Anda di halaman 1dari 19

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

(FAUZAN ROYHANUDDIN)

A. PENDAHULUAN
Sepanjang sejarah, manusia telah dihadapkan pada berbagai
masalah dan pertanyaan yang kompleks mengenai kehidupan. Untuk
menangani hal-hal tersebut, manusia perlu mencari jawaban atau solusi
yang dapat memecahkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Dalam hal ini, mereka menggunakan logika dan akal budi manusia untuk
mencari pemecahan, suatu proses yang dikenal sebagai filsafat. Filsafat
merupakan upaya untuk memahami, menganalisis, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan, eksistensi, nilai, dan
berbagai konsep lainnya.
Filsafat diperlukan oleh manusia untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari refleksi manusia sendiri.
Jawaban-jawaban yang ditemukan melalui proses pemikiran filsafat
didesain untuk menjadi hasil pemikiran yang sistematis, menyeluruh, dan
mendasar. Kemudian, jawaban-jawaban ini diaplikasikan untuk menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk dalam ranah pendidikan. Filsafat membantu
memberikan landasan konseptual dan pemikiran yang mendalam untuk
memahami dan menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks, termasuk
dalam konteks pendidikan.
Situasi dalam Filsafat Pendidikan Islam yang sering menjadi bahan
perdebatan. Pertanyaan-pertanyaan muncul seputar kontribusi filsafat
tersebut terhadap pendidikan dan agama Islam secara keseluruhan.
Namun, yang jelas, pengembangan Pendidikan Islam membutuhkan
landasan yang ideal dan rasional. Landasan ini memberikan pandangan
yang fundamental, menyeluruh, dan sistematis mengenai hakikat
permasalahan yang nyata. Pendekatan rasional ini mengandung nilai-nilai
dasar yang menjadi pedoman dalam proses pendidikan. Dengan demikian,
Filsafat Pendidikan Islam berusaha memberikan kerangka kerja yang
kokoh dan konseptual untuk memahami esensi pendidikan dalam konteks
Islam serta mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam proses
pembelajaran.
Filsafat Pendidikan Islam, sebagai sebuah disiplin ilmu, memiliki
landasan dasar yang menjadi pijakan utama untuk operasionalisasinya.
Filsafat pendidikan ini berada dalam lingkup Islam, sehingga secara alami
mengikuti ajaran Islam dalam pemecahan masalah-masalahnya. Ajaran
dan pendidikan Islam memiliki sumber utama dari al-Qur'an dan Hadis,
dan kedua sumber ini menjadi acuan utama dalam Filsafat Pendidikan
Islam. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang terdapat dalam al-Qur'an
dan Hadis menjadi landasan utama dalam mengembangkan konsep dan
praktik pendidikan Islam, serta membentuk kerangka pemikiran yang
menjadi dasar dalam pemahaman tentang pendidikan dalam konteks Islam.
B. PEMBAHASAN
1. Filsafat
Istilah "filsafat" dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata,
yaitu "philos" yang berarti cinta atau kasih, dan "sophia" yang berarti
kebijaksanaan atau kebijaksanaan yang mendalam. 1 Secara etimologis,
filsafat merupakan gabungan dari kedua kata tersebut yang
mengandung arti cinta terhadap kebijaksanaan atau kearifan. Dalam
bahasa aslinya, filsafat merujuk pada hasrat atau keinginan yang kuat
terhadap kebenaran sejati.2 Dengan kata lain, filsafat adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mengkaji hakikat, inti, atau esensi dari segala hal.
Ini menekankan dorongan manusia untuk memahami, mencari, dan
menggali pemahaman yang mendalam tentang realitas dan kebenaran
di balik segala hal yang ada.
Pemahaman tentang filsafat dari perspektif beberapa filsuf
terkenal. Plato mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang
1
Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011),
hlm. 1.
2
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum(Bandung: Pustaka Setia, 1997),hlm. 12.
tertarik untuk mencapai kebenaran yang hakiki atau yang sejati di
balik realitas. Aristoteles melihat filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang mencakup berbagai aspek, termasuk metafisika (pemahaman
tentang alam semesta dan eksistensi), logika, retorika, ekonomi,
politik, dan estetika. Ini menunjukkan bahwa filsafat tidak hanya
mencakup aspek-aspek teoritis, tetapi juga terapan dalam kehidupan
sehari-hari dan berbagai bidang pengetahuan. Sedangkan menurut Al-
Farabi, filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat yang sebenarnya,
menekankan pentingnya memahami esensi atau inti sesuatu dengan
mendalam. Kesamaan dalam pandangan para filsuf tersebut adalah
pemahaman filsafat sebagai upaya untuk mencari dan memahami
kebenaran, hakikat, atau esensi yang mendasari segala hal dalam
kehidupan.3
Pandangan beberapa pemikir terkait dengan konsep filsafat.
Sidi Gazalba melihat filsafat sebagai proses berfikir yang mendalam,
sistematis, radikal, dan universal. Filsafat digunakan untuk mencari
kebenaran, inti, atau hakikat dari segala sesuatu yang ada,
menekankan pada pemahaman yang mendalam tentang esensi dari
realitas.4 Sementara itu, menurut Harun Nasution, filsafat adalah
pengetahuan yang membahas hikmah serta prinsip-prinsip mendasar.
Ia menekankan bahwa filsafat mencari kebenaran dan mendiskusikan
dasar-dasar dari topik yang dibahas. Harun Nasution juga
menggarisbawahi pentingnya logika dalam berpikir filsafat, di mana
esensi dari filsafat adalah berfikir secara logis, bebas, dan mendalam
sehingga dapat menelusuri akar permasalahan.5
Dari pemikiran para ahli terdahulu, dapat diduga bahwa
memusatkan perhatian pada cara berpikir adalah suatu usaha untuk
memperoleh informasi tentang kelihaian, standar-standar dan pokok-

3
Soegiono, Tamsil Muis, Filsafat Pendidikan(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hlm. 5-6.
4
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997),hlm. 3.
5
Zuhairin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 3-4.
pokok untuk mencapai kebenaran melalui daya pikir atau cara
pandang yang menerima segala sesuatu sebagai obyek kajiannya. .
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa kebenaran murni
hanya datang dari Allah SWT sebagai sumber segala informasi.
Penalaran merupakan hasil perenungan dan perenungan mendalam
terhadap suatu hal hingga ke dasar-dasarnya, dilakukan secara efisien,
dan mempunyai keterkaitan umum. Dalam situasi khusus ini,
penalaran membantu manusia dalam upayanya merenungkan realitas
dan mencapai pemahaman kebenaran yang lebih mendalam, meskipun
kebenaran esensial sebenarnya mendapat tempat di sisi Allah sebagai
sumber segala informasi.
2. Filsafat Pendidikan Islam
a. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Pandangan Al-Syaibany mengenai filsafat pendidikan.
Baginya, filsafat pendidikan adalah implementasi dari pandangan
dan prinsip-prinsip filosofis dalam ranah pendidikan. Filsafat
pendidikan mencerminkan penerapan prinsip-prinsip dan
keyakinan yang menjadi landasan dari filsafat umum untuk
menyelesaikan tantangan-tantangan pendidikan secara praktis.
Al-Syaibany memandang bahwa filsafat pendidikan, sebagaimana
filsafat umumnya, bertujuan untuk mencari kebenaran dan hakikat
serta menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan proses
pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk mendalami
konsep-konsep pendidikan dan memahami secara mendalam akar
permasalahan dalam pendidikan. Selain itu, ia menekankan
bahwa filsafat pendidikan juga membahas segala hal yang
mungkin mempengaruhi atau mengarahkan proses pendidikan itu
sendiri. Dengan demikian, filsafat pendidikan menjadi suatu
wadah untuk menggali, memahami, dan menerapkan prinsip-
prinsip filosofis dalam konteks pendidikan untuk menemukan
solusi-solusi yang lebih mendalam dan universal terkait dengan
proses pendidikan.6
Pendidikan Islam adalah panduan yang bersifat fisik dan
spiritual, yang berakar pada prinsip-prinsip agama Islam, untuk
membentuk kepribadian yang utama menurut nilai-nilai yang
dijunjung tinggi dalam Islam.7 Ini mencakup bimbingan yang
diberikan secara holistik, baik terhadap pertumbuhan jasmani
maupun rohani, sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan Islam
berarti memberikan arahan, pengajaran, pelatihan, pengasuhan,
dan pengawasan yang bijaksana dalam menerapkan dan
menjalankan semua ajaran Islam. Tujuannya adalah membentuk
individu yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan
keterampilan, tetapi juga memiliki kesadaran spiritual yang kuat
sesuai dengan prinsip-prinsip keislaman. Dalam esensinya,
Pendidikan Islam tidak hanya berkaitan dengan aspek intelektual,
tetapi juga memperhatikan pembentukan karakter dan spiritualitas
yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa filsafat
pendidikan Islam memiliki beberapa dimensi penting:
1) Pertimbangan yang menyusun premis pendidikan: Hal ini
mengacu pada pertimbangan yang menyusun pendirian atau
premis pelatihan, yang ditetapkan dalam standar atau nilai-
nilai Islam. Gunanya membentuk karakter Islami, yakni
pribadi yang membingkai dan menciptakan dirinya sesuai
dengan hikmah dan nilai-nilai Islam.Pemikiran yang
memberikan penjelasan dalam memecahkan masalah. Filsafat
pendidikan Islam juga melibatkan pemikiran yang diperlukan
untuk memberikan penjelasan atau panduan dalam
menyelesaikan berbagai masalah yang muncul dalam konteks
6
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 71-72.
7
Nur Uhbiayati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia,1997),hlm.9.
pendidikan Islam. Ini mencakup analisis, penerapan, dan
interpretasi nilai-nilai Islam dalam praktik pendidikan.
2) Perenungan tentang hakikat pendidikan Islam Filsafat
pendidikan Islam juga merupakan proses refleksi mendalam
tentang esensi atau hakikat dari pendidikan Islam itu sendiri.
Hal ini mencakup pertimbangan mengenai bagaimana usaha
pendidikan Islam seharusnya dilakukan agar sesuai dengan
norma-norma Islam, sehingga mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan yang sejalan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Filsafat pendidikan Islam memiliki karakteristik yang unik
dan berbeda dari filsafat pendidikan pada umumnya. Dasar-dasar
dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk merumuskan konsep
dan teori pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran
Islam. Filsafat pendidikan Islam memasukkan prinsip tauhid
(keesaan Allah), akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk
yang memiliki dimensi jasmani, intelektual, dan spiritual, serta
pandangan tentang alam semesta sebagai tanda kebesaran Allah
yang memiliki jiwa dan memuji-Nya.
Filsafat pendidikan Islam juga mencakup pandangan
tentang akhlak yang tidak hanya bergantung pada akal dan tradisi
yang berlaku di masyarakat, tetapi juga pada nilai-nilai yang
dianggap mutlak benar yang berasal dari ajaran Allah. Ini juga
mencakup berbagai pandangan ajaran Islam lainnya yang
memengaruhi pendidikan, seperti perspektif tentang moralitas,
spiritualitas, dan pandangan tentang alam semesta yang
mencerminkan keagungan dan kekuasaan Allah.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam tidak hanya
mempertimbangkan dimensi intelektual atau praktis dari
pendidikan, tetapi juga memasukkan dimensi spiritual, moral, dan
nilai-nilai agama Islam sebagai landasan utama dalam
mengembangkan konsep, teori, dan praktik pendidikan.
b. Dasar dan Tujuan Berfilsafat
Dasar utama filsafat pendidikan Islam adalah Al-Qur'an
dan Sunnah, baik secara teoritis maupun praktis. Keduanya harus
diterapkan dalam pendidikan dan digunakan sebagai jawaban atas
berbagai masalah pendidikan.
Al-Syaibany merumuskan tujuan dari filsafat pendidikan
Islam sebagai berikut:8
1) Membantu perencana dan pelaksana pendidikan membentuk
pemikiran yang sehat: Filsafat pendidikan Islam diarahkan
untuk membantu mereka yang merencanakan dan
melaksanakan pendidikan dalam membentuk pola pikir yang
sehat tentang pendidikan, berdasarkan pada prinsip-prinsip
agama Islam.
2) Melibatkan standar pelajaran Islam dalam menentukan
pendekatan pendidikan: Standar pelajaran Islam dijadikan
alasan dalam menentukan strategi pendidikan, sehingga
pelatihan yang diberikan sesuai dengan kualitas Islam.
3) Mensurvei kemajuan sekolah dengan standar pelajaran Islam:
Standar pelajaran Islam dijadikan pedoman untuk menilai
kemajuan sekolah, sehingga penilaiannya bergantung pada
kualitas yang ketat.
4) Menjadi penolong keilmuan di bidang pendidikan Standar
pelajaran agama Islam menjadi landasan penalaran bagi
mereka yang berada di bidang pendidikan, menjadi landasan
di tengah maraknya berbagai sekolah atau sistem
persekolahan yang ada.
5) Melibatkan standar pelajaran Islam dalam penalaran
instruktif terkait dengan isu-isu mendalam, sosial, keuangan
dan kebijakan: Standar pelajaran Islam digunakan sebagai

8
Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Al-Tarbiyah Al Islamiyah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979, hlm. 33-36
alasan untuk mempertimbangkan berbagai isu dalam
pelatihan terkait dengan aspek mendalam, sosial, moneter dan
politik.
c. Motivasi berfilsafat
Motivasi dalam berfilsafat dalam konteks pendidikan:
1) Memberikan landasan pemikiran yang sistematis,
mendalam, logis, universal, dan radikal
Motivasi dalam berfilsafat adalah untuk
membimbing pemikiran dengan cara yang terorganisir,
mendalam, logis, dan merujuk pada prinsip-prinsip yang
bersifat universal serta radikal dalam menangani berbagai
masalah, khususnya dalam bidang pendidikan. Filsafat ini
menggunakan Al-Qur'an dan Hadis sebagai acuan utama.
2) Mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan berlandaskan
Islam
Filsafat memberikan landasan dan arahan dalam
menjalankan proses pendidikan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam. Ini membantu untuk memastikan bahwa
setiap aspek dari pendidikan dijalankan sesuai dengan nilai-
nilai Islam.
3) Mengakui hubungan dan korespondensi pasti antara
peristiwa di alam
Filsafat mengarahkan pemikiran untuk mengakui
dan memahami hubungan yang pasti antara peristiwa yang
terjadi dalam alam. Hal ini membuka pemahaman yang
lebih dalam tentang keterkaitan antara berbagai fenomena
dalam lingkup pendidikan.9
d. Pendekatan dalam Berfilsafat
Metode-metode utama dalam mempelajari filsafat
pendidikan Islam, menurut Jalaludin dan Usman Said:

9
M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1994),hlm. 4
1) Pendekatan terhadap wahyu: Metode pertama adalah
pendekatan terhadap wahyu, yang mengacu pada pendekatan
dalam memahami filsafat pendidikan Islam berdasarkan
ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadis serta prinsip-prinsip Islam
yang terungkap melalui wahyu.
2) Pendekatan terhadap sejarah: Metode kedua adalah pendekatan
terhadap sejarah, yang mempelajari filsafat pendidikan Islam
berdasarkan pada pengalaman dan catatan sejarah,
memperhatikan bagaimana pendidikan dalam konteks Islam
berkembang dari masa ke masa.
Selain itu, terdapat metode-metode pendekatan
pengembangan filsafat pendidikan Islam:
1) Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif bertujuan untuk mencari dan
menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata, yang dalam
konteks filsafat Islam disebut sebagai pendekatan syariah.
Pendekatan ini mencari dan menetapkan ketentuan-ketentuan
mengenai apa yang diperbolehkan dan yang tidak menurut
syariat Islam. Ini menekankan pada pencarian prinsip-prinsip
etis dan moral yang diatur oleh hukum-hukum Islam dalam
konteks pendidikan.10
2) Pendekatan Historis
Pendekatan ini menggunakan kajian masa lalu untuk
memahami perkembangan dan evolusi pendidikan Islam.
Melalui metode penelitian sejarah Islam, filsafat pendidikan
Islam dipelajari berdasarkan rentang waktu yang terjadi di
masa lampau, dengan memahami bahwa peristiwa masa lalu
dapat dipahami dari sudut pandang masa kini.
3) Pendekatan Kontekstual

10
Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam, (Surabaya:Elkaf, 2006), hlm 17.
Pendekatan ini fokus pada pemahaman filsafat
pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik, dan budaya
tempat pendidikan Islam berada. Tujuannya adalah
mempertanyakan apakah proses pendidikan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara
filosofis.
4) Pendekatan Filsafat Tradisional
Metode ini mempelajari berbagai sistem dan aliran
filsafat yang ada dalam filsafat pendidikan Islam. Studi ini
mengungkapkan aliran atau sistem filsafat dalam pendidikan
Islam, baik yang tradisional, modern, maupun kontemporer,
serta mencari pemikiran-pemikiran yang relevan dengan dunia
pendidikan.
5) Pendekatan Hermeneutika
Pendekatan ini menggunakan metode hermeneutik
untuk menafsirkan teks-teks yang berbicara tentang
pendidikan. Teks tersebut dipahami dalam konteksnya dan
diinterpretasikan berdasarkan latar belakang serta situasi
lahirnya.
6) Pendekatan Filsafat Kritis
Pendekatan ini bersifat ilmiah, terbuka, dan dinamis.
Berbeda dengan pendekatan ideologis, filsafat kritis berfokus
pada perumusan ide-ide dasar terhadap objek yang diteliti,
membangun pemikiran kritis, dan membentuk mentalitas yang
mengedepankan kebebasan intelektual.
7) Pendekatan Perbandingan
Pendekatan ini digunakan untuk membandingkan dua
pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berbeda,
mengeksplorasi persamaan, perbedaan, kelebihan, dan
kekurangan masing-masing. Dengan pendekatan ini,
diharapkan dapat muncul konseptualisasi pemikiran filsafat
pendidikan Islam yang merupakan sintesis dari dua pemikiran
yang berbeda.
Dalam menyelesaikan masalah pendidikan di kalangan
umat Islam, berbagai pendekatan dapat digunakan. Efektivitas dan
efisiensi dari suatu pendekatan bergantung pada sifat, bentuk, dan
ciri khusus dari masalah yang dihadapi. Artinya, tidak ada
pendekatan yang tunggal yang dapat secara universal
menyelesaikan setiap masalah pendidikan.
Pendekatan dalam filsafat pendidikan Islam haruslah
merangkul seluruh aspek dan potensi manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa solusi pendidikan yang diinginkan haruslah
menyeluruh, mempertimbangkan aspek spiritual, intelektual, sosial,
dan budaya dari individu. Pendekatan yang komprehensif ini
memungkinkan adanya penyesuaian dengan kebutuhan dan
karakteristik khusus dari setiap problema pendidikan yang
dihadapi.
Dalam konteks ini, tidak ada pendekatan tunggal yang dapat
dianggap paling efektif atau efisien secara mutlak. Melainkan,
keberhasilan penyelesaian masalah pendidikan di kalangan umat
Islam tergantung pada pemahaman yang menyeluruh terhadap
masalah tersebut serta kemampuan untuk memilih dan
menggabungkan pendekatan yang sesuai dengan kompleksitas dan
kekhasan dari masalah pendidikan yang sedang dihadapi. intesis
dari dua pemikiran yang berbeda.

3. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam


Luasnya cara berpikir instruktif Islam mengingat berbagai
persoalan penting dalam lingkungan instruktif, seperti tujuan
instruktif, program pendidikan, teknik pertunjukan, topik, penilaian,
dan iklim instruktif. Masalah-masalah ini digambarkan dan dilihat dari
standar pelatihan Islam. Secara keseluruhan, kajian terhadap cara
berpikir pendidikan Islam mengajak seseorang untuk memahami
berbagai pemikiran yang melandasi setiap aspek pendidikan dari atas
ke bawah, secara efisien, masuk akal, drastis dan umum, mengingat
tuntutan pelajaran Islam mulai dari Al- Al-Qur'an dan Hadits..
Artinya, filsafat pendidikan Islam mencakup analisis yang
mendalam terhadap tujuan yang diinginkan dari proses pendidikan
dalam Islam, menyusun kurikulum yang sesuai dengan prinsip-prinsip
agama, memilih metode pengajaran yang cocok, menentukan materi
yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, merumuskan cara evaluasi yang
tepat, dan menciptakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan
ajaran Islam. Semua ini dilakukan dengan berlandaskan pada nilai-
nilai dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis.
M. Naquib al-Attas menawarkan pandangan unik tentang
ruang lingkup pendidikan Islam yang ia paparkan dalam Konferensi
Dunia tentang Pendidikan Islam pertama di Jeddah tahun 1977.
Menurutnya, pendidikan Islam dapat dipahami melalui tiga konsep
utama: al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib.
Namun, dari ketiga konsep tersebut, menurut al-Attas, al-
ta’dib-lah yang paling mewakili esensi dari pendidikan Islam. Al-
ta’dib, menurut pandangannya, lebih dari sekadar menekankan kasih
sayang. Lebih jauh lagi, ia menghargai intelektualitas manusia,
dengan fokus yang kuat pada proses pendidikan yang mencakup
pemahaman dan penanaman nilai-nilai, adab, serta norma-norma yang
menghargai aspek intelektual dan moralitas. Baginya, al-ta’dib
merupakan pendidikan yang spesifik untuk membentuk manusia
dalam dimensi intelektual dan moral.
Meskipun al-Attas mengungkapkan preferensinya pada konsep
al-ta’dib, namun dalam Konferensi tersebut direkomendasikan ketiga
istilah tersebut al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib untuk mewakili
pengertian dan ruang lingkup pendidikan Islam. Ini menunjukkan
pentingnya menjangkau dimensi intelektual, moral, dan nilai-nilai
dalam pendidikan Islam, sebagaimana direkomendasikan oleh
Konferensi tersebut. 11
Secara makro, ruang lingkup filsafat pendidikan Islam
mencakup objek material filsafat, yang terdiri dari pencarian
pemahaman yang mendalam, bahkan radikal, mengenai Tuhan,
manusia, dan alam yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan
biasa. Filsafat pendidikan Islam memperhatikan tiga objek ini melalui
tiga cabang utamanya: ontologi (kajian tentang hakikat keberadaan),
epistemologi (kajian tentang sumber dan batas pengetahuan), dan
aksiologi (kajian tentang nilai-nilai dan etika).
Secara mikro, objek kajian filsafat pendidikan Islam terfokus
pada faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan.
Terdapat lima faktor utama yang menjadi fokus kajian, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan: Mempertimbangkan tujuan yang ingin
dicapai dari proses pendidikan.
b. Pendidik: Memahami peran, karakteristik, dan peran pendidik
dalam proses pembelajaran.
c. Peserta Didik: Mempelajari aspek-aspek yang terkait dengan
peserta didik, seperti kebutuhan, karakter, dan potensi yang
dimiliki.
d. Alat Pendidikan (Kurikulum, Metode, Evaluasi): Meliputi
rancangan kurikulum, metode pengajaran, dan proses evaluasi
pendidikan.
e. Lingkungan Pendidikan: Mempelajari lingkungan fisik, sosial,
dan budaya di mana pendidikan terjadi, serta dampaknya terhadap
proses pendidikan.
Dengan mempertimbangkan kedua perspektif ini secara makro
dan mikrofilsafat pendidikan Islam mengambil pendekatan yang
komprehensif, tidak hanya memperhatikan aspek filosofis yang

11
Sehat Shulthoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic
Studies, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), hlm. 133.
mendasar, tetapi juga memperhatikan aspek praktis dan implementatif
dalam proses pendidikan.12
Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam:
a. Ontologi
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang bermakna studi
tentang kehadiran. Berkenaan dengan cara berpikir instruktif
Islam, metafisika mengkaji gagasan tentang dunia nyata atau
kehadiran, termasuk alam aktual (Cosmo), manusia (anthropos),
dan Tuhan (Teos) sebagai objek dugaan filosofis yang wajar. Cara
berpikir normal, misalnya, memunculkan persoalan solidaritas
atau keragaman alam, sifatnya yang tetap atau berkembang, dan
apakah alam itu asli atau sekedar potensial.
Ontologi dalam filsafat pendidikan Islam
mempertimbangkan pandangan tentang keberadaan dan hakikat
dari tiga obyek utama: alam fisik, manusia, dan Tuhan. Diskusi
tentang ini memberikan landasan bagi pemahaman mendalam
mengenai realitas yang menjadi dasar bagi proses pendidikan
Islam.13
Cara pandang terhadap manusia sebagai objek didikan
dalam Islam tercermin dalam Alquran dan Hadits. Dalam kedua
sumber tersebut, manusia dipandang sebagai substansi yang
paling rumit, terdiri dari berbagai komponen termasuk komponen
fisik dan batin, jiwa dan akal, energi dan hati. Pemahaman ini
menggarisbawahi bahwa potensi yang digerakkan oleh manusia
tidak akan tercipta tanpa adanya orang lain, namun memerlukan
arahan dan bantuan dari orang lain. Selain memahami bahwa
manusia adalah hewan yang mempunyai aspek individual dan
sosial, pandangan ini juga mempersepsikan adanya kekuatan yang
lebih menonjol di luar dirinya. Perhatian terhadap kehadiran
12
Tuto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 45.
13
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat Dan Islam, (Aceh:
Bandar Publishing, 2019), hlm. 38.
kekuasaan ini menjadi landasan standar tauhid dalam pendidikan
Islam.
Potensi yang digerakan oleh masyarakat tidak akan
tumbuh secara normal atau alamiah, melainkan memerlukan
arahan dan bantuan dari orang lain. Meskipun manusia
memahami bahwa mereka adalah hewan dengan atribut individu
dan sosial, mereka juga memiliki kesadaran akan kehadiran
kekuatan yang lebih menonjol di luar diri mereka. Keakraban
dengan kehadiran kekuasaan yang lebih tinggi inilah yang
menjadi alasan berlakunya tauhid dalam pendidikan Islam. Aturan
inilah yang menjadi alasan penyusunan bahan ajar, rencana
pendidikan, strategi dan tujuan. Artinya memahami Keesaan
Allah merupakan tahap awal yang sangat penting dalam
menciptakan pendidikan Islam, yang berdampak pada setiap
aspek pendidikan dan pengajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi manusia secara menyeluruh, baik secara
aktual maupun mendalam. Pedoman tauhid ini memandu sekolah
Islam untuk menunjukkan rasa hormat dan mengarahkan manusia
menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang kehadiran
Tuhan dalam kehidupan mereka.
b. Epistimologi
Kata "epistemologi" terdiri dari gabungan dua kata bahasa
Yunani: "episteme" yang berarti pengetahuan dan "logos" yang
merujuk pada perkataan, pikiran, atau ilmu. "Episteme" sendiri
berasal dari kata kerja Yunani "epistemai" yang menggambarkan
tindakan meletakkan, menempatkan, atau mendudukkan. Jadi,
secara etimologis, epistemologi berarti upaya untuk menempatkan
atau meletakkan sesuatu dalam posisi yang sebenar-benarnya.
Epistemologi disebut juga “hipotesis informasi”, yang
berpusat pada bagaimana memperoleh informasi dari artikel
sebagai prioritas utama. Ini adalah tinjauan yang bertujuan untuk
mengenali keseluruhan kualitas dan sifat informasi manusia, serta
bagaimana informasi tersebut diperoleh dan dicoba
kebenarannya.14
Surajiyo menambahkan, pokok bahasan epistemologi
mencakup gagasan tentang sumber informasi, teknik memperoleh
informasi, dan aturan untuk menentukan keabsahan informasi
yang sebenarnya. Dengan memahami hakikat epistemologi,
masyarakat dapat menyelidiki dan memahami siklus dan sumber
informasi yang dimilikinya.15
c. Aksiologi
Aksiologi pada dasarnya menyinggung pemanfaatan harga
diri. Meskipun demikian, dalam kajian filsafat, aksiologi
menyinggung bidang penalaran yang mendalami nilai-nilai,
termasuk tujuan perolehan informasi. Hal ini penting untuk cara
berpikir murni yang menilai gagasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan harga diri, baik yang berkaitan dengan
moral, alasan atau perasaan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, aksiologi erat
kaitannya dengan kualitas, tujuan dan fokus yang ingin dicapai
dalam pendidikan Islam. Inti dari pendidikan Islam menurut
Abudin Nata adalah menjadikan individu yang bertaqwa,
bertaqwa, dan senang melakukan hal-hal yang bermanfaat demi
sifat-sifat positif di keabadian. Kualitas-kualitas ini harus diingat
dalam program pendidikan sekolah Islam sebagai bagian
mendasar dari pengembangan pribadi individu dan kualitas yang
mendalam.16
Aksiologi dalam pelatihan Islam menyinggung cara paling
umum untuk mengubah perilaku melalui latihan yang ditujukan
14
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik, (Jakarta: Erlangga,2005),hlm. 43.
15
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 26.
16
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 2.
untuk menanamkan kualitas-kualitas yang agung dan terhormat.
Pendidikan Islam bukan sekedar upaya mencerdaskan umat
dengan memberdayakan sifat-sifat kemanusiaan yang mempunyai
hubungan positif dengan siklus modernisasi dalam aktivitas
masyarakat di mata masyarakat..
Dengan demikian, pendidikan Islam tidak hanya
mengajarkan nilai-nilai agama tetapi juga nilai-nilai moral dan
etika yang membangun kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan
yang universal. Dalam konteks modernisasi sosial, pendidikan
Islam menjadi landasan untuk membentuk individu yang
memiliki nilai-nilai yang kuat, yang dapat menghadapi perubahan
zaman dengan mempertahankan integritas moral yang tinggi.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Filsafat pendidikan Islam merupakan filsafat yang
merumuskan konsep-konsep dan teori-teori pendidikan Islam
berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Tujuannya adalah
membimbing manusia, baik secara jasmani maupun rohani,
berdasarkan ajaran Islam untuk membentuk kepribadian utama
sesuai dengan nilai-nilai agama.
Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam melibatkan objek
material filsafat yang mencari pemahaman mendalam, secara radikal,
tentang Tuhan, manusia, dan alam yang tidak dapat dijangkau oleh
pengetahuan biasa. Seperti halnya dalam filsafat, filsafat pendidikan
Islam mengkaji tiga objek ini berdasarkan ketiga cabang filsafatnya:
ontologi (hakekat eksistensi), epistemologi (teori pengetahuan), dan
aksiologi (teori nilai). Secara lebih detail, objek kajian filsafat
pendidikan Islam pada level mikro adalah komponen-komponen
yang menjadi faktor dalam pelaksanaan pendidikan. Kelima
komponen tersebut mencakup: tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, alat pendidikan (seperti kurikulum, metode, dan evaluasi),
serta lingkungan pendidikan. Dengan mengkaji dan memahami
aspek-aspek ini, filsafat pendidikan Islam berupaya untuk
membentuk pandangan yang holistik tentang proses dan prinsip-
prinsip yang melandasi pendidikan Islam.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Syadali dan Mudzakir. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Dalimunthe, Sehat Shulthoni. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu
Islamic Studies, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat Dan Islam,
Aceh: Bandar Publishing, 2019.
M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Muhammad As-Said. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2011.
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2005.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abudin. Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008.
Nur Uhbiyati. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Soegiono, Tamsil Muis. Filsafat Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Tuto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006.
Uyoh Sadulloh. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2014.
Zuhairin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Anda mungkin juga menyukai