Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERADILAN AGAMA DI INDONESIA


KOMPETENSI MUTLAK DAN RELATIF PERADILAN AGAMA

Oleh

HUSEIN (2021110858)

MAHDI (2021110845)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN 2022 M/1444 H


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kompetensi Mutlak Dan Relatif Peradilan Agama” ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari alam kegelapan kepada alam
yang terang benderang, bercahayakan Iman, Islam, dan Ihsan.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Peradilan Agama Di Indonesia bidang studi Prodi Hukum
Keluarga Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Syauqi, S.H.
selaku dosen pengajar mata kuliah Peradilan Agama Di Indonesia yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Hulu Sungai Selatan, 29 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi Peradilan Agama.......................................... 2
B. Jenis Kewenangan Peradilan Agama................................................. 3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................9
B. Saran...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap lembaga pasti mempunyai kompetensi khusunya lembaga besar


seperti perdilan agar terpenuhi apa yang diemban penggeraknya. Disini penulis
berfokus pada Perdilan Agama yang pastinya mempunyai kompetensi sesuai
subtansi yang sudah tertera dalam sebuah undang-undang. Oleh karena itu,
seorang yang berkecimpung di Peradilan Agama harus mengetahui
kompetensinya agar menjadi seorang yang professional.

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan


Agama yang telah diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
diamanden kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009, keberadaan Peradilan Agama memiliki kompetensi yang bertambah besar
seperti masuknya perkara Ekonomi Syariah dalam kompetensi Peradilan Agama.
Maka penting untuk mengetahui kompetensi Peradilan Agama agar lembaga
berjalan sesuai semestinya. Kompetensi ini urgensi tersendiri bagi seorang hakim,
maka jangan sampai seorang hakim buta akan kompetensi Peradilan Agama
karena ini merupakan integral dengan profesinya. Maka dari penulis disini
mencoba mengulik seluk beluk yang berkaitan dengan kompetensi Peradilan
Agama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kompentensi Peradilan Agama?


2. Apa saja yang termuat kompetensi absolut dan relatif Peradilan Agama?
C. Tujuan Penugasan

1. Memahami secara definisi kompentensi Peradilan Agama.


2. Memahami yang termuat kompetensi absolut dan relatif Peradilan Agama.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Peradilan Agama

Kompetensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kewenangan


(kekuasaan) untuk menentukan (memutus sesuatu). Adapun pengertian
kompetensi Peradilan Agama menurut Undang-Undang Kekuasaan kehakiman
Pasal 25 ayat 3, “Peradilan Agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara
orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Kompetensi ini merupakan implementasi dari tugas pokoknya, yaitu
Pengadilan Agama sebagai salah satu badan atau instansi resmi kekuasaan
kehakiman di bawah Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu yang diatur oleh Undang-Undang.1

Kata “kekuasaan” yang sering disebut juga dengan “kompetensi” yang


berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”competentie”, yang kadang kala juga
diterjemahkan sebagai “kewenangan” dan kadang pula sebagai “kekuasaan” untuk
memutuskan atau melegalkan sesuatu. Kekuasaan atau kewenangan peradilan ini
kaitannya adalah dengan hukum acara yang merupakan ruang lingkup dari
kekuasaan kehakiman yang diberikan oleh undang-undang terhadap lingkungan
peradilan agama yang tercantum dalam Bab III Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang meliputi Pasal 49 sampai dengan Pasal 53.

Maka dalam hal kewenangan (kompetensi) Peradilan Agama ini telah


termaktub dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Yang kemudian wewenang tersebut terdiri
atas wewenang relatif (relative competentie) dan wewenang absolut (absolute

1
Ahmad Rifki Fuadi, “Kompetensi Absolut Peradilan Agama Dan Permasalahannya”,
Pengadilan Agama Sidoarjo, diakses dari:
https://pa-sidoarjo.go.id/%20informasi-%20pengadilan/%20%20227-kompetensi-
absolut-%20peradilan-%20agama-dan-%20permasalahannya, pada tanggal 31 Maret 2023 pukul
14:34 WIB.

2
competentie). Wewenang relatif Peradilan Agama merujuk pada Pasal 118 HIR
atau Pasal 142 R.Bg. jo. Pasal 66 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama, sedangkan wewenang absolut Peradilan Agama
ini berdasarkan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Menurut M. Yahya Harahap ada lima tugas dan kewenangan yang terdapat
dalam lingkungan Peradilan Agama, yaitu:2

1. Fungsi kewenangan dalam mengadili,


2. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam
kepada instansi pemerintahan,
3. Kewenangan lain yang diatur atau berdasarkan undang-undang,
4. Kewenangan pengadilan tinggi agama mengadili perkara dalam tingkat
banding dan mengadili sengketa kompetensi relatif,
5. Serta bertugas mengawasi jalannya peradilan.

B. Jenis Kewenangan Peradilan Agama

a. Kompetensi Absolut Peradilan Agama

Kompetensi absolut lembaga peradilan berkaitan dengan tugas dan


kewenangan dalam mengadili suatu perkara. Mengutip dari ulasan dalam Jurnal
Pakuan Law Review (Vol. IV, 2018), kompetensi absolut adalah kewenangan
lembaga peradilan dalam mengadili perkara berdasarkan objek serta materi
perkara.

Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan ataupun


kewenangan peradilan agama yang berhubungan dengan kekuasaan mutlak untuk

2
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-
Undang No.7 Tahun 1989).Cet. 1, Jakarta, 1993: Pustaka Kartini. hal. 133.

3
mengadili suatu perkara yang mana jenis perkara tersebut hanya bisa diperiksa
dan diadili oleh Pengadilan Agama saja. Dalam hal memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu,
yaitu orang-orang yang beragama Islam merupakan kekuasaan pengadilan di
lingkungan Peradilan Agama. Kekuasaan Mutlak Peradilan Agama dalam
lingkungan Peradilan Agama terdapat dua tingkat Pengadilan, yaitu Pengadilan
Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai
Pengadilan Tingkat Banding.3 Sejalan dengan itu menurut seorang pakar
Kompetensi Absolute yang juga disebut kekuasaan kehakiman atribusi (atributie
van rechtsmacht) adalah kewenangan mutlak atau kompetensi absolut suatu
pengadilan; kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara
tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain (R.
Soeroso, 1994: 6).

Dari definisi diatas penulis meyimpulkan kompetensi absolut Peradilan


Agama adalah suatu kuasa atau wewenang mutlak yang berkaitan dengan tugas
dalam mengadili suatu perkara yang jenis perkaranya hanya dapat diadili
Peradilan Agama sesuai dengan subtansi yang berlaku.

Kewenangan absolut setiap Peradilan berbeda-beda.Hal ini diatur oleh


Undang-Undang atau peraturan yang mengaturnya.Kompetensi absolut
pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, diatur dalam Pasal 2Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006,dibangun atas azas Personalitas Keislaman, sebagaimana dalam
Pasal 2 disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara-perkara perdata tertentu yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU
No. 3 Tahun 2006, yaitu bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,
infaq, shadaqah dan ekonomi syari'ah.

Kewenangan absolut peradilan agama terbagi 2, yaitu volunter (bentuk


perkara permohonan tanpa adanya lawan dan produknya adalah penetapan) dan
3
M. Yahya Harahap. (I). Op.cit. Hal. 134.

4
contensius (bentuk perkara gugatan/ada sengketa didalamnya dan produk
putusannya adalah vonis).

Berikut ini adalah macam-macam perkara volunter dalam peradilan


agama:

a. Penetapan dispensasi kawin bagi anak dibawah umur (pasal 7 ayat (2) UU
No.1/1974);
b. Isbat nikah untuk perkawinan yang tidak dicatatkan(penjelasan pasal 49
angka 37 UU No. 3/2006);
c. Penetapan wali adhal (Peraturan Menteri Agama No. 2/1987 Pasal 2 ayat
3; Penentuan ahli waris (penjelasan pasal 49 angka 37 UU No. 3/2006);
d. Penetapan kuasa/wali untuk menjual harta warisan, termasuk hak milik
lainnya yang dimiliki anak yang belum dewasa (Sarmin Syukur, 2018:
79);
e. Penetapan asal usul anak; Penetapan pengangkatan anak;
f. Penetapan penunjukan seorang wali dalam hal anak yang belum cukup
umur 18 tahun yang ditinggal mati kedua orang tuanya, padahal tidak ada
penunjukan wali dari orang tuanya;
g. Perubahan biodata pada buku nikah (pasal 34 ayat 1 PMA No. 19/2018);
h. Mafqud (49 UU No. 3/2006);
i. Isbath rukyathilal (Pasal 52 A UU No.3 Tahun 2006)

Dan berikut ini adalah macam-macam perkara contensius yang menjadi


kewenangan absolut peradilan agamaberdasarkanUUNo.3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan UU No.7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama:

a. Perkawinan: sebagaimana tersebut dalam UU No. 1/1974 ditambah


Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
b. Kewarisan: sebagaimana tersebut dalam UU No.7/1989 Tentang PA
ditambah kewenangan “Penetapan ahli waris tanpa sengketa;
c. Wakaf: sebagaimana tersebut dalam UU No. 41/2004 Tentang Wakaf dan
PP No. 27 Tahun 1977 Tentang perwakafan tanah milik serta KHI;

5
d. Zakat;
e. Infaq;
f. Shodaqoh;
g. Hibah;
h. Wasiat;
i. Ekonomi Syariah 4

Dan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ditentukan bahwa,


pengadilan agama berwenang untuk sekaligus memutus sengketa milik atau
keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49
apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.

Dengan perkataan lain, dalam bidang-bidang tertentu dari hukum perdata


yang menjadi kewenangan absolut peradilan agama adalah bidang hukum
keluarga dari orang-orang yang beragama Islam. Oleh karena itu, Prof. Busthanul
Arifin berpendapat, beliau menyatakan bahwasanya peradilan agama dapat
dikatakan sebagai peradilan keluarga bagi orang-orang yang beragama Islam,
seperti halnya yang terdapat dibeberapa negara lain. Peradilan agama sebagai
suatu peradilan keluarga yang secara khusus menangani perkara-perkara dibidang
Hukum Keluarga, maka tentulah jangkauan tugasnya berbeda dengan peradilan
umum. Oleh karena itu, segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh para hakim,
panitera dan sekretaris harus sesuai dengan tugas-tugas yang diemban peradilan
agama.

Untuk lebih mendalami lagi perkara-perkara yang menjadi kewenangan


dari Pengadilan Agama, maka tiap-tiap perkaranya akan dibahas lebih lanjut
dalam pembahasan berikut:

b. Kompetensi Relatif Peradilan Agama

4
Ahmad Rifki Fuadi, “Kompetensi Absolut Peradilan Agama Dan Permasalahannya”,
Pengadilan Agama Sidoarjo, diakses dari:
https://pa-sidoarjo.go.id/%20informasi-%20pengadilan/%20%20227-kompetensi-
absolut-%20peradilan-%20agama-dan-%20permasalahannya, pada tanggal 31 Maret 2023 pukul
14:34 WIB.

6
Kompetensi relatif lembaga peradilan berhubungan dengan wilayah
hukum maupun tempat pelaksanaan tugas mengadili perkara. Artinya, kompetensi
relatif adalah kewenangan dari lembaga peradilan dalam memeriksa dan
mengadili perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.5

Yang dimaksud dengan kompetensi relatif (relative competentie) Peradilan


Agama adalah kewenangan ataupun kekuasaan mengadili suatu perkara
berdasarkan wilayah atau daerah hukum (yurisdiksi) Pengadilan Agama. Dalam
Pasal 54 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 telah ditentukan bahwasanya
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum adalah
Hukum Acara yang berlaku pula pada lingkungan Peradilan Agama.6 Oleh sebab
itu maka, landasan hukum untuk menentukan kewenangan relatif pengadilan
agama ini merujuk pada ketentuan Pasal 118 HIR atau Pasal 142 R.Bg. jo. Pasal
66 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.7 Dan dalam Pasal 118
Ayat (1) HIR/Pasal 142 Ayat (5) R.Bg. menganut asas bahwa yang berwenang
adalah pengadilan ditempat kediaman tergugat, dan asas ini dalam bahasa latin
disebut “actor sequitor forum rei”.8 Namun ada beberapa pengecualian yaitu yang
tercantum dalam Pasal 118 Ayat (2) dan Ayat (4), diantaranya:9

1. Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada


pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah
seorang dari tergugat,
2. Apabila ada tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan
diajukan kepada pengadilan ditempat tinggal penggugat,
3. Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan
kepada peradilan diwilayah hukum dimana barang tersebut terletak,

5
Sulthoni, "Perbedaan Kompetensi Absolut dan Relatif Lembaga Peradilan", tirto.id,
diakses dari:
https://tirto.id/gyN2 pada tanggal 31 Maret 2023 pukul 15:04 WIB.
6
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
7
Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih. Hukum Acara Peradilan Agama Di Indonesia.: Cet.
I. Bandung: Pustaka Setia. 2017 hal. 120.
8
Ibid. hal. 124.
9
Ibid. hal. 125.

7
4. Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan
dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang diplih dalam akta
tersebut.

Dari definisi diatas penulis meyimpulkan kompetensi relatif Peradilan


Agama adalah suatu kuasa atau wewenang mutlak yang berkaitan dengan tempat
suatu perekara yang diadili dalam sebuah Peradilan Agama sesuai dengan subtansi
yang berlaku.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompetensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutus sesuatu). Adapun pengertian
kompetensi Peradilan Agama menurut Undang-Undang Kekuasaan kehakiman
Pasal 25 ayat 3, “Peradilan Agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara
orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
kompetensi absolut Peradilan Agama adalah suatu kuasa atau wewenang
mutlak yang berkaitan dengan tugas dalam mengadili suatu perkara yang jenis
perkaranya hanya dapat diadili Peradilan Agama sesuai dengan subtansi yang
berlaku. Sementara kompetensi relatif Peradilan Agama adalah suatu kuasa atau
wewenang mutlak yang berkaitan dengan tempat suatu perekara yang diadili
dalam sebuah Peradilan Agama sesuai dengan subtansi yang berlaku.

B. Saran
Demikian makalah yang disusun oleh kelompok 4 untuk memenuhi
tugas mata kuliah Fiqh Munakahat B. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna, kedepannya penyusun akan lebih fokus dan detail dalam
menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan, maka dari itu kritik dan saran
penulis kami harapkan untuk perbaikan makalah penulis selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

9
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama


(Undang-Undang No.7 Tahun 1989). Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Rifki Fuadi, Ahmad, “Kompetensi Absolut Peradilan Agama Dan


Permasalahannya”, Pengadilan Agama Sidoarjo, diakses dari: https://pa-
sidoarjo.go.id/%20informasi-%20pengadilan/%20%20227-kompetensi-
absolut-%20peradilan-%20agama-dan-%20permasalahannya, pada tanggal
31 Maret 2023 pukul 14:34 WIB.

Sulthoni, "Perbedaan Kompetensi Absolut dan Relatif Lembaga Peradilan",


tirto.id, diakses dari: https://tirto.id/gyN2 pada tanggal 31 Maret 2023
pukul 15:04 WIB.

Zulkarnaen dan Mayaningsih.Dewi, Hukum Acara Peradilan Agama Di


Indonesia.: Cet. I. Bandung: Pustaka Setia. 2017

10

Anda mungkin juga menyukai