POKOK PEMBAHASAN
HAKEKAT HUKUM PIDANA
1.
2.
Melindungi
ILMU HUKUM
PIDANA
Hukum pidana dan pelaksanaan hukum pidana
merupakan obyek beberapa ilmu pengatahuan.
Ditinjau dari segi metodenya maka dikenal
pembagian sebagai berikut:
1. Ilmu pengatahuan hukum pidana yang sistematis:
Hukum pidana dan Hukum acara pidana
2. Ilmu
Hukum pidana empiris, antara lain:
Kriminologi (ilmu tentang kejahatan, sifat jahat
pembuat kejahatan dan sebab-sebab akibatnya),
Kriminalistik (ilmu penyelidikan dan penyedikan
(pengusutan) dan Sosiologi Hukum Pidana (ilmu
hukum pidana yang menjelaskan kejahatan
sebagai
gejala
kemasyarakatan,
yang
menitikberatkan untuk mempelajari pelaksanaan
POKOK PEMBAHASAN
SEJARARAH PEMBENTUKAN
KUHP DAN ASAS LEGALITAS
dibuat : 1795
berlaku : 1809-1811
berlaku 1811-1886
dibuat : 1881
berlaku : 1886
Peristiwa
Selisih Waktu
1810
1 tahun
1811
56 tahun
1867
6 tahun
1873
8 tahun
1881
5 tahun
1886
29 tahun
1915
3 tahun
1918
28 tahun
1946
Sistematika
KUHP
Buku I
Aturan Umum
Pasal 1-103, Bab I - IX
Buku II
Kejahatan
Pasal 104 - 488
Bab X - XXXXI
Buku III
Pelanggaran
Pasal 489 - 569
Bab XXXXI XXXXXX
Hukum Pidana
Khusus
(Aturan Pidana
dalam UU di
luar KUHP)
UU Narkotika,
UU
Psikotropika,
UU Terorisme,
UU HAM, UU
KDRT, dll
ASAS LEGALITAS
tahun
axtra
X---------UU Pidana-------------
Larangan
berlaku
surut
pengecualiannya pengecualiannya)
berbagai ketentuan Nasional:
(dan
dalam
Asas Retroaktif
Asas ini berlaku surut dan telah diberlakukan dimasa
reformasi ini yakni terhadap penerapan UU terorisme
dan UU pengadilan HAM.
Golongan yang disetuju diberlakukan asas hukum
Retroaktif terhadap kasus terhadap pelanggaran HAM
berat pada pengadilan HAM Ad Hoc memberi alasan
hukum sebagai berikut:
1. Dalam penjelasan umum UU No.26 tahun 2000
tentang UU pengadilan HAM memungkinkan
penerapan asas hukum retroaktif untuk dilakukan
oleh Pengadilan Ad Hoc. Apabila pengadilan HAM
sudah permanen kelak bukan lagi Ad Hoc maka
tentunya tidak diberlakukan retroakif.
2. Menganut asas retroaktif dalam mengadili
pelanggaran HAM berat adalah mengisi kekosongan
hukum atas usul DPR RI dan putusan Presiden
sebelum berlakunya UU No.26 Tahun 2000 tentang
POKOK PEMBAHASAN
STELSEL PIDANA
PENGETIAN PIDANA
Pidana
berasal
dari
kata
Straf
(Belanda), yang adakalanya disebut
dengan istilah hukuman.
Pidana lebih tepat didefenisikan
sebagai suatu penderitaan yang
sengaja dijatuhkan/diberikan oleh
negara pada seseorang yang telah
melanggar larangan hukum pidana.
Catatan :
Mengenai wujud jenis penderitaan itu
dimuat dalam Pasal 10 KUHP
JENIS-JENIS PIDANA
1.
2.
3.
POKOK PEMBAHASAN
TINDAK PIDANA
PENGERTIAN
PIDANA
TINDAK
Catatan :
Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga
batasan penganut paham dualisme tersebut tidak ada
perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah
perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam
undang-undang,
diancam
pidana
bagi
yang
melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat
bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si
pembuat atau dipidanaya si pembuat, semata-mata
mengenai pembuatannya
JENIS-JENIS TINDAK
PIDANA
Delik kejahatan
adalah rumusan delik yang biasanya
disebu delik hukum, ancaman hukumannya lebih
berat.
Delik pelanggaran adalah biasanya disebut delik
UU, yang ancaman hukumannya memberi alternatif
bagi setiap pelanggarnya.
Delik Formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan
yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah
dilakukan tanpa melihat akibatnya.
Contoh: delik pencurian Pasal 362 KUHP dalam pasal
ini dilarang mengambil barang orang lain secara tidak
sah, perbuatan mencuri adalah mengambil, dan
perbuatan mengambil dilaksanakan maka selesailah
delik pencurian tersebut.
Delik Materil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya
yang menjadi tujuan sipembuat delik:
Contoh : delik pembunuhan Pasal 338 KUHP, UU hukum pidana,
tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi
yang disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati
terbunuh, sebagai tujuan sipembuat.
Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan siapa saja dan
diberlakukan secara umum.
Contoh : penerapan dellik kejahatan dalam buku II KUHP
misalnya delik pembunuhan Pasal 338 KUHP
POKOK PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PEMIDANAAN
Teori Gabungan
Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1.
Teori
gabungan
yang
mengutamakan
pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh
melampaui batas dari apa yang perlu untuk dapat
dipertahankannya tata tertib masyarakat.
2.
Teori
gabungan
yang
mengutamakan
perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi
penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
berat dari pada perbuatan yang dilakukannya.
Asas
Teritorialitet
Asas
teritorialitet
mempersoalkan
lingkungan kuasa hukum pidana di indonesia
terhadap ruang, peraturan-peraturan hukum
pidana berlaku bagi semua peristiwa pidana
(delik) yang terjadi dalam wilayah negara,
baik peristiwa itu dilakukan oleh negara itu
sendiri maupun orang asing.
Dalam asas ini titik beratnya diletakkan
pada terjadinya peristiwa didalam wilayah
negara Indonesia.
Perluasan
kendaraan air
pesawat udara
ASAS
PERSONALITEIT
Kejahatan
yang
masuk
dalam
ketentuan Pasal 4 ini ialah:
1. Kejahatan
terhadap keamanan
negara (Pasal 104, 106, 107, 108,
111 bis ke-1 dan 127);
2. Kejahatan penyerangan terhadap
presiden dan wakil presiden (Pasal
131);
3. Kejahatan
mengenai pemalsuan
uang (Bab X Buku II);
4. Kejahatan mengenai materai dan
merek (Bab XI Buku II);
Asas Universaliteit
Apabila
asas
perlindungan
bertumpu
pada
kepentingan kolektif suatu bangsa dan negara, asas
universaliteit bertumpu pada kepentingan hukum
yang lebih luas yaitu pada kepentingan penduduk
dunia atau bangsa-bangsa dunia.
Berdasarkan kepentingan hukum yang lebih luas ini,
maka menurut asas ini, berlakunya hukum pidana
tidak dibatasi oleh tempat atau wilayah tertentu dan
bagi orang-orang tertentu, melainkan berlaku di
mana pun dan terhadap siapa pun.
Catatan:
Asas universaliteit diatur dalam ketentuan Pasal 4
ayat (2), (3), dan (4).
POKOK PEMBAHASAN
DASAR-DASAR YANG MENYEBABKAN
TIDAK DIPIDANANYA PEMBUAT
Pada
umumnya,
pakar
hukum
memasukan ke dalam dasar pemaaf
yaitu:
1. Ketidakmampuan bertanggung jawab;
2. Noodwerexes
3. Menjalankan perintah jabatan yang
tidak sah dengan etikad baik.
Sementara itu, yang selebihnya masuk
ke dalam dasar pembenar:
4. Overmacht;
5. Noodwer;
6. Menjalankan perintah UU;
Berlainan
dengan
alasan
pembenar, tidak dipidananya si
pembuat,
karena
perbuatan
kehilangan sifat melawan hukumnya
perbuatan.
Walaupun
dalam
kenyataannya
perbuatan
si
pembuat telah memenuhi unsur
tindak
pidana,
tetapi
karena
hapusnya sifat melawan hukum
pada perbuatan itu, si pembuatnya
tidak dapat dipidana.
OVERMACHT
Noodtoestand
atau
keadaan
darurat adalah suatu keadaan di
mana suatu kepentingan hukum
terancam bahaya, yang untuk
menghidari ancaman bahaya itu
terpaksa
dilakukan
perbuatan
yang pada kenyataan melanggar
kepentingan hukum yang lain.
Contoh: untuk menolong anak kecil
tertangkap api dalam sebuah
NOODWER
Perihal
pembelaan
terpaksa
(noodwer)
dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP
sebagai
berikut:
Tindak
dipidana,
barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain,
kehormatan kesusilaan atau harta benda
sendiri maupun orang lain, karena adanya
serangan atau ancaman serangan yang
melawan hukum pada ketika itu juga.
Dari rumusan di atas lebih sempurna dari pada
rumusan tentang overmacht (Pasal 48).
b)
c)
NOODWER EXCES
Menjalankan Perintah UU
Dasar peniadaan pidana karena menjalankan perintah
dalam Pasal 50 yang berbunyi: Barangsiapa melakukan
perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang
tidak dipidana.
Mengenai hal tentang perbuatan, yang dimaksudkan itu
ialah perbuatan mana yang pada dasarnya jika tidak ada
UU yang memberi kewenangan untuk melakukan adalah
berupa suatu tindak pidana.
Contoh: polisi yang telah memenuhi syarat untuk
melakukan
penangkapan
seorang
tersangka
dan
menahannya, yang jika tidak ada ketentuan peraturan UU
yang memberi kewenangannya adalah berupa tindak
pidana.
Menjalankan Perintah
Jabatan
POKOK PEMBAHASAN
DASAR-DASAR YANG MENYEBABKAN
DIPERBERATNYA PIDANA
POKOK PEMBAHASAN
DASAR-DASAR YANG MENYEBABKAN
DIPERBEATNYA DAN DIPERINGANNYA
PIDANA
Dasar pemberatan
pidana
Dasar diperingannya
pidana
Dasar-dasar
yang
menyebakan
diperingannya pidana:
1. Menurut KUHP: Belum berumur 16 tahun
(Pasal 45);
2. Menurut UU No. 3 Tahun 1997: Anak yang
umurnya telah mencapai 8 tahun tetapi
belum 18 tahun dan belum pernah kawin
(Pasal 23, 24, dan 26);
3. Perihal
percobaan
kejahatan
dan
pembantuan (Pasal 53 ayat 2 dan 57 ayat
1).
POKOK PEMBAHASAN
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
Pengertian Concursus
Pada
dasarnya
yang
dimaksud
dengan perbarengan ialah terjadinya
dua atau lebih tindak pidana oleh
satu orang, dimana tindak pidana
yang dilakukan pertama kali belum
dijatuhi pidana, atau antara tindak
pidana yang awal dengan tindak
pidana berikutnya belum dibatasi
oleh suatu putusan hakim.
Concursus Idealis
Apa yang disebut concursus idealis atau
van strafbare feiten, oleh pembentuk undangundang telah diatur dalam Pasal 63 ayat (1)
Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
mengatur sebagai berikut: Apabila suatu
perilaku termasuk ke dalam lebih daripada
satu ketentuan pidana, maka hanyalah salah
satu
dari
ketentuan-ketentuan
pidana
tersebut yang diberlakukan, dan apabila
terdapat perbedaan, maka yang diberlakukan
adalah ketentuan pidana yang mempunyai
ancaman hukuman pokok yang terberat.
Concursus Realis
Concursus Realis
Perihal apa yang dimaksud dengan concursus
realis, kiranya dapat disimpulkan dari rumusan
Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 66 ayat (1) KUHP,
yakni beberapa perbuatan yang masing-masing
harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
sendiri
sehingga
merupakan
beberapa
kejahatan.
Contoh kasus:
S alias R pada tahun 2012 sampai dengan
2014, beberapa kali telah melakukan sodomi
dengan beberapa anak lelaki berumur
sekitar 10-12 tahun. Setelah melakuka
sodomi, R menghabisi nyawa anak-anak
tersebut dan meninggalkan mayat para
korban.
Catatan:
Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) Pasal 65
dan
Pasal
66
KUHP,
maka
dapat
disimpulakan bahwa masing-masing tindak
pidana dalam concursus realis itu satu sama
lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah
ciri pokok dalam concursus realis.
Perbuatan Lanjutan
Perbuatan berlanjut diatur dalam Pasal 64
ayat (1) KUHP yang mengatur sebagai berikut:
Dalam hal antara beberapa perbuatan,
meskipun perbuatan itu masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
sedemikian hubungannya sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan yang
berlanjut maka hanyalah satu aturan hukum
saja yang diberlakukan, jika berlainan, maka
dipakai dengan hukuman pokok yang terberat.
POKOK PEMBAHASAN
PERCOBAAN
Syarat
Percobaan
Adakalanya
suatu
percobaan
tidak
berfaedah karena sasaran, objek kejahatan,
cara atau alatnya tidak mungkin dapat
merealisasikan
kejahatan
tersebut,
misalnya:
a. R hendak membunuh P, R menembak P
dengan sebuah pistol, tetapi pistol
tersebut tidak berisi peluru.
b. X hendak membunuh Y, X menembak Y
tetapi ternyata sebelum ditembak, Y
telah meninggal. Dalam hal ini, X
menembak mayat Y.
Dalam
ilmu
hukum
pidana
disebut
percobaan yang absolut tidak berfaedah.
Namun menurut teori subjektif, karena si
pelaku
ternyata
telah
mempunyai
kehendak berbuat jahat, ia pun harus
dijatuhi hukuman. Akan tetapi teori objektif
mengutarakan bahwa apabila pelaku
tersebut sama sekali tidak mungkin
merealisasikan kehendak jahatnya, ia tidak
dapat dihukum.
POKOK PEMBAHASAN
HAL-HAL MENYEBABKAN HAPUSNYA
HAK NEGARA UNTUK MENUNTUT
PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
14
2.
Dader
Doen
Plegen
Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen) di sini
terlibat minimal 2 orang yakni orang yang menyuruh dan
orang yang disuruh (Pleger) dalam penjelasan UU
(memory Van Toelich Tink- M.v.T) dijelaskan bahwa
perbuatan menyuruh melakukan tindak pidana atas delik,
yakni seseorang yang mempunyai maksud melakukan
suatu kejahatan akan tetapi menyuruh orang lain untuk
melaksanakannya; orang yang menyuruh disebut Manus
Domina dan orang yang disuruh Manus Manistra
orang yang menyuruh pasti mempunyai niat tentunya
orang ini dapat di pertanggung jawabkan dan dapat
dihukum.
Made
Uitlokker
Mediplichtige
POKOK PEMBAHASAN
LOCUS DELICTI DAN TEMPUS
DELICTI
Teori
POKOK PEMBAHASAN
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
TEORI
Teori
KESENGAJAAN
TEORI KEHENDAK
Teori ini kemukakan oleh Von Hippel.
Menurut Von Hippel, kesengajaan adalah
kehendak membuat suatu tindakan dan
kehendak menimbulkan suatu akibat dari
kehendak itu.
Contoh :
A mangarahkan pistol kepada B, A
menembak mati B, A adalah sengaja apabila
A benar-benar menghendaki kematian B.
TEORI MEMBAYANGKAN
Teori ini diutarakan Frank. Teori ini mengemukakan
bahwa manusia tidak mungkin dapat menghendaki
suatu akibat, manusia hanya dapat mengharapkan
atau membayangkan kemungkinan adanya suatu
akibat. Sengaja adalah apabila suatu akibat yang
ditimbulkan dari suatu tindakan dibayangkan
sebagai maksud dari tindakan itu. Oleh karena itu,
tindakan yang berangkutan dilakukan sesuai
dengan bayangan yang terlebih dahulu telah
dibuatnya.
Contoh:
A membayangkan kematian musuhnya B, agar
dapat merealisasikan bayangan tersebut, A
membeli sepucuk pistol. Pistol tersebut kemudian
diarahkan kepada B dan ditembakkan sehingga B
Bentuk
BENTUK
KEALPAAN
KEALPAAN
DENGAN KESADARAN