Anda di halaman 1dari 4

NEGARA HUKUM MENURUT KONSTITUSI INDONESIA

Muhammad Ranim (T202210186)

Konsepsi Negara Hukum


Lahirnya pemikiran tentang negara hukum tidak serta merta terlahir begitu saja dan
berkembang sebagai suatu konsep yang diterapkan oleh negara-negara di dunia. Konsep
negara hukum sejatinya melalui perjalanan panjang sebelum pada akhirnya ada konsep
negara hukum sebagaimana yang ada sekarang ini. Mencoba menarik garis ke belakang, dari
berbagai catatan historis yang ada menunjukkan bahwa pemikiran-pemikiran awal negara
hukum diperkirakan ada sejak abad ke-5 sebelum masehi. Pada masa ini kehidupan
masyarakat berada dalam tatanan yang lebih baik dan dalam keadaan perkembangan yang
pesat dari masa-masa sebelumnya. Bersamaan dengan ini terlahir para pemikir kritis yang
mencoba mencari hakikat dari kebenaran serta arti dari keberadaan manusia yang hidup di
bumi ini. Alhasil, lahirlah beragam pemikiran-pemikiran yang memberikan peran besar
terhadap tatanan kehidupan manusia pada masa setelahnya. Salah satu pemikiran tersebut
adalah tentang cita negara hukum.
Singkatnya, negara hukum merupakan negara yang berdasarkan atas hukum yang
menjamin keadilan bagi warga negaranya. Pemikiran negara hukum terlahir dari reaksi
negara polisi (polizei staat) yang merupakan tipe negara yang dianut pada jaman itu. Negara
polisi merupakan suatu negara yang menganut asas alles voor het volk, maar niet door het
volk yang artinya, rajalah yang menentukan segala-galanya untuk rakyatnya, tetapi tidak oleh
rakyatnya sendiri dan asas legibus salutus est, salus publica suprema lex yang dimaknai
sebagai kepentingan umum mengatasi semua undang undang. Disinilah kemudian bahwa di
dalam negara polisi rakyat tidak memiliki hak terhadap raja karena segala sesuatu ditentukan
oleh raja.1 Karena itulah gagasan pembentukan negara hukum lahir untuk menghentikan
kesewenang-wenangan suatu pemerintahan yang menganut sistem absolut dan mengabaikan
hak hak rakyat. Timbulnya pemikiran atau cita negara hukum itu untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh Aristoteles.2
Plato dalam bukunya Nomoi mulai memberikan perhatian dan arti lebih tinggi pada
hukum. Menurut Plato sendiri penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur
oleh hukum. Disinilah kemudian pemikiran atau cita Plato tersebut oleh muridnya
Aristoteles. Secara lebih rigid Aristoteles memberikan pemahaman bahwa negara yang baik
ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.3 Bagi Aristoteles,
yang memerintah dalam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil dan
kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi
warga negara yang baik, yang bersusila, dan pada akhirnya akan menjelmakan manusia yang
bersikap adil, apabila keadaan tersebut terwujud maka terciptalah “negara hukum”. Karena
pada dasarnya tujuan dari negara hukum itu sendiri adalah kesempurnaan warganya yang
berdasarkan atas keadilan.4 Melihat dari sisi lainnya, baik Plato maupun Aristoteles melihat
1
Muntoha, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Kaukaba Dipantara, Yogyakarta, 2013, hlm.
1
2
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2014, hlm. 90.
3
Ibid. hlm. 91.
4
Ni’matul Huda, Loc. cit. hlm. 90.
bahwa di awal pembahasan negara hukum asumsi dasarnya sebatas ditujukan untuk
menentang kekuasaan raja yang absolut. Alhasil, dengan adanya konsepsi negara hukum
maka kekuasaan raja dan pergerakannya dapat dikendalikan atau dibatasi agar tidak berujung
pada kesewenang-wenangan juga dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak asasi
manusia.
Konsepsi tentang negara hukum menurut para pemikir dipandang sebagai sebuah
konsepsi yang memiliki keterkaitan dengan dua tradisi hukum yang telah berkembang sejak
lama, yaitu common law dan civil law system. 5 Kedua tradisi hukum tersebut memiliki basis
pada sistem hukum yang berbeda pula. Di mana, common law yang juga dikenal sebagai
Anglo-American Law berkembang secara evolusioner melahirkan sistem hukum yang
dikenal sebagai the rule of law. The rule of law sendiri dapat dimengerti secara ringkas adalah
sebuah aturan yang didasarkan pada hukum. Artinya, keberadaan hukum menjadi rujukan
atau pedoman dalam setiap tata kelola kenegaraan suatu negara. Sedangkan tradisi hukum
lainnya yaitu civil law system yang dapat ditemukan penggunaannya pada sistem hukum
Eropa Kontinental mengarah pada sistem hukum yang populer dikenal sebagai rechtsstaat.
Ada beberapa istilah lain yang juga memiliki rujukan sama sebagaimana rechtsstaat ini,
yakni concept of legality dan etat de droit yang juga sama-sama memberikan pertentangan
terhadap kekuasaan absolut raja atau penguasa.6
Mencoba melihat secara lebih seksama, pada prinsipnya baik itu the rule of law
maupun rechtsstaat kedua sistem hukum ini memiliki arah interpretasi dan penafsiran utama
yang sama yaitu pada konsepsi negara hukum. Sebagaimana di awal disebutkan dapat ditarik
benang merah bahwa kedua sistem hukum tersebut melihat hukum sebagai salah satu
instrument utama dalam menata setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang
efektif. Meskipun demikian, kedua sistem hukum tersebut tetap memiliki perbedaan yang
nyata. Salah satu perbedaan tersebut adalah Ketika mencoba melihat kedua sistem hukum
tersebut dari ciri-ciri yang menjadi identifikasinya. Di mana, rechtsstaat memiliki ciri khas
yang membedakan dengan the rule of law, misalnya diaturnya pemisahan dan atau
pembagian kekuasaan berbagai lembaga negara yang ada serta keberadaan peradilan
administrasi. Sedangkan dalam the rule of law memiliki ciri pokok yang mengedepankan
sebagaimana adanya jaminan terhadap hak asasi manusia, supremasi hukum, serta pandangan
terhadap setiap pihak memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Oleh karena itu,
ketika sebuah negara hukum menganut sistem hukum rechtsstaat akan cenderung melihat
pentingnya keberadaan peradilan administrasi, sementara negara hukum dengan sistem
hukum the rule of law akan cenderung menempatkan prinsip bahwa setiap pihak sama di
hadapan hukum dalam posisi yang sangat krusial. 7
Konstitusi dalam Negara Hukum
Keberadaan sebuah negara di samping memiliki unsur-unsur negara seperti rakyat,
wilayah dan pemerintah yang berdaulat, negara juga membutuhkan suatu instrumen yang
dapat digunakan dalam mengatur jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Disinilah
kemudian terdapat konstitusi baik tertulis maupun tidak tertulis. Pernyataan suatu negara
5
Janpatar Simamora, Considering Centralization of Judicial Review Authority in Indonesia Constitutional
System, IOSR Journal Of Humanities And Social Science, Vol. 21, Issue 2, 2016, hlm. 26.
6
Ibid. hlm. 32.
7
Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia, Sosio Humaniora, Vol 18, Issue 2, 2016,
hlm. 132.
sebagai negara hukum seringkali dinyatakan dalam konstitusi negara, seperti dalam undang-
undang atau peraturan perundang-undangan lainnya. Meskipun demikian, suatu negara yang
tidak mencantumkan secara resmi bahwa negaranya adalah negara hukum tetapi ketika dalam
praktik penyelenggaraan pemerintahan negara terpenuhi setiap unsur negara hukum dan ada
perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta ketiadaan kesewenang-wenangan penguasa
maka pada hakikatnya negara yang demikian adanya merupakan negara hukum. 8
Disinggung sebelumnya bahwa sebuah negara dikatakan sebagai negara hukum juga
memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi. Unsur-unsur tersebut pada dasarnya mencakup
Negara Hukum Indonesia

Penegasan Konsepsi Negara Hukum dalam Konstitusi Indonesia


Dalam konteks perubahan Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945, maka
dalam perubahan keempat tahun 2002, konsep negara hukum, atau Rechtsstaat, yang
sebelumnya hanya disebutkan dalam penjelasan UUD 1945, secara tegas dirumuskan dalam
pasal 1 ayat 3 yang menyatakan “ Negara Indonesia adalah negara hukum” konsep negara
hukum diidealkan bahwa hukum dijadikan panglima, bukan politik atau ekonomi, yang
mengatur dinamika kehidupan negara. Oleh karena itu, slogan yang sering digunakan dalam
bahasa inggris untuk menyebut negara hukum adalah “ the rule of law, not of man”. Yang
disebut pemerintahan pada dasarnya adalah hukum sebagai suatu sistem, bukan individu yang
berfungsi hanya sebagai “boneka” dalam skenario sistem yang mengaturnya (Jimly
Asshiddiqie, 2011).
Konsep negara hukum dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia ditegaskan dalam
pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan “
Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut La Ode Husen (2009) secara konseptual,
terdapat 5 konsep negara hukum, yaitu rechstaat, rule of law, socialist legality, demokrasi
islam, serta negara hukum (Indonesia). Dari 5 konsep negara masing masing memiliki
karakteristik tersendiri. Jika dilhat dari berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia,
dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai negara hukum. Didalam UUD 1945
sebelum perubahan adalah “ Negara yang berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dengan
menambah atribut Pancasila sehingga disebut sebagai negara hukum Pancasila.
Selanjut didalam konstitusi RIS 1949, konsep negara hukum disebutkan secara tegas
dalam Alinea ke 4 menyatakan “ Untuk mewujudkan kebahagiaan kesejahteraan, perdamaian
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat
sempurna” dalam pasal 1 dipertegas lagi bahwa “ Republik Indonesia serikat yang merdeka
dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”. Oleh
karena itu konsepsi negara hukum selalu dijadikan dasar dalam membangun kehidupan suatu
negara.

8
Soekirno, Hukum Tata Negara: Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
adalah Negara Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 17.
Implementasi Konsep Negara Hukum Indonesia

Kesimpulan
Secara filosofis baik Plato maupun Aristoteles, keduanya menyinggung angan-
angan (cita-cita) manusia yang berkorespondensi dengan dunia yang mutlak. 9 (Dr.Drs.
Muntoha, SH,M.Ag/ Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945)

1.Cita-cita untuk mengejar kebenaran (idee derwarheid);


2. Cita-cita untuk mengejar kesusilaan (idee derzadelijkheid)
3.Cita- cita manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid), Kemudian tambahan
satu unsur lagi dari Aristoteles
4. Cita-cita untuk mengejar keadilan (idee der gerechtigheid)

9
Muntoha, Op. cit. hlm. 3.

Anda mungkin juga menyukai