Anda di halaman 1dari 11

EPISTEMOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Oleh
Rahmat Kurniawan Bonde
221012155
Email : rahmatkurniawanbonde318@gmail.com
ABSTRAK
Pengetahuan, yang merupakan produk pemikiran, adalah obor pencerahan
sebuah peradaban di mana orang-orang menemukan diri mereka sendiri dan
menjalani kehidupan mereka secara lebih utuh sempurna Filsafat adalah ilmu
yang mencoba memahami segala sesuatu yang ada di seluruh rentang pengalaman
manusia. Berfilsafat berarti berpikir dan sungguh-sungguh hingga spekulasi.
Filsafat memerlukan pemikiran sadar, yang berarti teliti dan menyeluruh
reguler Epistemologi dalam filsafat pendidikan Islam merupakan ilmu yang
dipelajari prosedur, proses perolehan wahyu dan filsafat pendidikan Islam
fenomena alam semesta. Epistemologi berorientasi pada konstruksi paradigma
Pendidikan Islam yang mengikuti Alquran dan Hadist. Berdasarkan kerangka
filosofis Pendidikan Islam diharapkan dapat meningkatkan potensi intelektual dan
spiritual seseorang dan sekaligus menciptakan manusia super dengan kecerdasan
mental emosional-spiritual. Untuk mencapai hal tersebut digunakan epistemologi
filsafat pendidikan Islam pengetahuan pendidikan Islam.

Kata Kunci: Pengetahuan, epistemologi, filsafat pendidikan Islam

PENDAHULUAN
Pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor
pencerahan peradaban di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati
hidup dengan lebih sempurna. Berbagai peralatan dikembangkan manusia untuk
meningktkan kualitas hidupnya dengan menerapkan pengetahuan
yangdiperolehnya. Proses penemuan dan penerapan itulah yang menghasilan
kapak dan batu zaman dulu sampai komputer zaman ini.
Filsafat berpikir secara mendalam tentang sifat sesuatu. Mempelajari
filsafat adalah mengeksplorasi sifat dari apa yang ada di baliknya realitas yang
ada. Memahami filsafat barulah manusia bisa berkembang ilmu pengetahuan
terus-menerus diteliti Filsafat mempelajari dan berpikir dari sifat segalanya
komprehensif, sistematis, terpadu, umum dan radikal yang hasilnya menjadi
petunjuk dan arahan pada perkembangan ilmu pengetahuan khawatir Filsafat
adalah referensi secara sadar meningkatkan mutu pendidikan atau tidak,
sepertinya itu mempengaruhi situasi dan kondisinya sama mengkhawatirkannya
seperti sebelumnya semua orang menaruh semua harapan mereka padanya untuk
berlatih karena dia hanya menyadarinya kehidupan dapat ditingkatkan melalui
Pendidikan.
Filsafat adalah ilmu yang mencari untuk memahami semua hal yang
muncul dalam seluruh pengalaman seorang pria Berfilsafat berarti berpikir dan
bahkan sampai pada spekulasi. Filsafat membutuhkan pemikiran yang sadar dan
bermakna menyeluruh dan teratur. Berfilsafat berarti berpikir (sangat) sangat
sadar, berpikir filsafat, selain bersifat fundamental dan kritis, tetapi juga umum
(holistik). Filsafat adalah akar dari semua pengetahuan manusia yang baik
pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah ilmiah.
Islam pada dasarnya adalah konsep pemikiran pendidikan berdasarkan
ilmu alam Islam kemampuan manusia untuk berkembang dan sebagai orang yang
maju dan bersemangat Umat Islam yang seluruh kepribadiannya penuh dengan
nilai-nilai Ajaran Islam. Filsafat Pendidikan Islam membahas filsafat pendidikan
Sebuah gaya Islam yang mencakup refleksi tentang apa yang sebenarnya
Pendidikan Islam dan bagaimana kegiatan pendidikan dilaksanakan untuk
mencapai keberhasilan menurut hukum Islam. Filsafat pendidikan sebagai
aktivitas pikiran yang terorganisir yang menjadikan filsafat sebagai suatu
kebiasaan mengatur, menyelaraskan dan menghubungkan proses pendidikan.
Filsafat Pendidikan Islam adalah sistem pemikiran filosofis terapkan untuk
memecahkan masalah pendidikan Islam dan sekaligus normatif, dalam pengertian
filsafat pendidikan Islam memberikan arahan, petunjuk dan resep pelaksanaan
pendidikan Islam yang benar. Oleh karena itu, meski ada perkembangan terbuka,
realistis, dinamis dan fleksibel, tetapi seperangkat prinsip, keyakinan dan titik
awal harus menjadi semangat atau semangat ajaran Islam.
Epistemologi adalah pengetahuan tentang suatu subjek mencoba
memasukkan sesuatu dalam posisi atau usaha yang tepat intelektual memutuskan
pengetahuan aktual dan apa yang tidak benar dan duduk informasi ke tempat yang
tepat Epistemologi pada dasarnya adalah penalaran mengetahui apa yang
berhubungan dengan apa itu adalah pengetahuan dan bagaimana mendapatkannya
informasi ini. Epistemologi adalah disiplin filsafat yang secara khusus berupaya
memperoleh ilmu pengetahuan pengetahuan
Epistemologi diperlukan pelatihan termasuk mis hubungannya dengan
persiapan dasar kurikulum Informasi apa yang diperlukan diberikan kepada siswa,
diajarkan di sekolah dan cara mendapatkan informasi dan bagaimana cara
menyampaikannya? Semuanya itu adalah epistemologi pendidikan. Epistomologi
Filsafat Pendidikan Islam itu adalah ilmu yang menyelidiki prosedur, proses
memperoleh filsafat Pendidikan Islam melalui pembelajaran wahyu dan fenomena
alam semesta. Epistemologi berorientasi pada bagaimana untuk membangun
paradigma pendidikan Islam tetap sejalan dengan Quran dan Hadits. Berdasarkan
kerangka filsafat pendidikan Islam Hal ini diyakini memiliki potensi spiritual dan
Spiritualitas manusia tumbuh dengan baik sehingga menciptakan manusia super
mereka memiliki kecerdasan mental pada saat yang sama emosional-spiritual.
Epistemologi filosofis Pendidikan Islam digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang pendidikan Islam
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan dan jenis penelitian ini
termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kepustakaan adalah
sarana pengumpulan data dengan cara mencatat, mengakses dan mengelola bahan
penelitian dengan mengidentifikasi sumber-sumber nasional yang diperoleh
melalui media cetak, artikel, jurnal terindeks, peran internet atau informasi publik
yang dihubungkan dengan seluruh data penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Perlu kita ketahui bahwa kata filsafat merupakan sesuatu yang mendasar,
apalagi sesuatu yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu. Begitu pula ketika kita
mendengar kata pendidikan, komersialisasinya ditujukan kepada guru dan siswa.
Ketika mendengar kata Islam, kebingungannya berpusat pada ajaran agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, khususnya Islam. Filsafat ini juga berasal
dari kata Yunani filsafat. Dari kata filsafat kita mendapatkan banyak gagasan
tentang filsafat, baik secara harafiah, etimologis, maupun hakikatnya.1
Menurut para ahli, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani atau istilah
philein yang berarti cinta dan sophos serta kebijaksanaan. Orang-orang Arab
tersebut mengambil kata Yunani yang terdiri dari dua kata: philia yang berarti
cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan. Orang-orang Arab membawa kata
Yunani Philosophia ke dalam bahasa mereka, menyesuaikannya dengan ciri-ciri
struktural kata-kata Arab, khususnya topik filosofis Fa'lala, Fa'lalah dan Fi'lol.
Oleh karena itu nama kata kerjanya. Filsafat haruslah filsafat atau filsafat. 2
Berdasarkan perbedaan pemahaman diatas bahwa belajar filsafat berarti
mengemukakan suatu pengetahuan intelektual, prinsip-prinsip dan landasan untuk
mencapai kebenaran melalui daya nalar atau berpikir, berpikir dengan melakukan
segala sesuatu suatu objek. Namun perlu Anda ketahui bahwa kebenaran mutlak
hanya berasal dari Tuhan, sumber segala ilmu pengetahuan.
Selain itu adanya hikmah sebagaimana dimaksud di atas tidak hanya diperlukan
bagi para filosof tetapi juga diperlukan bagi seluruh umat manusia melalui
pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Guru yang akan terjung langsung dalam
bidang pendidikan Islam harus melatih akal budinya agar mampu
mengembangkan bakat peserta didiknya dan membimbingnya menuju kebaikan
dalam suasana cinta kasih dan hubungan masyarakat.3

Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam


Sejarah perkembangan epistemologi sesuai dengan perkembangan
manusia Mendapatkan informasi. Berdasarkan pengalaman manusia, pengetahuan
bisa dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: pengetahuan spontan dan
pengetahuan reflektif sistematis Ikuti kemajuannya Epistemologi tidak dapat

1
Hidayat, Rahmat. (2016). “Epistemologi Pendidikan Islam: Sistem, Kurikulum,
Pembaharuan Dan Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam”, Jurnal Almufida Vol. I
No. 1 Juli-Desember 2016
2
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawij), (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2008), h. 55.
3
Mappasiara. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, dalam jurnal falsafah Volume VI,
Nomor 2, Juli - Desember 2017
dipisahkan dari pemikiran manusia Di era peradaban Yunani kuno, selalu
Peradaban Eropa dan Amerika semakin matang yang ini.
Epistemologi terus berkembang dalam dialektika absolutisasi model dan
model relativitas. Kesadaran akan hal ini juga semakin meningkat pengetahuan itu
adalah pengetahuan manusia. Kecerdasan dan akal tidak mengetahui hal ini
rakyatlah yang mengetahui. Sejarah perkembangan kebenaran dan epistemologi
sesuai dengan perkembangan manusia Mendapatkan informasi.
Berdasarkan pengalaman manusia, pengetahuan bisa dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu: pengetahuan spontan dan pengetahuan reflektif
sistematis Ikuti kemajuannya Epistemologi tidak dapat dipisahkan dari pemikiran
manusia Di era peradaban Yunani kuno, selalu Peradaban Eropa dan Amerika
semakin matang Ini. Epistemologi terus berkembang dalam dialektika absolutisasi
model dan model relativitas. Kesadaran akan hal ini juga semakin meningkat
pengetahuan itu adalah pengetahuan manusia. Kecerdasan dan akal tidak
mengetahui hal ini rakyatlah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian selalu
merupakan kebenaran dan kepastian dalam kehidupan dan kehidupan manusia.
Kebenaran dan kepastian tidak bertahan lama melampaui kehidupan dan
keberadaan manusia. Kebenaran dan kepastian selalu berhubungan masyarakat
manusia dan Sejarah.
Naquib Al-Attas mengemukakan bahwa dalam konsep pendidikan Islam,
istilah kunci yang penting adalah adab. Adab merupakan disiplin yang melibatkan
tubuh, jiwa, dan ruh, dan mengajarkan pengenalan dan pengakuan akan tempat
yang tepat dalam hubungannya dengan potensi dan kemampuan jasmaniah,
intelektual, dan ruhaniah. Pendidikan Islam fokus pada pembimbingan jasmani
dan rohani berdasarkan ajaran Islam untuk membentuk akhlak yang baik 4.Masalah
mendasar yang dihadapi manusia saat ini adalah pemisahan antara ilmu dan adab.
Hal ini mengakibatkan hilangnya adab dalam masyarakat, yang berdampak
negatif pada individu, masyarakat, dan negara. Pada dasarnya, ilmu dan adab
harus saling berhubungan dan mendukung satu sama lain. Dalam konteks filsafat
4
S. M. Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam; Suatu Rangka Pikir Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 1984, h. 52.
Islam, berilmu tanpa adab dianggap sebagai tindakan yang tidak diberkahi,
sedangkan beradab tanpa ilmu dianggap sebagai kesesatan. Seperti yang
diungkapkan oleh Imam Syafi'i, ilmu bukan hanya sekadar pengetahuan yang
dihafal, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk adab yang bermanfaat.5
Para pemikir pendidikan Islam perlu segera membangun epistemologi
pendidikan Islam agar dapat mengembangkan pendidikan secara konseptual dan
aplikatif. Sejauh ini, pendidikan Islam belum dikembangkan dengan kerangka
epistemologi yang jelas. Sampai saat ini, belum ada konsep yang ditawarkan
mengenai bangunan epistemologi pendidikan Islam sebagai sarana atau
pendekatan dalam pengembangan pendidikan Islam.Oleh karena itu, epistemologi
Islam menekankan pada pandangan yang menyeluruh dan komprehensif, tidak
memandang sesuatu secara parsial dan terpisah. Dalam Islam, segala konsep
selalu dilihat dalam konteks kesatuan, seperti hubungan dunia dengan akhirat.
Ilmu dalam Islam juga memiliki nilai-nilai dunia dan akhirat, sehingga ilmu harus
mencakup nilai-nilai adab.
Konsep Ilmu Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, manusia memperoleh ilmu melalui dua cara, yaitu
secara apriori (sebelumnya diketahui) dan bukan apriori. Cara pertama adalah
ketika potensi manusia telah berkembang sempurna. Cara kedua dapat terjadi
dengan dua cara, yaitu secara spontan atau melalui usaha langsung. Ilmu yang
diperoleh secara langsung ini dianggap sebagai petunjuk atau hidayah dari Allah.
Sementara itu, ilmu yang diperoleh secara tidak langsung melalui
pengembangan metode penelitian, seperti berpikir deduktif (tafsir) dan induktif
(istqra’). Al-Attas juga membagi pencapaian ilmu menjadi dua kategori. Pertama,
ilmu adalah sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai anugerah.
Kedua, ilmu juga dapat dicapai oleh manusia yang memiliki aktifitas dan
kreativitas dalam usaha intelektualnya sendiri, melalui pengalaman, penyelidikan,
dan pengkajian. Definisi ini mencakup pemahaman bahwa ilmu masuk ke dalam
jiwa manusia dari Allah, dan jiwa manusia mencapai objek ilmu melalui

5
Ahmad Alim, Ilmu Dan Adab Dalam Islam, Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu:
Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), h. 188.
penelitian dan kajian. Alparslan Acikgenc dan Wan Daud juga menguatkan premis
ini dengan menyatakan bahwa ilmu berasal dari Allah dan diterima oleh jiwa yang
aktif dan kreatif. Dengan demikian, ilmu dapat diartikan sebagai masuknya jiwa
manusia pada makna suatu objek ilmu.6
Ilmu manusia berasal dari dua sumber, yaitu pancaindra dan ilham/wahyu.
Pancaindra, yang terdiri dari mata, telinga, lidah, hidung, dan kulit, merupakan
saluran luar yang digunakan manusia untuk menangkap ilmu. Melalui pancaindra,
manusia dapat mengamati dunia fisik dan memperoleh pengetahuan empiris.
Sedangkan ilham atau wahyu adalah saluran dalam yang datang dari malaikat atas
izin Allah. Ilham atau wahyu ini memberikan pengetahuan yang lebih mendalam
dan berasal dari sumber yang lebih tinggi. Ilham atau wahyu ini dapat diterima
oleh manusia melalui inspirasi, pemahaman yang mendalam, atau pengalaman
spiritual.
Kemudian, ada juga akal yang merupakan kemampuan berpikir dan
merenung yang dimiliki oleh manusia. Akal dapat digunakan untuk memahami
dan menganalisis informasi yang diperoleh melalui pancaindra dan ilham. Akal
memiliki potensi yang sangat kuat dan mampu menangkap pengetahuan yang
terbatas maupun yang tak terbatas. Dalam karya-karya seperti Misykat al-Anwar
dan Ihya al-‘Ulumuddin, para ulama seperti Imam Ghazali membahas tentang
pentingnya akal, jenis-jenisnya, serta sifat, fungsi, dan kapabilitasnya. Mereka
menekankan bahwa akal manusia memiliki potensi yang luar biasa dalam
menangkap dan memahami pengetahuan, baik yang terbatas maupun yang tak
terbatas.
Dengan demikian, ilmu manusia berasal dari dua saluran utama, yaitu
pancaindra dan ilham atau wahyu. Pancaindra digunakan untuk mengamati dunia
fisik dan memperoleh pengetahuan empiris, sedangkan ilham atau wahyu
memberikan pengetahuan yang lebih mendalam dan berasal dari sumber yang
lebih tinggi. Akal kemudian digunakan untuk memahami dan menganalisis
pengetahuan yang diperoleh melalui kedua saluran ini.
6
S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung: Mizan,
1995), h. 78. Lailah Alfi, Konsep Ilmu Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas (Analisis Buku
Islam dan Filsafat Sains), Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 2, No. 2, Agustus 2018, h. 219.
Wahyu Sebagai Landasan Epistemologis
Dalam konteks epistemologis, masih ada yang menolak wahyu sebagai
dasar ilmu karena sulit dibuktikan secara rasional. Namun, tidak semua realitas
empiris harus dibuktikan secara rasional karena rasio memiliki keterbatasan.
Dalam epistemologi Islam, wahyu dianggap sebagai landasan pertama dan utama
sebagai sumber ilmu dan kebenaran, diikuti oleh intuisi, akal, dan indra. Pahala,
dosa, siksa kubur, akhirat, malaikat, dan syetan adalah bagian dari informasi dan
ilmu yang berasal dari wahyu. Hal ini hanya dapat dipahami melalui ilmu tauhid
dan keyakinan, karena akal terbatas untuk memahaminya. Seperti halnya gempa
bumi yang sampai saat ini tidak dapat diprediksi kapan terjadi dan seberapa
kuatnya, atau kapan sebuah daun jatuh ke bumi. Dalam konteks ini, kekuasaan
Allah SWT mencakup segala sesuatu di alam semesta, termasuk gempa bumi dan
jatuhnya daun.7
Ironisnya, hingga saat ini masih ada orang yang tidak menerima wahyu
sebagai landasan epistemologis atau sumber ilmu, terutama di kalangan ilmuan
Barat. Padahal, kebenaran yang hanya bergantung pada akal semata telah
membawa dampak buruk yang besar bagi manusia. Pandangan epistemologi
seperti ini, menurut al-Attas, telah menyebabkan kekacauan dalam dunia ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan saat ini. Ilmu pengetahuan yang diperkenalkan
oleh Barat pada dasarnya menjadi masalah, karena kehilangan tujuan yang benar,
dan lebih menyebabkan kekacauan dalam kehidupan manusia daripada membawa
perdamaian dan keadilan.8
Fahmy Zarkasyi mendukung pandangan al-Attas bahwa ilmu yang
menjadi dasar peradaban Islam adalah ilmu yang terikat pada Tuhan, ilmu yang
teologis, dan bukan ilmu yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan (sekuler).
Oleh karena itu, dasar ilmu dan peradaban Islam adalah konsep-konsep yang
terdapat dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Konsep-konsep tersebut kemudian

7
S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung: Mizan,
1995), h. 28. Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat Dari Sudut Metodologi
Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-Juni 2007, h. 29.
8
Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat Dari Sudut Metodologi
Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-Juni 2007, h. 28.
diinterpretasikan, dijelaskan, dan dikembangkan menjadi berbagai disiplin ilmu
pengetahuan Islam. Seluruh isi al-Qur'an dan al-Sunnah yang dijelaskan oleh para
ulama mencerminkan pandangan terhadap dunia, baik dunia saat ini maupun
akhirat, yang secara konseptual membentuk apa yang sekarang disebut sebagai
Pandangan Alam atau Pandangan Hidup. Oleh karena itu, jika al-Qur'an diakui
sebagai sumber peradaban Islam, maka dapat dikatakan pula bahwa pandangan
hidup Islam adalah dasar peradaban Islam. Al-Qur'an penuh dengan dimensi ilmu
pengetahuan dan dasar peradaban Islam, bahkan dapat dikatakan bahwa
peradaban Islam adalah peradaban ilmu dan bukan peradaban bangunan. Dengan
konsep seperti ini, dapat dikatakan bahwa tidak ada aspek kehidupan intelektual
Muslim, kehidupan keagamaan dan politik, bahkan kehidupan sehari-hari seorang
Muslim yang tidak memperhatikan nilai ilmu. Ilmu memiliki nilai yang tinggi
dalam Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Franz Rosenthal, penulis
buku "Knowledge Triumphant" (Keagungan Ilmu), menyimpulkan bahwa "ilmu
adalah Islam".9
Pendidikan Islam dan konteks epistemologis memiliki arti yang penting
dalam pembangunan pengetahuan. Pendidikan Islam menjadi kokoh karena
memiliki landasan epistemologi yang kuat. Metode ilmiah merupakan landasan
epistemologi ilmu, yang merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan.
Metode ilmiah juga menjadi penentu apakah pengetahuan tersebut layak menjadi
ilmu. Epistemologi pendidikan Islam lebih fokus pada metode atau pendekatan
yang dapat digunakan dalam membangun ilmu pengetahuan Islam. Epistemologi
pendidikan Islam berfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu, dan
pengembang.10

KESIMPULAN

9
Hamid Fahmy Zarkasyi, Tamaddun Sebagai Konsep Peradaban Islam, Tsaqafah:
JurnalPeradaban Islam, Vol. 11, No. 1, Mei 2015, h. 10.
10
Moh. Wardi, Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya (Perspektif
Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis), Jurnal Tadris, Volume 8 Nomor 1 Juni 2013, h. 58-59.
Pendidikan yang dikehendaki itu adalah Islamisasi ilmu pengetahuan
adalah pendidikan yang berlandaskan tauhid, mampu menyeimbangkan potensi
jasmani dan rohani sehingga menghasilkan peserta didik yang memahami tugas
mereka sebagai raja di muka bumi. Sedangkan pendidikan yang ditolak adalah
pendidikan sekuler yang mencabut keimanan kepada Allah Ta’ala, sehingga
menjadikan peserta didik hanya menjunjung akal dan tidak beriman kepada
wahyu (Quran). Tak heran jika suatu Pendidikan sangat berguna bagi siapa saja
dan kapansaja.
Epistemologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang sumber-
sumber pengetahuan dan teori-teori tentang ilmu pengetahuan. Dalam studi
filsafat pendidikan Islam, diakui bahwa sumber pengetahuan utama adalah wahyu
Ilahi yang melebihi akal dan indera manusia. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan
dalam Islam tidak hanya bergantung pada akal dan pengalaman manusia, tetapi
juga didasarkan pada kebenaran Ilahi yang bersifat teosentris. Dalam konteks ini,
intuisi atau pengalaman spiritual yang disebut kasyf juga dapat digunakan sebagai
metode untuk mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Pendekatan antroposentris
yang dikembangkan oleh Barat cenderung terjebak pada kebenaran yang relatif
dan memuja kekuatan akal manusia yang sebenarnya terbatas
REFERENSI
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawij), (Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada, 2008), h. 55.
Ahmad Alim, Ilmu Dan Adab Dalam Islam, Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu:
Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), h. 188.
Hamid Fahmy Zarkasyi, Tamaddun Sebagai Konsep Peradaban Islam, Tsaqafah:
JurnalPeradaban Islam, Vol. 11, No. 1, Mei 2015, h. 10.
Hidayat, Rahmat. (2016). “Epistemologi Pendidikan Islam: Sistem, Kurikulum,
Pembaharuan Dan Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam”,
Jurnal Almufida Vol. I No. 1 Juli-Desember 2016
Mappasiara. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, dalam jurnal falsafah Volume
VI, Nomor 2, Juli - Desember 2017
Moh. Wardi, Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya (Perspektif
Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis), Jurnal Tadris, Volume 8 Nomor
1 Juni 2013, h. 58-59.
Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat Dari Sudut
Metodologi Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-Juni 2007, h. 28.
S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 78. Lailah Alfi, Konsep Ilmu Menurut Syed Muhammad
Naquib Al-Attas (Analisis Buku Islam dan Filsafat Sains), Tasfiyah: Jurnal
Pemikiran Islam, Vol. 2, No. 2, Agustus 2018, h. 219.
S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 28. Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan
Barat Dari Sudut Metodologi Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-
Juni 2007, h. 29.
S. M. Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam; Suatu Rangka Pikir
Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 1984, h. 52.

Anda mungkin juga menyukai