Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

RESTORATIF JUSTICE DALAM TINDAK PIDANA PENCEMARAN


NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL
MAKALAH

KELAS A

KELOMPOK 4
1. Etika Kasta Kabeakan (B10020078)
2. Boni Artha Br Nainggolan (B10020136)
3. Tiara Syavita (B10020146)
4. Anisa Izmi Fadila (B10020150)
5. Karina Febrika (B10020152)
6. Nia Anjelis Putri (B10020170)

Dosen Pengampu :

Dr. Herry Liyus, S.H., M.H.

JAMBI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Terimakasih kami ucapkan
kepada Bapak Dr. Herry Liyus, S.H., M.H. selaku dosen pengampu matakuliah
Sistem Peradilan Pidana. Sehingga penulis dapat menyelesaikan “Makalah
Restoratif Justice Dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Media
Sosial”.
Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu penulis memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Jambi, 8 April 2023

(Penulis)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................7
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................7
D. MANFAAT PENULISAN…………………………………………………..7

BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8
A. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana....................8
BAB III..................................................................................................................12
PEMBAHASAN....................................................................................................12
A. Pengertian Restirati Justice.........................................................................12
BAB IV..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semenjak manusia dilahirkan, manusia telah bergaul dengan manusia lainnya
dalam wadah yang di kenal sebagai masyarakat. Mula-mula berhubungan dengan
orang tua dan setelah usia meningkat dewasa dan hidup bermasyarakat, dalam
masyarakat tersebut manusia saling berhubungan dengan manusia lainnya.
Sehingga menimbulkan kesadaran pada diri manusia bahwa kehidupan dalam
masyarakat berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar warga
masyarakat tersebut ditaati1. Hubungan antara manusia dengan manusia dan
masyarakat diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah- kaidah.

Setiap berhadapan dengan hukum pemikiran manusia menuju ke arah sesuatu


yang mengikat perilaku seseorang di dalam masyarakatnya. Di dalamnya terdapat
ketentuan tentang yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, serta
akibatnya. Hal yang mengatur masyarakat disebut sebagai norma sedangkan
akibatnya disebut sanksi, yang membedakan hukum pidana dengan hukum
lainnya diantaranya adalah bentuk sanksinya, yang bersifat negatif disebut sebagai
pidana (hukuman). Bentuknya bermacam-macam dari yang dipaksa diambil
hartanya karena harus membayar denda, dirampas kebebasannya karena dipidana
kurungan atau penjara, bahkan dapat pula dirampas nyawanya, jika diputuskan
dijatuhi pidana mati.Sampai saat ini hukum pidana masih digunakan dan
diandalkan sebagai salah satu sarana politik kriminal. Hal tersebut dapat dilihat
dari adanya ancaman pidana pada hampir setiap produk Perundang-undangan
yang dikeluarkan badan legislatif negara ini, meskipun produk Perundang-
undangan tersebut tidak termasuk dalam Perundang-undangan yang tidak
mengatur secara spesifik tentang suatu tindak pidana.

Restorative Justice dapat diimplementasikan dalam penyelesaian perkara


melalui Alternative Dispute Resolution (ADR). ADR merupakan tindakan

1
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 1.

4
memberdayakan penyelesaian alternatif di luar pengadilan melalui upaya damai
yang lebih mengedepankan win-win solution, dan dapat dijadikan sarana
penyelesaian sengketa disamping penyelesain sengketa melalui proses pengadilan.

Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme diluar pengadilan saat ini


semakin lazim dilakukan dan dapat diterima oleh masyarakat karena dirasakan
lebih mampu menjangkau rasa keadilan, walaupun para praktisi dan ahli hukum
berpandangan bahwa ADR hanya dapat diterapkan dalam perkara perdata, bukan
untuk menyelesaikan perkara pidana karena pada asasnya perkara pidana tidak
dapat diselesaikan melalui mekanisme diluar peradilan. Penyelesaian perkara
pidana dalam Restorative Justice dapat dicontohkan dalam berbagai bentuk
pelanggaran pidana, seperti: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
menyebarkan berita palsu, menuduh melakukan suatu tindakan tertentu yang
buruk dan lain lainnya.

Dalam pelanggaran tersebut kedua belah pihak yang berperkara dapat di


damaikan dalam proses penyidikan di kepolisian sehingga perkara tersebut tidak
harus sampai ke proses pengadilan dan putusan hakim yang dapat menimbulkan
dendam bagi pihak yang di jatuhi hukuman oleh hakim. Anggota Polri secara
umum sering mendengar penyebutan istilah restorative justice, tetapi pada
kenyataannya tidak sedikit anggota yang belum paham dengan istilah tersebut,
apalagi menerapkannya.Karena konsep tersebut, relatif baru dalam penegakan
hukum pidana Terlebih dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri
(selanjutnya disebut UU Polri) hanya mengenalkan konsep “diskresi kepolisian”.
Diskresi kepolisian yaitu suatu tindakan pihak yang berwenang berdasarkan
hukum untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan kondisi, menurut pertimbangan
putusan dan nuraninya sendiri jadi, diskresi merupakan kewenangan polisi untuk
mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan
pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. Walaupun diskresi
sudah terdapat dalam Pasal 18 Undang-Undang no 2 tahun 2002 tentang Polri,
sehingga memberikan peluang pada aparat kepolisian untuk menerapkan diskresi
sebagai tindakan yang tidak menyimpang, namun dalam praktik penyelenggaraan

5
tugas-tugas kepolisian, masih banyak aparat kepolisian yang ragu untuk
menggunakan wewenang ini, terutama dalam penanganan kasus pidana.

Sebagai suatu filosofi pemidanaan, maka restorative justice dalam


implementasinya membutuhkan suatu konsep yang memiliki legitimasi dalam
aplikasinya, sebagai wujud aktualisai dari filosofi tersebut maka konsep tersebut
harus dituangkan dalam peraturan perundang-undanganan. Dengan adanya yang
memberikan pijakan yuridis kepada penyidik POLRI untuk menerapkan filosofi
restorative justice dalam penanganan perkara pidana.Karena dengan diskresi
penyidik POLRI dapat memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan perkara
pidana yang ditanganinya, salah satu tindakan yang dapat diambil dalam
mengimplementasikan restorative justice adalah dalam kasus pencemaran nama
baik.

Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang dapat


dipakai sebagai bingkai dari strategi penanganan perkara pidana yang bertujuan
menjawab ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat
ini. Keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon
pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan
pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang
bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Dipihak lain,
keadilan restoratif juga merupakan suatu kerangka berfikir yang baru yang dapat
digunakan dalam merespon suatu tindak pidana bagi penegak dan pekerja hukum .

Tidak mudah memberikan definisi bagi pendekatan keadilan restoratif ini,


mengingat banyaknya variasi model dan bentuk yang berkembang dalam
penerepannya. Karenanya banyak terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan aliran keadilan restoratif ini antara lain “communitarian justice”
(keadilan komunitarian), positive justice (keadilan positif), relational justice
(keadilan relasional), reparative justice (keadilan reparatif), dan community
justice (keadilan masyarakat), serta communitarian justice”. Paham individualis
yang selama ini melekat dengan dunia barat, berangsur-angsur ditinggalkan
sejalan dengan kesadaran peran masyarakat terhadap perkembangan kehidupan
seseorang. Pandangan-pandangan tersebut menempatkan keadilan restoratif pada

6
posisi yang mengusung lembaga musyawarah sebagai upaya yang dapat dilakukan
dalam mencari jalan terbaik atas suatu pemecahan masalah yang timbul akibat
dilakukannya suatu tindak pidana.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Restoratif Justice?
2. Bagaimana penerapan Restoratif Justice dalam tindak pidana pencemaran
nama baik di media sosial?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka bisa ditarik bahwa adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Restoratif Justice.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Restoratif Justice dalam tindak
pidana pencemaran nama baik di media sosial

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan
dengan hukum pidana terutama tentang Restoratif Justice bagi pembaca.
2. Makalah ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran di bidang
hukum terutama hukum pidana tentang Restoratif Justice.
3. Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penerapan
Restoratif Justice dalam tindak pidana pencemaran nama baik di media
sosial

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana


Pengertian Tindak Pidana Pembentukan undang-undang di Indonesia telah
menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebut apa yang di kenal sebagai
“tindak pidana”.Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak terdapat
penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit itu
sendiri7 . Dalam bahasa belanda strafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata,
yaitu strafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa belanda diartikan sebagai dari
kenyataan,sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah
perkataaan strafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum8 .
Pengertian “strafbaar feit” ini memiliki arti yang berbeda bagi para ahli hukum.
Oleh sebab itu para ahli hukum berusaha untuk mendefenisikan pengertian istilah
tersebut. Beberapa pengertian tindak pidana menurut ahli hukum ialah

1. Hazewinkel-Suringa, menyatakan bahwa “strafbaar feit” sebagai suatu


perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam
sesuatu pergaulan hidup tertentu telah ditolak didalam sesuatu pergaulan
hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh
hukum pidana dengan menggunakan saranasarana yang bersifat memaksa
yang terdapat di dalamnya.
2. Pompe, berpendapat Perkataan “strafbaarfeit” itu secara teoritis dapat
dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib
hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak dengan sengaja telah
dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum
3. D.Simons, Merumuskan bahwa: “Een strafbaarfeit” adalah suatu
handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh
Undang-Undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan
dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung
jawab.

8
4. Moeljatno, Berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut
istilah beliau yakni perbuatan pidana ialah: “Perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”

B. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dan Unsur-Unsur


Tindak Pidana Pencemaran Nama baik Dalam hukum
Belum ada definisi yang tepat mengenai pengertian pencemaran nama baik,
sehingga tiap orang bebas memberikan pemahamannya mengenai pencemaran
nama baik. Hukum, dalam hal ini versi KUHP, lebih mengenal istilah
“Penghinaan” (sesuai Pasal 310 KUHP) yang pada umumnya didefinisikan:
“suatu tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang”. Oleh
karena itu sebelum menguraikan pengertian pencemaran nama baik perlu terlebih
dahulu memahami bahwa hukum adalah aturan-aturan yang mengatur mengenai
kepentingan perorangan.

Kepentingan perorangan itu terdiri dari:

1. Jiwa (leven) Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang
bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. Penggunaan jiwa dan roh
seringkali sama, meskipun kata pertama lebih sering berhubungan dengan
keduniaan dibandingkan kata yang kedua. Jiwa dan psyche bisa juga
digunakan secara sinonimous, meskipun psyche berkonotasi fisik,
sedangkan jiwa berhubungan dekat dengan metafisik dan agama.
2. Badan (tubuh atau raga) Keseluruhan jasad manusia atau binatang yang
kelihatan dari bagian ujung kaki sampai ujung rambut.
3. Kebebasan atau kemerdekaan (vrijheid)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, “bebas” berarti lepas sama sekali
(tidak terhalang, tidak terganggu), bebas bergerak, berbuat dan sebagainya.
Kehormatan (eer) Kehormatan dan harga diri adalah sesuatu yang harus dijaga
dan tidak boleh mati.Kehormatan adalah kesetiaan dalam menjalankan kebenaran

9
yang akhirnya melahirkan martabat dan martabat yang membuat segalanya
menjadi terhormat. Harta Benda (vermogen) Harta benda adalah segala bentuk
kekayaan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

Unsur-unsur memfitnah yaitu:

A. Seseorang melakukan kejahatan maneista (smaad) atau menista dengan


tulisan
B. Apabila orang yang melakukan kejahatan itu diberikan kesempatan
tersebut, ia tidak adapat membuktikan kebenarannya daripada tuduhannya
itu dan bila
C. Setelah diberikan kesempatan tersebut, ia tidak dapat membuktikan
kebenarannya daripada tuduhannya itu dan
D. Melakukan tuduhan itu dengan sengaja walaupun diketahuinya tidak
benar.

C. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Secara


Restorative Justice
Dasar hukum tindak pidana pencemaran nama baik secara restorative justice
adalah:

1. Diatur dalam Bab XVI Pasal 310-321 Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana
2. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang POLRI Isinya:
memberikan pijakan yuridis kepada penyidik POLRI untuk menerapkan
filosofi restorative justice dalam penanganan perkara pidana.
3. Surat Kapolri No. Pol : B/3022//XII/200S/SDEOPS tanggal 14 Desember
tahun 2009 tentang penanganan kasus melalui Alternatif Dispute
Resolution.
4. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian
Batas Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda dalam KUHP, yaitu
terhadap tindak pidana dengan kerugian kecil dan disepakati oleh para
pihak yang berperkara, melalui prinsip musyawarah mufakat, serta

10
menghormati norma hukum social/adat dan berasaskan keadilan bagi para
pihak
5. Peraturan Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun
2008 tentang pedoman dasar strategi dan implementasi Pemolisian
Masyarakat dalam penyelenggaraan Tugas Polri.

Sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa pasal-pasal dalam Bab XVI KUHP
telah mengatur tentang penghinaan atau pencemaran nama baik. Namun demikian,
di pasal-pasal lainnya juga diatur mengenai penghinaan atau pencemaran nama
baik sebagai pasal-pasal khusus yaitu:

1. Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden (Pasal 134 dan Pasal 137
KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi
oleh Mahkamah Konstitusi
2. Penghinaan terhadap kepala Negara asing ( pasal 142-144 KUHP)
3. Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal
156-Pasal 157 KUHP)
4. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Restirati Justice


1. Arti restorative justice
Adapun secara prinsip restorative justice merupakan alternatif penyelesaian
perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus
pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi. Dalam restorative justice,
dialog dan mediasi melibatkan beberapa pihak, yang secara umum bertujuan
untuk menciptakan kesepatakan atas penyelesaian perkara pidana. Sejumlah
instansi penegak hukum di Indonesia juga memiliki aturan terkait restorative
justice.

Kejaksaan Agung memiliki Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun


2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, landasan penerapan restorative justice oleh Mahkamah Agung juga
diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum yang
terbit pada 22 Desember 2020. Kemudian Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit
Prabowo menerbitkan surat edaran pada 19 Februari 2021 yang salah satu isinya
meminta penyidik mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian
perkara.2

2. Syarat-syarat Restoratif Justice


Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan restorative justice di Indonesia
diatur dalam Pasal 364, 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), 384
(penipuan ringan oleh penjual), 407 (perusakan ringan), dan 483 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Hukum yang diberikan adalah pidana penjara paling lama
3 bulan atau denda Rp 2,5 juta. Selain pada perkara tindak pidana ringan,

2
Chaterine Rahel Narda, Mengenal “Restorative Justice” dan Deretan Implementasinya
di Indonesia, juni 2020, Kompas. Com, diakses pada,
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/15/09265691/mengenal-restorative-
justice-dan-deretan-implementasinya-di-indonesia

12
penyelesaian dengan restorative justice dapat diterapkan pada perkara pidana
tindak pidana anak, tindak pidana lalu lintas, tindak pidana informasi dan
transaksi elektronik serta tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan
hukum.

Berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2020, syarat restorative justice adalah :

a) Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan


b) Kerugian di bawah Rp 2,5 juta
c) Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
d) Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan
pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun
e) Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana
kepada korban
f) Tersangka mengganti kerugian korban
g) Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana
dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak
pidana

Restorative justice dikecualikan untuk tindak pidana terhadap keamanan


negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara
sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.  Kemudian tindak
pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika,
lingkungan hidup, dan yang dilakukan korporasi.  Sementara itu, berdasarkan
Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak
Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, persyaratan umum, penanganan tindak
pidana berdasarkan keadilan restoratif tersebut meliputi materiil dan formil. 

Persyaratan restoratif justice materiil meliputi:

a) Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;


b) Tidak berdampak konflik sosial;
c) Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
d) Tidak radikalisme dan sparatisme;

13
e) Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan;
dan
f) Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara,
tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

Sedangkan persyaratan umum yang berupa persyaratan formil meliputi:

a) Perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan


perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak
pidana Narkotika
b) Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa
pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang
ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang
ditimbulkan akibat tindak pidana. Dibuktikan dengan surat pernyataan
sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali
untuk tindak pidana narkotika).3

B. Contoh kasus penerapannya Restorative Justice dalam pencemaran


nama baik
Contoh kasus penerapannya Restorative Justice dalam pencemaran nama baik,
yaitu :

1. Sebastianus Naitili, pelajar di SMAN Maubesi, kecamatan Insana Tengah


Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang
sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Timor
Tengah Utara atas kasus pencemaran nama baik serta pelanggaran UU
ITE.4Dalam kasus tersebut, tersangka mejadi gugur setelah melakukan
3
Ratriani Virdita, Apa Itu Restorative Justice? Ini Syarat dan Contohnya di Indonesia,
Januari 2023, diakses pada https://caritahu.kontan.co.id/news/apa-itu-restorative-
justice-ini-syarat-dan-contohnya-di-
4
Nico Lemos, 2021, Kasus UU ITE Siswa SMAN Maubesi Diselesaikan Secara Damai, Kuasa Hukum
Tersangka Apresiasi Kebijakan Polri, https://rri.co.id/atambua/1645- hukum/986035/kasus-uu-
ite-siswa-sman-maubesi-diselesaikan-secara-damai-kuasa-hukum-tersangka-apresiasi-kebijakan-
polri?utm_source=news_populer_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=Gene ral
%20Campaign diakses pada 25 Maret 10.25

14
mediasi sehingga pelaku dan korban bisa berdamai. Sehingga. Pihak
kepolisian menghentikan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
2. kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Ayu Ting-Ting atau Ayu
Rosmalina dengan seseorang bernama Annisa Rosalina. 5 Pada kasus
tersebut Ibu dari Ayu Ting-Ting, yakni Umi Kalsum melaporkan Annisa
Rosalina yang telah menghina Ayu Ting-Ting. Namun, setelah dilakukan
mediasi kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak telah berdamai
dengan syarat Annisa Rosalina mengunggah video permintaan maaf yang
ditujukan kepada Ayu Ting-Ting.
3. kasus Pencemaran Nama Baik Bupati Kepulauan Sangihe): Julian Andreas
Katiandagho alias Andi. Andi terjerat kasus karena dengan sengaja dan
tanpa hak melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap
Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Ezar Gaghana. Dia mengunggah tulisan
di Facebook yang dianggap telah mencemarkan nama baik Jabes pada
Jumat, 17 September 2021.  Dia disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (3)
Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dari kasus ini diselesaikan dengan menerapkan restorative justice dengan


alasan sebagai berikut:

1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;

2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

3. Telah dilaksanakan perdamaian pada Senin tanggal 07 Februari 2022 di


Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe;

4. Tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya


kembali, dan korban telah memaafkan Tersangka dan berharap perkara ini
menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menggunakan teknologi
informasi untuk hal-hal yang baik;

5
Cristi Saksita, 2021, Ayu Ting Ting Dihujat Netizen hingga Ibunda Lapor Polisi, Umi Kalsum:
Semoga Bisa Menjadi Pelajaran https://www.tribunnews.com/seleb/2021/03/15/ayu-ting-ting-
dihujat- netizen-hingga-ibunda-lapor-polisi-umi-kalsum-semoga-bisa-menjadi-pelajaran diakses
pada 25 Maret pukul 10.00

15
5. Tersangka telah membuat pernyataan maaf secara terbuka melalui media
sosial dan melalui saluran RRI di Tahuna tanggal 10 Februari 2022;

6. Masyarakat merespon positif.6

Dari kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan dengan menerapkan


restorative justice. Penerapan restorative justice yang melibatkan berbagai pihak
dapat terlihat dengan jelas pada kasus-kasus tersebut.

C. Perlindungan Hukum bagi Restoratif Justice


Sebelum adanya media sosial pengaturan tentang pencemaran nama baik
diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut :

1. Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi :

(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik


seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan
maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista,
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“

(2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu
dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-
lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
4.500,-.

2. Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja


yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan
terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun
di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat
yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan

6
Farih Maulana Sidik, Restorative Justice, Jaksa Hentikan Perkara Pencemaran Nama Baik-
Penganiayaan, detiknews, 18 februari 2022,
https://news.detik.com/berita/d-5948844/restorative-justice-jaksa-hentikan-perkara-
pencemaran-nama-baik-penganiayaan/2

16
ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Setelah adanya internet maka diatur dalam ketentuan Undang-undang ITE,


yaitu :

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik”

Pasal 45 UU ITE

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun secara prinsip restorative justice merupakan alternatif penyelesaian
perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus
pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi. Dalam restorative justice,
dialog dan mediasi melibatkan beberapa pihak, yang secara umum bertujuan
untuk menciptakan kesepatakan atas penyelesaian perkara pidana. Sejumlah
instansi penegak hukum di Indonesia juga memiliki aturan terkait restorative
justice. Dan untuk penerapan restoratif justice memiliki syarat-syarat tertentu.

Banyak penerapan restoratiff justice bagi tindak pidana pencemaran nama baik
di media social sebagai contoh kasus yakni antara lain : Sebastianus Naitili,
pelajar di SMAN Maubesi, kecamatan Insana Tengah Kabupaten Timor Tengah
Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang sebelumnya ditetapkan sebagai
tersangka oleh penyidik Polres Timor Tengah Utara atas kasus pencemaran nama
baik serta pelanggaran UU ITE. kasus pencemaran nama baik yang melibatkan
Ayu Ting-Ting atau Ayu Rosmalina dengan seseorang bernama Annisa Rosalina,
dan kasus Pencemaran Nama Baik Bupati Kepulauan Sangihe): Julian Andreas
Katiandagho alias Andi.

B. Saran
Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial implementasi asas
ultimum remedium perlu dimaksimalkan, karena pada dasarnya kerugiannya
terletak pada reputasi, sehingga dengan adanya pendekatan restorative justice
dapat diformulasikan ganti rugi yang diderita korban dengan pemulihan harkat
dan martabat secara baik dan benar. Melalui Prinsip Keadilan Restoratif
(restorative justice) penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Chaterine Rahel Narda, Mengenal “Restorative Justice” dan Deretan
Implementasinya di Indonesia, juni 2020, Kompas. Com, diakses pada,
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/15/09265691/mengenal-restorative-
justice-dan-deretan-implementasinya-di-indonesia

Cristi Saksita, 2021, Ayu Ting Ting Dihujat Netizen hingga Ibunda Lapor Polisi,
Umi Kalsum: Semoga Bisa Menjadi Pelajaran
https://www.tribunnews.com/seleb/2021/03/15/ayu-ting-ting-dihujat- netizen-
hingga-ibunda-lapor-polisi-umi-kalsum-semoga-bisa-menjadi-pelajaran

Farih Maulana Sidik, Restorative Justice, Jaksa Hentikan Perkara Pencemaran


Nama Baik-Penganiayaan, detiknews, 18 februari 2022,
https://news.detik.com/berita/d-5948844/restorative-justice-jaksa-hentikan-
perkara-pencemaran-nama-baik-penganiayaan/2

Nico Lemos, 2021, Kasus UU ITE Siswa SMAN Maubesi Diselesaikan Secara
Damai, Kuasa Hukum Tersangka Apresiasi Kebijakan Polri,
https://rri.co.id/atambua/1645- hukum/986035/kasus-uu-ite-siswa-sman-maubesi-
diselesaikan-secara-damai-kuasa-hukum-tersangka-apresiasi-kebijakan-polri

Ratriani Virdita, Apa Itu Restorative Justice? Ini Syarat dan Contohnya di
Indonesia, Januari 2023, diakses pada https://caritahu.kontan.co.id/news/apa-itu-
restorative-justice-ini-syarat-dan-contohnya-di-

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012

19

Anda mungkin juga menyukai