Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP DASAR FILSAFAT

NAMA :
Yemi Ica putri (A1I023003)

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA

PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENDIDIKAN BAHASA

INDONESIA

TAHUN AJARAN 2022-2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis,
harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan
bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip
pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi
kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah
yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan
pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari
teori pendidik.
Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta
pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi
salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah
melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif)
secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis,
logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan
kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang
berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang
berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Filsafat Pendidikan
2. Ciri-Ciri Filsafat Ilmu
3. Manfaat Filsafat
4. Sejarah Filsafat
5. Metode Ilmu Filsafat
6. Aliran- Aliran Filsafat
7. Cabang-cabang Filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Menurut Al-Syaibani dalam Jalaludin (1997:13) filsafat pendidikan
adalah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai
cara untuk mengatur, dan menyelaraskan proses pendidikan. Artinya, bahwa
filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang
diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu,
filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah
falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu
aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat
umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara
praktis.
Menurut John Dewey dalam Jalaludin (1997:13 ), filsafat pendidikan
merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intekektual) maupun daya perasaan (emosional),
menuju kearah tabiat manusia, maka filsafat dapat juga diartikan sebagai teori
umum pendidikan.
B. Ciri-Ciri Filsafat Ilmu
1. Ciri-Ciri Filsafat Ilmu Menurut Para Ahli
a) Sangat umum
b) Tidak faktual artinya membuat dugaan-dugaan yang masuk akal
dengan tidak berdasarkan pada bukti tetapi bukan berarti tidak ilmiah.
c) Bersangkutan dengan nilai dimana penilaian yang dimaksud adalah
yang baik dan buruk yang susila dan asusila.
d) Berkaitan dengan arti.
e) Implikatif.
f) Menyeluruh.
2. Ciri-Ciri Berfikir Kefilsafatan

Berfikir kefilsafatan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat


dibedakan dari ilmu lain. Beberapa ciri berfikir kefilsafatan dapat
dikemukakan oleh Mustansyir dan Munir (2001), yaitu sebagai berikut:

a) Radikal, artinya berfikir sampai ke akar-akarnya, sehingga sampai


hakikat atau substansi yang dipikirkan.
b) Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum
manusia.
c) Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi
pengalaman manusia.
d) Koheran dan konsisten. Koheran artinya sesuai kaidah-kaidah berfikir
logis. Konsisten artinya taat asas, tidak mengandung kontradiksi.
e) Sistematis, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu
harus saling saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya
maksud atau tujuan tertentu.
f) Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berfikir secara
kafilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara
keseluruhan.
g) Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh
dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yaitu bebas dari
prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius.
h) Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang
yang berfikir sekalugus bertanggung jawab terhadap hasil
pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

C. Manfaat Filsafat

Banyak orang menganggap bahwa filsafat itu tak lebih dari omong
kosong, abstrak, obrolan belaka. Padahal, filsafat adalah landasan untuk
mengembangkan pengetahuan yang sangat berguna bagi peradaban suatu
masyarakat. Filsafat sangatlah berguna dalam kehidupan kita sehari-hari
Adapun manfaat mempelajari filsafat adalah sebagai berikut:

1. Memahami bagaimana filsafat yang benar dan mana yang salah. Mana filsafat
yang membawa kemajuan dan mana filsafat yang memundurkan masyarakat.
Intinya, dengan mempelajari filsafat kita bisa tahu bagaimana masyarakat
berkembang dan bagaimana pula filsafat mengiringi perkembangan itu. Kita
tidak akan tahu bagaimana perubahan cara berpikir bisa membawa
kebangkitan manusia dan membuat mereka mampu menghadapi realitas dan
kadang juga mengubahnya.
2. Filsafat membuat kita mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Filsafat
membantu kita untuk berpikir dan dengan demikian, kita akan dipandu untuk
memahami dunia bersama misteri-misterinya. Ini akan membantu kita mudah
menghadapi masalah, dan kadang juga membuat kita mudah mengembangkan
pengetahuan dan menggapai keterampilan teknis. Kemandirian berpikir
membuat kita tak perlu banyak bertanya.
3. Menggapai kebijakan dan nilai. Ini berkaitan dengan poin diatas. Nilai
diperoleh dengan berpikir mendalam. Nilai itu penting untuk mengatur
kehidupan sebab tanpa nilai kehidupan akan centang- perenang dan tanpa
nilai manusia akan terombang-ambing tanpa paduan.
4. Menggapai kebenaran. Filsafat adalah jalan menggapai kebenaran karena
proses berpikir mendalam itu pada dasarnya adalah menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi dan bagaimana hal itu bisa terjadi, terhadap suatu
kenyataan. Jika kita tak memahami kenyataan berdasarkan kenyataan, itu
adalah suatu kesalahan, dan ini biasanya terjadi saat orang tidak berfilsafat,
atau pada saat orang menilai sesuatu seenaknya saja.
5. Memahami diri sendiri dan masyarakatnya Dalam hal ini menghilangkan
egoism, meningkatkan kesadaran kolektif. Tentang manfaat filsafat sebagai
panduan untuk memahami diri sendiri.
6. Filsafat untuk mengubah kehidupan. Artinya, dengan filsafat orang akan
terdorong untuk mengubah segala sesuatu yang ternyata telah jauh
menyimpang dari nilai-nilai kebenaran. Dalam hal ini, juga berarti bahwa
filsafat juga tak dapat dipisahkan dari kerja mengubah kehidupan.

Menurut Nasrudin Fahmi, secara garis besar manfaat belajar filsafat adalah
sebagai berikut:
a) Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak
seperti apa adanya.
b) Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita.
c) Filsafat membuat kita lebih kritis
d) Filsafat mengembangkan kemampuan kita dalam:
 Menalar secara jelas
 Membedakan argumen yang baik dan yang buruk
 Menyampaikan pendapat secara jelas
 Melihat sesuatu melalui kacamata yang lebih luas
 Melihat dan mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda
a) Filsafat dapat memberi bekal dan kemampuan pada kita untuk memperhatikan
cara pandangan kita sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis.
Dalam pelajaran-pelajaran permulaan, sering mahasiswa bertanya:
“Untuk apa kita belajar filsafat?”, “Apa manfaat filsafat?”, dan “Apa filsafat
berguna bagi saya dalam hidup saya?”. Banyak filosof yang memikirkan soal-
soal ini. Sidney Hook, dalam suatu makalah tentang filsafat mengatakan bahwa
kita akan dapat mengetahui filsafat itu dengan menyelidiki manfaatnya. Ia
menunjukkan bahwa filsafat bukannya aktivitas yang memberi jawaban-
jawaban pasti terhadap pertanyaan, akan tetapi sebagai aktivitas yang
mempersoalkan jawaban-jawaban.
Kegagalan untuk memperoleh suatu jawaban yang pasti kadang-kadang
menyebabkan rasa frustasi. Walaupun begitu, kita tetap berpendirin bahwa
manfaat yang besar dari filsafat adalah untuk menjajagi bidang pemecahan
yang mungkin terhadap problema filsafat. Sekalipun pemecahan tersebut sudah
diidentifikasi dan diperiksa, akan lebih mudah untuk menghadapi problema dan
akhirnya untuk kita mengadakan pemecahan sendiri. Agar dapat menjadi
efektif dalam tugasnya, seorang filosof harus dapat melampaui cara berpikir
yang biasa agar dapat menghadapi munculnya problem baru yang tidak dapat
diharapkan sebelumnya. Dengan begitu, pertama, kita dapat menjawab untuk
sementara akan pertanyaan: “Mengapa kita mempelajari filsafat?”, dengan
menunjukkan perlunya mempersoalkan hal yang tradisional, konvensional dan
yang sudah melembaga.
Kedua adalah untuk menunjukkan bahwa ide itu merupakan satu dari
hal-hal yang praktis didunia. Ide-ide falsafi mempunyai relevansi yang
langsung dengan kejadian-kejadian hari ini. Misalnya, konsepsi filsafat tentang
watak manusia, tentang jiwa manusia atau personality, tentang kemerdekaan
kemauan, semua itu membentuk pengalaman kita sekarang. Kita pernah
mendengarkan kata-kata “Apa yang menjadi kepercayaan seseorang itu tidak
penting selama ia melakukan hal-hal yang benar”. Hal ini berarti bahwa
sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk menilai tindakan-tindakan
diatas keyakinan dan kepercayaan. Akan tetapi ide adalah dasar dari tindakan
dengan pasti, kecuali jika ia percaya suatu prinsip. Sebagai yang kita ketahui,
bahwa komunisme mungkin tidak akan lahir seandainya Karl Marx tidak
meletakkan dasar-dasarnya dalam filsafatnya, sekali orang menerima ide-
idennya, sudah dapat ditentukan bahwa ide-ide tersebut harus diekspresikan
dengan tindakan.
Dengan sadar atau tidak, kita harus mengakui bahwa filsafat itu adalah
suatu bagian dari keyakinan kita dan tindakan kita berdasarkan atas keyakinan
tersebut. Jika kita ingin mengambil suatu keputusan secara bijaksana dan suatu
tindakan secara konsisten, maka kita perlu menemukan nilai-nilai dan arti
benda-benda, kita perlu memecahkan persoalan kebenaran atau kebohongan,
keindahan atau keburukan, kebenaran atau kesalahan. Pencarian ukuran dan
tujuan adalah suatu bagian yang penting dari tugas filsafat. Filsafat
mementingakan aspek benda-benda secara kualitatif. Filsafat tidak mau
menganggap sepi suatu aspek yang otentik dari pengalaman kemanusiaan dan
berusaha untuk merumuskan ukuran dan tujuan-tujuan dengan cara yang sangat
sesuai dengan akal.
Manfaat filsafat yang terpenting adalah kemampuannya untuk
memperluas bidang-bidang kesadaran kita, untuk menjadi lebih hidup, lebih
bergaya, lebih kritis, dan lebih cerdas. Dalam beberapa lapangan pengetahuan
spesialisasi terdapat sekelompok fakta yang jelas dan khusus, mahasiswa diberi
problema sehingga mereka dapat memperoleh kemampuan untuk mendapatkan
jawaban yang cepat dan mudah. Akan tetapi dalam filsafat terdapat pandangan
yang berbeda-beda dan harus dipikirkan, dan ada pula problema-problema
yang belum terpecahkan tetapi penting bagi kehidupan kita. Dengan begitu
maka rasa keheranan si mahasiswa, rasa ingin tahu dan kesukaannya dalam
bidang pemikiran akan tetap hidup.
Sebagaimana yang dikatakan oleh para filosof zaman purba, filsafat
adalah mencari kebijaksanaan. Kita mengerti bahwa seseorang mungkin
memiliki pengetahuan yang banyak tetapi tetap dianggap orang bodoh yang
berilmu. Dalam zaman kita yang penuh dengan kekalutan dan ketidakpastian,
kita memerlukan ilmu pengarahan (sense of direction). Kebijaksanaan akan
memberi kita ilmu tersebut, ia adalah soal nilai-nilai. Kebijaksanaan adalah
penanganan yang cerdik terhadap urusan-urusan manusia. Kita merasakan
tidak enak dari segi pemikiran jika kita dihadapkan pada pandangan dunia yang
terpecah-pecah dan terbaur. Tanpa kesatuan pandangan dan response, jiwa kita
akan terbagi, filsafat akan sangat berguna bagi kiata karena ia memberikan kita
integrasi dalam membantu kita mengetahui arti dari eksistensi manusia.
D. Sejarah Filsafat
Sejarah filsafat Yunani dimulai dengan tiga tokoh besar Yunani, yaitu
Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Ketiga tokoh besar ini berasal dari
aliran Miletos, sebuah kota di Ionia. Ketiga tokoh ini berusaha mencari dan
mengkaji prinsip-prinsip dasar dan sebab utama dari phusis atau alam semesta
dengan suatu rasio. Selanjutnya, Thales, Anaximandros, dan Anaximenes,
memasuki era yang disebut era logos yang menjadi akhir dari era mitis, yaitu
era di mana kepercayaan tentang dewa-dewi masih dipegang. Eroa logos mulai
meninggalkan dewa-dewi untuk mengkaji dan mencari prinsip sera sebab
utama realitas yang nampak di depan mata, yaitu alam semesta. Mengutip
spada.uns.ac.id, sejarah filsafat dibagi menjadi beberapa zaman. Keenam
zaman ini akan menjelaskan proses atau fase yang lebih dalam terkait apa itu
filsafat:
1. Zaman Yunani Kuno Pada zaman Yunani kuno, bencana alam bukanlah
fenomena biasa, melainkan fenomena Dewa Bumi yang sedang
menggoyangkan kepalanya. Filsuf pertama yang muncul pertama kali pada
kala itu adalah Thales. Ia menyatakan, asal alam adalah air karena air
menjadi unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup
2. Zaman Kegelapan (Abad 12 - 13 M) Zaman selanjutnya dikenal sebagai
Zaman Kegelapan atau Abad Pertengahan. Pada zaman ini, zaman telah
dikuasai oleh pemikiran keagamaan, terutama Kristiani. Puncak dari
filsafat Kristiani adalah Patristik dan Skolastik Patristik. Zaman ini pada
dasarnya berisi ajaran dari Bapa Gereja yang berusaha menyesuaikan diri
dengan pola pikir yang mendalam dari manusia. Selain dikuasai oleh
Kristen, pemikiran Aristoteles juga kembali dikenal dalam beberapa karya
filsuf Yahudi ataupun Islam.
3. Zaman Pencerahan (Abad 14 - 15 M) Pada zaman pencerahan inilah,
muncul seorang astronom berkebangsaan Polandia. Astronom tersebut
bernama N. Copernicus. Pada saat itu, N. Copernicus mengemukakan
temuan terkait matahari yang menjadi pusat peredaran benda-benda
angkasa (Heleosentrisme). Temuan N. Copernicus ini ditolak oleh otoritas
Gereja karena teorinya dianggap bertentangan dengan teori geosentrisme
yang menjelaskan bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa,
teori miliki Ptolomeus. Karena itu, N. Copernicus dijatuhi hukuman
kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja.
4. Zaman Awal Modern (Abad 16) Selanjutnya, pada zaman awal modern
atau abad 16, Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas
kebenaran justru mengalami kehancuran. Tidak hanya itu, abad ini juga
menjadi kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani lainnya
muncul, seperti rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. Di masa inilah,
perpecahan dalam agama Kristen terjadi sehingga menjadi dua kubu, yaitu
Kristen Katolik dan Protestan. Pada zaman ini, terjadi perbedaan pendapat
terkait sumber pengetahuan. Aliran rasionalisme menganggap sumber
pengetahuan sebagai rasio kebenaran pasti yang berasal dari akal,
sedangkan aliran empirisme meyakini pengalaman yang menjadi sumber
pengetahuan, baik batin maupun inderawi.
5. Zaman Modern (Abad 17 - 18 M) Abad 17 - 18 M menjadi perkembangan
baru bagi para filsuf. Filsuf pada zaman ini disebut sebagai empirikus yang
ajarannya menekankan suatu pengetahuan, seperti adanya pengalaman
inderawi manusia.Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-
1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis
JJ.Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804)
6. Zaman Post Modern (Abad 18 - 19 M) Pada zaman post modern, muncul
berbagai aliran baru dalam filsafat, seperti positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme, dan
fenomenologi. Kemudian, bila dikaitkan dengan filosofi penelitian ilmu
sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme yang digagas
oleh filsuf A. Comte (1798-1857). M
E. Metode Ilmu Filsafat
1. Kritis Metode pertama adalah kritis. Metode ini mengacu pada kenyataan
bahwa banyak pengetahuan dan pendapat manusia bersifat semu. Artinya,
banyak hal yang kabur dan bertentangan dalam pengetahuan seseorang
sehingga perlu dipikirkan lebih matang.
2. Intuitif Metode intuitif dipengaruhi oleh aliran agama yang memakai cara
mistik dan kontemplatif. Metode intuitif berarti seseorang memiliki intuisi
untuk memandu dan mengungkapkan suatu kebenaran.
3. Metode Skolastik Metode skolastik sering disebut sebagai metode sintesis-
deduktif. Metode ini menunjukkan kaitan yang erat dengan metode
mengajar.
4. Metode Matematis Sesuai namanya, metode matematis merupakan metode
yang berkaitan erat dengan ilmu pasti, ilmu alam, astronomi, arsitektur,
dan metafisika.
5. Metode Empiris Eksternal Metode empiris eksternal yaitu metode yang
mempercayakan pengalaman sebagai sumber pengetahuan yang terpercaya
daripada rasio.
6. Metode Transendental Berikutnya adalah transendental. Metode
transendental sering dijuluki neo-skolastik. Dalam metode ini, pengertian
yang objektif diterima, lalu dianalisis dengan kriteria logis.
7. Metode Dialektis Metode berikut adalah metode dialektis. Metode ini
termasuk dalam aliran idealisme yang menekankan subyektivitas.
Subyektivitas ini dapat meliputi seluruh kenyataan yang membuat self-
sufficient sama dengan menjadi kenyataan.
8. Metode Historis Metode historis yaitu cara belajar dengan menilik padan
sejarah yang dibagi menjadi empat fase secara berurutan Fase ini meliputi
fase Pra Yunani, fase Yunani, fase Modern, dan fase Post Modern.
9. Metode Saintifik Selanjutnya ada metode saintifik. Metode saintifik adalah
jenis metode yang menggunakan kaidah keilmuan yang memuat
serangkaian aktivitas dan langkah dalam proses pembelajaran meliputi
mengamati, mengumpulkan, mengolah, dan mengkomunikasikan
informasi.
10. Metode Silogistis Deduktif Contoh metode ilmu filsafat terakhir adalah
metode silogistis. Mengutip repository.iainponogoro.ac.id, metode ini
menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak
diragukan.
F. Aliran- Aliran Filsafat
1. Aliran Essensialisme Kata esensialisme menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia terdapat dua kata, yaitu “esensi” yang berarti “hakikat, inti,
dasar” dan ditambahkan menjadi “esensial” yang berarti “sangat perinsip,
sangat berpengaruh, sangat perlu”. Esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan. Esensialisme
berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu
sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak
yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang
esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat
bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong
tradisionalisme.
2. Aliran Perenialisme Perenialisme diambil dari kata perennial, yang
dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English
diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for
a very long time”– abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam
kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah
menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia.
Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa
“kembali kepada kebudayaan masa lampau” regresive road to culture.
Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan
dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kapada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal yang telah teruji
ketangguhan nya.
3. . Aliran progresifisme Aliran progresivisme adalah salah satu aliran
dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalah. Aliran
Progressivisme ini adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang
berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat
berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang didorong oleh terutama
aliran naturalisme dan experimentalisme, instrumentalisme,
evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama
progressivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan
pengertian "the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahuidan menyelidiki demi pengembangan pengalaman.
Progressivisme disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan
bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan
kenyataan spiritual dari supernatural)
4. Aliran Rekontruksionisme Rekonstrusionisme di pelopori oleh George
Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun
masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil. Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat
sekarang ini. Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan
hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau
merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu
pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang
demokratis. Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan
dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan
memperbaharui kurikulum lama. Progresivisme pendidikan didasarkan
pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada
pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik
terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan,
sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.
G. Cabang-cabang Filsafat
Beberapa ilmuwan mengajukan pengelompokkan cabang-cabang
filsafat yang berbeda-beda tersebut. Ada yang mengelompokkannya dalam
gugus besar. Misalnya Harry Hamersa (dalam Bernadien, 2011) membaginya
menjadi empat garis besar: filsafat tentang pengetahuan (mencakup
epistemologi, logika dan kritik ilmu), filsafat tentang keseluruhan pernyataan
(mencakup metafisika), filsafat tentang tindakan (mencakup estetika dan etika),
filsafat sejarah (mencakup filsafat politik, filsafat agama dan lain-lain). Ada
pula yang memilahnya seperti The Liang gie (dalam Bernadien, 2011) yang
mengatakan cabang-cabang filsafat menjadi tujuh: metafisika, epistemologi,
metodologi, logika, etika, estetika, dan sejarah filsafat. Intinya, keseluruhan
klasifikasi cabang-cabang filsafat adalah upaya menyederhanakan cakupan
