DISUSUN OLEH :
NAMA KELOMPOK :
1. ANTONIUS RUMAPEA
2. NELSON AGUSTINUS SITUMORANG
3. NURUL HUDA SARAGIH
4. RAHAYU PUTRI YANA
5. RAYHANA RIYANI SAFITRI
SMAN 5 TUALANG
2021/202
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“Persamaan di hadapan Hukum (Equality Before The Law)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
konstruktif untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Equality before the law dalam arti sederhananya bahwa semua orang sama di depan
hukum. Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas
terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang
juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundang-undangan
Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan
Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847
No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik
pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping
hukum kolonial.
Sejatinya, asas persamaan dihadapan hukum bergerak dalam payung hukum yang berlaku
umum (general) dan tunggal. Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah utuh diantara dimensi
sosial lain (misalkan terhadap ekonomi dan sosial). Persamaan “hanya” dihadapan hukum seakan
memberikan sinyal di dalamnya bahwa secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak
mendapatkan persamaan. Perbedaan perlakuan “persamaan” antara di dalam wilayah hukum,
wilayah sosial dan wilayah ekonomi itulah yang menjadikan asas Persamaan dihadapan hukum
tergerus ditengah dinamika sosial dan ekonomi.
UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa “segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Pasal 27 ayat (1). Pasal ini memberikan makna
bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal
dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah ke atas atau kaum
yang bergumul dengan kemiskinan harus dilayani sama di depan hukum.
Kedudukan berarti menempatkan warga negara mendapatkan perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Sehingga dengan kedudukan yang setara, maka warga negara dalam
berhadapan dengan hukum tidak ada yang berada diatas hukum. ‘No man above the law’,
artinya tidak keistimewaan yang diberikan oleh hukum pada subyek hukum, kalau ada subyek
hukum yang memperoleh keistimewaan menempatkan subyek hukum tersebut berada diatas
hukum.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before the Law)
1. Konsep Equality Before The Law dalam negara hukum
Di belahan seantero bumi ini, terkenal dalam kalangan penggiat ilmu hukum. Ditambah
lagi kedua aliran besar berasal dari negara-negara yang menjajah pada abad kolonialisasi.
Kedua aliran itu diantaranya;
a. Civil law
Pemikiran timbulnya negara hukum timbul sebagai reaksi dari adanya konsep
negara polis (polizei staat). Polizei staat berarti negara menyelenggarakan keamanan dan
ketertiban serta memenuhi seluruh kebutuhan masyarakatnya. Tetapi konsep negara ini
lebih banyak diselenggarakan oleh penguasa. Seperti yang dikatakan oleh Roberto Von
Mohl “sebagai polisi yang baik melaksanakan fungsinya berdasarkan hukum serta
memperhatikan masyarakat. Tetapi yang banyak ialah polisi yang tidak baik, yang
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat yang memanfaatkan kekuasaan demi
kepentingan sendiri atau kelompoknya.
Konsep negara hukum Imanuel Kant yang ditulis dalam karya ilmianya yang
berjudul “Methaphysiche Ansfangsgrunde”. “sebagai dikemukakan bahwa pihak yang
bereaksi teehadap negara Polizei ialah “orang-orang kaya dan cendikiawan”. Orang kaya
(borjuis) dan cendikiawan ini menginginkan agar hak-hak kebebasan pribadi tidak
diganggu, yang mereka inginkan ialah hanya ingin kebebasan mengurusi kepentingannya
sendiri. Konkritnya ialah agar permasalahan perekonomian menjadi urusan mereka dan
negara tidak ikut campur dalam penyelenggaraan tersebut”.
Jadi negara dalam konteks ini hanya menjaga ketertiban dan keamanan, karena
konsep ini biasanya disebut dengan negara hukum penjaga malam (Nacht wachter Staat).
Dan dikenal konsep negara hukum yang ditawarkan oleh Kant ialah negara hukum
liberal.
Selain imenuel Kant, konsep negara hukum Eropa oleh Frederich Julius Stahl,
dalam karya ilmiah yang berjudul “philosopie des rechts”, diterbitkan pada tahun 1878.
Sama halnya dengan kant, hanya memperlihatkan unsur formalnya saja dan mengabaikan
unsur materialnya. Karena itu konsep negara ini dinamakan konsep negara formal. Stahl
berusaha menyempurnakan negara hukum liberal milik Kant. Dengan pengaruh paham
liberal dari JJ. Rousseau, Stahl menyusun negara hukum formal dengan unsur-unsur
sebagai berikut;
1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia.
2. Untuk melindungi hak-hak asasi manusia, maka penyelenggaraan negara
haruslah berdasarkan theory atau konsep trias politica.
3. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah dibatasi oleh undang-undang
(wetmating bestuur).
4. Apabila dalam melaksanakan tugas pemerintah masih melanggar hak asasi,
maka ada pengadilan administrasi yang mengadilinya.
Dari konsep Stahl ini dapat sambil keimpulan bahwa negara hukum bertujuan
untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan membatasi kekuasaan terhadapnya.
Pada abad ke XX negara hukum mengalami perkembangan yang mendapat perhatian dari
para pemikir dari berbagai bangsa yang menginginkan kehidupan yang demokratis,
berkemanusiaan dan sejahtera. Diantaranya ialah konsep yang diutarakan oleh Paul
Scholten, ada unsur utama dalam membahas Negara Hukum. Pertama; adanya hak warga
negara terhadap Negara/ Raja. Kedua; adanya pembatasan kekuasaan, dengan mengikuti
Montesquieu, Scholten mengemukakan adanya tiga kekuasaan yang harus terpisah satu
sama lain, yaitu kekuasaan pembentukan undang-undang (legeslatif), kekuasaan
pelaksana Undang-undang (eksekutif) dan kekuasaan peradilan (yudikatif).
b. Comman law
Di Inggris ide negara hukum sedah terlihat dalam pemikiran Jhon locke, yang
membagi kekuasaan negara menjadi tiga bagian. Antara lain dia membagi kekuasaan
membuat undang-undang dan kekuasaan pelaksana undang-undang, dan ini berkaitan erat
dengan konsep the Rule of Law yang sedang berkembang di Inggris pada waktu itu. Di
Inggris the rule of law dikaitkan dengan hakim dalam rangka menegakannya.
Albert Van Dicey, adalah seorng pemikir Inggris yang masyur, menulis buku yang
berjudul “Introduktion to the study of the law of the constitution”, mengemukakan tiga
hal unsur utama the rule of law:
1. Supremacy of law adalah mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara
ialah hukum (kedaulatan hukum).
2. Equality before the law ; kesamaan bagi kedudukan hukum didepan hukum untuk
semua warga negara, baik selaku pribadi maupun statusnya sebagai pejabat
negara.
3. Constitusional based on individual right; constitusi itu ialah tidak merupakan
sumber dari hak asasi manusia dan jika hak asasi itu diletakan dalam konstitusi itu
hanyalah sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus dilindungi.
Konsep the rule of law yang dikemukakan Albert Van Dicey pada tahun 1885
sudah mengalami perubahan sepanjang perjalanan. Dilain pihak the rule of law dapat
disalah tafsirkan, karena the rule of law dapat pula diartikan “dari hukum yang baik
berdiri diatas penguasa yang baik dan dihormati penguasa dan dapat juga diartikan
sebagai rule yang buruk dibuat secara sewenang-wenang dan dilaksanakan sewenang-
wenang pula oleh seorang tirani.
Berikut ini penelitian yang dilakukan oleh Wade dan Philips yang dimuat
dalamConstitusional law. Ia berpendapat bahwa the rule of law yang dilaksanakan pada
tahun 1955 sudah berbeda dibandingkan dengan waktu awalnya. Mengenai unsur
pertama the rule of law yaitu supremasi hukum, sampai hari ini masi menjadi unsur
yang terpenting dalam kostitusi Inggris. Hanya ada kelompok yang taat pada hukum yang
khusus pada kelompoknya dan keadilan atas ketaatan kelompok tersebut diadili secara
khusus pula, seperti kelompok militer yang berada diluar yuridiksi pengadilan militer,
kelompok Gereja yang diadili oleh pengadilan gereja. Walaupun supremasi hukum masih
merupakan unsur esensial, namun negara turut campur dalam berbagai bidang individu
warga negara. Karena itu dengan syarat kepentingan umum, negara atau pemerintah
dapat mengambil tindakan yang tidak mungkin dapat dibayangkan terlebih dahulu.
Tindakan ini sudah barang tentu didasarkan apa yang disebut freies ermessen. Hal ini
tentunya mengurangi kadar supreasi hukum.
Mengenai unsur kedua yaitu kesamaan dihadapan hukum. Hal ini tidaklah berarti
bahwa kekuasaan warga negara dapat disamakan dengan kekuasaan pejabat negara,
pemberiaan kekuasaan khusus kepada pejabat negara untuk melaksanakan tugas
kenegaraan dianggap tidak melanggar the rule of law. Selai itu, ada pula yang merupakan
pengecualian, diantaranya; (a) hak imunitas bagi raja, (b) wakil negara lain juga
mempunyai hak kekebalan, (c) persatuan dagang dapat mengatur sendiri urusannya
kedalam, dan (d) adanya kekuasaan arbitase.
Hal diatas dianggap oleh sebahagian ahli adalah mengurangi makna dari the rule
of law.Selain kedua sarjana tersebut, pada tahun 1976, Roberto Mangaberia, menulis
karya law in modern society; bahwa dewasa ini terjadi; pertama; meluasnya arti
“kepentingan umum”, seperti pengawasan terhadap kontrak-kontrak yang curang,
penimbunan barang, monopoli, hal ini menunjuka bahwa campur tangan pemerintah
menjadi lebih luas. Kedua;adanya peralihan dari gaya formalitas dari the rule of law ke
orientasi prosedural yang subtantif dari keadilan. Hal ini terjadi karena dinamika negara
kesejahteraan (the welfare state). Hal terakhir ini biasanya disebut due proses of law.
Negara Inggris lebih mengutamakan bagaimana agar keadilan benar-benar dinikmati oleh
warganya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan utama adanya Equality before the law adalah menegakkan keadilan dimana
persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang
meminta keadilan kepadanya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi
dalam hukum di Indonesia dimana ada suatu pembeda antara penguasa dengan rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mylittlefairy.blogspot.com/2011/02/equality-before-law.html
http://sutantoaray.wordpress.com/2013/02/28/equality-before-the-law-dalam-presfektif/
http://fadilabidin75.blogspot.com/2013/05/ujian-bagi-asas-persamaan-di-depan-hukum.html
http://aminahhumairoh.wordpress.com/2010/03/10/persamaan-dihadapan-hukum/
http://dwiyana94.blogspot.com/2014/03/persamaan-di-hadapan-hukum-equality_1794.html