DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................................6
A. Pengertian Sengketa......................................................................................................................6
B. Sengketa Tata Usaha Negara........................................................................................................6
C. Implikasi Perluasan Objek Sengketa Dalam Peradilan Tata Usaha Negara............................7
D. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara..................................................................11
E. Mekanisme Penyelesaian Sengketa TUN di PTUN...................................................................14
BAB III PENUTUP................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..................................................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSAKA.................................................................................................................................18
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara lahir dari dari adanya kesadaran bahwa
sejatinya harus terdapat sebuah pengendalian atau control terhadap tindakan
pemerintah yang melanggar ketentuan administrasi atau terhadap sebuah
penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power) yang mungkin saja dilakukan
pemerintah. E. Utrecht menyatakan bahwa sejak negara turut serta aktif dalam
pergaulan kemasyarakatan, maka lapangan pekerjaan pemerintah semakin luas.
Administrasi negara mengandung makna adanya kewajiban untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurszorg).
4
undangan. Dalam perkembangannya subjek dan objek gugatan dalam peradilan
tata usaha negara mengalami sebuah perluasan, dimana dalam subjek peradilan
tata usaha negara yakni gugatan dapat diajukan kepada orang atau badan hukum
perdata, sedangkan berkaitan dengan perluasan objek gugatan dalam peradilan
tata usaha negara dikenal adanya Keputusan Tata Usaha Negara Negatif dan
Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut KTUN) Positif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sengketa?
2. Bagaimana pemahaman tentang sengketa tata usaha negara?
3. Apa saja implikasi untuk perluasan objek sengketa dalam peradilan tata usaha
negara?
4. Apa itu kompetensi absolut peradilan tata usaha negara?
5. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tata usaha negara di peradilan tata
usaha negara?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari sengketa.
2. Memahami tentang sengketa tata usaha negara.
3. Mengetahui implikasi perluasan objek sengketa dalam peradilan tata usaha negara.
4. Mengetahui kompetensi absolut peradilan tata usaha negara.
5. Mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa tata usaha negara di peradilan tata
usaha negara.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sengketa
Dalam melakukan perbuatan tersebut badan atau pejabat tata usaha Negara
tidak jarang terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang dan melawan hukum,
sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian bagi yang terkena tindakan
6
tersebut. Kerugian yang ditimbulkan inilah yang akan mengakibatkan adanya
sengketa TUN. Sengketa esktren atau sengketa antara administrasi Negara dengan
rakyat adalah perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi
Negara dengan rakyat sebagai subjek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari
unsur peradilan administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak
dan sekurang-kurangnya salah satu pihak harus administrasi Negara, yang
mencakup administrasi Negara di tingkat daerah maupun administrasi Negara
pusat yag ada di daerah.
7
a. Penetapan Tertulis adalah Dalam hal ini tidak menunjuk kepada bentuk keputusan
itu akan tetapi merujuk kepada isi keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara tersebut. Lebih lanjut isi dalam keputusan tata usaha
negara tersebut haruslah memuat :
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
tersebut;
Terdapat Maksud dan penjelasan mengenai hal apa isi tulisan itu;
Menjelaskan kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa hal yang ditetapkan di
dala KTUN tersebut.
b. Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Pengertian badan atau
pejabat Tata Usaha negara ini ialah badan atau pejabat di pusat dan daerah yang
melakukan kegiatan bersifat eksekutif.
c. Berisi Tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-
undangan.Tindakan hukum TUN adalah perbuatan hukum badan atau pejabat
TUN yang bersumber pada ketentuan suatu hukum TUN yang dapat membuat
timbulnya suatu hak atau kewajiban pada orang lain.
d. Konkret, individual dan final adalah Konkret dalam hal ini diartikan bahwa objek
yang diputuskan dalam KTUN tersebut tidak abstrak, namun berwujud, tertentu
atau dapat ditentukan. Selanjutnya individual diartikan bahwa KTUN tersebut
tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu berisi alamat dan hal yang dituju.
Kemudian final diartikan telah definitif dan dapat menimbulkan akibat hukum.
e. Menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata Penjelasan
mengenai hal ini adalah bilamana perbuatan hukum yang diwujudkan dalam
pembuatan KTUN tersebut dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada
orang atau badan hukum perdata perdata.
Perbedaan antara Hukum Acara TUN dengan hukum acara perdata adalah
dimana pangkal sengketa TUN adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat TUN yang mengandung perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
penguasa atau orechtmatig overheid daad, sedangkan dalam hukum acara perdata
dimaknai sebagai perbuatan melawan hukum atau orechtmatig daad. Perluasan
terhadap objek sengketa PTUN dikenal dengan KTUN Fiktif Negatif. Perluasan
objek gugatan PTUN tidak hanya pada penetapan tertulis hal ini didasarkan
8
dengan merujuk Pasal 3 ayat (1) UU PTUN bahwa apabila badan atau pejabat tata
usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu sejatinya menjadi
kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara.
Kemudian pada ayat (2) bilamana suatu badan atau pejabat tata usaha
negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimmohon, sedangkan jangka waktu
sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud lewat,
maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksudkan kepadanya. Selanjutnya pada ayat (3)
Dalam hal peraturan perundang- undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), maka setelah lewat
jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata
usaha negara yang bersangkutan dianggap sudah mengeluarkan keputusan yang
berisi suatu penolakan. Ketentuan pasal inilah yang menjadi pembenaran terhadap
perluasan objek sengketa dalam PTUN, bahwa dalam hal suatu keadaan dimana
badan atau pejabat tata usaha negara tidak memenuhi kewajibannya dalam tenggat
waktu yang telah ditentukan maka dapat diartikan dia telah mengeluarkan sebuah
KTUN Negatif. Masyarakat kemudian dapat mengajukan gugatan ke PTUN
dengan KTUN negatif tersebut sebagai objek sengketanya.
10
Positif dalam keadaan badan atau pejabat tata usaha negara tidak
menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan sesuai tenggang
waktu sebagaimana yang telah ditentukan didalam perundang-undangan, yang
dimana hal tersebut merupakan kewajibannya maka badan/atau pejabat tata usaha
negara tersebut dianggap telah mengeluarkan sebuah keputusan tata usaha negara
yang mengabulkan permohonan tersebut atau dikenal dengan KTUN Fiktif Positif.
Berdasarkan hal-hal tersebut terdapat sebuah implikasi yang berbeda dalam proses
pengajuan objek sengketa dalam PTUN, dalam hal objek sengketa tersebut
merupakan KTUN fiktif negatif maka dalam proses pencarian keadilan dalam
PTUN dilakukan dengan mengajukan gugatan terhadap KTUN fiktif negatif yang
dianggap telah melakukan penolakan terhadap permohonan yang disampaikan
dengan mengharapkan lahirnya sebuah putusan dari hakim PTUN. Sedangkan
dalam hal objek sengketa tersebut merupakan KTUN fiktif positif maka dalam
proses pencarian keadilan dalam PTUN ialah dengan mengajukan permohonan
kepada PTUN dengan harapan dikeluarkannya suatu penetapan dari peradilan tata
usaha negara terhadap permohonan tersebut.
Penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk
keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Badan atau Pejabat
TUN adalah Badan atau Pejabat di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan
yang bersifat eksekutif. Tindakan hukum TUN adalah perbuatan hukum Badan
atau Pejabat TUN yang bersumber pada suatu ketentuan Hukum Tata Usaha
Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Bersifat
konkret artinya objek yang diputuskan dalam Kompetensi TUN itu tidak abstrak,
tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual artinya
Kompetensi TUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat
maupun hal yang dituju. Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum.
Dilihat dari penjelasan diatas Kompetensi TUN yang dapat dijadikan objek
sengketa di PTUN adalah sangat luas. Namun apabila dilihat pembatasan yang
diberikan UU PTUN 2004 junto UU PTUN 1986 , Kompetensi TUN yang dapat
dijadikan objek sengketa TUN adalah terbatas. Dikecualikan atau tidak termasuk
dalam pengertian Kompetensi TUN apabila:
Dalam kaitannya dengan huruf (g) diatas, dalam UU PTUN tidak ada
pernyataan tegas apakah KTUN yang dikeluarkan selama proses pemilu seperti
penetapan (KTUN) Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi objek sengketa TUN
yang dapat di gugat ke PTUN oleh warga masyarakat yang kepentingan hukumnya
dirugikan dengan keputusan DPT tersebut. Namun secara eksplisit dapat dipahami
bahwa titik tekannya adalah KTUN mengenai hasil pemilu, sehingga KTUN yang
dikeluarkan selama proses pemilu pada dasarnya merupakan kompetensi PTUN
dam dapat di gugat oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan ke PTUN.
13
65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, yang menyebutkan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan
tanah yang dikategorikan sebagai kepentingan umum, sehingga semua KTUN
yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan kepentingan umum tersebut tidak dapat
dijadikan objek sengketa TUN atau tidak dapat di gugat ke PTUN.
Menurut Philippus M. Hadjon dkk,15 ciri khas hukum acara peradilan tata
usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu:
14
b. Asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini
berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut dalam Pasal 107
UU No. 5 Tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan Pasal 100;
c. Asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk
mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah Pejabat TUN
sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata . Penerapan asas
ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal 58, Pasal 63 ayat (1 dan 2),
Pasal 80 dan Pasal 85;
d. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”.
Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan
pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja – tidak hanya bagi para pihak yang
bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan Pasal 83 tentang intervensi
bertentangan dengan asas “erga omnes”.
15
a. Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun
1986)
b. Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam
menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau
badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata
Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa yang terjadi akibat adanya
suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
TUN yang dianggap merugikan Penggugat Setelah melalui proses pengajuan
gugatan dan pemeriksaan. maka proses yang paling penting dari seluruh rangkaian
proses beracara di Peradilan TUN tersebut adalah pelaksanaan putusan (eksekusi)
terhadap putusan yang telah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan putusan dalam Peradilan TUN merupakan pelaksanaan dari apa
16
yang telah diputus oleh hakim dalam proses pemeriksaan untuk mengembalikan
hak-hak penggugat yang telah dilanggar oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
17
Kemudian penggugat dalam PTUN ditentukan dalam Pasal 53 ayat
1 UU PTUN. Lebih lanjut tergugat dalam PTUN telah mengalami
perluasan dalam tataran praktik PTUN.
B. Saran
Jurnal:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/52502/309
85
Jurnal:
http://repo.unsrat.ac.id/242/1/PERAN_P.TUN_DALAM_PENYELESAIA
N_SENGKETA_TATA_USAHA_NEGARA(NIKE_K._RUMOKOY).pdf