Anda di halaman 1dari 26

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM

Makalah
Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar

Oleh
MUH. AKMAL SHAFAR
8010032202

Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A.
Dr. H. A. Marjuni, M.Pd.

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


ALAUDDIN MAKASSAR
2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang bersumber dari wahyu Allah yang mengandung

kebenaran, sementara filsafat juga mengandung kebenaran, meski kebenarannya

berdasarkan pencarian nalar manusia. Dengan demikian, agama dan filsafat

memiliki tujuan yang sama yaitu kebenaran. Agama membawa kebenaran

sementara filsafat mencari kebenaran, akan tetapi kebenaran agama tidak akan

dapat dirasakan kecuali orang yang berakal, karenanya kebenaran agama harus

digali agar lebih jelas dan penggaliannya dilakukan dengan menggunakan nalar

filsafat.1

Pendidikan di Indonesia pada dasarnya terbagi menjadi dua, yakni

pendidikan umum dan pendidikan Islam. Dua hal ini telah menjadikan suatu

problem tersendiri dalam dunia pendidikan. Karena ada yang mengatasnamakan

pendidikan Islam adalah sebuah pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok

orang yang beragama Islam, dan lembaganya adalah lembaga Islam, materinya di

dominasi oleh ajaran-ajaran Islam dari al-Qur'an dan al-Hadis sebagai landasan

umat Islam. Pendidikan umum diselenggarakan oleh pemerintah yang berada

dibawah naungan Diknas. Antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam

sebenarnya serupa tapi tidak sama, ini disebabkan oleh pengertian dan

1
Harun Nasution, Filsafat Islam dalam Jalaluddin Rakhmat (et.al), Petualangan
Spiritualitas; Meraih Makna Diri Menuju Kehidupan Abadi (Cet.I; Pustaka Pelajar, 2008), h. 222.

2
pemahaman setiap manusia berbeda, akan tetapi pada hakikatnya semua ilmu 222

bersumber dari al-Qur’an. 22

22
Pembahasan mengenai filsafat Islam tidak bisa terlepas dari pembicaraan

filsafat secara umum, karena berfikir filsafat merupakan hasil usaha manusia yang

berkesinambungan di seluruh alam semesta ini. Sedang akal merupakan salah satu

anugerah Allah swt yang paling istimewa bagi manusia, yang mana sudah menjadi

sifat bagi akal manusia yang selalu ingin mengetahui segala sesuatu termasuk

mengenali dirinya sendiri. Sementara pengetahuan tersebut ada yang didapatkan

berdasarkan hasil usaha aktif manusia yaitu melalui indra dan akal, dan ada yang

bukan dari hasil usaha manusia yaitu melalui wahyu.2

Filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan

ajaran Islam, atau dengan kata lain yang menjadi ruhnya adalah ajaran Islam. 3

Filsafat pendidikan Islam adalah konsep pola berpikir manusia

terhadap kependidikan yang berkaitan dengan ajaran agama Islam tentang hakikat

kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing

menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.

Filsafat pendidikan Islam adalah filsafat tentang pendidikan bercorak Islam yang

berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam dan

bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar pertanyaan-pertanyaan

yang timbul dari masyarakat dapat terjawab.

2
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam; Filosof dan Filsafatnya (Cet.IV; PT.RajaGrafindo
Persada, 2010), h. 2.
3
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Logos, 1997), h. 15

3
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada Al-Qur’an

dan Al-Hadis sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan

pengajaran. Langkah yang ditempuh Al-Qur’an ini ternyata amat strategis dalam

upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini diakui dengan jelas bahwa

pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari

keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta

dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis.

Dengan demikian tidak dapat diingkari bahwa Islam sebagai agama wahyu telah

memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia

ilmu pengetahuan di Barat, meski umat Islam secara tidak langsung banyak

terpengaruh oleh dunia filsafat Yunani, tetapi kebenaran pemikiran para filosof

muslim tetap memiliki pengaruh dalam pemikiran filsafat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, yang menjadi

pokok permasalahan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengertian Filsafat Pendidikan Islam?

2. Bagaimana Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata yaitu

philos dan sophia. Philos berarti senang, gemar, atau cinta. Dengan begitu filsafat

dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan. Kata lain dari

filsafat adalah hakikat dan hikmah, jadi kalau ada orang yang mengatakan, “Apa

hikmah dari semuanya ini?”, berarti mencari latar belakang terdalam kejadian

sesuatu dengan kajian secara filsafati, yaitu apa, bagaimana dan mengapa sesuatu

itu terjadi yang dalam filsafat disebut dengan ontologi, epistomologi, dan

aksiologi.4 Filsafat adalah berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala

sesuatu sampai kepada inti persoalan.

Pengertian filsafat menurut Harold Titus ada lima, yaitu sebagai berikut:

1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan

dan alam yang biasanya diterima secara kritis.

2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan

dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.

3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.

4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti

kata dan konsep.

4
Djadja Saefullah, Pengantar Filsafat, (cet.3 PT Refika Aditama, Bandung), h. 1

5
5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat

perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.5

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa

manusia memiliki rasa keingintahuan sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah.

Filsafat adalah suatu pemikiran yang membutuhkan pola pikir yang jernih, kritis

dan sunguh-sungguh terhadap suatu pemikiran secara mendalam sehingga

menemukan hasil pemikiran yang baik dan dapat dibuktikan kebenaran yang

disertai dengan proses yang telah dianalisa sehingga menghasilkan hasil

pemikiran yang baik, bijaksana, dan dapat diterima. Filsafat mengajar manusia

bagaimana menjadi manusia dapat menemukan jawaban atas masalah yang

dihadapi.

Dalam bahasa Indonesia, seseorang yang mendalami bidang filsafat

disebut “Filsuf”. Dengan demikian, terminologi filsafat adalah berpikir sistematis,

luas, dan holistik, untuk mengetahui hakikat sesuatu yang ada, seperti hakikat

adanya alam, manusia, agama, ilmu, teknologi, pendidikan, dan agama.6 Ilmu

yang dimiliki manusia tidak dibawa sejak lahir, akan tetapi diperlukan pendidikan

untuk mengetahui aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan sehingga terwujud

kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu ilmu pendidikan tidak

terlepas dari peranan filsafat yang akan membentuk corak pendidikan.

Manusia adalah makhluk yang luhur. Sadar akan nilai-nilai luhur yang

dimilikinya, manusia melepaskan diri dari mitos. Kemudian dengan kemampuan

5
Jalaluddin dan Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 9
6
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (cet. 1 Kencana Prenanda Media Group Jakarta:
2011), h. 4

6
rasio manusia berusaha berusaha menemukan hakikat alam melalui perenungan

filsafat. Kebutuhan hidupnya secara praktis sudah dipenuhi oleh produk ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dihasilkannya.7

Filsafat memberikan dasar pendidikan, apabila filsafat memberikan

berbagai pemikiran atau pengertian teoritis mengenai pendidikan. Dan dikatakan

mempunyai hubungan yang erat antara filsafat dan pendidikan, bilamana

pemikiran-pemikiran mengenai kependidikan memerlukan penjelasan-penjelasan

dan bantuan dari filsafat untuk membantu penyelesaiannya. Dalam hal ini,

pendidikan tidak bisa eksis tanpa dilandasi pemikiran filosofis.

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogie”, yang akar

katanya “pais” yang berarti anak dan “again” yang artinya membimbing. Jadi,

“paedagogie” berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. dalam bahasa

Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi “education”. “Education” berasal

dari bahasa Yunani “educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan

dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.8 Pendidikan

adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan pada

anak, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal sehingga

anak tersebut dapat mengembangkan dan dapat membuktikan ilmu yang telah

didapatkan.

Istilah pendidikan Islam dalam konteks Islam pada umumnya mengacu

kepada term At-Tarbiyah, At-Ta’dib Dan At-Ta’lim.9 Penggunaan istilah at-

7
Jusrin Efendi Pohan, Filsafat Pendidikan, (cet. 1 PT RajaGrafindo Persada, Depok:
2019), h. 10
8
Syafril, Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (cet.1 kencana, 2017), h. 26
9
Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyat, (Kairo: al-Kasyaf, 1945), h. 21

7
Tarbiyah berasal dari kata Rabb. Walaupun kata ini memiliki banyak arti akan

tetapi pengertian dasarnya menunjukan makna tumbuh, berkembang, memelihara,

merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.10 Dalam

penjelasan lain, kata at-Tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: Pertama, Rabba-

Yarbu yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang (QS. Ar Ruum / 30:39).

َ ُ ُ َٰ َ َ َ ٓ َّ َ ْ ُ ۡ َ َ َ ِّ َّ َٰ َ ۡ َ ٓ ْ َ ُ ۡ َ ٗ َ ٓ
‫يدون َو ۡج َه‬ ‫ِّند ٱّللِِّۖ َو َما َءات ۡي ُتم مِّن زكوة ٖ ت ِّر‬
‫َو َما َءات ۡي ُتم مِّن رِّبا ل َِّيبوا ِِّف أمو ِّل ٱنلاس فَل يربوا ع‬

َ ُ ۡ ۡ ُ َ َٰٓ َ ُ َ َّ
‫ٱّللِّ فأ ْولئِّك ه ُم ٱل ُمضعِّفون‬

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).

Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu

berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.11 Kata rabb

sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Fatihah 1: 2 (alhamdu lil Allahi rabb al-

alamin) mempunyai kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah al- 7


Tarbiyah. Sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata

yang sama. Berdasarkan hal ini, maka Allah swt adalah pendidik yang Maha

Agung bagi seluruh alam semesta.12

Berdasarkan uraian di atas, secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses

pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai

“pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas,

10
Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubiy, Tafsir Qurthuby, Juz 1,
(Kairo: Dar al-Sya’biy. tt), h. 120
11
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
CV. Diponegoro,1992), h. 31
12
Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falasafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h. 41

8
pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas

empat unsur pendekatan, yaitu memelihara dan menjaga fitrah anak didik

menjelang dewasa, mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan,

mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan, dan melaksanakan pendidikan

secara bertahap.

Penggunaan term at-Tarbiyah untuk menunjuk makna pendidikan Islam.

Firman Allah swt dalam QS. al-Isra/17: 24 sebagai berikut:

‫يرا‬ َ ‫ٱر َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِى‬


ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ب‬ َّ َ‫ح ٱلذُّ ِل ِمن‬
ِ ‫ٱلرحْ َم ِة َوقُل َّر‬ َ ‫ض لَ ُه َما َجنَا‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫ٱخ ِف‬
Terjemahnya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu
kecil.13

Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan

pendidikan Islam. Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi

berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan

ketentuan tertentu.

Firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah/2: 151sebagai berikut:

َ َ ‫علَ ْي ُك ْم َءا َٰيَتِنَا َويُ َز ِكي ُك ْم َويُعَ ِل ُم ُك ُم ٱ ْل ِك َٰت‬


َ‫ب َوٱ ْل ِح ْك َمة‬ ۟ ُ‫وًل ِمن ُك ْم يَتْل‬
َ ‫وا‬ ً ‫س‬ َ ‫َك َما ٓ أ َ ْر‬
ُ ‫س ْلنَا فِي ُك ْم َر‬
۟ ُ‫َويُعَ ِل ُمكُم َّما لَ ْم تَكُون‬
َ‫وا ت َ ْعلَ ُمون‬

Terjemahnya:

Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu)


kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet. X; Bandung: Diponegoro,


13

2013) h. 216

9
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui.14

Kalimat wa yu’allimu hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut

menjelaskan tentang aktivitas Rasulullah saw mengajarkan tilawat al-Qur’an

kepada kaum muslimin. Menurut Abdul Fatah Jalal, apa yang dilakukan Rasul

bukan hanya sekedar membuat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum

muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (penyucian diri) dari segala

kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikamah serta mempelajari

segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu, makna al-ta’lim tidak

hanya terbatas pada pengetahuan yang lahiriyah akan tetapi mencakup

pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang

dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan

pedoman untuk berperilaku.15 Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah dan

memiliki potensi yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu manusia diharapkan

mampu mengembangkan diri dengan pengetahuan yang dimiliki.

Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur

ditanamka kedalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat

dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini,

pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan

pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Al-Syaibaniy; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses

mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat

14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 17
15
Abdul Fatah Jalal, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), h. 29-30

10
dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan

pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak

profesi dalam masyarakat.16 Muhammad Fadhil al-jamaly; mendefinisikan

pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan mendorong serta mengajak

peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan

kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi

peserta didik yang sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan

maupun perbuatannya.17

Disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang

memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya

sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan

mudah membentuk kehidupan dirinya sendiri sesuai dengan nilai-nilai ajaran

Islam yang diyakininya.

Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan

proses pendidikan tentulah berorientasi pada sifat dan hakikat anak didik sebagai

manusia yang berkembang. Usaha-usaha yang dilakukan adalah bagaimana

menciptakan kondisi eduktif, memberikan motivasi-motivasi dan stimuli-stimuli

sehingga akal dan kecerdasan anak didik dapat berfungsi dan berkembang dengan

baik.18 Faktor yang mendukung pendidikan yang baik adalah lingkungan, seperti

sekolah yang ideal yaitu sekolah yang pendidikannya berintegrasi dengan

lingkungan sekitar, sehinga membantu anak didik dalam mengembangkan potensi

16
Omar Muhammad Al-Syaibaniy, Falsafah Pendidikan Islam, h. 399
17
Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat, (al-Syirkat al-Tunisiyat li
alTauzi’ 1977), h. 3
18
Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (cet.6 PT RajaGrafindo Persada: 2017),
h. 86

11
dan kemampuan sehingga bermanfaat bagi diri dan sebagai warga negara

Indonesia.

Menurut Freemun Butt, dalam bukunya yang terkenal Cultural History of

Western Education, bahwa:

1. Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan

sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi.

2. Pendidikan adalah suatu proses. Melalui proses ini, individu diajarkan

kesetiaan dan kesediaan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini,

pikiran manusia dilatih dan dikembangkan.

3. Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan. Dalam proses ini,

individu dibantu pengembangan bakat, kekuatan, kesanggupan, dan

minatnya.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pentransferan ilmu secara

turun temurun dan terjadinya proses interaksi sepanjang hayat. Proses pendidikan

menekankan pada proses perkembangan untuk menjadi dewasa dan

mengembangkan potensi agar menjadi lebih baik.

Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamiin. Islam menetapkan bahwa

pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan

wanita, dan berlangsung seumur hidup sejak dari buaian hingga ke liang lahat.

Kedudukan hukum tersebut secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan

sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia,

dalam hal ini hubungannya antara manusia dengan Tuhannya, hubungannya

12
antara manusia dengan alam, dan hubungannya antara manusia dengan manusia

lain.

Abuddin Nata berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pendidikan

Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didikan

yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang

utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh Abuddin Nata tentang pengertian

pendidikan Islam adalah mengandung tujuan yang bersifat ideal dan universal.

Tujuan tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi

tujuan yang bercorak nasional, institusional, terminal, klasikal, per bidang studi,

per pokok ajaran, sampai dengan setiap kali melaksanakan kegiatan belajar

mengajar.19

Aktifitas pendidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung

dan berkembang sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Hal ini dapat

dilihat dari fenomena tumbuh berkembangnya program dan praktek pendidikan

Islam yang dilaksanakan di Nusantara, baik yang berupa pendidikan pondok

pesantren, pendidikan madrasah, pendidikan umum yang bernafaskan Islam,

pelajaran pendidikan agama Islam yang di selenggarakan di lembaga-lembaga

pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, maupun

pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok tertentu

di masyarakat, serta di tempat-tempat ibadah dan media massa.

19
Abuddin Nata, Metodologi studi Islam, (PT Raja grafindo Persada, Jakarta: 2008), h. 94

13
Pendidikan Islam sebagaimana pendidikan lainnya memiliki berbagai

aspek. Aspek tersebut dapat dilihat dari segi cakupan materi didikannya,

Filsafatnya, Sejarahnya, kelembagaannya, sistemnya, dan dari segi kedudukannya,

sebagai sebuah ilmu. Dari segi aspek materi didikannya, pendidikan Islam

sekurang-kurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama (akidah dan

syari’ah), akhlaq, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Berbagai

aspek materi pendidikan Islam tersebut dapat dilihat dalam al-Qur’an dan al-

Sunnah serta pendapat para ulama. Pendapat lain mengatakan bahwa materi

pendidikan Islam itu pada prinsipnya ada dua, yaitu materi didikan yang

berkenaan dengan masalah keduniaan dan materi didikan yang berkenaan dengan

masalah keakhiratan.20

Hubungan antara pendidikan dan filsafat pendidikan sangat penting, sebab

menjadi dasar yang menjadi tumpuan suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan

memiliki peranan penting dalam suatu sistem pendidikan karena berfungsi sebagai

pedoman bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan sebagai dasar

yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. Filsafat memberikan dasar

pendidikan, apabila filsafat memberikan berbagai pemikiran atau pengertian

teoritis mengenai pendidikan. Dan dikatakan mempunyai hubungan yang erat

antara filsafat dan pendidikan, bilamana pemikiran-pemikiran mengenai

kependidikan memerlukan penjelasan-penjelasan dan bantuan dari filsafat untuk

membantu penyelesaiannya. Dalam hal ini, pendidikan tidak bisa eksis tanpa

dilandasi pemikiran filosofis.

20
Abuddin Nata, Metodologi studi Islam, (PT Raja grafindo Persada, Jakarta: 2008), h.
340-341.

14
B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Pembahasan tantang ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya

merupakan pengkajian dari aspek ontologis filsafat pendidikan Islam. Setiap ilmu

pengetahuan memiliki objek tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan

(objek material) dan yang akan dipandang (objek formal). Perbedaan suatu ilmu

pengetahuan dengan ilmu lainnya terletak pada sudut pandang (objek formal)

yang digunakannya. Objek material filsafat pendidikan Islam sama dengan

filsafat. Pendidikan pada umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu

yang ada ini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Ada

yang tampak adalah dunia empiris, dan ada yang tidak tampak adalah alam

metafisis. Adapun objek formal filsafat pendidikan Islam adalah sudut pandang

yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat

diketahui hakikatnya.

Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan Islam

adalah yang tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari keterangan

secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh

pengetahuan biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan Islam juga mengkaji

ketiga objek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan

aksiologi.

Secara mikro objek kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal yang

merupakan faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor

atau komponen pendidikan ini ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik,

15
peserta didik, alat pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan

lingkungan pendidikan.21

Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat pendidikan Islam yang

sesuai dengan makalah ini, maka cukup disajikan ruang lingkup pembahasan

filsafat pendidikan Islam secara makro.

1. Ontologi

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti

sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan

sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.22

Dalam konsep filsafat ilmu Islam, segala sesuatu yang ada ini meliputi

yang nampak dan yang tidak nampak (metafisis). Filsafat pendidikan Islam

bertitik tolak pada konsep the creature of God, yaitu manusia dan alam. Sebagai

pencipta, maka Tuhan telah mengatur di alam ciptaan-Nya. Pendidikan telah

berpijak dari human sebagai dasar perkembangan dalam pendidikan. Ini berarti

bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah transformasi

pendidikan. Sehingga yang menjadi dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai

objek kajian (ontologi) filsafat pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam

wahyu adalah mengenai pencipta (khalik), ciptaan-Nya (makhluk), hubungan

antar ciptaan-Nya, dan utusan yang menyampaikan risalah pencipta (Rasul).

Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang

menjadi dasar pandangan tentang alam raya meliputi dasar pemikiran:

21
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, h. 45-48
22
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2011), h. 69

16
a. Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain dipengaruhi oleh

lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh lingkungan fisik (bendabenda alam);

b. Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala yang

diciptakan oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun benda-benda alam;

c. Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi dan roh. Dasar

pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam menyusun konsep alam

nyata dan alam ghaib, alam materi dan alam ruh, alam dunia dan alam

akhirat;

d. Alam senantiasa mengalami perubahan menurut ketentuan aturan pencipta;

e. Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk meningkatkan

kemampuan dirinya.23

Ontology ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya

apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat

mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi

dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja

itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang

kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata

atau real.

2. Epistemologi

Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan

logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang

pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori

23
Ahmad Syari’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Pustaka Firdaus, Jakarta: 2005), h. 123

17
pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh

pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan. Dengan kata lain,

epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang

tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan. Tata cara, teknik,

atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode non-ilmiah,

metode ilmiah, dan metode problem solving.

Pengetahuan yang diperoleh dengan metode non-ilmiah adalah

pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan; untung-

untungan (trial and error); akal sehat (common sense); prasangka; otoritas

(kewibawaan); dan pengalaman biasa. Metode ilmiah adalah cara memperoleh

pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode

problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi

permasalahan, merumuskan hipotesis; mengumpulkan data; mengorganisasikan

dan menganalisis data; menyimpulkan dan conclusion; melakukan verifikasi,

yakni pengujian hipotesis. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori,

prinsip-prinsip, generalisasi dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai

basis, bingkai atau kerangka pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan,

mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara tepat.24

Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam

kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model

24
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2011), h. 123

18
sistem berfikir dalam Islam, yakni bayani, burhani dan irfani, yang masing-

masing mempunyai pandangan yang sama sekali berbeda tentang pengetahuan.25

Bayani Secara bahasa, bayani bermakna sebagai penjelasan, pernyataan,

ketetapan. Sedangkan secara terminologis, bayani berarti pola pikir yang

bersumber pada nash, ijma’, dan ijtihad. Jika dikaitkan dengan epistemologi,

maka pengertiannya adalah studi filosofis terhadap struktur pengetahuan yang

menempatkan teks (wahyu) sebagai sebuah kebenaran mutlak. Adapun akal hanya

menempati tingkat sekunder dan bertugas hanya untuk menjelaskan teks yang ada.

Dalam tradisi keilmuan Islam, corak bayani sangat dominan. Dengan

segala karakteristiknya, corak bayani bukanlah sebuah corak yang sempurna.

Salah satu kelemahannya adalah kurang peduli terhadap isu-isu keagamaan yang

bersifat konstektual. Padahal, jika ingin mengembangkan pola berfikir bayani,

maka mau tidak mau harus menghubungkan dengan pola berfikir irfani dan

burhani. Jika masing-masing tetap kokoh pada pendiriannya dan tidak mau

membuka diri, berdialog, dan saling melengkapi satu sama lain, sulit rasanya studi

Islam dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman mampu menjawab tantangan

kontemporer yang terus berkembang tiada henti.

Kata burhani diambil dari bahasa Arab, al-burhan yang berarti argumentasi

yang kuat dan jelas. Sedangkan kata yang memiliki makna sama dengan al-burhan

dalam bahasa Inggris adalah demonstration. Arti dari kata demonstration adalah

berfikir sesuai dengan alur tertentu atau penalaran yang dapat dipertanggung

jawabkan. Oleh karena itu, pengetahuan demonstratif merupakan pengetahuan


25
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, h. 74-75

19
yang integratif, sistemik, dan sistematis. Ciri daripada pengetahuan demonstratif

ada tiga. Pertama, pokok bahasannya jelas dan pasti. Kedua, universal dan tidak

partikular. Ketiga, memiliki peristilahan teknis tertentu. Menurut Abid al-Jabiri,

burhan dalam logika adalah aktivitas intelektual untuk membuktikan kebenaran

suatu proposisi dengan cara konklusi atau deduksi. Sedangkan dalam pengertian

umum, burhan merupakan semua aktivitas intelektual untuk membuktikan

kebenaran suatu proposisi.

Maksud epistemologi Burhani adalah, bahwa untuk mengukur benar atau

tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah

manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci, yang

memunculkan peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah

realitas dan empiris; alam, sosial, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai

hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di laboratorium maupun

di alam nyata, baik yang bersifat sosial maupun alam. Corak berfikir yang

digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasilhasil penelitian empiris.

‘Irfan dalam bahasa Arab semakna dengan ma’rifah yang diartikan dengan

al-‘ilm. Di kalangan sufi, kata ‘irfan dipergunakan untuk menunjukkan jenis

pengetahuan yang tertinggi, yang dihadirkan ke dalam qalb dengan cara kasyf

atau ilham. Di kalangan kaum sufi sendiri, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan

langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan.

Epistemologi ‘irfani diharapkan menjembatani sekaligus menghindari

kekakuan (rigiditas) dalam berfikir keagamaan yang menggunakan teks sebagai

sumber utamanya. Dengan peran dan fungsinya, epistemologi ‘irfani dalam

20
pemikiran Islam menjadi mekanisme kontrol perimbangan pemikiran dari dalam.

Memang, perpaduan antara “teks” dengan “akal” ternyata tidak selamanya

berjalan baik dan sesuai harapan. Dalam kondisi ini, perpaduan ini ternyata juga

membawa dampak yang kurang produktif, baik berupa ketegangan, konflik, dan

bahkan dalam batas-batas tertentu dalam bentuk kekerasan. Berbeda dengan

kedua epistemologi sebelumnya, sumber epistemologi ‘irfani adalah intuisi.

Karena menggunakan intuisi ini, maka status keabsahannya acapkali digugat, baik

oleh tradisi bayani maupun burhani. Epistemologi mempertanyakan keabsahannya

karena dianggap tidak mengindahkan pedoman-pedoman yang diberikan teks.

Sementara epistemologi burhani mempertanyakan keabsahannya karena dianggap

tidak mengikuti aturan dan analisa logika.

3. Aksiologi

Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut

dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia berikut manfaatnya bagi kehidupan

manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap

pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.26

Dalam bahasan lain, tujuan keilmuan dan pendidikan Islam yang berusaha

untuk mencapai kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat ini sesuai dengan

Maqasid al-Syariah yakni tujuan Allah saw dan Rasul-Nya dalam merumuskan

hukum Islam. Sementara menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah berarti

nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari

hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran- sasaran itu dipandang sebagai tujuan

26
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2011), h. 74-75

21
dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari' dalam setiap ketentuan hukum.

Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu, yaitu mashlahah atau

kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.27

Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologi sebagai suatu

pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi dari Tuhan, misalnya

nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika).28 Jika aksiologi ini dinilai

dari sisi ilmuwan, maka aksiologi dapat diartikan sebagai telaah tentang nilai -

nilai yang dipegang ilmuwan dalam memilih dan menentukan prioritas bidang

penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan pemanfaatannya.

27
http://maqasid-syariah.blogspot.com/2009/01/maqasid-al-syariah.html diunduh pada
Jum’at 28 Oktober 2020/ 10:20
28
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Bumi Aksara, Jakarta: 2010), h. 8

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat merupakan ilmu yang mengkaji masalah ketuhanan, manusia dan

alam. Filsafat merupakan upaya untuk menemukan pengetahuan tentang

bagaimana hakekat sesuatu sejauh yang dapat dicapai oleh akal dan indra dan

bagaimana sikap manusia setelah mengetahui dan memahami pengetahuan

tersebut. Untuk menemukan pengetahuan tentang bagaimana hakekat sesuatu,

sejauh yang dapat dicapai oleh akal dan indra manusia (Rasio dan Empirik) dan

bagaimana sikap manusia setelah mengetahui dan memahami pengetahuan

tersebut.

Pendidikan adalah usaha manusia untuk mendewasakan peserta didik agar

menjadi manusia yang berpengetahuan, bermoral, bernilai, beretika, mandiri dan

bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya.

Islam adalah keyakinan yang seluruh ajarannya bersumber dari al-Qur’an dan al-

Hadis. Didalamnya terdapat pengetahuan/ilmu yang mengatur dan menuntun

kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan

dengan alam semesta. Secara ontologis pemikiran ini berkaitan dengan tujuan

pendidikan Islam.

Filsafat Pendidikan Islam merupakan kegiatan atau aktifitas berpikir

menyeluruh dan mendalam dalam rangka menemukan pengetahuan, konsep,

menyelenggarakan dan mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan

23
mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai berdasarkan dalam al-Qur’an dan al-

Hadis.

Perkembangan filsafat pendidikan Islam telah merubah pola pikir umat

Islam untuk lebih maju, dan disyukuri perkembangan tersebut tidak terlepas dari

al-Qur’an dan al-Hadis sebagai pedoman umat Islam dan sebagai sumber ilmu

pengetahuan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI, Cet. X; Bandung:


Diponegoro, 2013
-------------- dan Terjemahnya,Departemen Agama RI
Arifin Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta: 2010
Al-Syaibani Omar Muhammad Al-Thoumy, Falasafah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1979
--------------------, Falsafah Pendidikan Islam, Ilmu Pengetahuan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta: 2011
Abdullah Idi Jalaluddin, , Filsafat Pendidikan, cet.6 PT RajaGrafindo Persada:
2017
Adib Mohammad, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2011
An-Nahlawi Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
Bandung: CV. Diponegoro, 1992
Dandy Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, cet. II Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986
Fatimah, Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologi, Aksiologi, Historis,
Perspektif, Lembaga Studi Filsafat Islam, Yogyakarta, 1992
https://www.slideshare.net/mohnajmialbegama/sejarah-dan-perkembangan
filsafat-islam. Diakses Jum’at/02/2020/23.40

http://maqasid-syariah.blogspot.com/2009/01/maqasid-al-syariah.html diunduh
pada Jum’at 28 Oktober 2020/ 10:20
Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubiy, Tafsir Qurthuby,
Juz 1, Kairo: Dar al-Sya’biy. tt
Jalal Abdul Fatah, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, Bandung:
CV. Diponegoro, 1988
Nasution Harun, Filsafat Islam dalam Jalaluddin Rakhmat (et.al), Petualangan
Spiritualitas; Meraih Makna Diri Menuju Kehidupan Abadi , Cet.I; Pustaka
Pelajar, 2008

25
------------------, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
1998

-----------------, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Cet. Vi,
Jakarta:1986
Nata Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Logos, 1997
-----------------, Metodologi studi Islam, PT Raja grafindo Persada, Jakarta: 2008
Noor Juliansyah, Metodologi Penelitian, cet. 1 Kencana Prenanda Media Group
Jakarta: 2011
Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat, al-Syirkat al-Tunisiyat
li alTauzi’ 1977
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2011
Pohan Jusrin Efendi, Filsafat Pendidikan, cet. 1 PT RajaGrafindo Persada, Depok:
2019
Said Umar dan Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Saefullah Djadja, Pengantar Filsafat, cet.3 PT Refika Aditama, Bandung
Syalabi Ahmad, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyat, Kairo: al-Kasyaf, 1945
------------------, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta: 2005
Zar Sirajuddin, Filsafat Islam; Filosof dan Filsafatnya Cet.IV; PT.RajaGrafindo
Persada, 2010
Zen Zelhendri, Syafril, , Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, cet.1 kencana, 2017

26

Anda mungkin juga menyukai