Anda di halaman 1dari 13

RUMUSAN TINDAK PIDANA

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana
Dosen Pengampu : Briliyan Erna Wati SH. M.Hum

Disusun oleh:
1. Ilma Alfiyani (1802056062)
2. Anggi Indah Purbaningrum (1802056066)
3. Sonia Khotmi Rosalina (1802056077)

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan
hukum itulah terciptanya kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.
Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan
adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.
Perbuatan pidana merupakan sebuah istilah yang mengandung suatu pengertian dasar
dalam ilmu hukum pidana. Perbuatan pidana (tindak pidana / delik) dapat terjadi kapan saja
dan di mana saja. Berbagai bentuk tindak kejahatan terus berkembang baik modus maupun
skalanya. Seiring berkembangnya suatu masyarakat dan daerah seiring juga perkembangan
sektor perekonomian demikian pula semakin padatnya populasi penduduk maka
perbenturan berbagai kepentingan dan urusan di antara komunitas tidak dapat dihindari.
Berbagai motif tindak pidana dilatarbelakangi berbagai kepentingan baik individu maupun
kelompok.
Tindak pidana (delik), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diberi batasan sebagai
berikut: "Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang tindak pidana". Dalam teori yang diajarkan dalam ilmu hukum
pidana latar belakang orang melakukan tindak pidana (delik) dapat dipengaruhi dari dalam
diri pelaku (inditerminisme) maupun dari luar diri pelaku (determinisme).

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud rumusan tindak pidana ?
2. Sebutkan jenis-jenis tindak pidana ?
3. Siapa saja subjek tindak pidana ?
4. Apa yang dimaksud dengan Perbuatan (Tat-Handlung handeling Gedraging) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rumusan Tindak Pidana
Telah diketahui bahwa sumber hukum pidana ada yang tertulis dan ada yang tidak
tertulis (Hukum Pidana Adat). agar supaya orang dapat mengetahui bagaimana
hukumnya tentang sesuatu persoalan, maka aturan hukum itu harus dirumuskan.
Demikian pula keadaannya dalam hukum pidana. Perumusan aturan Hukum Pidana yang
tertulis terdapat dalam KUHP dan dalam peraturan undang-undang lainnya.
Syarat pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan pidana ialah adanya
perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. ini adalah
konsekuensi dari azas legalitas. Rumusan delik ini penting artinya sebagai prinsip
kepastian. Undang- undang pidana sifatnya harus pasti. Di dalamnya harus dapat
diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang diperintahkan.1

B. Jenis-Jenis Delik
Tindak Pidana/Delik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Kejahatan dan Pelanggaran (Menurut Sistem KUHP)
Dalam KUHP dikenal dengan adanya Kejahatan (Buku Kedua) dan Pelanggaran
(Buku Ketiga). Kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum adalah
Pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan
seperti Pembunuhan, melukai orang lain, mencuri dan sebagainya. Sedangkan
Pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik Undang undang adalah perbuatan
melanggar apa yang ditentukan oleh Undang undang, misalnya keharusan memiliki
SIM bagi pengendara kendaraan bermotor di jalan umum2.
2. Delik Formil dan Delik Materil (Menurut cara Merumuskannya).
Delik Formil yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatanan
yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang undang. 3 perumusan delik
formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu aklibat

1
Prof. Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: Oetama Semarang, 2009), h. 84.
2
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja grafindo persada, 2010), h. 58.
3
C.S.T.Kansil, Dkk, Tindak pidana dalam undang undang nasional, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009). h. 4.
tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata
mata pada perbuatannya.4 Misalnya pada pencurian (362 KUHP)
Delik Materill yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang
dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang undang. Untuk selesainya tindak
pidana Materill tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan,
tetapi sepenuhnya digantungkan pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut.
Misalnya Pembunuhan (338 KUHP).
3. Delik Dolus dan Delik Culpa (Berdasarkan Bentuk Kesalahannya)
Delik Dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan. Rumusan kesengajaan
itu mungkin dengan kata-kata yang tegas, misalnya dengan sengaja, tetapi mungkin
juga dengan kata kata lain yang senada.Contohnya Pasal pasal 162, 197, 310, 338, dll.
Delik Culpa adalah delik yang didalam rumusannya memuat unsur
kealpaan.Dalam rumusan nya menggunakan kata karena kealpaannya, misalnya pada
pasal 359,360,195. Didalam beberapa terjemahan kadang kadang di pakai istilah
karena kesalahannya.5
4. Delik aktif (delicta Commissionis) dan Delik Pasif (delicta omissionis). (Berdasarkan
macam Perbuatannya).
Delik aktif (delicta Commissionis) adalah Delik yang terjadi karena seseorang
dengan berbuat aktif melakukan pelanggaran terhadap larangan yang telah diatur dalam
undang undang. Contohnya Pasal 362,368 KUHP.
Delik Pasif (delicta omissionis) adalah Delik yang terjadi karena seseorang
melalaikan suruhan (tidak berbuat). Contohnya Pasal 164, 165 KUHP.
Selain itu terdapat juga Delik campuran (Delicta commisionis per ommissionem
commisceo) adalah delik yang berupa pelanggaran suatu perbuatan yang dilarang. Akan
tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Contohnya Pasal 306 KUHP
(membiarkan seseorang yang wajib dipeliharanya, yang mengakibatkan matinya orang
itu)6

4
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 126.
5
Hamzah, Andi., Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), h. 98.
6
Mohammad Eka putra, Dasar-dasar hukum Pidana edisi 2, (Medan: Usu Press ,2015), h. 102.
5. Tindak Pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama/berlangsung
terus (Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya).
Tindak Pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya
atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja. Disebut juga Aflopende
Delicten. Contohnya Pasal 362 KUHP (Pencurian)
Sebaliknya ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga
terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan,
tindak pidana itu masih berlangsung terus, disebut dengan Voortdurende delicten.
Contohnya Pasal 333 (Perampasan Kemerdekaan).
6. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus (Berdasarkan Sumbernya).
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP
sebagai kodifikasi hukum pidana materill (Buku II dan III).
Sementara itu, tindak pidana khusu adalah semua tindak pidana yang terdapat
diluar kodifikasi tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 1999 (Tindak Pidana Korupsi)7.
7. Tindak Pidana communia dan Tindak Pidana Propria (Berdasarkan Sudut Subjek
hukumnya)
Tindak Pidana communia (delicta communia) adalah tindak pidana yang dapat
dilakukan oleh semua orang.
Tindak Pidana Propria (delicta propria) adalah tindak pidana yang hanya dapat
dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu. Misalnya Nakhoda pada kejahatan
pelayaran8.
8. Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana aduan (Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan
dalam hal penuntutan)
Tindak Pidana biasa (Gewone Delicten) adalah tindak pidana yang untuk
dilakukannya penuntutan pidana terhadap perbuatannya tidak disyaratkan adanya
pengaduan dari yang berhak.
Tindak Pidana aduan (Klacht Delicten) adalah tindak pidana yang untuk dapat
dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan terlebih dahulu adanya pengaduan dari
orang yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya atau orang

7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 131.
8
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 132.
yang diberi surat kuasa khusus. Tindak pidana aduan dibagi menjadi 2, yaitu Tindak
Pidana aduan absolut/mutlak contohnya Pasal 310 KUHP (pencemaran). Dan Tindak
Pidana aduan relatif, contohnya pasal 376 jo 367 (Penggelapan dalam kalangan
keluarga).
9. Tindak Pidana dalam bentuk Pokok, yang diperberat dan yang diperingan (Berdasarkan
berat atau ringannya pidana yang diancamkan)
Tindak pidana pokok/bentuk sederhana (eenvoudige delicten) contoh tindak
pidana pada pasal 362 (Pencurian)
Tindak Pidana dikualifisir/diperberat adalah tindak pidana yang karena situasi dan
kondisi khusus, yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan,
diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat jika dibandingkan dengan sanksi yang
diancamkan pada delik pokoknya. Contoh Pasal 363 terhadap pasal 362 KUHP
(Pencurian)
Tindak pidana diprivilisir/diperingan yaitu tindak pidana yang dikhusukan, yaitu
bentuk tindak pidana yang menyimpang dari bentuk dasar, sehingga sanksi yang lebih
ringan dianggap pantas dijatuhkan. Contoh pasal 341 terhadap 338 (seorang ibu yang
meninggalkan anaknya).
10. Delik berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi
Misalnya dalam buku II, untuk melindungi kepentingan hukum terhadap
keamanan negara, dibentuk rumusan kejahatan terhadap keamanan negara (Bab I),
untuk melindungi kepentingan hukum terhadap hak kebendaan pribadi, dibentuk tindak
pidana seperti Pencurian.9
11. Tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai (berdasarkan sudut berapakai
perbuatan menjadi suatu larangan)
Tindak Pidana Tunggal (enkelvoudige delicten) adalah tindak pidana yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan
dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja.

9
C. S. T. kansil dan Cristina S. T. Kansil, Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 166.
Tindak Pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat dipidanya pelaku, disyaratkan
dilakukan secara berulang. Contoh Pasal 296 KUHP.10
12. Without victim and with victim.
Without victim adalah delik yang dilakukan dengan tidak ada korban.
With victim adalah delik yang dilakukan dengan ada korbannya beberapa atau
seseorang tertentu.
13. Delik berdiri sendiri dan delik berlanjut (Berdasarkan ada atau tidaknya kelanjutannya)
Delik berdiri sendiri (zelfstandige delicten) adalah delik yang berdiri sendiri atas
suatu perbuatan tertentu.
Delik Berlanjut (Voortgezettedelicten) adalah delik yang terdiri atas beberapa
perbuatan berlanjut. Pengertian delik ini erat hubungannya dengan perumusan pasal 64
KUHP (tentang Perbuatan berlanjut).11
14. Delik Politik
Merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan negara sevagai keseluruhan,
seperti terhadap keselamatan kepala negara dan sebagainya.

C. Subyek Tindak Pidana


Pelaku Tindak Pidana disebut juga subjek hukum pidana. Kepada subjek hukum pidana
tersebut diberlakukan ketentuan-ketentuan pidana apabila melakukan pelanggaran terhadap
norma yang telah dinyatakan secara tegas dalam hukum pidana
Pada mulanya subjek hukum pidana adalah manusia (natuurlijke persoon), akan tetapi
dalam perkembanganya ada subjek hukum pidana yang bukan manusia yaitu yang disebut
dengan korporasi (recht persoon).12
1. Manusia
Salah satu syarat pengertian tindak pidana adalah harus ada perbuatan manusia,
artinya hanya manusia yang dapat melakukan tindak pidana.

10
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 136.
11
Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 36.
12
Prof. Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: Oetama Semarang, 2009), h. 99.
Pernyataan yang menyebutkan manusia sebagai subjek pidana biasanya diawali
kata-kata : barang siapa, setiap orang atau menyebut kualitas tertentu yang melekat
pada diri pelakunya. Contoh : Pasal 146 KUHP, Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999,
Pasal 341 KUHP. Dalam Pasal 10 KUHP , kesemuanya hanya dapat dikenakan
terhadap pelaku tindak pidana yaitu manusia.13
Syarat-syarat bagaimana manusia sebagai subjek hukum pidana yaitu:
a. Mampu bertanggung jawab karena terdapat sebagian orang yang hanya mampu
bertanggung jawab sebagian. Orang-orang yang dapat digolongkan mampu
beratanggung jawab sebagian misalnya, penderitqa penyakit : kliptomani,
nympomani. Seseorang dinyatakan tidak dapat bertanggung jawab atas tindak
pidana yang dilakukan diperlukan keterangan ahli psikolog maupun dokter yang
menyatakan bahwa pelaku tersebut benar-benar menderita penyakit tersebut.
b. Tidak ada alasan pemaaf. Karena seseorang yang melakukan tindak pidana karena
alesan tertentu perbuatan tersebut dimaafkan (penyakit gila, belum dewasa, dan
dibawah pengampuan).
2. Korporasi
Dalam hukum Perdata yang menjadi penyandang hak dan kewajiban dalam lalu
lintas hukum bukan hanya manusia melainkan juga subjek hukum yang bukan manusia
yang disebut korporasi. Korporasi, subjek hukum sebagaimana manusia14. Demikian
pula dalam lapangan hukum pidana apabila korporasi dapat dimintakan pertanggung
jawaban secara pidana.
Awalnya pemikiran pertanggung jawaban atas tindak pidana ditunjukan hanya
kepada manusia yang dianggap mempunyai kehendak untuk melakukan sesuatu
tindakan tertentu sedangkan korporasi/badan hukum bukan sebagai subjek hukum
karena tidak mempunyai jiwa untuk melakukan tindak pidana. Korporasi sebagai
subjek hukum masih tetap menjadi persoalan dalam hukum pidana.
Muladi dan Dwidja Priyatno, merinci dua pandangan yang menolak korporasi
sebagai subjek hukum dan pandangan yang menyetujui korporsi sebagi subjek hukum.
a. Argumentasi yang menolak korporasi menjadi subjek hukum

13
Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h. 68.
14
Prof. Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: Oetama Semarang, 2009), h. 104.
1) Menyangkut masalah kejahatan sebenarnya kesengajaan dan kesalahan hanya
ada pada persona alamiah.
2) Tingkah laku material merupakan syarat dapat dipidananya beberapa macam
delik, hanya bisa dilakukan oleh persona alamiah.
3) Pidana dan tindakan berupa perampasan kebebasan tidak dapat dikenakan
terhadap korporasi.
b. Argumentasi yang menerima korporasi sebagai subjek hukum
1) Hukum pidana harus mempunyai fungsi didalam masyarakat yaitu melindungi
masyarakat dan menegakan norma-norma dan ketentuan-ketentuan yang ada di
dalam masyarakat.
2) Dipidananya korporasi dengan ancaman pidana adalah salah satu upaya untuk
menghindarkan tindakan pemindanaan terhadap para pegawai korporasi itu
sendiri.
Contoh pengakuan korporasi sebagai subjek hukum pidana dapat dilihat pada :
Pasal 15 UU No.7 Darurat tahun 1995, Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997,
Pasal 22 UU Nomor 15 tahun 1985.

D. Perbuatan (Tat-Handlung handeling Gedraging)


Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindak seseorang.
Perbuatan orang ini adalah titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana.
Perbuatan ini meliputi berbuat dan tidak berbuat.
Perbuatan dalam hukum pidana meliputi berbuat (commisi) dan tidak berbuat
(ommisi). di bawah ini pendapat para ahli hukum mengenai perbuatan yaitu:15
1. Simons: perbuatan adalah sikap aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan
dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat.
2. Pompe: perbuatan dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada suatu tujuan yang
menjadi sasaran norma-norma.
3. Van Hattum: memandang bahwa perbuatan sebagai dasar fisik/jasmaniah dari tindak
pidana (tiada unsur subyektif atau normatif)
1. kualifikasi delik ditinjau dari sudut pandang perbuatan:

15
Prof. Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: Oetama Semarang, 2009), h. 106.
a. Delik Commissi: delik yang dilakukan dengan cara berbuat (aktif). contoh : Pasal
362 KUHP
b. Delik Ommissi: delik yang dilakukan dengan cara tidak berbuat (pasif). contoh:
Pasal 522, 531 KUHP.16
c. Delik Commissionis per omissionen commissa: delik yang (seharusnya) dilakukan
dengan cara (commissi), tapi bisa dilakukan dengan tidak berbuat (ommissi).
contoh: seseorang ibu yang tidak memberikan susu kepada anaknya.
Ada gerakan badan yang tidak termasuk pengertian tindak/ perbuatan seperti apa
yang disebutkan diatas, ialah:
1. Gerakan badan yang tidak dikehendaki oleh yang berbuat, karena dalam keadaan
vis absolute (keadaan daya paksa yang absolut), misal orang yang didorong oleh
massa, sehingga menggenjet mati orang lain dan sebagainya.
2. Serak reflex, ialah gerakan yang ditimbulkan oleh rangsang (prikkel) yang tiba-tiba
dari urat syaraf, misal: terkejut karena suatu letusan lalu menjatuhkan gelas yang
ada ditangannya.
3. Semua gerakan jasmaniah (fisik) yang dilakukan dalam kedaan sadar (tidak sadar).
Ketidaksadaran ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal, misalnya:
a. karena penyakit (ayan, epilepsy, menginggau, gegar otak),
b. mabok
c. berbuat sesuatu pada waktu tidur (somnambulisme),
d. pingsan,
e. di bawah pengaruh hypnose.17
Dalam hal tidak sadar ini perlu diselidiki sampai di mana ketidaksadaran tersebut,
misalnya pada seorang yang mabuk. juga pada orang yang ada dalam keadaan
penyempitan kesadaran (bewustzijn vernauwing) yang dapat melakukan perbuatan yang
melanggar undang-undang.

16
P. A. F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika, 2016), h. 207.
17
Prof. Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: Oetama Semarang, 2009), h. 109.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Rumusan tindak pidana merupakanp perbuatan yang dapat dikenakan hukuman


karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. Rumusan Tindak
Pidana terdiri dari:
1. Kejahatan dan pelanggaran
2. Delik formal dan materiil
3. Delik Commissions, Delik Omissionis, dan Delik Commissions per Ommissionem
Commissa
4. Delik Dolus dan Delik Culpa
5. Delik Tunggal dan Delik Berganda
6. Delik Aduan dan Bukan Delik Aduan
7. Delik Sederhana dan Delik yang Ada Pemberatannya
8. Delik yang Berlangsung Terus dan Delik yang Tidak Berlangsung Terus
9. Delik Ekonomi
10. Kejahatan Ringan

Subjek Tindak Pidana adalah seseorang yang melakukan tindak pidana atau yang
dikenai piudana karena suatu perbuatan. Pada mulanya subjek hukum pidana adalah
manusia (natuurlijke persoon), akan tetapi dalam perkembanganya ada subjek hukum
pidana yang bukan manusia yaitu yang disebut dengan korporasi (recht persoon).
Perbuatan merupakan unsur pertama dari tindak pidana. Perbuatan ini merupakan
titik hubung dan dasar dalam pemberian pidana terhadap seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta


Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.
P. A. F. Lamintang. 2016. Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Sinar
Grafika,
C. S. T. kansil dan Cristina S. T. Kansil. 2007. Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politea.
Prof. Sudarto, S.H. 2009. Hukum Pidana I. Semarang: Oetama Semarang.
Prasetyo,Teguh.2010.Hukum Pidana,Jakarta;Rajagrafindo Persada
Chazawi, Adam. 2012, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Rajawali Pers,
Prasetyo, Teguh. 2010. Hukum Pidana. Jakarta: Raja grafindo persada.
Hamzah, Andi. 2017. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
C.S.T.Kansil, Dkk, 2009. Tindak pidana dalam undang undang nasional. Jakarta: Jala
Permata Aksara.

Putra, Mohammad Eka. 2015. Dasar-dasar hukum Pidana edisi 2. Medan: Usu Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai