Anda di halaman 1dari 7

TEORI NEGARA HUKUM

A. Sejarah Negara Hukum


Negara hukum pada dasarnya adalah negara yang mendasarkan kepada hukum.
Hukum digunakan sebagai acuan atau dasar dalam menjalankan negara agar tercapai
ketertiban agar warga merasa tentram. Kemunculan konsep negara hukum pada waktu itu
berada di negara-negara Eropa bagian barat. Kemunculan konsep negara hukum di negara-
negara Eropa Barat merupakan reaksi dari adanya kekuasaan raja yang mutlak. Kekuasaan
raja yang sangat mutlak mendorong terjadinya perjuangan dari rakyat agar ada pembatasan
kekuasaan. Perjuangan tersebut terinspirasi melalui aliran individualisme serta terdapat
sokongan dari Renaissance.
Awal mula adanya gagasan mengenai negara hukum sebenarnya sudah mulai digagas
oleh para ahli seperti Plato, Aristoteles, Montesquieu, John Locke dan lainnya, namun
gagasan mereka saat itu masih samar. Konsep negara hukum ini sendiri sebenarnya telah
dicetuskan oleh Plato yang kita kenal dengan istilah konsep Nomoi. Plato menjelaskan di
dalam Nomoi bahwa kehidupan bernegara atau penyelenggaraan negara akan baik apabila
dilakukan dengan menjadikan hukum sebagai dasar. Hukum dijadikan sebagai pola
pengaturan kehidupan bernegara. Pola pengaturan yang dimaksud adalah pola pengaturan
yang baik. Jika hukum yang baik dijalankan dengan baik maka negara akan berjalan dengan
baik juga. Hukum yang baik harus menjadi dasar agar negara dapat mencapai kehidupan
yang baik bagi rakyat dan seluruh komponen negara.
Gagasan Plato tentang negara hukum ini semakin dipertegas oleh muridnya,
Aristoteles yang dituangkan didalam bukunya yang berjudul Politica.1 Aristoteles
berpendapat bahwa pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah
negara kecil, seperti kota dan berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini
yang mempunyai wilayah luas dan berpenduduk banyak (vlakte staat). Dalam polis itu
segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana seluruh warga
negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara.2
Bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya,
melainkan pikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya memegang hukum dan

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).
2
Moh. Kusnardi, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Sinar Bakti, 1987), h. 153.
keseimbangan saja.3 Kesusilaan yang akan menentukan baik dan tidaknya suatu peraturan
Undang-undang dan membuat Undang-undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan
pemerintahan negara.4 Oleh karena itu menurut Aristoteles, bahwa yang penting adalah
mendidik manusia menjadi warga negara yang baik,karena dari sikapnya yang adil akan
terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.5 Ajaran Aristoteles ini sampai sekarang masih
menjadi idaman bagi para negarawan untuk menciptakan suatu negara hukum.6
Kemudian pada abad XIX muncul teori yang lebih eksplisit yang dikembangkan
olah Frederich Julius Stahl yang dikenal dengan konsep rechstaat. Paham rechtsstaats pada
dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtsstaats mulai
populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominasi oleh
absolutisme raja.7 Paham rechtsstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat
kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl. 8 Sedangkan
paham the rule of law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885
menerbitkan bukunya yang berjudul Introduction to Study of The Law of The Constitution.
Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common law
system. Konsepsi negara hukum menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche
Ansfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan mengenai konsep negara hukum liberal.
Immanuel Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti sempit, yang
menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual
dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban
dan keamanan masyarakat. Friedrich Julius dalam karyanya Staat and Rechtslehre II,
mengkalimatkan pengertian negara hukum, sebagai berikut: Negara harus menjadi negara
hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga daya pendorong perkembangan zaman baru.
Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas - batas kegiatannya,
bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus
mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlaq dari segi negara, juga secara langsung, tidak
lebih jauh dari seharusnya menurut suasana hukum. Inilah pengertian negara hukum,
bukannya misalnya, bahwa negara itu hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan

3
Rozikin Daman, Op.Cit, h. 166
4
M. Kusnardi, Op.Cit, h. 154
5
Rozikin Daman, Op.Cit, h. 166-167
6
M. Kusnardi, Op.Cit, h. 154
7
Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum di Indonesia, Ind-Hill Co, Jakarta, 1989, hlm 30
8
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1998, hlm 57.
pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara hukum pada
umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada negara, melainkan hanya cara dan untuk
mewujudkannya.9
Lebih lanjut Friedrich Julius Stahl mengemukakan empat unsur rechtsstaats dalam
arti klasik, yaitu:10
1. Perlindungan hak-hak asasi manusia.
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara
Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica).
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur).
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Selain konsep negara hukum menurut Friedrich Julius Stahl, muncul konsep negara
hukum (rule of law) yang dikembangkan oleh Albert Venn Dicey, yang menurutnya unsur –
unsur rule of law adalah sebagai berikut:

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak adanya


kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power).
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh Undang-
Undang Dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.

Selain itu, salah seorang ahli hukum yang terbesar dalam abad XX di Netherlands
yakni Paul Scholten, menyebut dua ciri negara hukum, yang kemudian diuraikan secara
luas dan kritis. Ciri utama negara hukum, ialah “er is recht tegenover den staat”, artinya
apabila negara itu mempunyai hak terhadap negara, individu mempunyai hak terhadap
masyarakat. Asas ini meliputi dua segi:

1. Manusia itu mempunyai suasana tersendiri, yang pada asasnya terletak di luar
wewenang negara.
2. Pembatasan suasana manusia itu hanya dapat dilakukan dengan ketentuan
undang-undang, dengan peraturan umum.

9
Notohamidjojo, O., Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa Hukum Bagi Pembaharuan
Masyarakat Di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1970, hlm 24.
10
Miriam Budiardjo, op.cit, hal. 58.
Ciri yang kedua negara hukum menurut Paul Scholten: “er is scheiding van
machten”, artinya dalam negara hukum ada pemisahan kekuasaan.

Pengertian lain negara hukum secara umum ialah bahwasanya kekuasaan


negara dibatasi oleh hukum dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan
perbuatan baik dilakukan oleh para penguasa atau aparatur negara maupun dilakukan
oleh para warga negara harus berdasarkan atas hukum. Sangat penting untuk
diselidiki arti dan makna dari istilah negara hukum, sehingga akan diperoleh
pengertian yang jelas dalam pemakaian selanjutnya. Prof. Muhammad Yamin,
memberikan penjelasan mengenai negara hukum. Adapun kata beliau bahwa kata
kembar negara hukum yang kini jadi istilah dalam ilmu hukum konstitusional
Indonesia meliputi dua patah kata yang sangat berlainan asal usulnya. Kata negara
yang menjadi negara dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta dan
mulai terpakai sejak abad ke-5 dalam ketatanegaran Indonesia.11

Konsep negara hukum yang dikemukakan oleh para ahli hukum tersebut
menandakan bahwa konsep tentang negara hukum cukup beragam. Variasi dari
konsep negara hukum tidak terlepas dari latar belakang pemikir dan pengembang
konsep negara hukum. Selain itu perkembangan konsep negara hukum juga
dipengaruhi oleh berbagai pandangan.

B. Negara Hukum Indonesia


Indonesia merupakan negara hukum seperti yang disebutkan secara eksplisit didalam
konstitusi negara kita yakni UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (3). Gagasan negara hukum
Indonesia dalam konstitusi sebenarnya telah ada sejak pengesahan UUD 1945, pada tanggal
18 Agustus 1945, meskipun istilah “negara hukum” tidak dituangkan secara eksplisit dalam
Pembukaan dan Batang UUD 1945. Gagasan negara hukum tersebut dapat ditemukan pada
UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Undang-Undang Dasar sebagai dari hukum dasar”.
Kalimat tersebut menyatakan bahwa UUD merupakan dasar hukum, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum sebagai dasar negara, dan hukum dijadikan sebagai pijakan negara.
Negara hukum adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara dan
hukum.12 Secara Etimologis, istilah negara berasal dari bahasa Inggris (state), Belanda
11
Ibid, h. 18
12
Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 19
(staat), Italia (e’tat), Arab (daulah). Kata staat berasal dari kata Latin, status atau statum
yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan diri. 13 Padanan
kata ini menunjukkan bentuk dan sifat yang saling mengisi antara negara di satu pihak dan
hukum di pihak lain. Tujuan negara adalah untuk memelihara ketertiban hukum (rectsorde).
Oleh karena itu, negara membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum dijalankan dan
ditegakkan melalui otoritas negara.14
Menurut Philipus M. Hadjon, konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan
menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sebaliknya konsep the rule of law
berkembang secara evolusioner. Hal ini tampak baik dari isi maupun kriteria rechtsstaat dan
rule of law itu sendiri.15 Konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang
disebut civil law, sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang
disebut common law. Karakteristik civil law adalah administratif, sedangkan karakteristik
common law adalah judicial.16
Menurut Prof. Dr. Sudargo Gautama, SH. mengemukakan tiga ciri-ciri atau unsur-
unsur dari negara hukum, yakni:
a. Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak dapat
bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak
terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.
b. Azas Legalitas yakni setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan
terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparatnya.
c. Pemisahan Kekuasaan yang dilakukan agar hak asasi betul-betul terlindungi dan dengan
pemisahan kekuasaan antara badan yang membuat peraturan perundang-undangan, serta
badan yang melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain.17

Selanjutnya, Burkens mengemukakan syarat – syarat dasar rechtstaat yang terdapat


didalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
yakni:

1. Asas Legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar Peraturan
Perundang-undangan (wetterlike-grondslag). Dengan landasan ini Undang-undang
13
Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 23
14
Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum (Bandung: Alumni, 1973), h. 20
15
Majda El. Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 21
16
Ni’matul Huda,Op.Cit,h. 74
17
Abdul Azis Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 117-118
formal dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak
pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian
penting negara hukum.
2. Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak
boleh hanya bertumpu pada satu tangan.
3. Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum
bagi rakyat dan sekaligus membatasi pembentukan undang-undang.
4. Pengawasan peradilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk
menguji keabsahan tindakan pemerintahan (rechtmatigeidstoetsing).

Dalam UUD NRI 1945 sebelum perubahan, terdapat penjelasan bahwa system
pemerintahan negara Indonesia ialah berdasarkan kepada hukum, tidak berdasarkan
kekuasaan belaka. Kemudian setelah perubaha UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini mensyaratkan kepada seluruh
penyelenggara negara dan warga negaranya harus taat terhadap hukum. Undang-Undang
Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran bangsa Indonesia
yang lazim disebut dengan hukum dasar tertulis.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis, hanya memuat dan mengatur
hal-hal yang prinsip dan garis-garis besar saja. Negara Indonesia sebagai negara hukum
dapat diketahui dalam:

a. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum.
b. Pembukaan dicantumkan kata-kata: Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia.
c. Bab X Pasal 27 ayat (1) disebutkan segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan itu dengan dengan tidak
ada kecualinya.
d. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 (yang sudah dihapus) disebutkan dalam Sistem
Pemerintahan Negara, yang maknanya tetap bisa dipakai, yaitu Indonesia ialah negara
yang berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtstaat).
e. Sumpah/Janji Presiden/Wakil Presiden ada kata-kata “memegang teguh Undang-Undang
Dasar dan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya”.
f. Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal 28i ayat (5), disebutkan bahwa “Untuk penegakkan
dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.
g. System hukum yang bersifat nasional.
h. Hukum dasar yang tertulis (konstitusi), hukum dasar tak tertulis (konvensi).Tap MPR
No.III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan.
i. Adanya peradilan bebas.

Penyelenggaraan negara Indonesia sebagai negara hukum telah dikembangkan


konsep checks and balances, seperti adanya Peradilan Tata Usaha Negara. Hal lain
sebagaimana dalam konsiderans Tap MPR No.XI/MPR/1998, tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lebih lanjut
sebagai implementasi dari Tap MPR No.XI/MPR/1998 dalam upaya menciptakan good
governance telah diterbitkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
bahwa di dalam negara hukum di dalam penyelenggaraan negara harus mengacu pada
asas umum penyelenggaraan negara, yaitu:
a) Asas kepastian hukum
b) Asas kepentingan umum
c) Asas keterbukaan
d) Asas proporsionalitas
e) Asas profesionalitas
f) Asas akuntabilitas

Maka dari itu, Indonesia sebagai hukum yang berarti segalas esuatu harus didasarkan
kepada hukum dan diimplementasikan dengan pembentukan peraturan perundang –
undangan yang bertujuan untuk menegakkan hukum untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hak – hak bagi setiap warga negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai