Anda di halaman 1dari 11

Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen dijelaskan bukan penyenggaran pemerintah

disamping MPR dan DPR, karnah presiden dipilih langsung oleh rakyat UUD 1945 pasal 6A
ayat melaiakn dipilih langsung ole rakyat.
E. presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Sistem ini menurut UU 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam penjelasan UUD
1945, namun dalam UUD 1945, hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang sama, sebagai
berikut : “Disamping presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden harus
mendapat persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang ( Gezetgebung ) pasal 5 ayat (1)
dan untuk menetapkan anggaran pendapat dan belanja negara ( Staatsbergrooting ) sesuaio pasal
23. Oleh karnah itu presiden harus berkerja sama dengan Dewan, akan tetapi presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung dewan.
F. menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Prwakilan Rakyat
Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 maupun dalam penjelasan UUD
1945, sebagai berikut :
“presiden dalam melaksanakan tugas pemeritahannya dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal
17 ayat (1) UUD 1945 hasil amendemen ), presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-
mentri negara ( Pasal 17 Ayat (2) UUD 1945 hasil amndemen 2002). Menteri-menteri negara itu
tidak bertanggung jawab kepada perwakilan rakya”.
g. kesuasan kepala negara tidak tak-terbatas
sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisip dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 dan masih
sesuai dengan penjelasan UUD 1945 dijelaskan sebagai berikut :
menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden dan wakil presiden dipilh oleh rakyat
secara langsung ( UUD 1945 hasil amandemen 2002 pasal 6A ayat (1). Dengan demikian dalam
sistem kekuasan kelembagaan negara presiden tidak lagi merupakan mendateris MPR bahkan
sejajar dengan DPR . jikalamuka presiden melanggar Undang-undang maupum Undang-Undang
dasar, maka MPR dapat melakukan impeachment.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat, ia bukan
“Dikator”, artinya kekuasan tidak tak-terbatas. Diatas telah ditegaskan bahwa ia bukan
mandataris permusyawarahan rakyat, namun demikian ia tidak dapat mengubarkan DPR atau
MPR kecuali itu ia harus memperhatiakn sunggu-sungguh suara dewan perwakilan rakyat.
6. negara Indonesia adalah negara hukum
Menurut penjelasan UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasan. Sifat negara hukum hanya dapat
ditujuakn jika kalau alat-alat perlengkapanya bertindak menurut dan berikat kepada aturan-aturan
yang tentukan oleh dahuluh oleh alat-alat perlengkapan yang kuasai untuk mengadakan aturan-
aturan.
Ciri-ciri negara hukum adalah
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asas yang mengandung persaman dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayan.
b. Peradialan yang bebas dari suatu pengharuh kekuasan atau kekuatan lain dan tidak
memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami
dapat dilasanakan dan aman dalam melaksanakannya .
Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus
menjiawai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya , ketentuan ini menunjukan bahwa di
negara Indonesia dijamin adanya perlindungan hak-hak asasi manusiab berdasarkan ketentuan
hukum bukan kemauan seorang yang menjadi dasar kekuasan. Menjadi suatu kewajiban bagi
setiap penyelenggaran negara untuk menegakan keadiakn dan kebenaran berdasarkan pancasilah
dan selanjutnya melakuakn penyusiunan peraturan pelaksanaan. Disamping itu sifat hukum yang
berdasarkan pancasial, hukum mempuyai pungsi penganyoaman agar cita-cita luhur bangsa
Indonesia tercapai dan terpilihara namun demikian untuk menegakan hukum demi keadilan dan
kebenaran merluakan badan-badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak muda dipengharuhi
oleh lembaga-lembaga lainya. Pemimpin eksekutif ( presiden ) wajib berkerja sama dengan
badan-badan kehakiaman untuk menjamin penyelenggaran pemeritahan yang bersih dan sehat.
Dalam era Repormasi dewasa ini bangsa Indonesia benar-benar akan mengembalaikan peranaan
hukum, apparat penegak hukum beserta seluru sistem peraturan Perundang-Undangaan akan
dikembaliakan dasar-dasar negara hukum yang berdasarkan pancasial dan UUD 1945 hasil
amandemen 2002 yang mengembangkan amat demokerasi dan perlindungan hak-hak asasi
manusia.
Ada pun pembangunaan hukum diindonesia sesuai tujuan negara hukum, diharkan pada
terhujudnya sistem yang mengabadi pada kepentingan nasional terutam rakyat, melaluhi
penyusunan materi hukum yang bersumberkan pada pancasial sebagai sumber filosopinya dan
undang-undang dasar 1945 sebagai dasar konsitistionalnya , serta aspriasi rakyat sebagai sumber
materialnya.
BAB VI
RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum

Pengertian Rule of Law dan negara hukum pada hakiaktnya sulit disampaikan.
Ada sementara pakar mendeskrispkan bahwa pengertian negara hukum dan Rule of Law
itu hampir dafat dikatakan sama, namun terdapat pula sementara pakar menjelaskan
bahwa meskipun antar negara hukum Rule of law tidak dapat dipisahkan namun masing-
masing memiliki penekan masing-masing. Menurut phlipus m.hadjon misalnya bahwa
negara hukum yang menurut istilah bahasa belanda rechtsstaat lahir dari suatu perjjungan
menentang absolutipusme, yaitu dari kekuasaan raja yang sewenng-wenang untuk
mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan oleh
karena itu dalam proses perkembangannya rechsstaat itu lebih memiliki ciri yang
revollusioner. Gerakaan masyrakat yang menghendakibahwa kekuasaan raja maupun
penyelengara negara harus dibatasi dan diataur melalui suatu peraturan perundang-
undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya degan segala peraturan peerundang-
undangan itulah yang sering diistilahkan denggan Rule of Law. Oleh karna itu menurut
hadjhone Rule of Law lebih memiliki ciri yang evolusioner, sedangkan upaya untuk
mewujudkan negara hukum atau rechtsstaat lebih memiliki ciri yang revolusioner,
misalnya gerakan revolusi prancis serta gerakan melawan absolutism di eropa lainnya,
baik dalam melawan kekuasaan raja, bngsawan maupun golongan teologis.
Oleh karena itu menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau
rechtsstaat dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi garis (Friedman, 1990:546). Oleh
karena itu berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan public yang
diatur secara legal oleh karena itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam
masyrakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Berdasarkan pengertian
tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa menegakkan Rule of Law. Dalam
hubungan ini pengertian Rule of law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan
dengan peraturan perundan-undangan yang berlaku dalam suatu negara kosekuensinya
setiap negaraakan mengatakan mendasarkan pada Rule of Law dalam kehidupan
knegaraannya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini
maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule of Law dalam hal ini munculnya
bersifat enogen , artinya muncul dan berkebang dari suatu masyrakat tertentu.
Munculnya keinginan untuk melakukan pembatasan yuridis terhadap kekuasaan,
pada daasarnya disebapkan poolitik kekuasaan cendruk corup. Hal ini di chawatirkan
akan menjauhkan fungsi dan peran negara bagi kehidupan individu dan masyrakat. Atas
dasar pengertian tersebut maka terdapat keinginan yang sangat besar untuk melakukan
pembatasan terhadap kekuasaan yang dispotik (Hitchner, 1981:69). Dalam dalam
hubungan inilah maka kehidupan konstitusi menjadi sangat penting bagi kehidupan
masyrakat. Kostitusi dalam hubungan ini dijadikan sebagai perwujudaan hukum tertinggi
yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun sesuai dengan
prinsip government by law, by not man ( pemerintahan bardasarkan hukun, bukan
berdasarkan manusia atau penguasa)
Carl J.Friend dalam bukunya Constitutional Government and Democracy: Theory
and Practice and europa and America, memperkenalkan istilah negara hukum dg istilah
rechsstaat atau constitutional state. demikian juga tokoh lain yang membahas recthsstaat
adalah Friederich J. Stahl, yang menurutnya terdapat empat unsur pokok untuk berdirinya
satu rechsstaat, yaitu: (1) hak-hak manusia; (2) pemisahan atau pembagian kekuasaan
untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintahar berdasarkan peraturan-peraturan; (4)
peradilan admistrasi dalam peselisihan (Muhtaj, 2005,23)
Bagi negara Indonesia ditentukan secara yuridis formah bahwa negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD
1945 alenia lV, yang secara eksplisit dielaskan bahwa… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia… hal ini
mengandung arti bahwa suatu keharusan Negara Indonesia yang didirikan itu berdasarkan
atas Undang-Undang Dasar Negara.
Dengan pengertian lain dalam undang-undang dasar negara Indonesia bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum atau rectsstaat dan bukan negara kesatuan.
Didalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap firinsip supermasi hukum
dan konsititusi, dianut perinsif pemisahan dan pembatasan kekuasaan konsitusisional
yang diatur dalm undang-undang dasar, adanya prinsif peradialan yang bebas dan tidak
memihak, yang menjalin bagi setia[ orang termasuk terhadap penyalaguanaan wewenang
menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaran negara. Dalam penyelenggaran yang
sesunggunya memimpin adalah hukum itu sendri. Oeleh karnah itu berdasarkan
pengertian ini negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsif Rule of law,
andnotofman, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang
dijalankan oleh hukum atau homos.
Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum
itu sendiri dibangun dan di tegagakan menurut prinsif-prinsif demokrasi. Karnah prinsif
sumpremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakitnya berasal dari
kedaulatan rakyat. Oleh karna itu prinsif negara hukum hendaklah dibangun dan
dikembangkan merurut prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau dekratische
rechatsstat. Hukum tidak bole dibuat, ditetapkan ditapsirkan dan ditegaggakan dengan
tangan besi berdasarkan kekuasan belakang atau machtsstaat. Prinsif negara hukum tidak
bole ditegaggakan dengan mengabaikan prinsif-prinsif demokrasi yang diataur dalam
undang-undang dasar. Karnah itu prlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan
rakyat yang dilakukan menurut undang-undang dasar atau konstusional demociracey
yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara indonesi adalah negara hukum yang
berkedaulatan rakya atau demokratis ( demokratische erchtsstaat ) ( asshiddiqie, 2005 :
69-70 ).

Prinsif-prinsip rule of law


Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pengertian Rule of Law tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau Rechtsstaat. Meskipun demikian dalam
negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsif yang jelas, terutam
dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut albert venn dicey
dalam introduction to the dan constution, mengperkenalkan istilah the Rule of Law yang
secara sederhanah diartiakn sebagai suatu keteratualan hukum. Menurut Dicey terdapat 3
unsur yang funda mental dalam Rule of law, yaitu : (1) supremasi aturan-aturan hukum
tidak adanya kekuasan sewenang-wenang, dalam arti seorang hanya bole dihukum, jika
kalau memang melanggar hukum ; (2) kedudukan yang sama dimuka hukum. Hal ini
berlaku bagi masyarakat biasa maupun penjabat negara; dan (3) terjaminnya hak-hak
assasi manusia ole undang-undang serta keputusan-keputusan peradilan.
Suatu hal yang harus dip yang harus diprhatiakan bahwa jikalau dalam hubungan
dengan negara yang hanya berdasarkan prinsif tersebut, maka negara terbatas dalam
pengertian hukum formal, yaitu negara tidak bersifat prowaktif melaikan pasif. Sikap
negara yang demikian ini dekarnakan negara hanya mejalankan dan taat pada apa
termaktuk dalam kontitusu semata. Dengan peerkatan lain negara tidak hanya sebagai
penjaga malam. Dalam pengertian seperti ini seakan-akan negara tidak berurusan dengan
keaejtran rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai penjaga malam saja, malaiakan
harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk menghujudkan kesejatran masyarakat
dengan cara mengatur kehidupan sosial sampai ekonomi.
Gagasan baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat,vergingssaat,
welfare state, sosial service state, atau negara hukum materal. Perkembangan baru ini lah
yang kemudian menjadi raison untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pikiran
Dicey tentang negara hukum pormal.
Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum internasional,
international Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep
negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung didalamnya. Dalam beberapa
kali pertemuan ICJ diberbagai negara seperti di Anthena (1955), di New Delhi (1956), di
Amerika Serikat (1957), di Rio de Jeineiro (1962), dan Bangkok (1965), dihasilkan
paradikma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini kelihatan ada semangat
bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting, yang menurut Wade di sebut sebagai
the rule of law is a phenomenon of a free society and the mark of it. ICJ dalam
kapasitasnya sebagai forum itelektual, juga menyadarai bahwa yang terlebih penting lagi
adalah bagaimana konsep rule of law dapat diimplementasikan sesuai dengan
perkembangan kehidupan dalam masyrakat.
Secara praktis, pertemuan IJC di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi
rule of law dalam kehidupan bernegara.selain itu, melalui pertemuan tersebut telah
digariskan bawah di samping hak-hak politik bagi rakyat harus di akui pula adanya hak-
hak sosial dan ekonomi, sehinga perlu dibentuk standard-standard sosial-ekonomi.
Komisi ini merumuskan syarat-syardit pemerintah yang demokratis dibawah ini rule of
law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-
hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis-presedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang di jamin;(2) lembaga kehakiman yang bebas dan tidak
memihak; (3) pemilihan umum yang bebas; (4) kebebasan me-nyatakan pendapat ; (5)
kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposi; dan (6) pendidika kewarganegaraan
(Azhari, 1995: 59).
Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena
sebernanya mustahil mewujutkan cita-cita rule of law sementara posisi dan perang negara
sangat minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberikan keluasn dan
kemerdekaan bertindak atas dasar insyatif parlemen. Negarah dalam hal ini pemerintahan
memiliki freies ermssen atu pauvoir discretionnare, yaitu kemerdekaan yang dimiliki
pemerintahan untuk turut serta dalam kehidupan sosial-ekonomi dan keleluasan untuk
tidak terlalu terikat pada produk legislasi parlemen. Dalam gagasan welfare state ternyata
negara memiliki kewenangan yang relative lebih besar, ketimbang pormat negara yang
hanya bersifat negara hukum formal saja. Selain itu dalam walfare state yang terpenting
adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarahkan fungsi dan peran
negara bagi kesejatraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan, dengan kemunculan ide
demokrasi konstisional yang terpisahkan dengan konsep negara hukum, baik rechsstaat
maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan yang fundanmental serta saling
mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan
kekuasaan yang dilakukan secara konstisional. oleh karena itu, terlepas dari adanya
pemikiran dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negara hukum dan
rule of law adalah suatu relitas dari cita-cita suatu negara bangsa, termasuk negara
Indonesia.

B. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradikma serta kerangaka konsip


tual tidak lahir secara tiba-taba sebagaimana kita lihat dalam universal decaration
of human right 10 desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup
pancang dalam sejarah peradapan manusia. Dari persefektif sejarah deklarasi yang
ditanda tanganni oleh majelis umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan
yuridis formal dan merupakan. Kulnimasi perjuan sebagian besar umat manusi
dibelahan dunia khususnya yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa.
Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia, baik dibarat maupun ditimur
miskipun upaya tersebut masih bersipat local, parsial dan sporadikal.
Pada zaman yunani kuno plato telah memaklumkan kepada warga
polisinya bahwa kesejatran bersama akan tercapai manakal setiap warganya
melaksanakan hak dan kewajibannya masing. Dalam akar kebudayan
Indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manusia telah
mulai berkembang, misalnya dalam sarat jawa telah dikenal tradisi hak Pepe,
yakitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa, seperti hak
mengmukan pendapat, walaupun hak tersebut berrtentangan kemauan penguasa
( baut dan beniy, 1988;3 )
Awal perkembang hak asasi manusia dimulai takalah ditanda tanganni
makna charta (1215), oleh raja john lackland. Kemudian juga penandatanganan
petition of right pada tahun 1628 oleh raja Charles I. dalam hubungan ini raja
berhadapan dengan utusan rakyat ( house of commones ). Dalam hubungan ini lah
maka perkembangan hak asasi manusia sangat erat hubungannya dengan
perkembangan demokrasi. Setelah itu perjuangan yang lebih nyata pada
penandatangan bill of right, oleh raja willen III pada tahun 1689, sebagai hasil
dari pergolakkan politik yang dasiat yang disebut sebagai the, glorious revolution.
Persiwa ini tidak sajah sebagai suatu kemenangan parlemen atas raja, melainkan
juga merupakan kemenangan rakyat dalam pergolokan yang menyertai
pergolokan BiLL of rights yang berlangsung selama 60 tahun ( Asshiddiqie, 2006;
86 ). Perkembang selanjutnya perjuangan hak asasi manusi dipenharuhi ole
pemikiran pilsup inggris john lockae yang berpendapat bahwa manusia tidak lah
secara absulut menyerakan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak-hak yang
diserahkan kepada penguasa adalah akhakayang berkaitan dengan perjajian
negara, adapun hak-hak lainya tetap berada pada masing-masing individu.
Puncak perkembang perjuangan hak-hak asasi manusi tersebut yak itu
ketika human right itu untuk pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam
declaration of indefendece amiriaka seriakt pada tahun 1776. Dalam dekkarasi
amirika serikat tertanggal 4 juli 1776 tersebut dinyatakan bahwa seluru umat
manusia dikarunia oleh tuhan yang mahaesa berapa hak yang tetap dan melekat
padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia secara resmi kemudian menjadidasar
pokok kostitusi negara amerika serikat sekitar tahun 1787, yang mulai berlaku 4
maret 1789 ( hardjowirogo, 1977 : 43 ).
Perjuan hak asasi manusia tersebut sebenarnya telah diawali di prancis
sejak rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam dcalation des droits l’homme
ef du citoyen yang ditetapkan oleh assemblenationale, pada 26 GUSTUS 1789
(Asshiddiqie, 2006; 90). Sembuyan revolusi prancis terkenal dengan hak asasi
manusia adalah : hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak
dapat disampaikan dengan hakikatnya.
Dalam rangka kositulasi dan reterentasi terhadap hak-hak asasi yang
mencakup bidang-bidang yang lebih luas itu. presiden America pada permulaan
aaba ke 20 memperluaskan empat macam hak asasi yang kemudian di kenal “the
paword freedom” yareghites itu : (1) freedom of spaceeh, yaitu kebangsaan untuk
berbicara dan mengumumkan pendapat, (2) prodeem of religion, yaitu kebebasan
beragama, (3) Frodeem from frony fayer , yaitu kebebasan dari rasa ketakutan,
dan (4) frodeem from want, yaitu kebebasan dari kemeralatan ,(budiardjo,
1981:121). Hal inilah yang kemudian menjuadi infirasi dari 1948 perserikataan
bangsa-bangsa.
Docterm tentang hak asasi manusia searang ini sudah diterima secara
iprestual dalam membangun dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan
penindasaan serta perlakuan yang tidak adil. Tahap dklarasi sedunia tentang hak-
hak asasi manusia PBB tersebut, bangsa-bangsa sedunia mulalui wakil-wakinya
memberikarkan pengakuan dan perlindungan secara yurdis formal walaupu
realisasinya juga sesuikan dengn kondisi serta peraturan perundang-undang yang
berlaku dalam setiap negra didunia ini.
Namun demikian dikukuhkannya naskah univesal theclaration of human
rghts ini, ternyata tidak cukup maupun untuk mencabut akar-akar penindasan
diberbagai negara oleh karena itu PBB secara terus menerus berupaya untuk
memperjuangkannya. Akhirnya setelah kurang lebih 18 tahun kemudian, PBB
berhasi juga melahirkan convenet on economic, social and cultural (perjanjian
tentang ekonomi, sosial dan budya) dan convanent on civil and volitical right
( perjanjian tentang hak-hak sipil dan politik) (Assihiddiqie, 2006;92)
C. Penjabaran Hak-hak asasi manusia dalam UUD1945

Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan


filosofis tentang hakikat manusia yang melatarbelakanginya. Menurut pandangan filsafat
bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila hakikat manusia adalah
‘’monopluralis ‘ . susunan kodrat manusia adalah jasmani-rohani, atau raga dan jiwa,
sipat kodrat manusia adalah makhluk indipidu dan makhluk sosial, serta kedudukan
kodrat manusia adalah sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
tuhan yang maha esa. Dalam rentangan berdirinya bangsa dan negara indonsia, secara
resmi deklarasi pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 telah lebih dulu merumuskan hak-
hak asasi manusia dari pada deklarasi Universal hak-hak asasi manusia PBB. Fakta
sejarah menunjukan bahwa pembukaan UUD. 1945beserta pasal-pasalnya disahkan pada
tanggal 18 agustus 1945,sedangkan deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun
1948, hal ini menunjukan kepada dunia bahwa sebenarnya bangsa Indonesia sebelum
tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia beserta convenatnya, telahmengangkat
hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan negara, tertuang dalam UUD
1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh the founding fathers bangsa Indonesia, misalnya
penyataan moh. Hatta dalam siang BPUPKI sebagai berikut :
Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan, tetapi masih perlu
ditetapkan beberapa hak dari warga negara, agar jangan sampai timbul negara
kekuasaan atau machtstaat, atau negara penindas (Yamin, 1959;207)
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya terkandung dalam pembukaan UUD
1945, dan pembukaan inilah yang merupakan sumber normative bagi hukum positif
Indonesia terutama penjabaran dalam pasal-pasal UUD1945.

Dalam pembukaan UUD 1945 alenia 1 dinyatakan bahwa; kemerdekaan adalah


hak segala bangsa. Dlam pernyataan ini terkandung pengakuan secara yuridis hak-hak
asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam deklarasi PPB pasal
l. dasar filsofis hak asasi manusiaa tersebut adlah bukan kemerdekaan manusia secara
induvidualis saja, melainkan menempatkan manusia sebagai individu maupun sebgai
makhluk sosial yaitu sebgai suatu bangsa. Oleh karena itu hak asasi ini tidak dapat di
pishkan dengan kewajiban asas manusia. Pernyataan berikutnya pada alenia lll
pembukaan UUD 1945, adlah sebagai berikut;
Atas berkat rahmat allah yang maha kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Pernyataan tentang ‘atas berkat rahmat allah yang maha kuasa …’’,
mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk tuhan yang maha kuasa, dan diteruskan dengan kata-
kata, ‘’… supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…’’. Berdasarkan pengertian ini
mka bangsa Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia untuk
memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, dan hal ini sesuai
dengan deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pasal 18, adapun dalam pasal UUD 1945
tercantum dalam pasal 29 terutama ayat (2) UUD 1945 .
Melalui pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinia IV bahwa negara
Indonesia sebagai suatu persekutuan hidup bersama, bertujuan untuk melindungi
warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya.
Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal tersebut
mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluru warganya
dengan satu undang-undang terutama melindungi hak asasinya demi kesejatraan hidup
bersama. Demikian juga masyrakat Indonesia memiliki ciri tujuan negara hukum dalam
rumusan tujuan negara. Memajukan kesejatraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Berdasarkan pada tujuan negara sebagai mana terkandung dalam pembukaaan
UUD 1945 tersebut, maka negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi
manusia para warganya, terutama dalam kaitanya dengan kesejatraan hidup baik
jasmaniah maupun rohaniah, antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang sosial,
politik, ekonomi, keudayaan, pendidikan, dan agama. Adapu rincian hak-hak asasi
manusia dalam pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup mempertahannkan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membantu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
2. Setiap anak behak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memproleh manfaaf dari ilmu pengetahuan dan
technology, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejatraan umat manusia.
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan secara
kolektif untuk membangun masyrakat, bangsa, dan negara.
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubunga bekerja.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memiliki
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal dari wilaya negara dan meningkatkannya serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap yang sesuai dengan hati murninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengaluarkan
pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkonumikasi dan memperoleh imformasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari,
menproleh, memiliki, menyimpan, mengola dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia**)
Pasal 28G
Setiap orang berhak atas perlindungan diripribadi, keluarga,kehormatan,martabak dan
harta benda yang dibawa kekuasannya serta berhat atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat suatu yang merupakan hak asas**)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejatra lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan**)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memprole
kesempatan dan menfat yang sama gunanya mencapai kesaman dan keadilan**)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh manusia yang bermartabat**)
(4) Setiap orang berhak mempunyai memiliki pribadi dan hak tersebut tidak bole diambil
alih secara swenang-wenang ole siapa pun **)

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekan pikiran dan hati nurhani,
hak beragama hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pibadi dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadan apa pun**)
(2) Setiap orang berhak bebas dari prilaku yang diskrimanatif atas dasar apapun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhaadap perlakuan yang bersipat diskrimatif
itu.**)

Anda mungkin juga menyukai