Anda di halaman 1dari 12

SUBYEK DAN OBYEK ILMU PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN FILSAFAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Masturin, M. Ag.

Oleh :

Kelompok 2
1. Khoiru Ummatin (1910310004)
2. Ismi Zumaroh (1910310005)
3. Fathia Latifah (1910310006)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH

TAHUN 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan…………………………………………………….2
B. Urgensi Filsafat terhadap Pendidikan di Indonesia …………….…………………3
C. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan ……………………………………………7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………..………………....8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..9

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Subjek dan objek penelitian adalah manusia. Pada hakikatnya, manusia
dikenal sebagai makhluk berfikir, sehingga ingin mengetahui segala sesuatu yang
belum diketahui. Hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan
makhluk hidup lainnya. Dalam filsafat pendidikan, faktor utama yang selalu dibahas
dan selalu tertuju adalah manusia. Hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan
manusia. Melalui pendidikan diharapkan akan dapat membentuk seluruh aspek yang
terdapat pada diri manusia tersebut secara seimbang, dan pada hasil akhir pendidikan
akan terbentuk manusia yang manusiawi.
Dalam UUD No. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional
dirumuskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Filsafat Yunani Socrates (470-399 SM), mengemukakan hal terpenting dalam
pendidikan, belajar yang sebenarnya ialah belajar tentang manusia. Dijelaskan bahwa
pada diri manusia terdapat jawaban mengenai berbagai macam persoalan dunia,
namun ada orang yang faham dan ada yang tidak.
Harapan dari tujuan pendidikan secara umum adalah bahwa semua orang tua
menginginkan anaknya menjadi anak yang baik. Baik secara ilmu pengetahuannya,
mental atau rohaninya, sehat dan terampil. Dan dalam filsafat ilmu terdapat suatu
objek filsafat, yaitu objek material dan objek formal. Kedua objek inilah yang
dijadikan sebagai bahan penelitian yang digunakan untuk membentuk suatu
pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud filsafat pendidikan?
2. Apa yang dimaksud urgensi filsafat terhadap pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan filsafat dengan pendidikan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan


Kata “filsafat” berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Yunani. Dalam bahasa
Inggris, yaitu philosophy. Sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos artinya
cinta, dan sofien, sophi atau Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat
dapat diartikan cinta kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan dalam bahasa Arab
diistilahkan dengan al-hikmah. Oleh karena itu, falsafah adalah al-hikmah.1
Menurut Sondang P. Siagian, filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan.
Untuk menjadi bijaksana, berarti harus berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan
sedalam-dalamnya, baik mengenai hakikat adanya sesuatu, fungsi, ciri-ciri, kegunaan,
masalah-masalah, dan sekaligus pemecahanya.
Menurut Imam Barnadib, filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berupa
rangkaian dua pengertian, yaitu philare berarti cinta dan sopia berarti kebijakan.
Maksud dari kebijakan di sini adalah kebijakan manusia. Dengan dasar pengetahuan
filosofinya itu, diharapkan orang dapat memberikan pendapat dan keputusan secara
bijaksana.
Selain itu, pengertian filsafat secara sederhana menurut Hasan Lang-gulung
yaitu bahwa filsafat berarti cinta hikmah (kebijaksanaan). Orang yang cinta hikmah
kebijaksanaan, selalu mencari dan meluangkan waktu untuk mencapainya.
Jadi, ditinjau dari segi arti bahasanya dapat disimpulkan bahwa pengertian
filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, mencari kebenaran, dan
pengetahuan tentang dasar-dasar. Ketiga pengertian filsafat tadi, tidak hanya
dilakukan oleh seorang filsuf (orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan) saja,
tetapi dapat dimiliki oleh setiap individu yang baik, terutama pendidik atau guru yang
harus bersikap bijaksana semaksimal mungkin dan memiliki kesanggupan bertindak
dengan baik.2
Dari pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian
filsafat sebagai berikut :

1
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 9
2
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: KENCANA, 2017), 4-5

2
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercaayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara kritis.
2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang
sesuatu.3
Filsafat juga dibutuhkan oleh manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam berbagai kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan
hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh, dan mendasar. Jawaban seperti
itu digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang
kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang
timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian
diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh
dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.4

B. Urgensi Filsafat terhadap Pendidikan di Indonesia


Filsafat mengajarkan manusia, untuk berpikir secara holistik dengan
menggunakan berbagai sudut pandang, sebelum akhirnya membuat suatu keputusan,
ini berarti tanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab dalam berfilsafat.
Filsafat membantu menjamin agar tujuan selalu menentukan pilihan-pilihan sarana,
mempertajam dan menjelaskan seni, dan menumbuhkan keterampilan. Tujuan
pendidikan adalah untuk menumbuhkan dalam diri peserta didik kebebasan sehingga
membentuk subjek moral yang bertanggung jawab. Ilmu pengetahuan yang
memungkinkan untuk menjelasakan, mengontrol, dan memprediksi tetap
mendasarkan diri pada ideal moral untuk mendidik para individu yang berkarakter,
mandiri, dan mampu mengendalikan dirinya.
Mengapa ilmu pendidikan selalu mengandalkan filsafat sebagai landasan
utama, karena memang landasan filosofis sebagai landasan dasar akan membantu
menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang menyangkut ranah
antropologi, epistemik, dan politik.
3
Afifuddin Harisah, Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar Pengembangan, (Yogyakarta: Deepublish,
2018), 1
4
Afifuddin Harisah, Ibid, 3

3
Pertama, lapis antropologis bertitik tolak dari pengandaian bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi dan harus dikembangkan melalui pendidikan.
Pendidikan menjadi kekhasan manusia yang hidup dalam budaya dan bahasa. Bahasa
menjadi kekhasan manusia dibandingkan dengan makhuk lain. Pendidikan membantu
manusia untuk mengatur dirinya sendiri dan mengatur hubungannya dengan orang
lain. Oleh sebab itu, kajian-kajian masyarakat secara kolektif dalam pendidikan
menjadi kajian utama, karena dalam masyarakat kolektif akan banyak timbul
keinginan-keinginan setiap individu yang akan berpadu, sehingga filsafat akan
membantu pendidikan dalam menyelesaikan masalah yang timbul akibat
permasalahan kolektif dari masyarakat tersebut.
Kedua, lapis epistemik menjadi penting karena masyarakat modern membawa
kekhasan analisis dan pertanyaan yang selalu timbul dalam benak mereka. Lapis
epistemik memperhitungkan keseluruhan pengetahuan atau struktur pemaknaan yang
khas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Sebagian pendidikan berlangsung di
sekolah. Sekolah tidak bisa dipisahkan dari penggunaan metode, tapi subjek rasional
harus tetap diperhitungkan sebagai faktor utama dalam penyebaran dan penerapan
pengetahuan.
Dalam tingkat budaya yang lebih luas, struktur kognitif masyarakat akan lebih
banyak berbicara, sehingga sekolah sebagai penyelengara pendidikan bukanlah
sebuah pengajaran yang absolut dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran,
tetapi memerlukan diskusi yang panjang melalui orang tua, guru, kepala sekolah,
sampai kepada pemerintah. Dengan demikian, pendidikan akan dirasakan sebagai
tanggung jawab bersama secara kolektif, sehingga pengawasan yang baik akan
mendukung pelaksanaannya. Siswa tidak lagi diibaratkan sebagai gelas kosong, tetapi
lebih dari sekedar itu. Siswa merupakan aktor yang akan menentukan masa depannya,
sekolah diharapkan hanya sebagai fasilitator dalam megembangkan keterampilan,
bakat, minat, karakter anak dengan berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Ketiga, disebut sebagai lapis politik karena pendidikan menjadi ranah dan
bagian politik pemerintahan. Pendidikan utama diselenggarakan oleh negara, dalam
merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan, tentulah melewati kebijakan-kebijakan
politik terlebih dahulu. Hal itu merupakan hal yang wajar dalam tatanan masyarakat

4
demokrasi seperti Indonesia. Oleh sebab itu, pada lapis politik ini pendidikan
memungkinkan terlaksananya tiga unsur integrasi yaitu5:

1. Integrasi budaya, budaya bangsa sebagai kesatuan politik

2. Integrasi sosial, karena berkat pendidikan sesorang bisa sukses di masyarakat

3. Integrasi subjektif, yang mendefinisikan nilai-nilai moral yang memungkinkan


setiap individu bisa mandiri sebagi makhluk sosial.

Ketiga integrasi ini menunjukkan bahwa kebahagiaan masyarakat bisa dicapai


melalui pendidikan. Pendidikan kemudian menjadi imperatif dan tidak bisa ditaawar
lagi bagi suatu bangsa. Dalam konteks ini, rumusan tentang kebutuhan dasar untuk
belajar seperti dideklarasikan dalam the world confrence on education for all menjadi
sangat berarti.6

Kebutuhan dasar belajar meliputi baik sarana belajar yang pokok


(membaca/menulis, kemampuan berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah)
maupun isinya (pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) yang diperlukan manusia
agar bisa bertahan, untuk bisa mengembangkan kemampuan-kemampuan secara
penuh, hidup dan bekerja sesuai dengan martabatnya, ambil bagian secara penuh
dalam pembangunan, meningkatkan kualitas hidup mereka, memperoleh informasi
untuk keputusan-keputusan mereka dan selalu belajar secara bekelanjutan.

Betapa mulianya tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh negara, karena


negara menyadari bahwa individu-individu merupakan generasi penenerus yang turut
mengembangkan negara pada masa kini maupun yang akan datang. Menilik sejarah
bahwa, sesungguhnya pendidikan di zaman dahulu aksesnya sangat terbatas, yang
membedakan manusia-manusia berdasarkan posisi-posisinya, disitulah peran filsafat
sebagai penyelaras perbedaan, sehingga pendidikan selama ini menjadi slogan
pendidikan, bukan hanya slogan semata tetapi benar-benar terwujud dan dirasakan
oleh seluruh lapisan masyarakat.

Filsafat adalah induknya semua ilmu pengetahuan, dengan sudut pandang


yang komprehensif yang disebut dengan hakikat. Artinya, filsafat memandang setiap
objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu bidang ilmu
5
Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan-pendekatan Tematik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), 307.
6
Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 192-195.

5
pengetahuan yang tujuan utamanya adalah mengembangkan potensi individu
sehingga mewujudkan pribadi yang matang bukan hanya dari sisi akademis, tapi juga
dari sisi mentalitas yang mampu mandiri dan mengendaikan diri. Jadi, jelaslah bahwa
filsafat pendidikan memandang persoalan sentral berupa hakikat pematangan
manusia. Tradisi filsafat adalah selalu berpikir dialektis dari tingkat metafisis, teoritis,
sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut aspek ontologi, tingkat teoritis
disebut epistimologi, dan tingkat praktis disebut aspek aksiologi.

Jika diterapakan pada kegiatan pendidikan, aspek ontologi adalah proses


pendidikan dengan penekanan pada pendirian filsafat hidup, suatu pandangan hidup
yang dijiwai dengan nilai keluhuran budaya dan nilai-nilai moral budaya. Dari filsafat
hidup tersebut, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan
spritual dan emosional setiap diri individu.

Aspek epistimologi pendidikan menekankan sistem kegiatan pendidikan pada


pembentukan sikap ilmiah, suatu yang dijiwai oleh nilai kebenaran. Dari sikap ilmiah
itu, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan intelektual
berupa kreativitas dan keterampilan hidup. Sedangkan, aspek aksiologi pendidikan
menekankan pada sistem kegiatan pada pengembangan perilaku dan tanggung jawab,
suatu perilaku yang dijiwai dengan nilai keadilan. Dan akan memberikan manfaat
bukan hanya kepada individu itu sendiri, tetapi lebih jauh kepada masyarakat, bangsa,
dan negara.

Ketiga sistem pendidikan tersebut saling berhubungan antara satu aspek


dengan yang lainnya secara kausalistik. Aspek ontologi mendasari aspek epistimologi,
dan aspek epistimologi memberikan jalan atau metode kepada aspek aksiologi yang
menghasilkan produk dari pendidikan, yaitu individu yang matang dan dewasa dalam
kepribadiannya.

Selanjutnya, dapat diasumsikan bahwa jika paradigma filosofi pendidikan


tersebut digunakan sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia baik di
dalam keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan masyarakat, diharapkan
kehidupan masyarakat bisa meliputi nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kearifan lokal,
spiritual keagamaan dalam bingkai pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, maka
sudah bisa dipastikan pendidikan di Indonesia akan menjadi sebuah model pendidikan
yang khas dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.

6
C. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Hubungan filsafat dengan pendidikan, dapat dilihat dan dianalisis dalam
pengembangan kurikulum pendidikan islam, yang dapat dilihat dalam komponen-
komponen kurikulumnya yang meliputi tujuan, isi, pola, belajar mengajar atau strategi
pembelajaran, dan evaluasinya.
Pendidikan bukan sekedar program bimbingan, pengajaran, atau latihan ilmu
pendidikan, ilmu pendidikan bukan juga sekedar ilmu mengajar. Pendidikan
mencakup mendidik dan mengajar dalam bentuk mikro di lingkungan relasi
kesetaraan manusia yang berinteraksi tatap muka tertentu, yaitu antar orang-orang
yang mempunyai kualitas relasi pribadi dan sekurangnya mengenal satu relasi antar
manusia sebagai relasi antar subjek dalam lingkup makro.
Filsafat sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Dalam ilmu pendidikan,
baik pedadogi, andragogy, ilmu mengajar, media, metode, teknik, kiat, sangat
berhubungan dengan filsafat. Belum lagi dalam penelitian, sangat membutuhkan
metode, kerangka, cara berpikir yang ilmiah, logis, sistematis, empiris, kemudian
dengan pendekatan ontologis, epistimologis, juga aksiologis baik dari kacamata objek,
formal, maupun material.
Filsafat dan pendidikan, berfilsafat dan mendidik merupakan dua keping
dalam satu usaha sejalan. Berfilsafat dalam praktiknya memikirkan dan
mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam
kepribadian seorang manusia. Sedangkan, mendidik merupakan inti mewujudkan
nilai-nilai disumbangkan filsafat, baik aspek logis, etika, dan estetiknya. Filsafat
pendidikan merupakan aplikasi ide-ide filsafat, dalam pendidikan mengandung nilai-
nilai esensial yang mengarah pada tujuan dan pelaksanaan pendidikan. Filsafat dan
pendidikan berupa hubungan interaktif dalam lingkaran kultural dan pada akhirnya
menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat pendidikan.7

BAB III
PENUTUP

7
Hamidulloh Ibda, Katalog dalam Terbitan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Filsafat Umum Zaman
Now, (Pati: CV. Kataba Group, 2018), 115-116.

7
A. Kesimpulan
Filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, mencari kebenaran, dan
pengetahuan tentang dasar-dasar atau prinsip-prinsip. Secara lebih luas, filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami persoalan-
persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Diharapkan, manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh
dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
Filsafat mengajarkan manusia, untuk berpikir secara holistik dengan
menggunakan berbagai sudut pandang, sebelum akhirnya membuat suatu
keputusan. Sehingga filsafat pendidikan lahir untuk menjawab permasalahan-
permasalahan pendidikan yang timbul dalam pelaksanaannya baik menyangkut
desain kurikulum, pembelajaran, dan penyampaian guru. Pendidikan tersebut
digunakan sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia baik di
dalam keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan masyarakat, diharapkan
kehidupan masyarakat bisa meliputi nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kearifan
lokal, spiritual keagamaan dalam bingkai pancasila dan UUD 1945. Maka sudah
bisa dipastikan pendidikan di Indonesia akan menjadi sebuah model pendidikan
yang khas dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
Filsafat sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Hubungan filsafat dengan
pendidikan, dapat dilihat dan dianalisis dalam pengembangan kurikulum
pendidikan islam, yang dapat dilihat dalam komponen-komponen kurikulumnya
yang meliputi tujuan, isi, pola, belajar mengajar atau strategi pembelajaran, dan
evaluasinya. Filsafat dan pendidikan berupa hubungan interaktif dalam lingkaran
kultural dan pada akhirnya menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat
pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muhammad. 2017. Filsafat Pendidikan. Jakarta: KENCANA.

8
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Harisah, Afifuddin. 2018. Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar Pengembangan.
Yogyakarta: Deepublish.
Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ibda, Hamidulloh. 2018. Katalog dalam Terbitan Perpustakaan Nasional Republik


Indonesia Filsafat Umum Zaman Now. Pati: CV. Kataba Group.
Zaprulkhan. 2012. Filsafat Umum Sebuah Pendekatan-pendekatan Tematik. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai