PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
Dengan demiikian,hukum acara perdata memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya hukum acara
perdata masyarakat dapat dengan jelas merasakan adanya kepastian hukum
bahwa setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-
baiknya dan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhaadap hukum
perdata yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dituntut melalui
pengadilan. Selain itu hukum perdata formil atau hukum acara perdata juga
berfungsi untuk menegakkan ,mempertahankan,dan menjamin ditaatinya
peraturan hukum perdata materiel dalam praktik melalui perantaraan
peradialan. Dengan adanya hukum acara perdata diharapkan akan terciptanya
ketertiban dan kepastian hukum di dalam masyarakat.
1
Bulkhaini,S.H,Hukum Acara Perdata Indonesia,(Padang:Universitas Andalas),hlm8-21
2
Acara Perdata dan bidang lain yang ingin mengaitnya dengan topik yang
diangkat di dalam makalah ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan Beslit Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen No.3 Tahun 1846
tanggal 5 Desember 1846,Mr.H.L.Wichers ditujuk dan ditugaskan untuk
menyusun sebuah Reglement tentang administrasi,polisi,acara perdata dan acara
pidana bagi golongan Bumi Putra yang pada waktu itu berlaku Stb.1819 No.20
yang memuat 7 (tujuh) Pasal yang berhubungan dengan Hukum Acara Perdata.
Tugas tersebut dilaksanakan dengan baik oleh Mr.H.Lwitchers dalam waktu 8
(delapan) bulan lamanya. Pada tanggal 6 Agustus 1847 rancangan itu
disampaikan kepada Gubernur Jenderal Jacob Rochussen untuk dibahas lebih
4
lanjut dengan pakar hukum yang bertugas di Mahkamah Agung Hindia Belanda
pada waktu itu.
2 http://seramoeprintstasion.blogspot.co.id,dikunjungi 21/08-2016
5
Setelah mengalami perubahan dan penambahan sebagaiman tersebut
diatas,akhirnya Gubernur Jederal Jan Jacob Rochusssen pada tanggal 5 April
1848 menerima rancangan Mr.H.L.Witchers dengan menerbitkan Stb.1848 No.16
dan dinyatakan berlaku secara resmi pada tanggal 1 Mei 1848 dengan sebutan
“Reglement op de Uitoefening Van de Polite,de Vreemde Osterlingen op Java en
Madura” disingkat dengan “Inlandsch Reglement” (IR). Ketentuan ini akhirnya
disahkan dan dikutkan oleh Pemerintah Belanda dengan firan rajatanggal 29
September 1849,No.93 Stb.1849 No.63. Reglement ini selain diperuntukkan bagi
golongan Bumi Putra juga diperuntukkan bagi golongan Timur Asing di Jawa dan
Madura karena dianggap bahwa orang-orang Timur Asing itu kecerdasannya
disamakan dengan Bumi Putra.(Abdul Kadir Muhammad,SH:1978:21)3
3
ibid
6
dahulu tetap diakui sah asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah
Militer. Atas dasar UU ini HIR masih tetap berlaku. Kemudian pada bulan April
1942 Balatentara Dai Nippon mengeluarkan peraturan baru tentang susunan dan
kekuasaan Badan Pengadilan yaitu membentuk suatu Pengadilan untuk tingkat
pertama yaitu Hooin dan Kootoo Hoon untuk pemeriksaan tingkat banding.
Kedua macam Peradilan tersebut diperuntukkan untuk semua golongan
penduduk tanpa membeda-bedakan orang,kecuali bagi orang-orang Jepang yang
diadili dengan Pengadilan sendiri. Dengan itu hapusnya Raad Van Justitie dan
Residentie Gerech,dengan sendirinya Hukum Acara yang termuat dalam BR
kecuali untuk mengisi kekosongan hukum sepanjang diperlukan sedangkan
dalam HIR dan R.Bg juga tidak diatur.
7
saat berlakunya Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman yang baru sebagai pengganti, yaitu Undang-Undang No. 14 tahun
1970 L.N. R.I. tahun 1970 No. 74 mulai berlaku tanggal 17 Desember 1970, kita
mengenal 4 lingkunga hukum pengadilan:
1. Pengadilan Umum
2. Pengadilan Agama
3. Pengadilan Militer
4. Pengadilan Tata Usaha Negara
dan Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negeri tertinggi, (pasal 10
Undang-Undang No. 14 tahun 1970, pasal 7 Undang-Undang No. 19
tahun 1964
dan pasal 12 UU No. 14 tahun 1970 ini menjanjikan suatu peraturan tersendiri
yang merupakan anak dari UU No. 14 tahun 1970 dengan pernyataan bahwa:
Pada saat ini maupun sebelum berlakunya UU No. 14 tahun 1970, dalam
Negara Republik Indonesia, kekuasaan kehakiman dalam lingkungan Peradilan
Umum dilaksanakan oleh:
1. Pengadilan Negeri
2. Pengadilan Tinggi
8
3. Pengadilan Agung
“ Mahkamah Agung tempat minta kasasi dari putusan tingkat terakhir dari
Keputusan-Keputusan Pengadilan-Pengadilan lain dari Mahkamah Agung.”
1. Pengadilan Negeri
2. Pengadilan Tinggi
3. Mahkamah Agung
maka penulis mencoba meneliti pada UU tentang susunan kekuasaan dan acara
Pengadilan sebelum adanya/terbentunya/berlakunya UU No. 14 tahun 1970.
9
dengan peninjauan penggolongan-penggolongan penduduk dan Badan-Badan
Pengadilan serta hukum acara yang berlaku padanya satu sama lain sangat erat
hubungannya. Peninjauan tersebut secara berurutan dimulai dari penggolongan-
penggolongan penduduk, Badan-Badan Peradilan dan sesudah itu hukum acara
yang berlaku.
10
a. Tionghoa berlaku hukum perdata dalam Burgerlijk Wetboek
dengan kekecualian-kekecualiannya dan Undang-Undang Hukum
Dagang.
b. Timur Asing selain Tionghoa, berlaku hukum perdata Burgerlijk
Wetboek mengenai huku kekayaan sedang mengenai hukum
keluarga berlaku hukum adatnya.
3. Bumi Putra, berlaku baginya hukum adatnya.
Pada zaman Hindia Belanda kita mengenal 5 buah tata susunan Badan-
Badan Peradilan:
11
Kelima tata susunan Badan-Badan Peradilan tersebut itulah yang
menampung maslah persengketaan perdata pada zaman Hindia Belanda, dan
tata susunan Badan-Badan Peradilan tersebut baru dikenal semenjak tahun 1848
(tapatnya tanggal 1 Mei 1848) yang disebutkan tahun Codifikasi
Hukum/Perundang-undangan di Indonesia.
4
Bulkaini, SH. Hukum Acara Perdata Indonesia, Universitas Andalas. Padang,1979, hal
1-8
12
b. Road van Justitie, terdapat di Jakarta (Batavia), Searang,dan
Surabaya,dan daerah hukumnya:Jakarta,meliputi Jawa
Barat,Lampung,Palembang,Jambi,Bangka Belitung dan Kalimanan
Barat. Semarang,meliputi Jawa Tengah, Lombok, dan Kalimantan
Selatan.
c. Hoggerechtshof (Mahkamah Agung),berkedudukan di Jakarta
yang merupakan Majelis Kehakiman Tertinggi di Hindia Belanda
dengan daerah hukum meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda.
Hukum Acara Perdatanya Reglement op de Burgelijk
rechtsvordaring.
2. Pengadilan Gubernament Bumi Putera
a. Districtsgerecht,terdapat dalam tiap-tiap District,sebagai Hakim
Tunggal adalah Kepala District,dan dibantu oleh Pegawai
Pemerintahan bawahannya sebagai penasihat (R.O Pasal 78 dan
86) dengan daerah hukum meliputi seluruh districtnya. Hukum
Acara Perdatanta Indische Reglament (HIR Stb.1941-44)
b. Regentschapsgerecht, terdapat pada tiap-tiap ibukota
Kabupatendengan daerah hukum meliputi Kabupaten
bersangkutan dan Bupati sebagai Hakim Tunggal. Hukum Acara
Inlands (HIR Stb. 1941-44)
c. Landraat,terdapat pada tiap-tiap kabupaten dan beberapa tempat
lain. Daerah hukum meliputi daerah hukum daerah hukum
Kabupaten dan jika dalam satu Kabupaten berkedudukan dua
Landraat atau lebih,daerah hukumnya ditetapkan oleh Gubernur
Jenderal. Landraat bersidang dengan suatu Majelis,seorang ahli
Hukum sebagai ketua dan dibantu oleh anggota-anggota. Hukum
Acara Inlands (HIR Stb. 1941-44)
3. Pengadilan Swapraja
a) Pengadilan Daerah Swapraja Surakarta terdiri dari :
1.a Pengadilan Pradoto,mengadili dalam instansi pertama dan
terakhir. Hukum Acara Hukum Adat.
2.a Pengadilan Surambi,adalah pengadilan Agama
13
3.a Pengadilan Pradoto Gede,mengadili dalam instansi
tertinggi dan sebagai Pengadilan Bandingan dari Surambi.
Hukum Acara : Hukum Islam
b) Pengadilan Daerah Sultan Yogyakarta,terdiri atas:
1.b Pengadilan Kraton Daerah Dolen,yaitu Putra Mahkota
sebagai Ketua. Hukum Acara: Hukum Adat.
2.b Pengadilan Sultan sendiri.
3.b Pengadilan Surambi (Acara). Hukum Acara :Hukum Islam
c) Pengadilan Daerah Mangkunegaran
1.c Pengadilan Pradato. Hukum Acara tidak tertulis.
2.c Pengadilan Surambi. Hukum Acara tidak tertulis.
d) Pengadilan Agama
Hakim Pengadilan Agama ini dilakukan oleh Pemimpin Mesjid yang
disebut Penghulu, hukum acara hukum Islam.5
5
Bulkhaini,S.H,Hukum Acara Perdata Indonesia,(Padang:Universitas Andalas),hlm8-11
14
a. Districtsgerech ( pengadilan Distrik terdapat pada tiap-tiap distrik di
keresidenan.
b. Laandraat, terdapat di Ibukota Keresidenanan dan beberapa tempat
lainnya.
3. Pengadilan Bumi Putra,biasa disebut dengan rapat,Muspat, Kerapatan
Adat.
4. Pengadilan Agama,tugsnya mengadili sengketa di antara orang-orang
Islam,mengenai perkawinan,perceraian,hukum waris,dan wakaf.6
6
Ibid hal11-12
15
3.Pada Masa 17 Agustus 1945 sampai 14 Januari 1941
16
a. Negara Bagian Pasundan, Pengadilan Negara di tiap-tiap
kabupaten dan pengadilan Tinggi di Bandung.
b. Negara BagianSumatera Timu, diatur dalam reglement
Pengadilan Sumatera Timur dan Warta resmi Sumatera
Timur 1950 No.49 ada dua macam peradilan yaitu
Pengadilan Negara dan Pengadilan Tinggi di Medan.
c. Negara Indonesia Timur,diatur di dalam Stb.Indonesia
Timur No.26 Tahun 1948 yaitu:
1.a negerjrechtbanken
2.a districtsgerochten
3.a sebuah Mahkamah Justitie di Mkassar
c. Daerah-daerah Peradilan Umum pada zaman Republik Indonesia Serikat
(RIS)
Berdasarkan Pasal 192 Konstitusie Ris badan-badan Peradilan yang
sudah ada masih tetap berlaku. Pada masa ini terdapat dua buah UU
yaitu:
1. UU Mahkamah Agung Indonesia yaitu UU No.1 Tahun `1950
2. UU darurat No.18 tahun 1950
1. Pengadilan Negeri
2. Pengadilan Tinggi
3. Mahkamah Agung
17
2.3 Sumber Hukum Acara Perdata
Oleh karena sebagian besar kaidah Hukum Acara Perdata itu termuat
dalam HIR dan RBg. dan memerhatikan, bahwa isi kedua undang-undang
tersebut hampir tidak berbeda, maka selanjutnya pembahasan Hukum Acara
Perdata akan didasarkan kepada pembahasan HIR.
7 Bambang Sugeng A,S, SH, MH. Suyajadi, SH. Pengantar Hukum Acara Perdata, Kencana
18
2.4 Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara Pidana
1. Perbedaan pengertian
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam
lingkup hukum perdata.
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam
lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur
dalam UU nomor 8 tahun 1981.
2. Perbedaan mengadili
Hukum acara perdata mengatur cara mengadili perkara di muka
pengadilan perdata oleh hakim perdata
Hukum acara pidana mengatur cara mengadili perkara di muka
pengadilan pidana oleh hakim pidana
3. Perbedaan pelaksanaan
Pada acara perdata inisiatif dating dari pihak yang
berkepentingan/yang dirugikan
Pada acara pidana inisiatif dating dari jaksa (penuntut umum)
4. Perbedaan dalam penuntutan
Pada hukum acara perdata yang menuntut tergugat adalah pihak
yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Tidak
ada jaksa/penuntut umum. Timbulnya gugatan atau perkara
karena terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata
Pada acara pidana, jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili
Negara menjadi penuntut terhadap terdakwa. Timbulnya gugatan
atau perkara karena terjadi pelanggaran terhadap perintah atau
larangan yang diatur dalam hukum pidana
5. Perbedaan alat bukti
Pada acara perdata ada 5 alat bukti yaitu tulisan, saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah.
19
Pada acara pidana hanya ada 4 alat bukti saja yaitu tulisan, saksi,
persangkaan dan pengakuan. Sedangkan sumpah tidak menjadi
alat bukti.
6. Perbedaan penarikan kembali dalam suatu perkara
Pada hukum acara perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak
yang bersangkutan dapat menarik kembali perkaranya.
Pada acara pidana perkara itu tidak apat ditarik kembali
7. Perbedaan kedudukan para pihak
Pada acara perdata pihak-pihak mempunyai kedudukan yang
sama. Hakim bertindak sebagai wasit dan bersifat pasif
Pada acara pidana jaksa kedudukannya lebih tinggi Dari terdakwa
dan hakim turut aktif
8. Perbedaan dalam dasar keputusan hakim
Pada hukum acara perdata putusan hakim cukup dengan
mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll)
Pada hukum acara pidana putusan hakim harus mencari
kebenaran material (menurut keyakinan, perasaan keadilan hakim
sendiri)
20
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya perdamaian
Dalam hukum acara pidana tidak dikenal adanya perdamaian
12. Perbedaan dalam hal sumpah
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya sumpah decissoire
yaitu sumpah yang dimintakan kepada pihak lawannya tentang
kebenaran suatu dalil atau peristiwa
Dalam hukum acara pidana tidak dikenal adanya sumpah
decissoire
13. Perbedaan asas
Asas di dalam hukum acara perdata di Indonesia adalah:
a. Hakim bersifat menunggu.
Maksudnya adalah hakim bersifat menunggu datangnya
tuntutan hak diajukan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan
hak atau tidak ada penuntutan maka tidak ada hakim. Jadi
apakah akan diproses ataukah tidak, apakah suatu perkara
atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya
diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. (pasal 118
HIR, 142 RBg.)
b. Hakim pasif.
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif
dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa
yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya
ditentukan oleh para pihak yang erperkara dan bukan oleh
hakim.
c. Sifat terbukanya persidangan.
Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka
untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang diperbolehkan
hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan.
Tujuannya ialah untuk member perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin
obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan
pemeriksaan yang fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU No. 4 tahun
21
2004). Apabila tidak dibuka untuk umum maka putusan tidak
sah dan batal demi hukum.
d. Mendengar kedua belah pihak.
Dalam pasal 5 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 mengandung arti
bahwa di dalam hukum acara perdata yang berperkara harus
sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama
dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk
memberikan pendapatnya.
e. Putusan baru disertai alas an-alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alas an-alasan
putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 25 ayat
1, 319 HIR, 195, 618 RBg.)
Alas an-alasan atau argument itu dimaksudkan sebagai
pertanggungjawaban hakim daripada putusannya terhadap
masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu
hukum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
f. Beracara dikenakan biaya
Untuk beracara pada asasnya dikenakan biaya (pasal 3 ayat 2
UU No. 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182, 183 HIR, 145 ayat 4,
192-194 RBg.). biaya perkara ini meliputi biaya kepniteraan
dan biaya untuk pengadilan, pemberitahuan para pihak serta
biaya materai.
g. Tidak ada keharusan mewakilkan.
Pasal 123 HIR, 147 RBg. tidak mewajibkan para pihak untuk
mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di
persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentingan.
Asas dalam hukum pidana yaitu asas hukum tidak tertulis, yaitu
segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan
perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
a. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur dan tidak
memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari
22
penyidikan samapai dengan putusan hakim) dilakukan cepat,
ringkas, jujur dan adil (pasal 50 KUHAP).
b. Asas memperoleh bantuan hukum yaitu setiap orang punya
kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna
pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
c. Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan
secara terbuka untuk untuk umum (pasal 64 KUHAP).
d. Asas pembuktian yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain
oleh UU.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
24
http://seramoeprintstasion.blogspot.co.id,dikunjungi 21/08-2016
25