cabang seperti apa yang sebenarnya menjadi fokus para peneliti atau para
filsuf.
1. Metafisika: Bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan
pertanyaan mengenai hakikat ‘yang ada’ yang terdalam. Aristoteles
mendefinisikan metafisika sebagai ilmu pengetahuan mengenai ‘yang
ada’ sebagai yang ada, dan merupakan lawan kata dari “yang ada
sebagai akibat digerakkan” atau “yang ada akibat penjumlahan”.
Andronikos selepas Aristoteles meninggal berusaha menyusun ulang
pemikiran gurunya. Ia kemudian membagi metafisika sebagai “yang
ada” menjadi dua: 1. Bersifat gaib 2. Bersifat fisik. Dalam sejarahnya,
pemahaman tentang yang gaib lebih dahulu daripada analisis yang fisik,
akibatnya muncullah yang namanya metafisika sebagai filsafat pertama.
2. Ontologi: Istilah “ontologi” berasal dari perkataan Yunani yang berarti
“yang ada”, dan mengandung sisipan kata logos. Dengan demikian,
ontologi adalah salah satu cabang filsafat yang membicarakan asas-asas
rasional dari yang ada. Usaha para filsuf mengemukakan pertanyaan
“apakah hakikat ada itu?”, “apa sifat dasar dari kenyataan?”.
3. Kosmologi: Sama-sama mengandung kata logos seperti ontologi,
kosmologi memiliki perbedaan karena lebih menggunakan asas-asas
rasional untuk mengungkap “yang ada” yang berjalan secara teratur
Contoh pertanyaannya: “apakah ada tujuan yang hendak dicapai dari
keteratuan alam semesta ini sehingga seluruhnya tampak teratur dan
tertib?”, “Bersifat teleologis atau tidak)?”. Singkat kata, ontologi lebih
berbicara tentang hakikat terdalam dari yang ada, dan kosmologi lebih
menaruh perhatian kepada upaya memahami ketertiban dan
susunannya. Misalnya ontologi yang bersifat materialisme menekankan
berarti apa yang disebut ada harusnya memiliki wujud fisik. Hanya
wujud fisik yang bisa menciptakan wujud fisik lainnya, bukan hal-hal
immaterial.
4. Epistemologi: Epistemologi berkaitan dengan konsep ilmu (pemikiran
tentang pengetahuan atau kebenaran sesuai dengan terjemahannya),
khususnya tentang bagaimana suatu pengetahuan dapat membawa kita
mencapai kebenaran. Kita akan membahas tentang epsitemologi lebih
jauh pada tulisan berikutnya, sementara perlu diingat bahwa
espistmologi adalah cabang filsafat yang berkenaan dengan ilmu
pengetahuan dan kebenaran. Contoh pertanyaannya: “bagaimana kita
bisa membedakan pengetahuan dan pendapat?”, “bagaimana cara kita
bisa memperoleh pengetahuan?”, “bagaimana cara kita bisa mencapai
kebenaran klaim berdasarkan pengetahuan yang absah?”.
5. Biologi Kefilsafatan: Seperti namanya, cabang filsafat ini berbicara
aspek biologi. Sedari para ilmuwan menemukan berbagai bahan-bahan
dan merumuskan apa yang mereka temukan, kegiatan dalam cabang
filsafat ini bertindak sebagai unsur spekulatif.
6. Psikologi Kefilsafatan: Memang sebagaimana biologi kefilsafatan,
psikologi kefilsafatan, dan nanti ada filsafat sosial, memiliki kesamaan
dengan sebuah disiplin ilmu yang spesifik membahasa hal tersebut.
7. Antropologi Kefilsafatan: Antropologi kefilsafatan mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang manusia. Dalam sejarah filsafat kita
mengenal tradisi dari mazhab filsafat alam beralih ke filsafat klasik
dengan Scorates yang mengajukan pertanyaan, “apakah hakikat
terdalam dari diri manusia?”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu dan Seni. Menurut Al-Syaibani
dalam Jalaludin (1997:13) filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang
teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai cara untuk mengatur, dan
menyelaraskan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk
mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian
merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan. Antara filsafat
dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu
hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang
berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu
pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-
problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian
merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap
permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Pandangan filsafat tentang pendidikan. Filsafat mempunyai
pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan
manusis berkembang, maka hal semacam ini telah dituangkan dalam sistem
pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Penuangan
pemikiran ini dituangkan dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum itu
sistem pengajaranya dapat terarah, lebih dapat mempermudah para pendidik
dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Bernadib. 1987. Filsafat Pendidikan/ Sistem dan Metode. IKIP Yogyakarta.
Jalaluddin dan Abdullah, Idi. 2002. Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
2006. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aanchoto. 2010. Filsafat Pendidikan dan perspektif Islam.a Diakses pada
situshttp://aanchoto.com/2010/06/filsafat-pendidikan-dan-perspektif-
islam/ tanggal 4 Maret 2011.
Massofa. 2008. Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu
Pendidikan. Diakses pada situs

Anda mungkin juga menyukai