahaman konsep
agama, tetapi juga tentang menyelami konteks lebih luas yang
membentuk pemahaman menyeluruh terhadap ajaran Islam dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.201
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
1) Berpusat pada Peserta Didik (Student Centered Learning)
Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya memahami
dan mengakomodasi kebutuhan, minat, bakat, dan kemampuan
siswa dalam proses pembelajaran. Ketika siswa merasa bahwa
pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan minat mereka,
maka pembelajaran tersebut dianggap lebih bermakna dan relevan.
Pemahaman ini menekankan pada pentingnya membuat
pengalaman belajar yang dapat memotivasi siswa. Ketika siswa
merasa terhubung dengan materi pelajaran, mereka akan cenderung
lebih termotivasi untuk belajar dan memahami materi dengan lebih
baik, karena materi tersebut dihubungkan dengan pengalaman
pribadi dan kepentingan mereka. Pendekatan ini mendorong
terciptanya lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif dan
responsif terhadap kebutuhan individual siswa.202
Pendekatan berpusat pada siswa dalam pembelajaran, yang
membantu dalam pengembangan kepribadian siswa. Fokus utama
disini adalah memberikan siswa kesempatan untuk mengenali diri
201
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 183.
202
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Al-
Qur’an”, Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, Kordinat, Vol. XXI No. 2 Tahun
2022, hlm. 231.
mereka sendiri, mengembangkan keterampilan sosial, dan
meningkatkan keterampilan interpersonal.
Siswa didorong untuk mengembangkan kemampuan mereka
sesuai dengan potensi masing-masing. Hal ini dapat mencakup
mengasah bakat khusus, memperkuat keterampilan akademik, atau
mengasah kemampuan kreatif yang mereka miliki. Dengan
demikian, pendekatan ini menekankan keunikan dan keberagaman
kemampuan siswa serta memberikan dukungan yang sesuai untuk
mengembangkan potensi individu.
Selain itu, siswa diajarkan untuk mengambil inisiatif dalam
pembelajaran mereka. Mereka belajar bagaimana merencanakan
dan mengorganisir belajar mereka sendiri, mengambil tanggung
jawab atas proses pembelajaran mereka, dan menjadi pembelajar
yang lebih mandiri.
a) Belajar dengan Melakukan (Learning By Doing)
Metode pembelajaran yang memberikan penekanan
pada tindakan praktis dan pengalaman langsung sebagai cara
utama untuk memahami dan memperoleh pengetahuan.
Pendekatan ini menekankan bahwa individu belajar melalui
tindakan langsung, eksperimen, dan pengalaman praktis, lebih
daripada hanya melalui teori atau konsep semata. 203Pendekatan
ini khususnya bermanfaat dalam pembelajaran keterampilan
atau aplikasi praktis. Dengan menghadapi masalah dan
tantangan nyata, individu belajar untuk memecahkan masalah,
mengambil keputusan, dan berpikir kritis. Pendekatan ini
mendorong pengalaman langsung dalam menghadapi situasi
dunia nyata, yang dapat memberikan konteks nyata bagi
pembelajaran. Dengan melibatkan diri dalam tindakan
203
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran…, hlm. 232.
langsung, individu dapat mengasah keterampilan praktis
mereka dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah
dipelajari secara teoritis. Keunggulan dari metode ini adalah
motivasi yang dapat dihasilkan, karena individu dapat melihat
hasil konkret dari tindakan mereka. Pengalaman praktis juga
dapat meningkatkan minat dan motivasi untuk belajar karena
peserta didik merasa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. "Learning by doing" mencerminkan situasi dunia
nyata di mana individu harus berinteraksi dengan lingkungan
mereka, beradaptasi dengan perubahan, dan menghadapi
tantangan, sehingga memberikan pemahaman yang lebih
mendalam dan aplikatif.
b) Belajar Sepanjang Hayat (Long Life Education)
Konsep belajar sepanjang hayat atau long life education,
yang merupakan prinsip yang menekankan pentingnya belajar
sebagai suatu proses yang berlangsung selama kehidupan
individu, mulai dari masa kanak-kanak hingga masa tua.
Konsep ini memahami bahwa pembelajaran tidak terbatas pada
tahap-tahap pendidikan formal, seperti sekolah atau perguruan
tinggi, tetapi juga mencakup pembelajaran sepanjang hidup
dalam berbagai konteks dan fase perkembangan individu.204
Konsep belajar sepanjang hayat menekankan
pentingnya kesinambungan dalam pembelajaran, dengan
individu diharapkan untuk terus belajar, tumbuh, dan
berkembang sepanjang kehidupan mereka. Setiap fase
perkembangan individu diidentifikasi memiliki tugas
perkembangan khas, dan belajar sepanjang hayat membantu
individu memenuhi tugas-tugas tersebut, seperti
204
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran…, hlm. 233
mengembangkan identitas, memahami hubungan sosial, atau
mengejar pencapaian dalam karier.
Melalui pembelajaran yang berkelanjutan, individu
dapat mengembangkan berbagai kemampuan, keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang relevan dengan tahapan hidup
mereka. Pembelajaran yang berlangsung sepanjang hayat
dijelaskan sebagai lebih efektif ketika terkait dengan kebutuhan
dan minat individu. Ini melibatkan partisipasi aktif dan
motivasi untuk belajar.
Pembelajaran sepanjang hayat juga ditekankan bahwa
tidak terbatas pada konteks pendidikan formal, melainkan
mencakup pembelajaran yang terjadi melalui pengalaman
sehari-hari, interaksi sosial, dan keterlibatan dalam komunitas.
Konsep ini mengakui bahwa individu dihadapkan pada
berbagai tantangan sepanjang kehidupan mereka, dan
pembelajaran yang berkelanjutan membantu persiapan untuk
mengatasi tantangan ini. Fleksibilitas dalam pendekatan dan
adaptabilitas terhadap perubahan dalam lingkungan dan
kehidupan juga dianggap sebagai bagian integral dari
pembelajaran sepanjang hayat.
205
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran…, hlm. 234.
206
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran…, hlm. 235.
melakukan tindakan baik secara teratur dan berulang-ulang
sehingga tindakan tersebut menjadi bagian integral dari
kehidupan sehari-hari mereka.
Pentingnya konsistensi dalam pembiasaan ditekankan,
di mana anak-anak diajarkan untuk melaksanakan tindakan
baik secara teratur. Mereka sering kali belajar melalui
pengamatan dan peniruan orang-orang yang telah menjadi
contoh dalam melaksanakan tindakan positif tersebut. Selama
proses pembiasaan, anak-anak diperkenalkan pada nilai-nilai
dan prinsip-prinsip yang mendasari tindakan baik tersebut.
Mereka diberikan pemahaman mengapa tindakan tersebut
penting.
Tujuan akhir dari metode pembiasaan adalah agar anak
menginternalisasi perilaku tersebut sehingga mereka dapat
melakukannya tanpa perlu pengawasan atau dorongan
eksternal. Anak-anak diberi kesempatan untuk aktif
berpartisipasi dalam tindakan tersebut, memungkinkan mereka
merasakan pengalaman langsung dan memberi arti pada apa
yang mereka lakukan.
Pembiasaan memerlukan pengulangan yang terus-
menerus, di mana tindakan baik harus dilakukan berkali-kali
sehingga menjadi kebiasaan. Proses ini menciptakan fondasi
kuat untuk memastikan bahwa perilaku atau nilai-nilai yang
diinginkan menjadi bagian integral dari kepribadian dan
karakter anak-anak.
2) Pemanfaatan High Touch High Tech
Teknologi adalah hasil dari penerapan pengetahuan dalam
praktek untuk mencapai tujuan tertentu atau menciptakan alat dan
proses yang bermanfaat. Sejarah teknologi dapat ditelusuri kembali
ke awal peradaban manusia, di mana manusia prasejarah mulai
menggunakan alat sederhana seperti batu yang diasah menjadi
kapak dan tombak. Ini merupakan contoh awal dari penerapan
pengetahuan untuk menciptakan alat yang dapat meningkatkan
kemampuan manusia."High tech" merujuk pada teknologi yang
paling cepat, tepat, dan mudah digunakan pada zaman modern.
Teknologi canggih ditandai oleh kecepatan, akurasi, dan
kemudahan penggunaan yang lebih tinggi. Ini mencakup perangkat
elektronik, perangkat lunak komputer, dan berbagai inovasi
teknologi modern lainnya. Selanjutnya, pola pendidikan yang dapat
memfasilitasi pembentukan kepribadian anak/siswa secara utuh.
Pendekatan "high touch" dengan unsur pengakuan, kasih sayang,
kelembutan, pengarahan, penguatan, ketegasan yang mendidik, dan
keteladanan dianggap penting. Kondisi "high touch" dapat
diaplikasikan oleh guru untuk mencapai kedirian anak didik dalam
konteks hubungan pendidikan melalui kewibawaan. Pendekatan ini
menekankan pentingnya interaksi personal, perhatian, dan aspek
emosional dalam proses pembelajaran, yang tidak
mengesampingkan kontribusi teknologi canggih dalam konteks
pendidikan modern.207
Elemen kewibawaan dalam konteks pendidikan ini
meliputi:208
a) Pengakuan: Ini mencakup penghargaan dan perlakuan yang
diberikan oleh guru kepada anak didik berdasarkan aspek
kemanusiaan. Ini juga melibatkan cara anak didik menghormati
207
Sri Murhayati, Pembelajaran Berbasis High Tech Dan High Touch; Implementasinya dalam
Proses Pembelajaran Agama Islam di Pondok Pesantren Pekanbaru (Riau: Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, 2010), hlm. 3.
208
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Padang: UNP, 2008), hlm. 125.
dan bersikap terhadap guru berdasarkan status, peran, dan
kualitas guru yang dianggap tinggi.
b) Kasih sayang dan kelembutan: Melibatkan sikap, perlakuan,
dan komunikasi guru kepada anak didik yang didasarkan pada
hubungan sosio-emosional yang akrab, terbuka, dan
mendukung. Ini bertujuan menciptakan suasana hubungan yang
mempromosikan perkembangan anak didik, dengan fokus pada
cinta dan perhatian untuk kepentingan dan kebahagiaan
mereka.
c) Penguatan: Merupakan usaha guru untuk memperkuat perilaku
positif anak didik melalui pemberian penghargaan yang sesuai.
Penguatan didasarkan pada prinsip-prinsip perubahan perilaku,
di mana perilaku yang diinginkan diberi perangsang positif
untuk meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut muncul
kembali.
d) Pengarahan: Melibatkan upaya guru untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik dalam pengembangan diri mereka.
Meskipun bersifat direktif, guru harus memastikan bahwa anak
didik tetap merasa otonom dan diberi kebebasan untuk
berkembang sebagai individu yang mandiri.
e) Tindakan tegas yang mendidik: Melibatkan upaya guru untuk
mengubah perilaku yang tidak diinginkan pada anak didik
melalui kesadaran anak didik tentang kesalahannya. Ini
dilakukan dengan menjunjung martabat anak didik dan
menjaga hubungan yang baik, tanpa menciptakan suasana
negatif yang dapat merugikan mereka.
f) Keteladanan: Melibatkan penampilan positif dan normatif guru
sebagai contoh yang baik bagi anak didik. Keteladanan
didasarkan pada konsep konformitas sosial, di mana anak didik
dapat meniru perilaku guru melalui berbagai tahap, mulai dari
kepatuhan hingga internalisasi.
Pentingnya melibatkan seluruh potensi manusia dalam
proses pembelajaran, dengan memanfaatkan teknologi tinggi (high
tech) dan paradigma pendidikan yang menggabungkan unsur high
touch dan high tech. Proses pembelajaran disajikan sebagai suatu
proses yang harus melibatkan seluruh potensi manusia, termasuk
indera dan lapisan otak. Ini menekankan pendekatan holistik dalam
pembelajaran, mengakui bahwa pembelajaran tidak hanya tentang
aspek kognitif tetapi juga melibatkan aspek emosional, spiritual,
dan fisik.
Penggunaan teknologi tinggi (high tech) dijelaskan sebagai
alat yang tidak hanya memasuki ruang pabrik dan industri tetapi
juga merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai
perangkat seperti video game, TV, PC, dan lainnya. Hal ini
mencerminkan penetrasi teknologi dalam seluruh aspek kehidupan
manusia. Penggunaan teknologi harus sesuai dengan ajaran Islam.
Paradigma ini memberikan ruang gerak yang cukup dan luas bagi
anak didik untuk mengaktualisasikan potensi mereka, sambil tetap
mengakui nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
Ada penekanan pada pentingnya kewibawaan atau
pendekatan "high touch" dalam proses pendidikan. Guru
mengakomodasi aspek-aspek kewibawaan seperti pengakuan, kasih
sayang, kelembutan, pengarahan, penguatan, dan keteladanan.
Aspek ini dianggap penting untuk membentuk kepribadian anak
secara utuh, termasuk aspek afektif, moral, dan spiritual.
Pembicaraan juga menyentuh peran pola pendidikan dalam keluarga
dan sekolah. Orang tua sebagai institusi pertama dan guru sebagai
institusi kedua memiliki peran besar dalam membentuk sikap dan
perilaku anak. Pola pendidikan yang efektif harus memadukan
unsur high touch dan high tech.
Kewibawaan guru sebagai "alat pendidikan" yang digunakan
untuk menjangkau kedirian anak didik dalam hubungan pendidikan.
Ini mencakup perlakuan positif, konstruktif, dan komprehensif yang
menciptakan suasana hubungan yang hangat, terbuka, dan
mendukung. Pendekatan ini mencoba mengatasi potensi
ketidakseimbangan dalam praktik pendidikan saat ini, yang terlalu
fokus pada aspek kognitif dan teknologi tanpa memadukan aspek
afektif dan nilai-nilai moral.
3) Pendekatan Dan Metode Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah suatu kerangka pandang
yang digunakan oleh para pendidik, guru atau lembaga pendidikan
untuk merancang dan mengelola proses pembelajaran.209
Pendekatan dalam konteks pendidikan mengacu pada visi bersama
tentang bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Pendekatan
ini memberikan pandangan yang melandasi perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran.210
Syaiful Bahri membagi pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan oleh guru dalam memecahkan masalah kegiatan belajar
mengajar menjadi sebelas jenis, yaitu: 211
a) Pendekatan Individual: Membahas pendekatan yang
mempertimbangkan perbedaan individual dalam gaya belajar
dan kebutuhan siswa. Guru mampu menyesuaikan
pembelajaran untuk setiap siswa.
209
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer; “Mengembangkan Profesionalisme
Guru Abad 21”, (Bandung: Alfabeta, 2018), hlm. 124.
210
Mulyono, Strategi Pembelajaran; “Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global”, Cet. 2,
(Malang: UIN Maliki Press, 2012), hlm. 12.
211
Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, Cet 3, (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm. 214-215.
b) Pendekatan Kelompok: Fokus pada pembelajaran dalam
konteks kelompok. Siswa bekerja bersama dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
c) Pendekatan Variasi: Menggabungkan berbagai metode dan
pendekatan dalam pembelajaran untuk menghindari monoton
dan meningkatkan pemahaman siswa.
d) Pendekatan Edukatif: Menekankan aspek pendidikan dalam
pembelajaran, seperti pengembangan karakter dan nilai.
e) Pendekatan Pengalaman: Mendorong siswa untuk belajar
melalui pengalaman langsung dan praktik.
f) Pendekatan Pembiasaan: Menekankan pembelajaran melalui
pengulangan dan konsistensi dalam melakukan tindakan atau
aktivitas tertentu.
g) Pendekatan Emosional: Memperhatikan aspek emosional siswa
dalam pembelajaran. Guru mendukung perkembangan emosi
positif siswa.
h) Pendekatan Rasional: Mendorong pemikiran kritis dan analitis
siswa dalam proses pembelajaran.
i) Pendekatan Fungsional: Berkaitan dengan penerapan ilmu dan
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata.
j) Pendekatan Keagamaan: Memasukkan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip agama dalam pembelajaran.
k) Pendekatan Kebermaknaan: Menekankan pada pemahaman dan
pengaplikasian materi pelajaran dalam konteks kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan dalam konteks pendidikan, metode, menurut
Muhammad Atiyah Al-Abrasy, merujuk pada pendekatan atau jalan
yang digunakan oleh pendidik, baik itu guru atau instruktur, dalam
menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Metode
ini dirancang dengan tujuan untuk membantu peserta didik
memahami dan menguasai materi pelajaran dengan lebih efektif.
Dengan kata lain, metode dalam konteks ini merupakan strategi
atau pendekatan yang dipilih oleh pendidik untuk mencapai hasil
pembelajaran yang optimal dari peserta didik. 212 Sehingga dapat
dipahami bahwa metode merupakan sarana atau strategi yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran sehingga peserta
didik dapat memahami dan mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan.
Tidaklah berlebihan jika ada sebuah Ungkapan "aththariqah
ahammu minal maddah" dapat diterjemahkan sebagai "metode lebih
penting daripada materi." Pernyataan ini mengandung makna bahwa
kualitas metode pembelajaran memiliki dampak yang lebih besar
dibandingkan dengan kualitas materi pelajaran itu sendiri.
Meskipun materi yang diajarkan penting, namun jika metode yang
digunakan tidak tepat, maka tujuan pendidikan akan sulit tercapai
dengan baik. Pemilihan metode yang sesuai dapat meningkatkan
efektivitas pembelajaran, memfasilitasi pemahaman, dan membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih efisien.213
Adapun metode pendidikan Islam yang relevan dan efektif
dalam pengajaran ajaran Islam adalah:214
a) Metode Diakronis, Metode ini menekankan aspek sejarah
dalam pengajaran Islam. Fokusnya pada pemahaman dan
analisis perkembangan sejarah Islam, termasuk perkembangan
ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam
212
Zaini Miftah, “Warisan Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial”. Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 4 nomor I, edisi Januari - Juni 2019, hlm. 77.
213
Sugeng Priyanto, dkk., “Metode pendidikan agama Islam dalam al-Qur’an”. At Turots: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2020, hlm. 181.
214
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 179-
182.
sepanjang waktu. Peserta didik dapat menelaah kejadian sejarah
untuk memahami komponen, subsistem, sistem, dan
suprasistem ajaran Islam. Metode ini lebih terarah pada aspek
kognitif.
b) Metode Sinkronis-Analitis, Metode ini berfokus pada
kemampuan analisis teoretis dan pemahaman mendalam
terhadap ajaran Islam. Tidak hanya menekankan aspek aplikasi
praktis, tetapi juga mendorong pemahaman konsep-konsep
agama secara mendalam. Teknik pengajarannya meliputi
diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi buku, dan
lomba karya ilmiah.
c) Metode Problem Solving (Hill al-Musykilat), Metode ini
menitikberatkan pada pelatihan peserta didik dalam
menghadapi dan memecahkan masalah dalam cabang ilmu
pengetahuan tertentu. Meskipun efektif dalam pengembangan
keterampilan praktis, kelemahannya adalah potensi
perkembangan pikiran peserta didik yang terbatas dan bersifat
mekanistik jika hanya terfokus pada pola yang telah dipelajari.
d) Metode Empiris (Tajribiyah), Metode ini memberikan
pengalaman praktis kepada peserta didik dalam memahami
ajaran Islam. Menekankan proses realisasi, aktualisasi, dan
internalisasi norma-norma dan kaidah Islam melalui aplikasi
yang melibatkan interaksi sosial. Keuntungan metode ini
adalah pengembangan deskriptif inovasi beserta aplikasinya
dalam kehidupan sosial yang nyata.
e) Metode Induktif (al-Istiqraiyah), Metode Induktif (al-
Istiqraiyah) adalah suatu pendekatan pengajaran yang bertujuan
membimbing peserta didik dalam memahami kebenaran-
kebenaran dan hukum-hukum umum melalui penyajian materi
yang khusus, menuju pada kesimpulan yang umum. Berikut
adalah empat tahap pelaksanaan metode induktif:
f) Metode Deduktif, Metode Deduktif adalah suatu pendekatan
pengajaran yang dimulai dengan penyajian kaidah atau prinsip
yang umum, lalu diikuti dengan penerapan prinsip tersebut
pada contoh-contoh atau masalah-masalah khusus. Metode ini
sering digunakan dalam pendidikan Islam.
D. Kesimpulan
Pembelajaran agama Islam memiliki tujuan untuk mewujudkan semangat
Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat. Proses pembelajaran
melibatkan dua komponen utama, yaitu mengajar oleh guru sebagai pendidik dan
belajar oleh peserta didik. Menurut Syaiful Sagala, pembelajaran juga melibatkan
pengelolaan lingkungan dengan sengaja agar seseorang dapat berpartisipasi
dalam situasi tertentu atau memberikan respon terhadap situasi tersebut.
Pandangan Oemar Hamalik menekankan bahwa pembelajaran adalah
hasil dari interaksi kompleks antara berbagai unsur, termasuk komponen
manusiawi (siswa, guru, dan staf pendidikan lainnya), bahan ajar (buku, materi
audiovisual, dan komputer), fasilitas dan peralatan (ruang kelas, perangkat
audiovisual), serta prosedur pembelajaran (metode pengajaran, jadwal, dan
evaluasi).
Beberapa prinsip pembelajaran yang diakui mulai dari berpusat pada
peserta didik, belajar dengan melakukan, belajar sepanjang hayat, belajar melalui
peniruan, hingga belajar melalui pembiasaan. Pola pendidikan yang dapat
memfasilitasi terbentuknya kepribadian anak/siswa secara utuh adalah
pendidikan high touch dengan unsur pengakuan, kasih sayang dan kelembutan,
pengarahan, penguatan, ketegasan yang mendidik, dan keteladanan.
Pendekatan pembelajaran merupakan kerangka kerja atau sudut pandang
yang digunakan oleh pendidik, guru, atau institusi pendidikan dalam merancang
dan mengelola proses pembelajaran. Sementara itu, metode dalam konteks
pendidikan, menurut Muhammad Atiyah Al-Abrasy, merupakan pendekatan atau
jalan yang digunakan oleh pendidik (guru atau instruktur) untuk menyampaikan
materi pembelajaran kepada peserta didik. Ini mencakup berbagai metode seperti
metode diakronis, sinkronis-analitis, problem solving (hill al-musykilat), empiris
(tajribiyah), induktif (al-istiqraiyah), dan deduktif. Semua metode ini memiliki
tujuan tertentu dalam mendukung pemahaman dan pengembangan peserta didik.
Daftar Pustaka
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung:
Rosdakarya, 2012.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Kalam Mulia, 2012.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2002.
Mutiara Sofa, “Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam
Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama
Islam, Kordinat, Vol. XXI No. 2 Tahun 2022.
Sri Murhayati, Pembelajaran Berbasis High Tech Dan High Touch;
Implementasinya dalam Proses Pembelajaran Agama Islam di Pondok
Pesantren Pekanbaru, Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim,
2010.
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Padang: UNP, 2008.
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer; “Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21”, Bandung: ALFABETA, 2018.
Mulyono, Strategi Pembelajaran; “Menuju Efektivitas Pembelajaran di
Abad Global”, Cet. 2, (Malang: UIN Maliki Press, 2012
Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, Cet 3, Depok: Rajawali Pers, 2018.
Zaini Miftah, “Warisan Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial”.
Jurnal Pendidikan Islam, Volume 4 nomor I, edisi Januari - Juni 2019.
Sugeng Priyanto, dkk., “Metode pendidikan agama Islam dalam al-Qur’an”. At
Turots: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2020.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006.
BAB XVI
BALYAN OSLERKING
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
Sebelum Nabi Muhammad Saw diutus, apabila ada Nabi yang meninggal,
maka digantikan oleh Nabi yang lain. Akan tetapi setelah masa kenabian
Muhammad Saw, tidak ada lagi Nabi yang akan menggantikannya, karena beliau
adalah penutup sekalian Nabi dan rasul (al-khatamul al-anbiya wa al-mursalin).
Hanya saja, sebagai pengganti Nabi Muhammad Saw akan diberi gelar khalifah,
sebagaimana hadis yang dikemukan pada pembahasan sebelumnya.
1. Mempunyai knowledge dan skill yang memadai. Hal tersebut digunakan untuk
mengolah dan mengendalikan lembaga yang di handlenya
2. Memfungsikan keistimewaan yang dimilikinya dibandingkan orang lain
3. Memahami kebiasaan-kebiasaan para bawahannya
4. Bermuamalah dengan baik, lemah lembut, dan memberikan kasih saying[e]
kepada bawahannya
5. Selalu bermusyawarah dengan bawahannya dan selalu meminta pendapat
ketika dihadapkan kepada suatu pilihan
6. Memiliki pengaruh dan kekuatan dalam memberikan arahan.
7. Selalu bersedia mendengarkan nasihat dan bersikap tidak sombong kepada
siapa pun.
8. Memiliki wibawa dan kharisma yang khas.
1. Prinsip Ibadah
Dan juga pada ayat lain Allah berfirman; artinya: “Dan hendaklah
kamu beribadat kepada allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-
nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
kedua ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musyafir
yang terlantar dan juga hamba sahaya yang kamu miliki sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
(Q.S.4:36)
2. Prinsip Amanah
Amanah yang pertama berasal dari Allah Swt dan rasul-Nya. Yaitu
kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah Swt dan rasul-Nya, serta
menjauhi segala larangan-Nya dan larangan rasul-Nya. Menjalankan
perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang
bersifat pribadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dari Allah
Swt (hablum minallahi) yang mengandung aspek ritual, maupun yang
berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) yang mengandung
aspek sosial.
3. Prinsip Ilmu/Profesionalitas
4. Prinsip Keadilan
Allah Swt adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal
itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam
al-Quran. Beberapa diantaranya adalah: “Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya, maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata)
atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.4:135)
5. Etos Kerja
Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha
disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak
pernah mengajarkan untuk tidak hanya tinggal berharap dan berpangku
tangan. Sebagaimana difirmankan Allah Swt; artinya: “Yang demikian itu
karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat
yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu
merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.8:53)
215
Ahmad Mukhlasin dan A.Adibudin Al Halim, Kepemimpinan Islam:Perfektif al-Qur’an
dan Hadits,Cilacap: Al-Munqidz: Jurnal Kajian Keislaman, vol.9, no.2, 2021, hlm. 203-205.
dalam ajaran Islam tersebut dipadukan menjadi satu kesatuan yang
mengikat dalam suatu kepemimpinan khususnya pendidikan Islam. Seorang
pemimpin dituntut untuk mengimplementasikan atau melaksanakan setiap
prinsip ideal yang telah ditetapkan dari sumber ajaran Islam tersebut.
Dengan demikian akan tercipta kepemimpinan pendidikan Islam. Melalui
penerapan kepemimpinan pendidikan Islam aktivitas organisasi/lembaga
akan berjalan sesuai dengan tujuan ajaran Islam itu sendiri.
Nizar, Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi: Membangun Kerangka
Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, Kalam Mulia:Jakarta, 2011, cet. Ke-2.
Salsabilla, Beta et al, Tipe dan Gaya Kepemimpinan Pendidikan, Jurnal Tambusai,
vol.6, no.2, 2022.
DAFTAR PUSTAKA
Aam Amaliyah, Azwar Rahmat. 2021. “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik
Melalui Proses Pendidikan”, Attadib: Jurnal Of Elementary Education.
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.
Abu Bakar, Usman. 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Safiria Insania Pres.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Hamdani Ihsan & A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
2001.
Achmadi, 2010, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Edisi
Revisi, Cet.2; Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ahmad Syadali Dan Mudzakir. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Syah, (2008) Term Tarbiyah, Ta'lim Dan Ta’dib Dalam Pendidikan Slam:
Tinjauan Dari Aspek Semantik, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7,
No. 1, Januari-Juni
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, Kalimantan Tengah: Narasi Nara, 2020.
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani Dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Albar Adetary Hasibuan, 2016 Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan: Telaah Atas
Pemikiran Naquib Al-Attas, At- Turas Vol. 3 No. 1 Januari-Juni
Ali Mustofa Dan Arif Muadzin, Konsepsi Peran Guru Sebagai Fasilitator Dan
Motivator Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jurnal
Annaba Stit Muhammadiyah Paciran Lamongan, Vol. 7 No. 2 (2021): Jurnal
Annaba' Stit Muhammadiyah Paciran, 171
Ali Mustofa Dan Muhammad Abdul Alim, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam
Peningkatkan Motivasi Kerja Guru Di Ma Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri,
Jurnal Al-Idaroh: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam Volume 5 Nomor
1 Maret 2021; P-Issn: 2549-8339; E-Issn: 2579-3683, 121
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Penddikan Islam. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
Aris, Filsafat Pendidikan Islam, Cirebon: Yayasan Wiyata Bestari Samasta, 2023
Armai Arief Dan Busdahiar, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Wahana Kardofa,
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Arraiiyyah, H.M. Hamdar. “Modeil Iinteigrasii Keiiilmuan Dii Uniiveirsiitas
Iia ls
m Neigeirii.” Artiikeil. Baliitbangdiiklat.Keimeinag.Go.Iid. Diiakseis 8 Noveimbeir 2023.
Https://Baliitbangdiiklat.Keimeinag.Go.Iid/Beiriita/Modeil-Iinteigrasii-Keiiilmuan-Dii-
Uniiveirsiitas-
Iia ls
m-Neigeirii.
Ary Antony Putra, (2016) Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-
Ghazali, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 1, Juni
Devi Syukri Azhari, (2022) Jurnal Pendidikan Dan Konseling Jurnal Pendidikan
Dan Konseling Volume 4 Nomor 5tahun
Dewey, Jhon. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,
2003.
Drajat, Zakiah. 1994. Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah. Jakarta:
Ruhama.
Farida Jaya, 2020 Konsep Dasar Dan Tujuan Pendidikan Dalam Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib, Tazkiya, Vol. Ix No.1, Januari-Juni
Fathul Jannah, 2013 Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal
, Dinamika Ilmu Vol 13 No 2
Fitriani, 2023, Tenaga Pendidik Menurut Perspektif Islam, Jawa Barat: Cv Jejak.
Haris Abdul, Hakikat Pendidik Dalam Pendidikan Islam, Ilmuna: Jurnal Studi
Pendidikan Agama Islam I Vol. 4, No.1 Maret 2022, Hlm. 96-97.
Hasan, Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Cv. Pedoman Ilmu Jaya,
2003.
Hery Noor, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Hidayat, Rahmat. Ilmu Pendidikan Konsep, Teori Dan Aplikasinya. Cetakan Pertama.
Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (Lpppi), 2019.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem Dan Metode, Yogakarta: Andi Offset,
1990.
Imam Syafe’i, 2015 Tujuan Pendidikan Islam, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 6, November
Iswantir. Pendidikan Islam Sejarah, Peran Dan Kontribusi Dalam Sistem Pendidikan
Nasional. Bandar Lampung: Aura (Cv. Anugrah Utama Raharja), 2019.
Kurikulum Pai Oleh: Tb. Asep Subhi Abstrak.” Qathruna 3 (1): 117–34.
Labaso, Syarial, Konsep Dasar Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam, Jakarta,
Jurnal Al Ghazali, Vol.1, No.2, 2018.
Langgulung, Hasan. 1988. Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Husna.1986. Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna.1985. Pendidikan Dan Peradaban
Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna. Wiryokusumo, Iskandardan Mulyadi,
Usman. 1988. Dasar-Dasar Pengembangankurikulum, Jakarta: Bina
Aksara.
Muh. Wasith Achad, 2018 Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional,Al
Ghazali Jurnal Kajian Pendidikan Islam Dan Studi Islam Vol 1 No 2
Muhammad Zaim, 2019 Tujuan Pendidikan Islam Perspektif |Al-Quran Dan Hadis,
Jurnal Muslim Heritage Vol 4, No 2
Muhyii, Abdul. “Paradiigma Iinteigrasii Iilmu Peingeitahuan Uiin Maulana Maliik Iibrahiim
Malang.” Mutsaqqafiin; Jurnal Peindiidiikan
Iia ls
m Dan Bahasa Arab 1, No. 1 2018: 45–64.
Nabila, 2021 Tujuan Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 2 No. 5mei,
Hlm 870
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abudin. Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008.
Nisrokha. 2017. “Konsep Kurikulum Pendidikan Islam (Studi
Nizar, Samsul Dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi: Membangun Kerangka
Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, Kalam Mulia:Jakarta, 2011, Cet. Ke-
2.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan
Praktis, Jakarta: Quantum Teaching.
Noor Amirudin, Suaib Muhammad Dan Samsul Ulum. 2020. “Karakteristik Peserta
Didik Yang Ideal Perspektif Al-Qur’an Dan Hadist, Tadarus:Jurnal
Pendidikan Islam.
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2020.
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997).
Nur Uhbiyati. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Nur’aini, Sugiati, M.Arya Dana, Wahyudi, Sinta Ramadhan,2020 At-Tarbiyah
Sebagai Konsep Pendidikan Dalam Islam, Jurnal Archives
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-Aliran Dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi,
Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-Aliran Dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi,
Jurnal Unimas (Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang.
Silahuddin. 2014. “Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikan
Tafsir Ahmad, 1994, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Talia, Maudy, Nyayu Khodijah, Dan Ermis Suryana. “Sistem Pendidikan Islam Di
Indonesia.” Jurnal Program Studi Pgmi Volume 9 (Maret 2022): 54–72.
Tariigan, Mardiinal, Siitii Iirna Fadiillah, Niisa Feibriiyantii Tanjung, Santii Sarii Deivii
Manurung, Dan Miiftahul Jannah. “Landasan Ontologii, Eipiisteimologii,
Aksiiologii Keiiilmuan.” Jurnal Studii Sosiial Dan Agama (Jssa) 2, No. 2 (26 Julii
2022): 92–105.
Tim Perumus 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Zaiinuddiin, Hm. “Uiin: Meinuju Iinteigrasii Iilmu Dan Agama.” Artiikeil. Uiin-
Malang.Ac.Iid. Diiakseis 8 Noveimbeir 2023.
Zaini Miftah, “Warisan Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial”. Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 4 Nomor I, Edisi Januari - Juni 2019.
Zakiyahnita, Hakikat, Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Islam Di Era Modern, Jurnal
As-Salam Vol Iii, No.1, Th 2013.
Zuhairin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Zulkifli, Zulkifli. “Regulasi Pendidikan Islam.” Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran Dan
Pencerahan 14, No. 02 (31 Juli 2018).